Kementrian Lembaga: BPKP

  • Kadisbud DKI Jakarta Iwan Henry Sediakan Ruang Khusus untuk EO yang Dimiliki Tersangka Gatot Ari – Halaman all

    Kadisbud DKI Jakarta Iwan Henry Sediakan Ruang Khusus untuk EO yang Dimiliki Tersangka Gatot Ari – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tersangka kasus kegiatan fiktif sekaligus Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana ternyata menyediakan ruangan khusus untuk event organizer (EO) yang dimiliki oleh tersangka Gatot Ari Rahmadi.

    Seperti diketahui, EO yang dimiliki Gatot ini merupakan vendor yang ditunjuk oleh Iwan Henry dan tersangka Muhammad Fairza Maulana selaku Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI Jakarta untuk menjalankan kegiatan fiktif tersebut.

    “EO ini dibuatkan ruangan di Dinas Kebudayaan serta mempunyai beberapa orang staf yang juga ikut berkantor disitu. (Disediakan) kepala dinas, sudah 2 tahun disitu,” ucap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya saat jumpa pers di kantornya, Kamis (2/1/2025).

    Selain itu, EO tersebut kata Patris sudah berkantor di Dinas Kebudayaan sejak dua tahun lalu.

    Kuat dugaan bahwa EO itu dimanfaatkan oleh Iwan Henry untuk memonopoli kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan Dinas Kebudayaan.

    “Sehingga EO ini adalah EO yang memonopoli di Dinas tersebut. Kami masih mendalami apakah EO ini juga dipakai oleh dinas-dinas lain, itu yang masih kami dalami,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) sebagai tersangka kasus korupsi anggaran kegiatan fiktif senilai Rp 150 miliar di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

    Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya menjelaskan, selain Iwan Henry dalam kasus ini pihaknya juga menetapkan dua orang lainnya, yakni Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud Jakarta Muhammad Fairza Maulana dan Gatot Arif Rahmadi selaku pemilik Event Organizer (EO).

    “Hari ini kami telah menetapkan tiga orang tersangka, dua orang aparatur sipil negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta atau vendor,” kata Patris saat jumpa pers di Kantor Kejati DKI Jakarta, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).

    Adapun terkait peran para tersangka, Henry dan Fairza kata Patris bersepakat menggunakan EO yang dimiliki oleh Gatot Arif untuk menggelar kegiatan di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

    Kemudian Fairza dan Gatot Ari menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat pertanggungjawaban (SPJ) guna mencairkan dana pelaksanaan kegiatan seni dan budaya.

    “Kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh tersangka GAR dan ditampung di rekening tersangka GAR,” jelas Patris.

    Lebih jauh Patris menuturkan, diduga kuat uang yang ditampung oleh Gatot Ari digunakan untuk keperluan pribadi dari Iwan Henry dan Fairza.

    Kini usai ditetapkan sebagai tersangka, untuk Gatot Ari, Kejati kata Patris langsung melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

    “Dan dua tersangka lagi masih kami lakukan pemanggilan dan saya masih menunggu pendapat dari penyidik mengenai upaya-upaya paksa yang dilakukan dalam proses hukum ini diantaranya upaya penahanan,” katanya.

    Terhadap para tersangka Kejati DKI Jakarta menjerat mereka dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jakarta, Iwan Henry Wardhana, saat ditemui awak media, di Balai Kota Jakarta, Rabu (12/2/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/MUHAMMAD RIZKI HIDAYAT)

    Terkait kasus ini Jaksa penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebelumnya menemukan ratusan stempel palsu pada saat menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terkait dugaan korupsi penyimpangan anggaran senilai Rp 150 miliar.

    Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, ratusan stempel palsu tersebut disinyalir digunakan untuk memanipulasi persetujuan kegiatan-kegiatan fiktif dan bertujuan mencairkan anggaran.

    “Misal stempel sanggar kesenian, stempel (kegiatan) UMKM. Seolah-olah kegiatan dilaksanakan dibuktikan dengan stempel tersebut untuk mencairkan anggaran padahal faktanya kegiatannya sama sekali tidak ada,” kata Syahron saat dikonfirmasi, Rabu (18/12/2024).

    Syahron pun menerangkan, bahwa jumlah anggaran dinas yang telah dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta untuk persetujuan kegiatan fiktif tersebut sejauh ini berjumlah Rp 150 miliar.

