Kementrian Lembaga: BPKP

  • Kusnadi Ditemukan di Bangkalan, Kondisi Mantan Ketua DPRD Jatim Linglung

    Kusnadi Ditemukan di Bangkalan, Kondisi Mantan Ketua DPRD Jatim Linglung

    Surabaya (beritajatim.com) – Kusnadi (67), mantan Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024, yang dilaporkan hilang oleh keluarganya telah ditemukan di Tanah Merah Bangkalan, Madura pada Senin (9/6/2025) pukul 01.00 dini hari.

    “Bapak ditemukan orang di kawasan Tanah Merah Madura, Mas. Orang itu melihat foto bapak yang viral hilang di FB. Saat itu, memang saya posting di FB dan saya cantumkan nomor kontak saya. Setelah orang itu kirim foto bapak ke saya yang tergeletak di jalanan, saya langsung Video Call. Bapak saya tanya darimana saja, bapak saya seperti orang linglung mas. Beliau bingung tiba-tiba kok ada di Madura, padahal rumah di Sidoarjo,” kata Teddy Kusdita Kunong, anak kedua Kusnadi kepada beritajatim.com, Senin (9/6/2025).

    Setelah mendapat shareloc dari orang yang menemukan Kusnadi, Teddy langsung berangkat menuju titik yang dishare, yakni kawasan Tanah Merah, Bangkalan, Madura.

    “Sekarang bapak dalam kondisi istirahat, Mas. Beliau sedang tidur. Nanti kalau sudah bangun, saya akan kirim foto selfie bersama bapak ke Mas Antok (beritajatim.com, red),” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, warga yang beralamat di Pondok Sedati Asri Desa Pepe, Kecamatan Sedati itu, dalam surat laporan ke Polsek Balongbendo Sidoarjo dengan nomor SPTLKO/02/VI/2025/SPKT/JATIM/SDA/BALBEN, dilaporkan hilang oleh keluarganya bernama Teddy Kusdita Kunong, Minggu (8/7/2025).

    Foto Kusnadi Saat Dilaporkan Hilang

    Hilangnya Kusnadi terhitung sejak 6 Juni 2025 ini membuat kebingungan keluarganya. Laporan keluarga Kusnadi di Polsek Balongbendo tertera ditandatangani oleh Bripka Sumari a/n KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BALONGBENDO.

    Sebelum dilaporkan hilang oleh keluarganya, Kusnadi terakhir diperiksa KPK pada Rabu (14/5/2025).

    Ini terkait pemeriksaan saksi perkara korupsi pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) APBD Pemprov Jatim 2021-2022 yang kembali dilanjutkan oleh KPK. Saksi yang diperiksa saat itu adalah mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi yang sebelumnya disebut dengan inisial K.

    Selain Kusnadi, KPK juga memeriksa 2 saksi lainnya. Yakni, Sumatri yang merupakan seorang petani dan seorang notaris bernama Teguh Pambudi. Pemeriksaan terhadap ketiganya dilakukan di Banyuwangi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Polresta Banyuwangi (Jawa Timur) atas nama K, karyawan swasta, S selaku petani, dan TB notaris PPAT,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya saat itu.

    Selain itu, KPK juga memeriksa dua pihak swasta sebagai saksi dalam kasus itu, yakni Jodi Pradana Putra serta Bagus Wahyudyono. Mereka diperiksa di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jalan Raya Bandara Juanda, Sidoarjo.

    “Pemeriksaan dilakukan di BPKP Perwakilan Provinsi Jatim Jl. Raya Bandara Juanda No. 38 Kab. Sidoarjo, Prov. Jawa Timur, atas nama JPP dan BW,” ucapnya.

    Sebelumnya, KPK menetapkan 21 tersangka pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022. Penetapan tersangka itu adalah pengembangan dari perkara yang sudah menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak.

    “Kami sampaikan bahwa pada 5 Juli 2024 KPK menerbitkan sprindik terkait dugaan adanya TPK dalam pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat atau Pokmas dari APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2019 sampai dengan 2022,” ujar Jubir KPK saat itu, Tessa Mahardhika di KPK, Jumat 12 Juli 2024.

    Tessa mengatakan total ada 21 tersangka yang ditetapkan KPK. 21 tersangka itu terdiri dari empat tersangka penerima dan 17 lainnya sebagai tersangka pemberi.

    “Bahwa dalam sprindik tersebut KPK telah menetapkan 21 tersangka yaitu 4 tersangka penerima, 17 lainnya sebagai tersangka pemberi,” katanya.

    Dia menjelaskan, bahwa keempat tersangka penerima merupakan penyelenggara negara. Sedangkan dari 17 tersangka pemberi 15 di antaranya pihak swasta dan 2 lainnya penyelenggara negara.

