Kementrian Lembaga: BPKP

  • KPK: Hasil Audit Forensik 90% Pembiayaan LPEI Disalahgunakan

    KPK: Hasil Audit Forensik 90% Pembiayaan LPEI Disalahgunakan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa 90% pembiayaan Lembaga Ekspor Indonesia (LPEI) telah disalahgunakan.

    Hal itu berdasarkan hasil analisis audit forensik atas penggunaan dana fasilitas pembiayaan LPEI kepada PT Petro Energy.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan bahwa LPEI seharusnya hanya dapat digunakan untuk modal kerja perdagangan dan distribusi BBM High Speed Diesel (HSD) solar. 

    Namun, berdasarkan audit forensik, per Juli 2025, ditemukan bahwa 90,03% dari total pembiayaan disalahgunakan.

    “Adapun rincian dari penyalahgunaan fasilitas pembiayaan, yaitu, sebesar Rp503,31 miliar (sekitar 49,15%) digunakan untuk membayar pinjaman PT PE di LPEI, Bank DBS, dan Bank Permata,” jelas Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).

    Lebih lanjut, terdapat Rp428,84 miliar (sekitar 41,88%) dialirkan ke perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Jimmy Marsin selaku Komisaris Utama PT PE.

    Lembaga antirasuah menemukan adanya meeting of mind antara Komisaris Utama Jimmy Marsin serta Direktur Utama PT PE Newin Nugroho dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.

    Kesepakatan itu untuk pembuatan kontrak fiktif sebagai underlying Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I; Penggunaan purchase order dan invoice yang tidak sesuai keadaan sebenarnya; serta Pemanfaatan fasilitas KMKE I dan KMKE II yang tidak sesuai tujuan pembiayaan.

    “Sementara itu, hasil perhitungan Auditor BPKP menyimpulkan bahwa kerugian keuangan negara cq LPEI mencapai kurang lebih Rp966 miliar,” tutur Budi.

    Budi menegaskan, pihaknya akan menelusuri aliran uang untuk pemulihan kerugian negara.

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Divisi Kepatuhan LPEI tahun 2015 berinisial DWK sebagai saksi terkait kasus dugaan pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025). 

    Budi mengatakan DWK diperiksa oleh penyidik perihal kepatuhan mengenai proposal pembiayaan yang diberikan LPEI.

    “Dalam pemeriksaan hari ini, penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait review kepatuhan atas proposal pembiayaan yang akan diberikan oleh LPEI,” kata Budi, Rabu (12/11/2025).

  • Pembelaan Laksda Leonardi di Kasus Korupsi Satelit: Atas Perintah Atasan

    Pembelaan Laksda Leonardi di Kasus Korupsi Satelit: Atas Perintah Atasan

    Bisnis.com, JAKARTA — Laksamana Muda atau Laksda (Purn) TNI, Leonardi menyatakan sejumlah pembelaan atas kasus dugaan korupsi satelit slot orbit 123° BT di Kemhan periode 2012-2021.

    Leonardi selaku Kepala Badan Pertahanan pada Kemenhan tahun 2015-2017 menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan perintah atasannya saat melakukan pengadaan satelit tersebut.

    Dia menambahkan, pengadaan satelit itu juga terlebih dahulu telah dilakukan rapat terbatas (ratas) di depan kepala negara alias presiden pada 2015.

    “Yang pertama, saya melaksanakan perintah atasan. Dan atasan saya sudah melaksanakan rapat terbatas di depan Presiden dengan program ini,” ujarnya saat dilimpahkan di Kejagung, Senin (1/12/2025).

    Dia menambahkan, dirinya tidak pernah menerima sepeser pun dalam pengadaan ini. Oleh sebab itu, dia membantah bahwa dirinya melakukan korupsi.

    Terlebih, kata Leonardi, dalam program ini negara sama sekali belum mengeluarkan anggaran. Dengan demikian, dalam perkara ini tidak ditemukan kerugian negara.

    “Belum ada negara membayar, belum ada keluar anggaran sama sekali sehingga tidak ada kerugian negara,” pungkasnya.

    Di lain sisi, Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan dalam kasus ini Leonardi telah mengadakan kontrak dengan Bos Navayo Internasional AG, Gabor Kuti.

    Perjanjian ini berkaitan dengan penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

    Namun, kontrak dalam perjanjian itu dinilai tidak didasarkan pada ketentuan pengadaan barang dan jasa yaitu penunjukan Navayo tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa.

    Dalam perjanjian itu, barang yang telah diterima tidak dapat dipergunakan karena tidak sesuai dengan spek yang dibutuhkan proyek satelit. Atas perkara ini, negara dinilai dirugikan sebesar Rp306,8 miliar.

    “Kerugian keuangan negara dalam perkara ini berdasarkan ahli BPKP dan didukung oleh ahli keuangan negara adalah sebesar USD 21.384.851,89 atau Rp306.829.854.917,72,” tutur Anang dalam keterangan tertulis, Senin (1/12/2025).

  • Satu Berpangkat Laksda, Satu Buron, Satu Lagi Punya Kasus Hukum Lain

    Satu Berpangkat Laksda, Satu Buron, Satu Lagi Punya Kasus Hukum Lain

     

    Adapun perkembangan perkara koneksitas kasus korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2016 yang melibatkan PT Navayo International AG, bahwa kasus tersebut berawal dari penunjukan langsung PT Navayo International AG oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemhan, tanpa melalui proses pengadaan atau pelelangan tender sebagaimana ketentuan yang berlaku.