    Sedangkan untuk nilai kerugian negara dari dugaan korupsi ini, Syahron mengatakan hal itu masih dalam tahap audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    “Nilai kegiatannya Rp 150 (miliar) lebih. Nilai kerugiannya sedang kita mintakan audit BPKP dan BPK,” pungkasnya.

    Selain itu Syahron juga menerangkan bahwa pihaknya turut menyita uang senilai Rp 1 miliar pada saat melakukan rangkaian penggeledahan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta.

    “Iya betul (turut menyita uang Rp 1 miliar),” kata Syahron saat dihubungi, Kamis (19/12/2024).

    Dia menuturkan, uang Rp 1 miliar itu pihaknya temukan di rumah salah satu aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kebudayaan Jakarta.

    Hanya saja ia tak menyebutkan siapa sosok ASN yang dirinya maksud termasuk lokasi rumah penemuan uang tersebut.

    “(Uang Rp 1 M) disita di rumah salah satu pegawai ASN Dinas Kebudayaan,” kata dia.

    Sementara ketika disinggung apakah uang yang disita itu merupakan anggaran yang digunakan untuk kegiatan fiktif di Dinas Kebudayaan, Syahron hanya menjawab singkat.

    Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan penyidikan untuk menentukan status uang yang telah disita tersebut.

    “Sedang didalami penyidik ya,” pungkasnya. (*)

  • BG: Desk Pemberantasan Korupsi Prabowo Selamatkan Uang Rp6,7 Triliun

    BG: Desk Pemberantasan Korupsi Prabowo Selamatkan Uang Rp6,7 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Desk pencegahan dan pemberantasan korupsi besutan Presiden Prabowo Subianto telah menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp6,7 triliun.

    Menko Politik dan Keamanan (Menkopolkam), Budi Gunawan mengatakan pencapaian itu dilakukan sejak desk tersebut dibuat sejak Oktober 2024 hingga Desember 2024.

    Penyelamatan uang negara itu juga berkaitan dengan kasus korupsi yang ditangani Kejagung pada 2024 mulai dari kasus Zarof Ricar hingga Duta Palma Group.

    “Dari hasil rakor, dalam kurun waktu setelah dibentuknya desk sejak bulan 10 hingga saat ini lebih kurang 3 bulan, desk telah berhasil menyelamatkan kerugian negara lebih kurang Rp6,7 triliun,” ujarnya di Kejagung, Kamis (2/1/2025).

    Dia menambahkan uang tersebut kini telah disimpan di brankas salah satu bank plat merah yakni, Bank Rakyat Indonesia (BRI).

    “Barang bukti senilai Rp6,7 triliun itu ada saat ini di extra account BRI. Uangnya ada,” tambahnya.

    Mantan Kepala BIN ini menekankan pihaknya akan terus memperkuat desk pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dipimpin Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Salah satu persoalan yang disorot adalah kebocoran anggaran sehingga meningkatkan efektivitas penegakan hukum korupsi.

    Kemudian, setelah melakukan rapat koordinasi dengan Polri, KPK, BPKP, OJK, Kementerian terkait hingga PPATK. Budi berkesimpulan bahwa desk Korupsi ini akan dioptimalkan melalui penggunaan teknologi digital seperti e-katalog hingga e-government.

    “Desk akan terus mendorong penggunaan teknologi digital seperti e-katalog, kemudian e-government di seluruh kementerian lembaga dan pemerintah daerah untuk mengurangi risiko-risiko atau peluang-peluang terjadinya korupsi,” tutur Budi.

    Selain itu, desk anti rasuah itu juga akan berdomus pada pemulihan aset hasil korupsi yang khususnya berada di luar negeri. Nantinya, uang yang telah disita itu bakal digunakan untuk pembangunan nasional.

    “Aset hasil korupsi khususnya berada di luar negeri agar dana tersebut bisa kembali ke negara kita dan sepenuhnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur nasional untuk kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.

