Mendagri Belum Lunasi Biaya Retreat, Baru Bayar Rp 2 Miliar dari Rp 13 Miliar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn)
Tito Karnavian
mengungkapkan bahwa pemerintah baru membayar Rp 2 miliar dari Rp 13 miliar untuk
retreat kepala daerah
di
Akademi Militer
(Akmil), Magelang.
Tito mengakui bahwa keseluruhan biaya dari pelaksanaan retreat kepala daerah ini belum dibayar sepenuhnya.
“Saya harus sampaikan bahwa biaya belum sepenuhnya dibayarkan Kemendagri. Kita baru panjer sekitar lebih kurang Rp 13 miliar, saya sudah cek baru dibayarkan Rp 2 miliar-an,” ujar Tito di Istana, Jakarta, Jumat (7/3/2025).
Dia mengaku harus memeriksa secara rinci setiap penggunaan dana retreat kepala daerah tersebut. Hal ini untuk memastikan kewajarannya.
Sebab, kata dia, penunjukan langsung diperbolehkan asalkan penggunaannya tetap wajar.
“Apa yang saya lakukan, saya betul-betul, irjen cek betul, detail semua penggunaannya, semua
bill
harus wajar. Penunjukan langsung boleh, tapi harus wajar penggunaannya. Ini kita cek detail dan kemudian setelah itu saya selesai dari irjen, mengecek panitia dari kabag SDM, habis itu saya undang BPKP, kita buat surat resmi untuk review untuk melihat kewajaran, dan lain-lain,” sambungnya.
Tito menyatakan bahwa setelah dilakukan
review,
barulah rekomendasi berapa nominal yang dibayarkan ke penyelenggara ketahuan.
Dia juga menegaskan tidak peduli terhadap siapa pemilik dari
PT Lembah Tidar
yang dibayar pemerintah untuk retreat ini.
“Karena penyelenggara hanya satu, PT Lembah Tidar, itu kita enggak peduli siapa belakangnya. Sama halnya kita mau buat acara di Gedung Tribrata kebetulan kosong dan bagus, bukan berarti itu punya polisi, atau Balai Sudirman yang punya institusi tertentu, bukan. Karena kan kepentingan publik,” jelas Tito.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: BPKP
-
/data/photo/2025/03/07/67ca6384d2f5c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Mendagri Belum Lunasi Biaya Retreat, Baru Bayar Rp 2 Miliar dari Rp 13 Miliar Nasional
-

Ini Harapan Anies Baswedan Usai Hadiri Sidang Perdana Tom Lembong
PIKIRAN RAKYAT – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengapresiasi majelis hakim yang memberikan kesempatan kepada pengacara Tom Lembong untuk membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Dengan dibacakannya eksepsi, masyarakat mendapatkan informasi lengkap mengenai kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong.
“Kita semua keluar dari persidangan hari ini mendengar secara lengkap, baik yang disampaikan oleh penuntut maupun disampaikan oleh penasihat hukum,” kata Anies usai menyaksikan sidang perdana Tom Lembong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.
Anies berharap majelis hakim dapat memutus perkara Tom Lembong secara objektif dengan mengedepankan prinsip kebenaran, kepastian hukum, dan juga keadilan. Ia pun meyakini majelis hakim akan berpegang pada tiga hal tersebut dalam mengadili kasus Tom Lembong.
“Sebagaimana hari ini majelis hakim membuat keputusan yang baik sekali, dengan memberikan kesempatan untuk eksepsi dibacakan hari ini,” ujar Anies.
Tom Lembong Didakwa Bikin Rugi Keuangan Negara Rp578 Miliar
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong telah merugikan keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 atau Rp578 miliar terkait kasus dugaan korupsi impor gula. Jaksa menyebut angka tersebut diperoleh dari hasil penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Merugikan keuangan negara sebesar Rp515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Importasi Gula Di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2016 Nomor : PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI),” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.