    Penunjukan tersebut dilakukan berdasarkan rekomendasi tersangka Anthony Thomas van der Hayden (ATVDH) selaku Tenaga Ahli Satelit Kemhan, yang kemudian disetujui oleh Tersangka Laksda TNI (Purn) Leonardi (LNR) selaku Kabaranahan Kemhan/PPK.

    Kontrak pekerjaan Core Program/User Terminal dengan nilai USD 34.194.300 ditandatangani pada 10 Oktober 2016, kemudian diamandemen menjadi USD 29.900.000, meskipun pada saat itu anggaran masih berstatus diblokir sehingga belum dapat digunakan.

    Dalam pelaksanaannya, PT Navayo International AG justru mengajukan penagihan sebesar USD 16 juta meski pekerjaan belum dilakukan sebagaimana mestinya.

    Hasil pemeriksaan laboratorium membuktikan, bahwa perangkat handphone Navayo sebanyak 550 unit tidak memiliki Secure Chip Inti, pembangunan user terminal tidak fungsional, dan tidak pernah dilakukan uji fungsi terhadap Satelit Artemis di Slot Orbit 1230 BT.

    Selanjutnya, PT Navayo International AG mengajukan gugatan arbitrase di International Chamber of Commerce (ICC) Singapura. Gugatan tersebut dimenangkan oleh Navayo dengan putusan pembayaran sebesar USD 20.862.822.

    Akibatnya, negara menghadapi risiko nyata setelah Navayo mengajukan permohonan penyitaan terhadap aset milik pemerintah Indonesia di Paris, termasuk Wisma Wakil Kepala Perwakilan RI, rumah dinas Atase Pertahanan, dan rumah dinas Koordinator Fungsi Politik KBRI Paris, berdasarkan putusan Tribunal Arbitrase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dikuatkan oleh Pengadilan Paris.

    Berdasarkan penghitungan ahli Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI sebagaimana tertuang dalam LHP Nomor PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 22 Agustus 2022, ditemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar USD 21.384.851,89 setara Rp 339 miliar.

  • BPKP Bantah Laporkan Kasus Korupsi ASDP Akuisisi Jembatan Nusantara

    BPKP Bantah Laporkan Kasus Korupsi ASDP Akuisisi Jembatan Nusantara

    Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) membantah kasus korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). BPKP membantah hasil auditnya jadi rujukan terhadap korupsi tersebut.

    “Dengan ini kami menyampaikan bahwa kami tidak pernah menyampaikan laporan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT JN oleh ASDP kepada KPK,” kata Juru Bicara BPKP, Gunawan Wibisono dalam keterangan resmi, Jumat (28/11/2025).

    Dia menuturkan, BPKP sebagai auditor internal pemerintah pernah melakukan reviu terhadap aksi korporasi ASDP dalam akuisisi PT JN pada 2021. 

    Hasilnya pun disampaikan kepada ASDP selaku entitas yang meminta reviu dari BPKP pada 2022 sebagai bahan melakukan perbaikan/penguatan Governance, Risk dan Control (GRC) dalam proses akuisisi.

    “Merujuk kepada peraturan internal BPKP serta Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI) 2021, pelaksanaan pengawasan oleh BPKP dilakukan atas permintaan dari entitas klien, mitra, atau auditi,” ungkap Gunawan.

    BPKP Tak Hitung Kerugian Negara dari Akuisisi

    Gunawan menjelaskan lagi, seluruh produk pengawasan, termasuk laporan, rekomendasi, maupun bentuk komunikasi lainnya, menjadi bagian dari hubungan kerja antara BPKP dan entitas tersebut. “Oleh karena itu, hasil pengawasan hanya disampaikan kepada entitas peminta dan tidak ditujukan kepada pihak lain,” ujarnya.

    Gunawan mengakui, KPK pernah meminta BPKP untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus akuisisi PT JN oleh PT ASDP pada 2024.

    “Namun pada akhirnya KPK menghitung kerugian keuangan negara menggunakan tim akuntan forensik internal KPK,” tegas dia.

     

  • Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak kerap dianggap sebagai ‘anak emas’ Kementerian Keuangan, di antaranya terkait fungsi mereka dalam mengumpulkan penerimaan negara. Namun, kedua instansi itu kini menjadi sorotan, bahkan ada ancaman pembekuan langsung dari presiden.

    Presiden Prabowo Subianto memberikan ultimatum keras kepada Bea Cukai melalui pesannya ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ada waktu satu tahun bagi lembaga itu untuk berbenah dan memperbaiki kinerja.

    Menurut Purbaya, Prabowo akan membekukan Bea Cukai dan mengembalikan fungsi pemeriksaan kepabeanan kepada surveyor swasta internasional, Société Générale de Surveillance (SGS), layaknya era Orde Baru apabila kinerja dan citra publik mereka tak kunjung membaik.