  • 4
                    
                        Saksi Mengaku Ditugaskan Sestama Basarnas Kirim Uang untuk Auditor BPK di Hotel
                        Nasional

    4 Saksi Mengaku Ditugaskan Sestama Basarnas Kirim Uang untuk Auditor BPK di Hotel Nasional

    Saksi Mengaku Ditugaskan Sestama Basarnas Kirim Uang untuk Auditor BPK di Hotel
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Badan SAR Nasional (
    Basarnas
    ), Kamil mengaku pernah diperintahkan mengantarkan uang untuk auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
    Firman Nur Cahyadi
    , di sebuah hotel.
    Keterangan ini Kamil sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi dalam dugaan
    korupsi
    pengadaan truk angkut personel 4WD dan
    rescue carrier vehicle
    di Basarnas.
    Mulanya, anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Alfis Setiawan mengonfirmasi penyerahan uang kepada auditor BPK pada 2016.
    “Ada sejumlah uang yang diberikan kepada pihak BPK tahun 2016. Bisa Saudara jelaskan ini?” tanya Hakim Alfis di ruang sidang, Kamis (2/1/2025).
    Kamil lantas menjawab bahwa pada 2016 ia sudah dipindah dari Biro Umum.
    Saat itu, ia menerima perintah dari Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas, Dadang Arkuni, untuk mengantar uang kepada auditor BPK.
    “Dia memang ada
    voice note
    , ‘Mil, tolong anterin dana ke BPK’,” kata Kamil.
    Menurut Kamil, ia diminta menghubungi pihak “Kapusdatin” Basarnas.
    Namun, ia lupa nama pejabat tersebut.
    Dari Kapusdatin itu, ia menerima bungkusan berisi uang.
    Namun, ia tidak mengetahui berapa jumlah dana tersebut.
    “’Mil, sesuai arahan Sestama Pak Dadang, ini uang buat BPK’,” kata Kamil menirukan pesan yang ia terima.
    Pesan berikutnya meminta agar uang itu dibawa masuk ke Hotel Grand Orchardz di belakang Kantor Basarnas.
    Ia lantas memasukkan uang tersebut ke dalam laci salah satu kamar hotel yang telah dipesan oleh Kapusdatin Basarnas.
    Namun, Kamil tidak mengetahui siapa yang mengambil uang tersebut.
    Ia hanya mengetahui uangnya diambil oleh pihak BPK.
    “Namanya siapa? Firman Nur Cahyadi kalau di berita acara pemeriksaan saudara. Benar?” tanya Hakim Alfis.
    “Firman Nur Cahyadi memang siapapun yang ngambil bermuara ke Beliau,” jawab Kamil.
    Hakim Alfis lantas memastikan dari mana dasar Kamil menyebut bahwa pihak BPK yang menerima dana itu adalah Firman.
    “Kan tadi kan penjelasannya enggak jumpa dengan orang ini?” ujar Hakim Alfis.
    Menurut Kamil, pesan yang ia terima dari Kapusdatin Basarnas memang menyebutkan bahwa uang itu ditujukan untuk Firman Nur Cahyadi.
    “Memang disampaikan ke saudara untuk yang bersangkutan uangnya? Diserahkan untuk yang bersangkutan (Firman)?” kata Hakim Alfis.
    “Iya,” jawab Kamil.
    Adapun Firman Cahyadi bukan nama asing di Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ).
    Pada 27 Juli 2023 lalu, ia dipanggil penyidik KPK terkait kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api di Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa-Sumatra tahun 2018-2022.
    Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
    Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.
    Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
    Sementara itu, pembayaran 75
    rescue carrier vehicle
    sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500.
    Artinya, terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
    Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
    Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta, selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
    Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Korupsi Truk Angkut Basarnas, Saksi Ungkap Dana Komando Dari Pemenang Lelang Dibagi-bagi – Halaman all

    Sidang Korupsi Truk Angkut Basarnas, Saksi Ungkap Dana Komando Dari Pemenang Lelang Dibagi-bagi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saksi mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Basarnas, Kamil membenarkan ada dana komando berasal dari perusahaan pemenang lelang pengadaan di Basarnas.

    Kamil menyebut dana komando dari perusahaan pemenang lelang tersebut dibagi-bagi kepada sejumlah pegawai di Basarnas.

    Adapun hal itu disampaikan Kamil saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

    Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke. 

    Selanjutnya terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta dan terdakwa Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Saya kembali lagi ke sumber-sumber uang. Pengetahuan terakhir yang saudara ketahui. Sumber uang yang dibagi-bagi tadi itu berasal dari mana,” tanya hakim Alfis di persidangan. 

    Hakim pun mempertanyakan asal-usul uang yang berasal dari pihak pemenang proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. 

    “Izin Yang Mulia, kami hanya membantu Pak Rudi Hendro Satmoko, karena yang berhubungan dengan peserta hanya beliau,” jawab Kamil. 