    “Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka akan disampaikan kepada teman teman media pada waktunya bilamana penyidikan dianggap telah cukup,” ucapnya.

    Sebagai informasi, mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak divonis 9 tahun penjara. Sahat terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Madura.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Sahat Tua Simanjuntak dengan pidana penjara selama 9 tahun,” ujar ketua majelis hakim I Dewa Suardhita saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Sidoarjo, Selasa (26/9/2023).

    Vonis tersebut lebih ringan 3 tahun daripada tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Sahat dengan hukuman 12 tahun penjara. (tok/ted)

  • Pemerintah Utamakan Bantuan Pangan untuk Daerah dengan Harga Beras Tinggi

    Pemerintah Utamakan Bantuan Pangan untuk Daerah dengan Harga Beras Tinggi

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dalam waktu dekat akan kembali menyalurkan bantuan pangan beras, sebagai salah satu stimulus ekonomi. Bantuan tersebut nantinya dilaksanakan secara selektif, dengan menyasar daerah yang mengalami fluktuasi harga beras.

    Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyampaikan, bantuan pangan berupa beras akan disalurkan kepada daerah-daerah yang membutuhkan. Itu artinya, daerah tersebut tengah mengalami harga beras yang cenderung tinggi.

    “Wilayahnya kita utamakan daerah-daerah yang memang paling perlu. Paling perlu maksudnya yang harga berasnya sudah mulai tinggi, misalnya Papua, Maluku, Indonesia Timur itu,” kata Arief dalam keterangannya, Jumat (6/6/2025).

    Lebih lanjut, Arief menyebut bahwa bantuan beras akan mulai digelontorkan pada minggu ketiga dan keempat Juni 2025. Saat ini pemerintah tengah melakukan verifikasi data penerima bantuan beras. 

    Arief menyebut, penyaluran bantuan pangan akan menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

    Arief mengatakan, data yang telah terverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai 16,5 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Bantuan beras sendiri bakal ditujukan bagi 18,3 juta KPM.

    Usai verifikasi selesai dilakukan, Arief menyebut bahwa pihaknya akan mengajukan anggaran sekitar Rp4,6 triliun – Rp5 triliun ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merealisasikan bantuan beras. 

    “Kurang lebih anggarannya sekitar Rp4,6 triliun sampai Rp5 triliun, tergantung nanti penerimanya, penerima KPM-nya,” ujarnya.

    Mengenai adanya perbedaan jumlah penerima bantuan pangan beras 2025 terhadap tahun sebelumnya, Arief menuturkan bahwa pemerintah terus berkomitmen agar bantuan yang diberikan tepat sasaran.

    “Tahun lalu 22 juta penerima, sekarang masih proses verifikasi, karena kita mau semakin akurat. Jadi bukan masalah naik atau turun. Akan tetapi jangan sampai bantuan beras sampai diterima orang yang salah. Jangan sampai missed targeted,” tuturnya. 

    Lebih lanjut, Arief menyebut bahwa program bantuan pangan beras sejalan dengan tujuan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Keduanya sama-sama menjadi upaya intervensi pemerintah dalam meredam fluktuasi harga beras.

    “Bantuan pangan in-line dengan SPHP. Terhadap daerah yang tidak ada kenaikan harga, maka belum perlu,” pungkasnya. 

    Diberitakan sebelumnya, pemerintah bakal menggelontorkan sejumlah stimulus ekonomi sebagai respons terhadap pelemahan proyeksi ekonomi global dan ketidakpastian yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan kebijakan moneter global.

    Salah satu stimulus yang disiapkan yakni bantuan pangan. Pemerintah akan menyalurkan bantuan beras 10 kg per bulan untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) pada Juni dan Juli 2025.

  • Kasus APD Covid-19: Eks Pejabat Kemenkes Divonis 3 Tahun Bui dan Pengusaha 11 Tahun

    Kasus APD Covid-19: Eks Pejabat Kemenkes Divonis 3 Tahun Bui dan Pengusaha 11 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Tiga orang terdakwa kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dinyatakan bersalah dan divonis hukuman pidana penjara. 

    Ketua Majelis Hakim Syofia Marlianti mengatakan salah satu dari tiga orang terdakwa itu yakni mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek APD, Budi Sylvana. Dua terdakwa lainnya adalah pengusaha yang menggarap proyek pengadaan APD sebanyak 5 juta set yakni Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, serta Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM), Ahmad Taufik. 

    Terdakwa Budi mendapatkan hukuman yang jauh lebih ringan dari dua orang pengusaha itu yakni pidana penjara selama tiga tahun dan denda sebesar Rp100 juta subsidair kurungan 2 bulan.

    “Menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 16 Undang-Undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No.20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kedua,” ujarnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025). 