    “Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16.000 orang pegawai Bea Cukai dirumahkan,” ujar Purbaya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Purbaya mengakui bahwa saat ini persepsi publik terhadap instansi kepabeanan tersebut berada di titik kritis. Dalam rapat internal, dia secara terbuka menyampaikan kepada jajarannya bahwa citra Bea Cukai kurang bagus di mata media, masyarakat, hingga Prabowo.

    Hanya saja, di tengah ancaman pembubaran tersebut, Purbaya mengaku telah memasang badan. Dia telah meminta tenggat waktu satu tahun kepada Prabowo untuk melakukan bersih-bersih internal secara mandiri tanpa intervensi pihak luar.

    Purbaya mengatakan opsi pembekuan Bea Cukai bukanlah bentuk hukuman, melainkan langkah korektif agar kinerja lembaga itu bisa meningkat.

    “Waktu zaman Orde Baru, SDS yang menjalankan pengecekan di custom kita. Jadi, saya pikir dengan adanya seperti itu orang-orang Bea Cukai, tim saya di Bea Cukai semakin semangat. Pengembangan software-nya juga cepat sekali,” katanya.

    Kendati demikian, Purbaya tidak serta-merta ingin menyerahkan operasional Bea Cukai kepada pihak luar. Oleh sebab itu, dia tetap berharap fungsi Bea Cukai dapat dijalankan internal pemerintah, dengan syarat adanya perbaikan signifikan.

    “Saya pikir kita akan bisa menjalankan program-program yang di Bea Cukai dengan lebih bersih tanpa harus menyerahkan ini ke tangan orang lain. Jadi, teman-teman saya di Bea Cukai, staf saya, saya peringatkan itu dan mereka amat semangat untuk memperbaiki bersama-sama,” tuturnya.

    Purbaya turut merinci sejumlah persoalan yang sedang membelit Bea Cukai, mulai dari dugaan praktik under-invoicing hingga masuknya barang ilegal.

    “Ada under-invoicing ekspor yang nilainya lebih rendah. Ada juga barang-barang yang ilegal masuk yang enggak ketahuan segala macam. Orang kan nuduh, katanya Bea Cukai main segala macam,” katanya.

    Lebih jauh, dia memaparkan adanya temuan dari investigasi internal yang menyangkut ketidaksesuaian data perdagangan antara Indonesia, China, dan Singapura.

    “Ada jalan yang sebagian dari China tuh ke Singapura, baru Singapura ke Indonesia. Kalau orang pakai UN.com trade database, kalau cuma lihat satu sisi aja, itu enggak pas. Namun, kalau kita gabung yang sini sama yang sini ke sini itu akan sama. Jadi bedanya enggak banyak. Hanya beda CIF, FOB aja. Jadi antara ekspor sampai impor aja pengitungannya,” tuturnya.

    Oleh sebab itu, Purbaya pun memastikan investigasi lanjutan akan terus dilakukan, dan prosesnya akan makin cepat dengan pemanfaatan teknologi baru.

    “Untuk semua jenis ekspor, apakah seperti itu? Atau apakah ada penggelapan? Ini masih kita kerjakan manual. Nggak lama lagi kita akan kerjakan pakai AI [artificial intelligence]. Jadi, akan lebih cepat,” ujarnya.

    Sebagai langkah perbaikan, bendahara negara itu mulai mengadopsi teknologi kecerdasan imitasi alias AI di pos-pos pelayanan Bea Cukai. Teknologi ini difokuskan untuk mendeteksi praktik under-invoicing atau manipulasi faktur harga barang impor yang selama ini menjadi celah kebocoran penerimaan negara.

    Purbaya menilai, respons internal Bea Cukai terhadap ultimatum ini cukup positif. Dia meyakini sumber daya manusia (SDM) di instansi tersebut memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni untuk berubah.

    “Saya pikir tahun depan sudah aman. Artinya, Bea Cukai akan bisa bekerja dengan baik dan profesional. Orang Bea Cukai pintar-pintar dan siap untuk merubah keadaan,” ujar Purbaya.

    Pelantikan Letjen TNI (Purn.) Djaka Budi Utama (kiri) sebagai ⁠Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, menggantikan Askolani (kanan) yang kini menjabat sebagai ⁠⁠Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Pelantikan berlangsung di Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat (23/5/2025). / dok. KLI Kementerian Keuangan

    Pembekuan Bea Cukai Bukan Hal Baru

    Secara historis, pembekuan Bea Cukai bukan hal yang baru. Era Orde Baru, tepatnya periode pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an mencatat babak penting tarik-ulur kewenangan di pelabuhan.

    Berdasarkan laporan Media Keuangan terbitan Kementerian Keuangan bertajuk Mengurai Sejarah Lembaga Bea Cukai, saat itu pelabuhan di Indonesia terkenal sangat korup: penyeludupan dan penyelewengan oleh petugas Bea Cukai sudah menjadi rahasia umum.

    Keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang. Aparat Bea Cukai disebut ribet, berbelit-belit, sehingga pada akhirnya melakukan pungutan liar.

    Masalah tersebut sampai ke Presiden Soeharto. Kepala negara dan pemerintah itu pun menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 (Inpres 4/1985) setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Bahwa kelancaran arus lalu lintas barang antar pulau, ekspor dan impor merupakan unsur penting dalam peningkatan kegiatan ekonomi pada umumnya dan peningkatan ekspor komoditi non migas pada khususnya,” jelas pertimbangan Inpres 4/1985.