    Hakim kemudian menegaskan tidak menanyakan soal hubungan tersebut. 

    “Tapi pengetahuan terakhir saudara uang yang masuk ke rekening tadi. Itu benar tidak sumbernya dari pada peserta lelang yang dinyatakan sebagai peserta lelang pengadaan di Basarnas,” tanya hakim Alfis. 

    “Iya,” jawab Kamil. 

    “Dari mereka semuanya, ada beberapa perusahaan kan. Kalau Delima Mandiri, William ini sendiri juga pernah ikut pengadaan di Basarnas. Apakah saudara juga mengetahui pernah setor uang atau transfer uang,” tanya hakim. 

    “Saya tidak pernah terima dana operasional dari CV Delima,” kata Kamil. 

    Hakim pun mempertanyakan soal asal usul uang yang masuk ke rekening yang dikuasai Kamil, termasuk rekening atas nama Eliza. 

    “Tidak ada kecuali yang pinjam meminjam,” jawab Kamil. 

    Sebagai informasi dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Setama) Basarnas Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

    Adapun sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014. Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

    “Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00,” jelas Jaksa.

    Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

    Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

    Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

    Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000. Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

    Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

    “Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024,” pungkasnya.

    Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • 4
                    
                        Saksi Mengaku Ditugaskan Sestama Basarnas Kirim Uang untuk Auditor BPK di Hotel
                        Nasional

    Ditugaskan Kabasarnas Serahkan Uang untuk Auditor BPK, Saksi: Saya Cuma Kurir

    Ditugaskan Kabasarnas Serahkan Uang untuk Auditor BPK, Saksi: Saya Cuma Kurir
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (
    Basarnas
    ), Kamil, mengaku diminta menjadi kurir untuk mengantarkan uang kepada Kepala Auditorat 1D pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
    Firman Nur Cahyadi
    .
    Keterangan ini disampaikan Kamil ketika dihadirkan sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengadaan truk angkut 4WD dan rescue carrier vehicle di Basarnas.
    Dalam persidangan itu, kuasa hukum mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas, Max Ruland Boseke, menanyakan penyerahan uang kepada Firman.
    “Saya perlu penegasan lagi bahwa di 2013 apakah Pak Max Ruland ini pernah menyuruh saksi untuk memberikan uang kepada Saudara Firman Nur Cahyadi BPK?” tanya pengacara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/12/2025).
    Kamil pun membenarkan pengacara Max. Ia mengaku pernah diperintahkan untuk membawa uang yang akan diserahkan kepada Firman.
    “Iya, yang memang itu kan perintah pimpinan. Pimpinan berarti Kabasarnas, Sestama, saya cuma kurir untuk nganterin. Satu kali saya ketemu di ruang Firman Nur Cahyadi,” ujar Kamil.
    Menurut Kamil, pengiriman itu dilakukan pada 2013.
    Ia bersedia melaksanakan tugas tersebut karena perintah dari Kepala Basarnas yang sedang menjabat, Letjen TNI Mar (Purn) Muhammad Alfan Baharudin.
    Kamil membantah narasi yang menyebut ia bertemu Firman setiap tahun, termasuk 2014.
    “Saya cuma sekali ketemu Firman Nur Cahyadi itu sekali di ruangannya,” tutur Kamil.
    Adapun Firman Cahyadi bukan nama asing di Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ).
    Pada 27 Juli 2023 lalu, ia dipanggil penyidik KPK terkait kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api di Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa-Sumatra tahun 2018-2022.
    Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
    Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.
    Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
    Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500.
    Artinya, terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
    Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
    Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta, selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
    Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terungkap Basarnas Punya Anggaran di Luar APBN, Peruntukannya Diungkap Saksi Dalam Sidang – Halaman all

    Terungkap Basarnas Punya Anggaran di Luar APBN, Peruntukannya Diungkap Saksi Dalam Sidang – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Alfis Setyawan mencecar mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Basarnas, Kamil soal Basarnas punya anggaran di luar APBN. 

    Terkait hal tersebut Kamil mengatakan bila dana tersebut dibagi-bagi termasuk untuk para terdakwa.

    Adapun hal itu disampaikan Kamil saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

    Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke. 

    Selanjutnya terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta dan terdakwa Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    Mulanya hakim mempertanyakan uang yang masuk mengapa tidak transfer melainkan harus ditunaikan. 

    “Karena pemegang kas mintanya uang cash disimpan di brankas untuk keperluan operasional Basarnas,” jawab Kamil di persidangan. 