Jaksa menyebut Tom Lembong melakukan dugaan tindak pidana korupsi bersama 10 orang, yakni:
1. Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) sejak tahun 2015
2. Tony Wijaya NG selaku Direktur Utama PT Angels Products sejak tahun 2003
3. Then Surianto Eka Prasetyo selaku Direktur PT Makassar Tene sejak tahun 2006
4. Hansen Setiawan selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya sejak tahun 2013
5. Indra Suryaningrat selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry sejak tahun 2012
6. Eka Sapanca selaku Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama sejak tahun 2015
7. Wisnu Hendraningrat selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo sejak tahun 2015
8. Hendrogiarto A Tiwow selaku Direktur PT Duta Sugar International sejak tahun 2016
9. Hans Falita Hutama selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur sejak tahun 2010
10. Ali Sandjaja Boedidarmo selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas sejak tahun 2011
Lebih lanjut, jaksa juga menyebut Tom Lembong telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, yakni:
1. Memperkaya Tony Wijaya melalui PT Angels Products sebesar Rp144.113.226.287,05 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT. Angels Products dengan INKOPKAR, INKOPPOL, dan PT PPI.
2. Memperkaya Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene sebesar Rp31.190.887.951,27 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Makassar Tene dengan INKOPPOL dan PT PPI.
3 Memperkaya Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp36.870.441.420,95 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Sentra Usahatama Jaya dengan INKOPPOL dan PT PPI.
4. Memperkaya Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp64.551.135.580,81 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Medan Sugar Industry dengan INKOPPOL dan PT PPI.
5. Memperkaya Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama sebesar Rp26.160.671.773,93 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Permata Dunia Sukses Utama dengan INKOPPOL dan PT PPI.
6. Memperkaya Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp42.870.481.069,89 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Andalan Furnindo dengan INKOPPOL dan PT PPI.
7. Memperkaya Hendrogiarto A. Tiwow melalui PT Duta Sugar Internationa sebesar Rp41.226.293.608,16 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Duta Sugar Internationa dengan PT PPI.
8. Memperkaya Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur sebesar Rp74.583.958.290,80 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Berkah Manis Makmur dengan INKOPPOL, PT PPI, dan SKKP TNI–Polri/PUSKOPPOL.
9. Memperkaya Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas sebesar Rp47.868.288.631,27 )yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Kebun Tebu Mas dengan PT PPI.
10. Memperkaya Ramakrishna Prasar Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar Rp5.973.356.356,22 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Dharmapala Usaha Sukses dengan INKOPPOL.
Jaksa dalam surat dakwaanya menyebut Tom Lembong yang menjabat Mendag pada periode 2015 sampai 2016 menerbitkan 21 pengakuan atau persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilitas harga gula kepada 10 orang tersebut. Menurut jaksa, hal tersebut dilakukan Tom Lembong tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor /Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016,” ujar jaksa.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Tom Lembong Kecewa! Dakwaan Kasus Impor Gula Dinilai Tidak Akurat dan Minta Transparansi Kejaksaan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mengungkapkan kekecewaannya atas dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016.
“Saya melihat dakwaan tersebut tidak mencerminkan dengan akurat realitas yang berlaku pada saat itu, saat masa-masa yang diperkarakan,” ucap Tom Lembong saat ditemui usai sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tom menyoroti bahwa salah satu aspek yang tidak dijelaskan secara jelas dalam surat dakwaan adalah terkait dengan perhitungan kerugian negara.
Menurutnya, angka kerugian negara yang disebut dalam dakwaan tidak disertai dengan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang seharusnya menguraikan dasar perhitungannya.
Oleh karena itu, Tom Lembong berharap Kejaksaan dapat menunjukkan profesionalisme dan transparansi, terutama dalam hal perhitungan kerugian negara.
“Saya juga mau menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat,” tambahnya.
Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar. Dugaan kerugian ini berkaitan dengan penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antar-kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Surat persetujuan impor tersebut memungkinkan para pihak untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM) guna diolah menjadi gula kristal putih (GKP), meskipun perusahaan penerima izin bukanlah pihak yang berhak mengolah gula kristal mentah karena statusnya sebagai perusahaan gula rafinasi.