    Soeharto mengerahkan belasan menteri hingga Panglima ABRI untuk memastikan instruksi ini berjalan, sebuah sinyal bahwa kemacetan di pelabuhan telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas ekonomi nasional.

    Enam tahun berselang, kebijakan tersebut dievaluasi: pemerintah menilai Inpres 4/1985 telah sukses memperlancar arus barang. Hanya saja, dinamika perdagangan ekspor-impor menuntut penyesuaian baru.

    Pada 25 Juli 1991, Presiden Soeharto menandatangani Inpres No. 3/1991. Poin paling krusial dari aturan ini adalah pernyataan tegas bahwa Inpres 4/1985 dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Dalam Lampiran Inpres 3/1991, ditegaskan kembali bahwa kewenangan pemeriksaan barang impor berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    Kendati demikian, kewenangan ini tidak serta-merta kembali seperti era pra-1985. Pemerintah menerapkan sistem pengawasan berlapis menggunakan jasa Surveyor.

    “Berdasarkan pemeriksaan tersebut surveyor menerbitkan Laporan Pemeriksaan Surveyor-Ekspor (LPS-E) yang dipergunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pemeriksaan yang bersifat final,” tertulis dalam Lampiran Inpres 3/1991.

    Dijelaskan, barang impor hanya diizinkan masuk ke wilayah pabean Indonesia apabila dilengkapi Laporan Pemeriksaan Surveyor Impor (LPS-I) yang diterbitkan oleh surveyor di negara asal barang (tempat ekspor dilakukan).

    Dalam hal ini, pemerintah melibatkan PT Surveyor Indonesia (PT SI) untuk bekerja sama dengan SGS. Laporan surveyor ini menjadi ‘dokumen sakti’.

    Bea Cukai menggunakan LPS-I sebagai dasar pemeriksaan yang bersifat final. Artinya, petugas Bea Cukai di pelabuhan Indonesia tidak lagi memeriksa fisik barang secara acak, melainkan hanya melakukan pencocokan dokumen alias hanya ‘memberi stempel’.

    Kewenangan kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997.

    UU Kepabenan kembali memberikan wewenang pemeriksaan barang kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan kontrak dengan SGS berakhir.

    Sorotan ke Mantan Bos Pajak dan Coretax

    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan anak buah Menkeu Sri Mulyani dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak periode 2016—2020. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan pihaknya telah memeriksa saksi berinisial SU.

    SU merupakan eks Staf Ahli Menkeu sekaligus eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Berdasarkan penelusuran Bisnis, SU ini mengacu pada nama Suryo Utomo.

    “SU selaku Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak dan Mantan Direktur Jenderal [Dirjen] Pajak Kementerian Keuangan RI diperiksa,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025) malam.

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. Namun, dia tidak menjelaskan materi pemeriksaan keduanya secara detail, Anang hanya mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016—2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Purbaya masih memantau apakah kasus yang sedang ditangani oleh Kejagung terkait pelaksanaan pengampunan pajak alias tax amnesty atau tidak. Dia ingin tahu apakah ada penyelewengan dalam kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty pada 2016.

    “Kita lihat apakah ada penyelenggaraan di waktu tax amnesty keluar,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

    Kendati demikian, mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menilai seharusnya tidak sewajarnya tax amnesty berujung ke kasus pidana. Menurutnya, jika memang ditemukan pelanggaran maka yang bersangkutan hanya perlu membayar denda.

    “Kalau ada pelanggaran, ya harusnya ada klausul di mana kalau misalnya aset yang dilaporkan ternyata lebih kecil daripada yang seharusnya ada dendanya. Saya pikir itu saja yang dikejar,” jelas Purbaya.

    Sorotan itu juga terjadi di tengah jalannya proyek prestisius dan ambisius Dirjen Pajak, yakni Sistem Inti Perpajakan alias Coretax System. Penerapan Coretax tidak sebanding dengan niat awalnya karena sering terkendala masalah teknis hingga persoalan teknisi yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi.

    Purbaya pada akhir Oktober 2025 menyebut upaya pembenahan Coretax belum sepenuhnya tuntas. Salah satu aspek yang belum selesai dibenahi adalah perangkat lunak atau software yang digarap LG CNS-Qualysoft Consortium.

    Purbaya menjelaskan bahwa pihaknya sudah sebulan terakhir membenahi Coretax jelang penggunaannya untuk pelaporan SPT tahun depan.

    “Untuk software-software yang bisa dikendalikan langsung oleh tenaga dari Indonesia, kami sudah perbaiki. Cuma ternyata masih ada bagian-bagian yang terikat kontrak dengan pihak LG, di mana kami belum dikasih akses ke sana,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (24/10/2025) lalu.

    Dia mengatakan bahwa kontrak antara pemerintah Indonesia dengan LG untuk Coretax akan berakhir pada Desember 2025 mendatang. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu blak-blakan menyampaikan bahwa sebelumnya Kemenkeu telah membentuk tim satgas untuk menindaklanjuti gangguan sistem Coretax yang dikerjakan oleh perusahaan asal Korea Selatan itu.

    “Sebelum kami jalankan tim special task force ini, mereka itu kalau ditanya, enggak peduli. Ditanya di sana, cuek dan, responnya lama,” paparnya.