    Kemudian hakim Alfis mempertanyakan soal penggunaan dana tersebut mengingat Basarnas sudah memiliki anggaran di APBN termasuk operasional.

    “Nah ini anggaran untuk apa ini?” tanya hakim di persidangan. 

    “Izin bapak mungkin saya cuman sedikit, itu kan ada kegiatan Darma Wanita. Itu kan non anggaran, terus kebijakan Pak Alfan itu ada uang THR, ada uang sembako, ada bantuan uang makan, karena memang tempo hari kan pemerintah belum…,” jawab Kamil. 

    Mendengar jawaban tersebut hakim kembali mempertanyakan boleh tidaknya menerima uang dari luar APBN dengan alasan untuk sembako, THR, dan segala macam.

    “Diperbolehkan?” tanya hakim. 

    Kemudian Kamil menerangkan bahwa hal itu merupakan kebijakan Kepala Basarnas Alfan Baharudin. 

    “Memang disampaikan seperti itu kebijakannya kepada saudara? Dengar sendiri dari dia?” tanya hakim yang kemudian dijawab Kamil tidak tahu. 

    “Terus saudara bisa menyampaikan seperti tadi kebijakan dari kepala badan dari mana?” tanya hakim

    “Ya karena mungkin ada dana-dana yang masuk, sudah dibagi-bagi,” jawab Kamil. 

    Termasuk yang bersangkutan juga dapat uangnya, tanya hakim. 

    “Iyalah,” jawab Kamil. 

    Hakim lalu mempertanyakan apakah para terdakwa juga mendapatkannya. 

    “Pak Max saya enggak tahu persis, cuman besarannya itu (Nggak tahu), iya Anjar juga (Terima), iya (Termasuk saya terima),” jawab Kamil. 

    Sebagai informasi dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Setama) Basarnas Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

    Adapun sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014. Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

    “Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00,” jelas Jaksa.

    Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

    Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

    Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

    Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000. Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

    Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

    “Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024,” pungkasnya.

    Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Korporasi Korupsi Timah, Kerugian Rp150 Triliun!

    Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Korporasi Korupsi Timah, Kerugian Rp150 Triliun!

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 5 tersangka korporasi sebagai tersangka dalam kasus tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.

    Jaksa Agung (JA) Burhanuddin mengatakan lima korporasi yang dijadikan tersangka itu yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN) dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).

    “Pertama adalah PT RBT yang ke-2 adalah PT SB yang ke-3 PT SIP yang ke-4 TIN dan yang ke-5 VIP,” ujar Burhanuddin di Kejagung, Kamis (2/1/2025).

    Di lain sisi, Jampidsus Kejagung RI, Febrie Adriansyah mengatakan bahwa pihaknya telah memutuskan pembebanan uang kerugian negara kepada lima tersangka korporasi itu.

    Secara terperinci, kerugian lingkungan hidup Rp271 triliun kasus timah ditanggung PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun.

    “Ini sekitar Rp152 triliun,” tutur Febrie. 

    Sementara itu, Febrie menyatakan pihak yang bertanggung jawab dari sisa kerugian lingkungan hidup sebesar Rp119 triliun masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan hakim itu jadi kerugian negara sedang dihitung BPKP siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti,” pungkasnya.

  • Terdampak Tol Yogyakarta-Bawen, Pemkab Semarang Beli Lahan Pengganti SD
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 Januari 2025

    Terdampak Tol Yogyakarta-Bawen, Pemkab Semarang Beli Lahan Pengganti SD Regional 1 Januari 2025