-
/data/photo/2025/02/27/67bffb2180cd1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korupsi Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Dituntut 5 Tahun dan 3 Bulan Penjara
Korupsi Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Dituntut 5 Tahun dan 3 Bulan Penjara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan SAR Nasional (Basarnas)
Max Ruland Boseke
dituntut 5 tahun dan 3 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) tahun anggaran 2014.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) menilai, Max terbukti bersalah melakukan korupsi dan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa Max Ruland Boseke dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 3 bulan,” ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Jaksa juga menuntut Max membayar denda Rp 500 juta.
Jika tidak dibayar, maka hukuman badannya akan ditambah 9 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa juga menuntut Max membayar uang pengganti Rp 2,5 miliar yang harus dibayar maksimal satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam waktu tersebut uang pengganti tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas.
“Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti pidana penjara selama 1 tahun,” ujar jaksa KPK.
Pada kesempatan yang sama, jaksa KPK juga menuntut Direktur CV Delima Mandiri, perusahaan karoseri yang mengerjakan proyek pengadaan truk dan RCV tersebut.
William dituntut 5 tahun penjara dan 8 bulan serta denda Rp 500 juta subsidair 9 bulan kurungan.
Selain itu, William juga dituntut membayar uang pengganti atas kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 17,9 miliar.
“Membebankan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp 17.944.580.000,” kata jaksa KPK.
Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas.
Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi, maka hukumannya akan ditambah.
“Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti pidana penjara selama 3 tahun,” ujar jaksa KPK.
Sementara itu, anak buah Max, Anjar Sulistiyono yang menjabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan itu dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara.
Anjar juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Ia tidak dituntut membayar uang pengganti karena tidak menikmati hasil korupsi.
Dalam perkara ini, KPK menyebut korupsi pengadaan truk angkut ini merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
Kasus berawal ketika Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000, sehingga terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500 yang berarti terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
BPKP kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,5 miliar dan memperkaya William Widharta selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

KPK Dapat Laporan soal MBG: Harga Makanan Rp10.000, Diterima Rp8.000
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap telah menerima laporan adanya dugaan praktik penyimpangan pada program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di daerah. Modusnya diduga terkait dengan pengurangan makanan dari harga atau anggaran yang telah ditetapkan untuk setiap menunya.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto saat menerima kunjungan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana serta jajarannya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Pada pertemuan itu, BGN meminta pendampingan dan pengawasan KPK dalam pelaksaan program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto itu.
Setyo awalnya menjelaskan bahwa pengawasan terhadap MBG penting karena anggarannya yang besar. Saat ini, anggaran MBG yang digelontorkan dari APBN senilai Rp70 triliun di 2025.
Menurutnya, ada empat hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan MBG. Pertama, potensi terjadinya fraud.
“Saya ingatkan ada empat hal yang perlu dicermati dalam melaksanakan Program MBG ini. Pertama, potensi fraud-nya pasti ada. Semua terpusat di BGN, tentu tidak bisa diawasi sampai ke daerah dan wilayah,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, Kamis (6/3/2025).
Kedua, ekslusivitas penentuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG. Setyo menyebut hal itu menjadi perhatian untuk ditertibkan.
“Berita sumir beredar soal ada yang mendapat perlakuan khusus dalam penentuan SPPG atau pihak-pihak yang menjadi dapur, termasuk pembangunan fisiknya dan bahan bakunya. Ini tentu menjadi perhatian untuk bisa ditertibkan,” kata Ketua KPK jilid VI itu.
Ketiga, pentingnya lokasi SPPG yang strategis agar makanan tetap dalam kondisi layak konsumsi ketika diberikan ke siswa penerima manfaat. Dia juga menggarisbawahi soal pemberian susu dan biskuit yang tidak efektif untuk menurunkan risiko stunting, berdasarkan kajian yang dilakukan KPK.