    Kendati demikian, Purbaya menyebut saat ini pihak LG sudah mengirimkan tim untuk mengurus pembenahan sistem Coretax.

    “Jadi, orang sana enggak pintar-pintar amat. Jadi, kami optimalkan perbaikan dengan kendala yang ada dalam hal ini, sebagian masih dipegang LG,” tuturnya. (Anshary Madya Sukma, Dany Saputra)

    Mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo, kini menjabat sebagai Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan Kemenkeu. / Bisnis

  • Pembekuan Bea Cukai Bukan Hal Baru, Pernah Terjadi pada Era Orde Baru!

    Pembekuan Bea Cukai Bukan Hal Baru, Pernah Terjadi pada Era Orde Baru!

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto melemparkan ultimatum kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Prabowo siap membekukan instansi tersebut apabila kinerja dan citra publik mereka tak kunjung membaik.

    Secara historis, pembekuan Bea Cukai bukan hal yang baru. Era Orde Baru, tepatnya periode pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an mencatat babak penting tarik-ulur kewenangan di pelabuhan.

    Berdasarkan laporan Media Keuangan terbitan Kementerian Keuangan bertajuk Mengurai Sejarah Lembaga Bea Cukai, saat itu pelabuhan di Indonesia terkenal sangat korup: penyeludupan dan penyelewengan oleh petugas Bea Cukai sudah menjadi rahasia umum.

    Keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang. Aparat Bea Cukai disebut ribet, berbelit-belit, sehingga pada akhirnya melakukan pungutan liar.

    Masalah tersebut sampai ke Presiden Soeharto. Kepala negara dan pemerintah itu pun menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 (Inpres 4/1985) setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Bahwa kelancaran arus lalu lintas barang antar pulau, ekspor dan impor merupakan unsur penting dalam peningkatan kegiatan ekonomi pada umumnya dan peningkatan ekspor komoditi non migas pada khususnya,” jelas pertimbangan Inpres 4/1985.

    Soeharto mengerahkan belasan menteri hingga Panglima ABRI untuk memastikan instruksi ini berjalan, sebuah sinyal bahwa kemacetan di pelabuhan telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas ekonomi nasional.

    Lewat beleid itu, Soeharto memangkas sebagian besar kewenangan Bea Cukai dalam memeriksa barang impor. Pemerintah kemudian menunjuk Société Générale de Surveillance (SGS), sebuah perusahaan surveyor swasta asal Swiss, untuk mengambil alih tugas pemeriksaan barang.

    Reformasi 1991 dan Pengembalian Wewenang 1997

    Enam tahun berselang, kebijakan tersebut dievaluasi: pemerintah menilai Inpres 4/1985 telah sukses memperlancar arus barang. Hanya saja, dinamika perdagangan ekspor-impor menuntut penyesuaian baru. 

    Pada 25 Juli 1991, Presiden Soeharto menandatangani Inpres No. 3/1991. Poin paling krusial dari aturan ini adalah pernyataan tegas bahwa Inpres 4/1985 dinyatakan tidak berlaku lagi.  

    Dalam Lampiran Inpres 3/1991, ditegaskan kembali bahwa kewenangan pemeriksaan barang impor berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    Kendati demikian, kewenangan ini tidak serta-merta kembali seperti era pra-1985. Pemerintah menerapkan sistem pengawasan berlapis menggunakan jasa Surveyor. 

    “Berdasarkan pemeriksaan tersebut surveyor menerbitkan Laporan Pemeriksaan Surveyor – Ekspor (LPS-E) yang dipergunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pemeriksaan yang bersifat final,” tertulis dalam Lampiran Inpres 3/1991.

    Dijelaskan, barang impor hanya diizinkan masuk ke wilayah pabean Indonesia apabila dilengkapi Laporan Pemeriksaan Surveyor Impor (LPS-I) yang diterbitkan oleh surveyor di negara asal barang (tempat ekspor dilakukan).  

    Dalam hal ini, pemerintah melibatkan PT Surveyor Indonesia (PT SI) untuk bekerja sama dengan SGS. Laporan surveyor ini menjadi ‘dokumen sakti’.

    Bea Cukai menggunakan LPS-I sebagai dasar pemeriksaan yang bersifat final. Artinya, petugas Bea Cukai di pelabuhan Indonesia tidak lagi memeriksa fisik barang secara acak, melainkan hanya melakukan pencocokan dokumen alias hanya ‘memberi stempel’.

    Kewenangan kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997.

    UU Kepabenan kembali memberikan wewenang pemeriksaan barang kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan kontrak dengan SGS berakhir.

    Disinggung Purbaya 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyinggung sejarah ‘pembekuan’ Bea Cukai era Orde Baru itu ketika mengungkapkan bahwa Prabowo telah memberikan ultimatum.

    Menurutnya, Prabowo siap mengembalikan fungsi pemeriksaan kepabeanan kepada surveyor swasta internasional seperti SGS era Orde Baru apabila kinerja dan citra publik Bea Cukai tak kunjung membaik.