    Terdampak Tol Yogyakarta-Bawen, Pemkab Semarang Beli Lahan Pengganti SD
    Tim Redaksi
    UNGARAN, KOMPAS.com
    – Pemerintah Kabupaten Semarang resmi membeli lahan seluas 2.953 meter persegi untuk relokasi
    SD Negeri 1 Bawen
    , yang terdampak pembangunan
    jalan tol Yogyakarta-Bawen
    seksi 6.
    Penandatanganan transaksi jual beli lahan relokasi dilakukan Sekretaris Daerah Kabupaten Semarang, Djarot Supriyoto, dan pemilik lahan, Setyoko, di hadapan notaris.
    “Sesuai hasil koordinasi dengan BPKP DIY, maka pembangunan fasilitas umum mendapat prioritas utama. Hari ini kita menyelesaikan pembayaran lahan pengganti SD Negeri 1 Bawen karena di lokasi lama sudah tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar,” ungkap Djarot pada Selasa (31/12/2024) dalam keterangan tertulis.
    Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Kabag Tapem)
    Pemkab Semarang
    , Zaenal Arifin menjelaskan, lokasi sekolah yang lama sudah sangat dekat dengan beberapa tiang pancang jalan tol yang telah terpasang.
    “Total lahan sekolah dan lingkungannya yang terdampak pembangunan jalan tol seluas 3.737 meter persegi,” ujarnya.
    Lahan penggantian yang telah disepakati seluas 3.830 meter persegi, yang terbagi dalam enam bidang tanah.
    Selain untuk sekolah dasar, lahan tersebut juga akan digunakan untuk pembangunan gedung taman kanak-kanak (TK) dan jalan lingkungan.
    Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah
    Jalan Tol Yogyakarta-Bawen
    , Moh Fajri Nukman menjelaskan, setelah transaksi pembayaran enam bidang lahan selesai, proses sertifikasi atas nama Pemkab Semarang akan segera dilanjutkan.
    Pembangunan gedung SD akan menunggu persetujuan desain oleh Pemkab Semarang.
    “Saat ini sudah dibuat beberapa desain oleh PT Jasa Marga Yogyakarta-Bawen. Pembangunan gedung diperkirakan selesai enam bulan setelah persetujuan diperoleh,” kata Fajri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Merias wajah Jakarta sebagai kota global melalui pembangunan LRT

    Merias wajah Jakarta sebagai kota global melalui pembangunan LRT

    Jakarta (ANTARA) – Padatnya jumlah penduduk DKI Jakarta serta pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya menyisakan persoalan besar yakni kemacetan yang tak kunjung terselesaikan.

    Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah penduduk tercatat 10,56 juta jiwa sedangkan jumlah kendaraan bermotor yang ada di Daerah Khusus Jakarta ini pada tahun 2023 21,8 juta

    Jumlah kendaraan tersebut setiap harinya memenuhi ruang-ruang jalan yang ada di DKI Jakarta. Meski ada kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan roda empat atau lebih melalui kebijakan Ganjil Genap dirasa masih belum memberikan dampak yang signifikan pada penurunan angka kemacetan.

    Kemacetan terus terjadi dan menjadi bagian cerita kerasnya hidup di DKI Jakarta terutama di jam-jam padat seperti waktu pagi hari atau sewaktu pulang kerja di sore hari.

    Pemprov DKI Jakarta bersama pihak penyedia angkutan terus memutar otak agar arus lalu lintas tetap lancar dengan mengoptimalkan keberadaan angkutan massal mulai dari mikro trans, TransJakarta, kereta listril (KRL) , MRT hingga yang terbaru LRT Jakarta Fase 1 B.

    Saat ini proses pembangunan LRT Jakarta Fase 1 B yang menghubungkan Rawamangun dengan kawasan Manggarai masih terus berjalan. Proyek LRT Jakarta Fase 1B, dengan panjang lintasan 6,4-kilometer yang mencakup 5 stasiun yakni Stasiun Velodrome Rawamangun, Pramuka BPKP, Pasar Pramuka, Matraman, dan Manggarai.

    Pekerjaan yang dimulai dengan peletakan batu pertama atau ground breaking pada 30 Oktober 2024 ditarget rampung pada 2026.

    Sejumlah penumpang bersiap memasuki gerbong kereta moda raya terpadu (MRT) melintas di Stasiun Blok M, Jakarta, Jumat (27/12/2024). ANTARA FOTO/Aditya Nugroho/app/rwa.

    LRT Jakarta Fase 1 B ini dibuat untuk menghubungkan jalur LRT Fase 1 A yang telah eksis melayani penumpang dari dari Stasiun Pegangsaan Dua, Stasiun Boulevard Utara, Stasiun Boulevard Selatan, Stasiun Pulomas, Stasiun Equestrian, dan Stasiun Velodrome. Jalur LRT Fase 1 A ini nantinya akan terhubung menuju Stasiun Manggarai nantinya pada tahun 2026.

    Warga Jakarta akan dapat berpindah dari Stasiun LRT Kelapa Gading menuju Manggarai sepanjang 12,2 kilometer dengan waktu tempuh 26 menit . Warga Jakarta Utara akan terhubung dengan Stasiun Manggarai dan menyambungkan mereka dengan kereta listrik (KRL) ke seluruh stasiun yang ada di Jakarta.