Keempat, soal anggaran. Perwira Polri berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen) itu mengingatkan agar distribusi dana yang terpusat di BGN tidak menimbulkan penyimpangan di tingkat daerah. Dia mengakui telah menerima laporan adanya pengurangan makanan di daerah dari harga yang telah ditetapkan.
“Yang menjadi kekhawatiran, karena posisi anggaran di pusat, jangan sampai begitu sampai di daerah seperti es batu (yang mencair). Kami sudah menerima laporan adanya pengurangan makanan yang seharusnya diterima senilai Rp10.000, tetapi yang diterima hanya Rp8.000. Ini harus jadi perhatian karena berimbas pada kualitas makanan,” jelasnya.
Di sisi lain, Setyo juga menekankan pentingnya tata kelola keuangan yang transparan. Dia mendorong keterlibatan masyarakat dan penggunaan teknologi dalam pengawasan.
Tidak hanya itu, pria yang sebelumnya menjabat Irjen Kementerian Pertanian (Kementan) tersebut juga menekankan pentingnya pemberdayaan kearifan lokal untuk bahan baku makanan hingga sumber daya pelaksana program MBG.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkap alasan mengapa turut meminta pendampingan KPK untuk mengawasi transparansi dan akuntabilitas program.
Dadan menjelaskan bahwa lembaganya mengelola anggaran sebesar Rp70 triliun pada 2025 untuk MBG. Anggaran itu rencananya bakal ditambah Rp100 triliun sehingga mencapai total Rp170 triliun pada kuartal III/2025.
Dia menyebut pendampingan juga bakal dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Kami hadir hari ini di KPK untuk mendapatkan pencerahan terkait pengelolaan dana yang besar. Tahun depan kemungkinan besar anggaran akan mencapai Rp400 triliun. Kami mohon dibantu untuk pengawasan,” ujar Dadan di Gedung KPK, Rabu (5/3/2025).
Untuk diketahui, program MBG telah dimulai sejak 6 Januari 2025. Program prioritas Prabowo Subianto itu ditargetkan bisa menyasar ke seluruh peserta didik di Indonesia pada akhir tahun ini.
-

KPK Siap Kawal Program Andalan Prabowo: Cek Kesehatan hingga Makan Bergizi Gratis
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengawal berjalannya program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto seperti Cek Kesehatan Gratis hingga Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal itu disampaikan usai pertemuan KPK dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Badan Gizi Nasional (BGN) dalam dua hari berturut-turut. Lembaga antirasuah diminta untuk memberikan pendampingan kepada dua lembaga tersebut dalam menjalankan program-program amanat Presiden.
Pada hari ini, Kamis (6/3/2025), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bertemu dengan pimpinan KPK untuk meminta pendampingan hingga pengawasan terhadap sejumlah program di Kemenkes.
Budi menyebut kementeriannya mengelola sejumlah program maupun proyek senilai Rp70 triliun yang bersumber dari APBN hingga pinjaman luar negeri.
“Dalam prinsip keterbukaan kita lapor dulu ke KPK. Ini adalah proyek-proyek besarnya, kita minta didampingin, diawasi, dan dikasih tahu kalau ada di luar berita-berita mengenai penyimpangan, sehingga kita bisa perbaiki termasuk masukan dari KPK,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Menkes pada pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu lalu memerinci proyek maupun program senilai Rp70 triliun yang dimaksud olehnya berasal dari APBN senilai Rp10 triliun, serta pinjaman Bank Dunia Rp60 triliun.
Program dari APBN meliputi program-program Quick Wins Prabowo seperti cek kesehatan gratis, percepatan eliminasi TBC serta pembangunan rumah sakit.
Sementara itu, program pinjaman dari Bank Dunia meliputi infrastruktur kesehatan sebanyak 10.000 puskesmas serta 514 laboratorium kesehatan masyarakat di kabupaten, kota, dan provinsi, sekaligus peningkatan alat kesehatan di 514 RSUD seluruh kabupaten, kota.