    “Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16.000 orang pegawai Bea Cukai dirumahkan,” ujar Purbaya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Purbaya mengakui bahwa saat ini persepsi publik terhadap instansi kepabeanan tersebut berada di titik kritis. Dalam rapat internal, dia secara terbuka menyampaikan kepada jajarannya bahwa citra Bea Cukai kurang bagus di mata media, masyarakat, hingga Prabowo.

    Hanya saja, di tengah ancaman pembubaran tersebut, Purbaya mengaku telah memasang badan. Dia telah meminta tenggat waktu satu tahun kepada Prabowo untuk melakukan bersih-bersih internal secara mandiri tanpa intervensi pihak luar.

    “Saya sudah minta waktu keberhasilannya satu tahun untuk tidak diganggu dulu. Biarkan saya, beri waktu saya untuk memperbaiki Bea Cukai, karena ancaman ini serius,” tegasnya.

    Sebagai langkah perbaikan, bendahara negara itu mulai mengadopsi teknologi kecerdasan imitasi alias artificial intelligence (AI) di pos-pos pelayanan Bea Cukai.

    Teknologi ini difokuskan untuk mendeteksi praktik under-invoicing atau manipulasi faktur harga barang impor yang selama ini menjadi celah kebocoran penerimaan negara.

    Purbaya menilai, respons internal Bea Cukai terhadap ultimatum ini cukup positif. Dia meyakini sumber daya manusia (SDM) di instansi tersebut memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni untuk berubah.

    “Saya pikir tahun depan sudah aman. Artinya, Bea Cukai akan bisa bekerja dengan baik dan profesional. Orang Bea Cukai pintar-pintar dan siap untuk merubah keadaan,” tutupnya.

  • 3 Pimpinan PT Pelindo 3 dan PT APBS Ditahan Kejaksaan Tanjung Perak Surabaya

    3 Pimpinan PT Pelindo 3 dan PT APBS Ditahan Kejaksaan Tanjung Perak Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Enam orang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pemeliharaan dan pengusahaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2023–2024.

    Penetapan para tersangka dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Enam orang tersebut dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan untuk proses penyidikan.

    Kasus ini melibatkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Persero Regional 3 bersama PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) terkait pekerjaan pengerukan (dredging) kolam pelabuhan.

    Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Darwis Burhansyah, dalam konferensi pers di Surabaya, menyampaikan bahwa tim penyelidik menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan kolam pelabuhan yang dilakukan tanpa dasar perjanjian konsesi serta tanpa surat penugasan resmi dari Kementerian Perhubungan.

    “Setelah penyelidik memperoleh alat bukti yang cukup sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP dan dilakukan ekspose perkara, maka penyidik menetapkan enam orang tersangka,” jelas Darwis, Kamis (27/11/2025).

    Enam tersangka terdiri atas unsur manajemen Pelindo Regional 3 dan jajaran direksi PT APBS, antara lain AWB, Regional Head PT Pelabuhan Indonesia Persero Regional 3 (Oktober 2021–Februari 2024), HES, Division Head Teknik PT Pelabuhan Indonesia Persero Regional 3, EHH, Senior Manager Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia Persero Regional 3, M, Direktur Utama PT APBS (2020–2024), MYC, Direktur Komersial Operasi dan Teknik PT APBS (2021–2024) dan DYS, Manajer Operasi dan Teknik PT APBS (2020–2024)

    Para tersangka akan ditahan di Rutan Kelas I Surabaya dan Rutan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selama 20 hari ke depan, mulai 27 November hingga 16 Desember 2025. “Ini untuk memudahkan penyelidikan lanjutan,” jelas Darwis.

    Modus perbuatan melawan hukum dari hasil penyidikan, para tersangka diduga melakukan sejumlah pelanggaran, antara lain melakukan pekerjaan pengerukan kolam tanpa perjanjian konsesi dan tanpa izin KSOP. Melakukan penunjukan langsung PT APBS sebagai pelaksana pekerjaan meskipun perusahaan tersebut tidak memiliki kapal dan tidak kompeten untuk pekerjaan pengerukan.

    Selain itu, mark up HPS/OE hingga mencapai Rp200 miliar tanpa menggunakan konsultan dan engineering estimate, mengalihkan pekerjaan pengerukan kepada pihak ketiga (PT Rukindo dan PT SAI) tanpa dasar yang sah. Melakukan manipulasi nilai anggaran dan pengadaan tanpa dokumen KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut).

    Kerugian keuangan negara masih dalam perhitungan auditor BPKP, namun estimasi sementara diperkirakan mendekati nilai kontrak, yakni Rp196 miliar.

    “Kemarin penyelidik telah menerima penitipan dana sebesar Rp70 miliar dari PT APBS melalui rekening penampungan Kejaksaan,” ujar Darwis.

    Kejari menyatakan telah memeriksa 50 saksi serta mengamankan 415 dokumen fisik dan 7 dokumen elektronik sebagai alat bukti. Pemeriksaan juga melibatkan ahli pidana, ahli keuangan negara, dan ahli pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

    “Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Kita akan kembangkan setelah audit dan pemeriksaan lanjutan,” kata Darwis.

    Kejaksaan menjerat para tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terkait tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.

    Saat disinggung kerugian negara yang dialami, Darwis menjelaskan jika Kejari Tanjung Perak masih menunggu Hasil Audit Resmi. “Perhitungan pasti kerugian negara akan disampaikan dalam surat dakwaan setelah audit BPKP rampung,” jelasnya.