    Pembangunan ini bertujuan untuk memperpanjang dan meningkatkan jalur layanan LRT Jakarta, mendukung integrasi antar Moda di kawasan Manggarai sebagai stasiun sentral.

    Hal ini juga menjadi satu solusi kemacetan dan polusi yang ada di Jakarta serta menciptakan budaya warga Jakarta beralih menggunakan transportasi umum aman nyaman, tertib, lancar serta harga terjangkau.

    Pembangunan LRT Jakarta 1B ini juga memiliki sejumlah tantangan berat mulai dari dibangun di atas kawasan yang padat kendaraan membuat persoalan baru yakni kemacetan karena ruas jalan yang menyempit akibat proyek ini.

    Selain itu proses pembangunan yang dilakukan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Perseroda yang melakukan Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Waskita Karya Tbk, PT Nindya Karya, dan PT Len Railway System dilakukan di atas jalan tol Wiyoto Wiyono sehingga harus memperhatikan aspek keselamatan lalu lintas aktif.

    Editor: Alviansyah Pasaribu
    Copyright © ANTARA 2024

  • Shelter Tsunami di NTB Dikorupsi, KPK Tahan Eks Pejabat Waskita Karya (WSKT)

    Shelter Tsunami di NTB Dikorupsi, KPK Tahan Eks Pejabat Waskita Karya (WSKT)

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau Shelter Tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (30/12/2024).

    Dua orang tersangka yang ditahan yakni pejabat dari lingkungan kementerian serta BUMN. Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan TES/Shelter Tsunami di Kecamatan Pemenangan, Kabupaten Lombok Utara 2014 Aprialely Nirmala (AN), serta Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) pada proyek tersebut, Agus Herijanto (AH). 

    “Kedua tersangka atas nama AN dan AH dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 30 Desember 2024 sampai dengan tanggal 18 Januari 2025 dan penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur,” jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Senin (30/12/2024). 

    Pada kasus tersebut, KPK menuturkan bahwa proyek yang diduga dikorupsi itu berawal dari penyusunan masterplan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait dengan TES/Shelter Tsunami. Fasilitas penanggulangan bencana itu ditargetkan harus tahan terhadap gempa berkekuatan 9 skala ritcher (SR). 

    Pagu anggaran untuk pembangunan proyek tersebut dipatok sebesar Rp23,3 miliar termasuk pengawasan dan pengelolaan. 

    KPK lalu menduga tersangka AN melakukan berbagai hal seperti mengubah Design Engineering Detail (DED) TES/Shelter Tsunami serta menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dipertanggungjawabkan. 

    Salah satu dampaknya, kekuatan ramp atau jalur evakuasi yang menghubungkan antarlantai TES terlalu kecil dan kondisinya hancur pada saat terjadi gempa. 

    Kendati adanya kondisi tersebut, pengerjaan proyek tersebut tetap lolos ke tahap lelang pada 2014 dan Waskita Karya ditetapkan sebagai pemenang paket pekerjaan pembangunan di TES/Shelter Desa Bangsal Kabupaten Lombok Utara.

    Pada tahun yang sama, tersangka AH lalu diangkat sebagai kepala proyek tersebut.

    Lembaga antirasuah lalu menduga kedua tersangka mengetahui dengan sadar bahwa dokumen lelang pembangunan TES/Shelter Tsunami masih tidak layak dijadikan acuan kerja. Bahkan, pada saat rapat persiapan pelaksanaan pembangunan TES, tetap tidak melakukan perbaikan. 

    “Sebenarnya mereka sudah mengetahui banyak kekurangan pada dokumen lelang yang menjadi acuan kerja, namun sampai dengan November 2014 tidak ada tindakan untuk melakukan perbaikan,” terang Asep.

    Di sisi lain, tersangka AH diduga melakukan penyimpangan keuangan sebesar Rp1,3 miliar. 

    Adapun, setelah dua kali gempa pada 29 Juli dan 5 Agustus 2018, masing-masing berkekuatan 6,4 dan 7,0 SR kondisi shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung. Padahal, standar shelter itu harus bisa tahan terhadap gempa hingga 9 SR. 

    Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek pembangunan TES itu pun menemukan terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18,4 miliar. 

    “Telah terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18.486.700.654 [Rp18,4 miliar],” papar Asep. 

    Kedua tersangka lalu disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.