Kepala Badan Gizi Sambangi KPK
Sehari sebelumnya, Rabu (5/3/2025), Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana serta jajarannya turut menyambangi KPK. Lembaga pelaksana program Makan Bergizi Gratis (MBG) itu turut meminta pendampingan KPK untuk transparansi dan akuntabilitas program.
Dadan menjelaskan bahwa lembaganya mengelola anggaran sebesar Rp70 triliun pada 2025 untuk MBG. Anggaran itu rencananya bakal ditambah Rp100 triliun sehingga mencapai total Rp170 triliun pada kuartal III/2025.
Dia menyebut pendampingan juga bakal dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Kami hadir hari ini di KPK untuk mendapatkan pencerahan terkait pengelolaan dana yang besar. Tahun depan kemungkinan besar anggaran akan mencapai Rp400 triliun. Kami mohon dibantu untuk pengawasan,” ujar Dadan di Gedung KPK, Rabu (5/3/2025).
Pada kesempatan yang sama, Ketua KPK Setyo Budiyanto berharap agar implementasi program di lapangan sejalan dengan paparan yang disampaikan oleh BGN.
Selanjutnya, kerja sama antara KPK dan BGN dapat berupa koordinasi serta metode pengawasan secara tertutup untuk mengevaluasi kondisi di lapangan, guna mendeteksi potensi penyimpangan sejak dini.
“Nanti bisa dikoordinasikan untuk pelaksanaan kerja sama KPK dengan BGN. Tapi prinsipnya, kegiatan dilakukan dengan metode mystery shopping sehingga jika nanti ada sesuatu yang berpotensi menimbulkan risiko, mitigasinya bisa dilakukan,” pungkas Setyo.
-
/data/photo/2025/03/06/67c99b7f2d729.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jaksa Bongkar Hasil Audit BPKP soal Rp 578 M Kerugian Negara di Kasus Tom Lembong
Jaksa Bongkar Hasil Audit BPKP soal Rp 578 M Kerugian Negara di Kasus Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jaksa penuntut umum menyebutkan kerugian negara akibat dugaan korupsi importasi gula pada masa Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, sebesar Rp 578.105.411.622,47 (Rp 578 miliar).
Jaksa menyebutkan bahwa kerugian negara tersebut merujuk pada Laporan Hasil Penghitungan Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016 Nomor PE.03/R/S51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025.
Menurut jaksa, kerugian negara tersebut timbul akibat kebijakan pemberian persetujuan impor (PI) dari
Tom Lembong
kepada sejumlah perusahaan swasta.
“Mengakibatkan merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Jaksa kemudian merincikan laporan audit BPKP terkait kebijakan impor gula yang meliputi kemahalan harga yang dibayarkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) terkait tugas stabilisasi harga atau operasi pasar.
Laporan itu menyebutkan bahwa PT PPI membeli GKP dari para importir pabrik gula sebesar Rp 1.832.049.545.455,55.
Nominal tersebut kemudian dikurangi jumlah nilai pembelian yang seharusnya dibayar PT PPI dalam membeli GKP berdasarkan harga patokan petani (HPP) sebesar Rp 1.637.331.363.636,36.
“Kerugian Keuangan Negara atas Kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan GKP untuk penugasan sebesar Rp 194.718.181.818,19,” tutur jaksa.
Kerugian lainnya timbul dari kekurangan pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang seharusnya dibayar oleh para importir sebesar Rp 1.443.009.171.790,46.
Jumlah itu kemudian dikurangi dengan jumlah nilai bea masuk dan PDRI yang sudah dibayarkan saat impor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk penugasan operasi pasar sebesar Rp 1.059.621.941.986,18.
Dalam uraiannya, jaksa menyebutkan bahwa untuk mengendalikan harga pasar, seharusnya produk yang diimpor berupa gula kristal putih, bukan gula kristal mentah.
Sementara itu, terdapat perbedaan nilai bea masuk dan PDRI dari impor gula kristal mentah dan gula kristal putih.
“Kerugian keuangan negara atas Kekurangan Pembayaran Bea Masuk dan PDRI sebesar Rp 383.387.229.804,28,” ujar jaksa.