    Namun Darwis menjelaskan berdasarkan kontrak yang dilakukan, mencapai total kerugian disesuaikan dengan nilai kontrak. “Maka diperkirakan mencapai Rp196 miliar dikurangi Rp70 miliar dana titipan yang telah diserahkan,” jelasnya. [uci/ted]

  • Sindikat Pencuri dan Pemalsu BPKB-STNK di Sukabumi Ditangkap, Begini Modus Operandinya

    Sindikat Pencuri dan Pemalsu BPKB-STNK di Sukabumi Ditangkap, Begini Modus Operandinya

    Liputan6.com, Jakarta – Satuan Reserse Kriminal Polres Sukabumi Kota berhasil membongkar sindikat pencurian mobil yang menggunakan metode duplikasi kunci serta jaringan khusus untuk memalsukan dokumen kendaraan (STNK dan BPKB).

    Jaringan pencurian kendaraan bermotor yang beroperasi secara rapi dan terstruktur itu diketahui memalsukan dokumen kendaraan terlebih dahulu sebelum menjual mobil curian dengan harga pasar, sehingga mampu meraup omzet hingga ratusan juta rupiah.

    Kasus ini bermula dari laporan kehilangan mobil Toyota Calya di Perumahan Gracias, Cikundul, pada 1 September 2025. 

    Penyelidikan intensif yang dilakukan Polsek Lembursitu bersama Unit Jatanras Sat Reskrim akhirnya mengarah pada penangkapan empat pelaku di lokasi berbeda, bahkan hingga ke Kota Malang.

    “Ada empat terduga pelaku yang telah kami amankan, dan masing-masing memiliki peran yang sudah terstruktur. Penangkapan yang tidak mudah, namun berhasil dilakukan berkat kerja keras personel di lapangan, khususnya saat mengamankan pelaku pembuat dokumen palsu di kamar kos Kota Malang,” ujar Kapolres Sukabumi Kota, AKBP Rita Suwadi, pada Kamis (27/11/2025). 

    Modus dan Jaringan Pemalsuan Canggih

    Kanit Jatanras Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota, Ipda Budi Bachtiar, menjelaskan bahwa modus operandi para pelaku ini sangat terencana.

    Aksi pencurian dimulai dengan meminjam kendaraan korban dan menduplikasi kunci mobil. Setelah berhasil mencuri, mereka lantas menggunakan jaringan khusus untuk membuat dokumen palsu. Ia menyoroti kecanggihan jaringan pemalsuan ini.

    “Tempatnya itu punya jaringan khusus pembuatan BPKB STNK. Yang melakukan pencetakan itu masih DPO (Daftar Pencarian Orang) berinisial A. Dia punya mesin sendiri, sudah lama. Awalnya dia pemain mobil leasing, dibeli dengan murah terus dia modifikasi suratnya STNK dan BPKP palsu,” jelas Ipda Budi.

     

  • 7
                    
                        KPK Sebut Kasus Korupsi ASDP Berawal dari Laporan Auditor BPKP
                        Nasional

    7 KPK Sebut Kasus Korupsi ASDP Berawal dari Laporan Auditor BPKP Nasional

    KPK Sebut Kasus Korupsi ASDP Berawal dari Laporan Auditor BPKP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP berawal dari temuan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
    “Kalau dari sisi
    KPK
    , kami sudah selesai melaksanakan tugas kami. Dugaan tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT JN oleh ASDP ditemukan oleh auditor BPKP dan dilaporkan ke KPK,” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, melalui pesan singkat, Kamis (27/11/2025).
    Hal tersebut disampaikan oleh Asep Guntur Rahayu saat menanggapi perihal rehabilitasi yang diterima
    Ira Puspadewi
    dan dua terdakwa lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Asep mengatakan, dari laporan BPKP itu, KPK melanjutkan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
    Dia juga menyatakan bahwa penanganan perkara tersebut sudah diuji dalam sidang praperadilan dan gugatan tersangka ditolak oleh majelis hakim.
    “Dari sisi materiil, pemenuhan unsur pasal dan pembuktian sudah dilakukan di sidang, dan pada tanggal 20 November, majelis hakim sudah menjatuhkan vonis bersalah terhadap para terdakwa,” ujarnya.
    Asep menambahkan, peradilan telah digelar terbuka untuk umum selama persidangan kasus ASDP, dan tidak pernah terjadi demonstrasi serta intimidasi.
    Dia menyinggung banyaknya narasi di media sosial terkait terdakwa yang dinilai dizalimi dalam penanganan kasus ASDP.
    “Itu hak mereka. Ini kan masalah hukum. KPK dan pihak terpidana sudah mengikuti alur penanganan perkaranya dan sudah ada keputusan majelis,” tuturnya.
    Lebih lanjut, Asep menegaskan, tidak ada kesalahan penerapan aturan perundang-undangan dalam penanganan kasus korupsi tersebut.
    Dia mengatakan, seluruh proses hukum sudah diuji dalam persidangan.
    “Semua itu sudah diuji di sidang praperadilan dan KPK dinyatakan benar tidak melanggar undang-undang. Begitu pun uji materiilnya,” ucapnya.
    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.
    Selain Ira, dua terdakwa lain dalam kasus korupsi di ASDP yang menjerat Ira, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, juga diberikan rehabilitasi.
    “Setelah DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat, kami kemudian meminta ke komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap penyelidikan yang mulai dilakukan sejak Juli 2024,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Istana, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    “Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” imbuhnya.
    Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara.
    Ira Puspadewi dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan proses akuisisi
    PT Jembatan Nusantara
    (PT JN) pada periode 2019–2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” kata Hakim Ketua Sunoto, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip pada Selasa (25/11/2025).
    Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni 8,5 tahun penjara.
    Majelis hakim menilai, Ira terbukti memperkaya pemilik PT JN, Adjie, senilai Rp 1,25 triliun melalui proses akuisisi PT JN oleh PT ASDP.
    Meski terbukti memperkaya orang lain atau korporasi, Ira dinilai tidak menerima keuntungan pribadi sehingga tidak dikenakan pidana berupa uang pengganti.
    Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Ferry Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Ferry Harry Muhammad Adhi Caksono, juga divonis bersalah dalam perkara yang sama.
    Keduanya masing-masing dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara.
    Perbuatan ketiga terdakwa ini diyakini telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Proyek LRT Jakarta Velodrome-Manggarai Capai 80,57 Persen, Target Rampung 2026
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 November 2025

    Proyek LRT Jakarta Velodrome-Manggarai Capai 80,57 Persen, Target Rampung 2026 Megapolitan 26 November 2025

    Proyek LRT Jakarta Velodrome-Manggarai Capai 80,57 Persen, Target Rampung 2026
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Proyek LRT Jakarta, Ramdani Akbar mengatakan, proyek pembangunan LRT Jakarta fase 1B ditargetkan selesai secara keseluruhan pada Agustus 2026.
    Pada pekan kedua November 2025, secara umum
    pembangunan infrastruktur
    LRT untuk rute Velodrome-Manggarai itu sudah mencapai 80,57 persen.
    “Target penyelesaian proyek
    LRT Jakarta
    fase 1B, kita masih tetap menargetkan agar proyek ini selesai di Agustus 2026 rampung semuanya,” ujar Ramdani dalam sesi media briefing di Stasiun LRT Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (26/11/2025).
    Ia lantas merinci capaian 80,57 persen pembangunan infrastruktur LRT Jakarta yang dimaksud.
    Pertama, untuk viaduct (jalur layang) yang melintasi sejumlah kawasan seperti Jalan Pramuka dan Matraman sudah mencapai 95,40 persen.
    Lalu untuk Stasiun Rawamangun sudah 91,69 persen, Stasiun Pramuka BPKP 65,29 persen, Stasiun Matraman 65,89 persen dan Stasiun Manggarai 30,42 persen.
    Menurut Ramdani, capaian realisasi pembangunan di Manggarai paling rendah karena kondisi lapangan yang sempit dan sulit.
    Dari keseluruhan proses pembangunan fase 1B ini, ada tiga titik krusial yang menjadi perhatian yakni di Tol Wiyoto Wiyono, yang mana harus melakukan pembangunan di atas jalan tol.
    “Yang kedua ada di Matraman, yang terakhir di Manggarai. Pada saat ini proses pekerjaannya alhamdulillah lancar di segmen Tol Wiyoto Wiyono ini,” tutur Ramdani.
    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT LRT Jakarta Roberto Akyuwen mengungkapkan, LRT Jakarta rute 1B Velodrome Rawamangun–Manggarai ditargetkan mulai beroperasi pada Agustus 2026.
    Roberto menyebutkan, ada 20 masinis baru yang telah direkrut untuk persiapan operasional LRT Jakarta rute 1B Velodrome Rawamangun–Manggarai.
    “Kita mulai dari mempersiapkan hal-hal yang paling substansial dan membutuhkan waktu penyiapan yang paling lama. Salah satunya adalah mengenai SDM, khususnya masinis,” ujarnya.
    “Untuk mengantisipasi rute (Velodrome ke) Manggarai yang nanti diharapkan beroperasi bulan Agustus tahun depan, sejak awal tahun ini LRT Jakarta sudah mulai melakukan rekrutmen masinis. Ada 20 orang masinis yang kemudian lolos dalam proses seleksi,” sambungnya.
    Para masinis yang lolos seleksi itu telah mulai bekerja di kantor LRT Jabodebek sejak Juni 2025.
    Roberto menjelaskan, 20 masinis baru tersebut akan melengkapi komposisi masinis LRT Jakarta yang sudah ada saat ini.
    Selain itu, rekrutmen yang dilakukan lebih awal bertujuan untuk mempersiapkan kompetensi teknis dan pencapaian jam operasional minimum para masinis baru.
    Menurut Roberto, dibutuhkan pencapaian jam operasional agar masinis baru bisa menjadi pengemudi utama.
    “Seorang masinis tidak seperti sopir angkot atau bus yang setelah punya SIM bisa langsung mengemudi. Seorang masinis membutuhkan jam minimum sebelum bisa menjadi pengemudi utama. Ada ribuan jam teknis yang harus dilalui,” jelas Roberto.
    Sebagai informasi, operasional LRT Jakarta berbeda dengan LRT Jabodebek yang saat ini sudah secara otomatis atau tanpa masinis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.