“Jumlah kerugian keuangan negara Rp 578.105.411.622,47,” sambungnya.
Sementara itu, dalam eksepsinya, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyebutkan bahwa BPKP tidak berwenang melakukan audit atas importasi gula tahun 2015-2016.
Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit importasi gula 2015-2017 dan dinyatakan tidak terdapat kerugian negara maupun pelanggaran.
Selain itu, Ari juga mempersoalkan dasar perhitungan harga oleh jaksa yang mengacu pada Harga Patokan Petani (HPP), sedangkan pembelian oleh PT PPI lebih mahal.
Padahal, dalam dakwaan jaksa sendiri telah dijelaskan bahwa GKP dibeli dari perusahaan importir sekaligus produsen gula, bukan dari petani. “Sehingga tidak tepat apabila perhitungan jaksa penuntut umum didasarkan pada Harga Patokan Petani,” ujar Ari.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Tom Lembong Kecewa Didakwa Rugikan Rp578 Miliar: Tak Sesuai Realita!
Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong mengaku kecewa usai didakwa telah merugikan negara Rp578 miliar di kasus importasi gula.
Dia menegaskan kekecewaannya itu lantaran dakwaan soal kerugian negara itu dinilainya tidak jelas dan tidak lengkap. Sebab, surat dakwaan tersebut tidak melampirkan uraian kerugian negara dari audit BPKP.
“Saya kecewa atas dakwaan yang disampaikan, sebagai contoh dalam situasi di mana soal kerugian negara dalam perkara saya semakin tidak jelas, tidak ada lampiran audit BPKP yang menguraikan dasar perhitungan kerugian negara tersebut,” ujarnya di PN Tipikor, Kamis (6/3/2025).
Dia juga menilai bahwa surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) tidak mencerminkan realita yang terjadi.
“Secara umum saya melihat dakwaan tidak mencerminkan dengan akurat realita yang berlaku pada saat itu ya di saat masa-masa yang diperkarakan,” pungkasnya.
Sekadar informasi, jaksa telah mendakwa Tom Lembong telah memberikan persetujuan impor terhadap sejumlah pihak swasta dalam rangka pengendalian ketersediaan gula dan stabilisasi harga gula dalam negeri.
Namun dalam pelaksanaannya, Tom Lembong diduga telah melanggar sejumlah aturan seperti persetujuan impor itu dilakukan tanpa rapat koordinasi antar kementerian.
Alhasil, perbuatan itu diduga telah memperkaya 10 pihak swasta Rp515 miliar dengan kerugian negara Rp578 miliar.
“Yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” ujar jaksa di persidangan, Kamis (6/3/2025).
-

Tim Kuasa Hukum Sebut Penetapan Tersangka Tom Lembong Keliru, Klaim Surat Dakwaan Jaksa Tak Jelas – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, didakwa merugikan negara sebesar Rp578 miliar dalam kasus dugaan korupsi impor gula di lingkungan Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.
Dakwaan tersebut, disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perdana kasus korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, pada Kamis (6/3/2025).
Jaksa menuturkan, Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016 telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, dengan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi.
“Merugikan keuangan negara sebesar Rp515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.409.622,47,” ungkap Jaksa, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis.
Adapun, Jaksa menjelaskan bahwa jumlah kerugian negara itu berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 sampai. 2016 Nomor: PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025.
Laporan tersebut, dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI.
Namun, dalam hal ini, tim kuasa hukum mengeklaim, jaksa telah error in persona atau keliru dalam menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula.
“Oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya telah menetapkan terdakwa sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab atas perbuatan yang diperoleh 9 perusahaan, telah membuktikan Jaksa Penuntut Umum telah error in persona dalam menetapkan Thomas Trikasih Lembong sebagai terdakwa dalam perkara ini,” ucap Tim Kuasa Hukum Tom Lembong di persidangan, Kamis.
“Kami tegaskan, Jaksa Penuntut Umum telah error in persona dalam menetapkan Thomas Trikasih Lembong sebagai terdakwa dalam perkara ini,” ulangnya lagi.
Lanjut tim kuasa hukum lain menyebut, dakwaan yang disusun oleh jaksa juga tidak jelas hingga tak lengkap.
Pasalnya, persetujuan impor gula era Tom Lembong disebutkan telah dibuat sesuai kewenangan dan sesuai Undang-undang Administrasi Pemerintahan.
Sehingga, dalam hal ini, tim kuasa hukum meminta agar surat dakwaan jaksa itu dibatalkan.
“Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap.”
“Uraian melawan hukum tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap karena seluruh pengakuan persetujuan impor oleh terdakwa dibuat sesuai dengan kewenangan menteri perdagangan telah memenuhi asas umum pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam Undang-undang administrasi pemerintahan.”
“Dan berdasarkan pemeriksaan fungsi di dalam Kementerian Perdagangan, khususnya tentang penerbitan pengakuan impor, sehingga surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dinyatakan batal demi hukum,” tegas tim kuasa hukum.
Untuk diketahui, angka Rp 515 miliar yang disebut jaksa itu adalah jumlah uang yang telah dinikmati oleh 10 orang pengusaha yang turut terlibat dalam kasus korupsi impor gula ini.
Jika dilihat dari jumlah kerugian yang disebutkan jaksa yakni Rp578 miliar, maka ada selisih sekitar Rp62,6 miliar.
Namun, dalam dakwaan Tom Lembong ini, jaksa belum menjelaskan rinci ke mana larinya selisih uang tersebut.
Dakwaan Jaksa
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebutkan, Tom Lembong menerbitkan surat pengakuan impor/persetujuan impor gula mentah pada 2015-2016 tanpa didasarkan rapat koordinasi antar kementerian.
Tom Lembong disebutkan telah menerbitkan 21 pengakuan atau persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilitas harga gula kepada 10 orang pengusaha.
Jaksa juga mengatakan, Tom Lembong menyetujui impor dan importir produsen gula kristal merah untuk diolah menjadi gula kristal putih ke beberapa perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula itu, saat Indonesia mengalami surplus gula.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa didasarkan Rapat Koordinasi antar Kementerian menerbitkan surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan di persidangan.
Selain itu, jaksa memaparkan bahwa Tom Lembong tidak menunjuk Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula.
Namun, Tom Lembong justru menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.
Atas perbuatannya tersebut, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah)
-
/data/photo/2025/03/06/67c945dbd61bf.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tom Lembong Kecewa dengan Dakwaan Jaksa, Sebut Kerugian Negara Kasus Impor Gula Tak Jelas
Tom Lembong Kecewa dengan Dakwaan Jaksa, Sebut Kerugian Negara Kasus Impor Gula Tak Jelas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengaku kecewa atas dakwaan jaksa penuntut umum terkait dugaan korupsi
importasi gula
yang menjerat dirinya.
Pernyataan ini Tom sampaikan usai menjalani sidang dakwaan kasus importasi gula yang disebut merugikan negara Rp 578 miliar.
“Ya saya kecewa atas dakwaan yang disampaikan,” kata Tom saat ditemui awak media di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Tom menilai, dalam surat dakwaan jaksa persoalan menyangkut dugaan kerugian keuangan negara dalam perkara ini menjadi semakin tidak jelas.
Sebab, jaksa tidak melampirkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Tidak ada lampiran audit BPKP yang menguraikan dasar perhitungan
kerugian negara
tersebut,” tutur Tom.
Lebih lanjut, Tom berharap Kejaksaan Agung bersikap transparan dan profesional menyangkut persoalan kerugian negara dalam kasus ini.
Selain itu, ia juga merasa uraian yang disampaikan jaksa terkait kronologi kasus tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
“Secara umum saya melihat dakwaan tidak mencerminkan dengan akurat realita yang berlaku pada saat itu ya di saat masa-masa yang diperkarakan,” kata Tom.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.