    Sementara itu, kedua pengusaha yang menggarap proyek APD selama pandemi Covid-19 dengan total 5 juta set itu mendapatkan masing-masing sekitar 11 tahun. 

    Bagi terdakwa Satrio, pengusaha itu dijatuhi vonis 11 tahun penjara dan 6 bulan, serta denda Rp1 miliar subsidair 4 bulan kurungan. Dia juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp59,98 miliar subsidair 3 tahun penjara. 

    Sementara itu, terdakwa Taufik dijatuhi vonis 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 4 bulan kurungan. Uang pengganti yang diminta oleh Pengadilan untuk dibayar Taufik jauh lebih tinggi yakni Rp224,18 miliar subsidair 4 tahun penjara. 

    Keduanya terbukti menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp319 miliar sebagaimana audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

    “Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” terang Hakim Ketua. 

    Apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka vonis kepada ketiga terdakwa lebih ringan dari tuntutan. Budi awalnya dituntut 4 tahun penjara, sedangkan Satrio 14 tahun dan 10 bulan penjara serta Taufik 14 tahun dan 4 bulan penjara. 

    Adapun pidana uang pengganti yang dijatuhkan kepada Satrio dan Taufik sama besarannya sebagaimana yang dituntut oleh JPU KPK. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, anggaran yang digunakan untuk pengadaan APD itu berasal dari Dana Siap Pakai (DSP) milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Penyidik KPK pun mengendus dugaan penggelembungan harga pengadaan APD atau mark-up.

    Kasus dugaan korupsi itu bermula ketika pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan APD saat awal pandemi Covid-19 sekitar empat tahun lalu. Pengadaan dilakukan dengan turut melibatkan aparat seperti TNI dan Polri.  

    Bahkan, APD itu langsung diambil oleh TNI dari Kawasan Berikat berdasarkan instruksi Kepala BNBP yang saat itu memimpin Gugus Tugas Covid-19. Dia tidak lain dari Letjen TNI Doni Monardo, yang kini sudah meninggal dunia.  

    APD lalu diambil aparat pada 21 Maret 2020 untuk disebar ke 10 provinsi. Namun, pengambilan dilakukan tanpa kelengkapan dokumentasi, bukti pendukung, serta surat pemesananan.

  • Siap-Siap! Bansos Beras 10 Kg Juni-Juli 2025 Segera Cair

    Siap-Siap! Bansos Beras 10 Kg Juni-Juli 2025 Segera Cair

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bakal menggelontorkan bantuan sosial (Bansos) pangan berupa beras 10 kilogram (kg) pada Juni dan Juli 2025. Bantuan tersebut akan diutamakan bagi wilayah dengan harga beras yang tinggi.

    Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyampaikan, bansos beras akan mulai digelontorkan pada minggu ketiga dan keempat Juni 2025.

    “Tentunya [penyaluran bansos beras] Juni minggu ketiga keempat, itu yang harusnya kita sudah mulai sampai Juli,” kata Arief kepada wartawan di Kompleks Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (5/6/2025).

    Arief mengatakan, bantuan pangan berupa beras akan diutamakan bagi daerah dengan harga beras tinggi seperti di wilayah Indonesia Timur.

    “Wilayahnya kita utamakan daerah-daerah yang memang paling perlu, yang [harga] berasnya sudah mulai tinggi, Papua, Maluku, Indonesia Timur, yang tidak naik, nggak perlu,” jelas Arief.

    Dia menuturkan, saat ini pemerintah tengah melakukan verifikasi data penerima bantuan beras. Arief menyebut, penyaluran bantuan pangan akan menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

    Arief mengatakan, data yang telah terverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai 16,5 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Bantuan beras sendiri bakal ditujukan bagi 18,3 juta KPM.

    Usai verifikasi selesai dilakukan, Arief menyebut bahwa pihaknya akan mengajukan anggaran sekitar Rp4,6 triliun – Rp5 triliun ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merealisasikan bantuan beras.

    “Kurang lebih anggarannya sekitar Rp4,6 triliun sampai Rp5 triliun, tergantung nanti penerimanya, penerima KPM-nya,” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, pemerintah bakal menggelontorkan sejumlah stimulus ekonomi sebagai respons terhadap pelemahan proyeksi ekonomi global dan ketidakpastian yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan kebijakan moneter global.

    Salah satu stimulus yang disiapkan yakni bantuan pangan. Pemerintah akan menyalurkan bantuan beras 10 kg per bulan untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) pada Juni dan Juli 2025.

  • Duh, BPS Temukan 1,9 Juta Penerima Bantuan Ternyata Mampu!

    Duh, BPS Temukan 1,9 Juta Penerima Bantuan Ternyata Mampu!

    Jakarta: Bantuan sosial (bansos) yang seharusnya menjadi penopang kelompok rentan, ternyata masih dinikmati oleh mereka yang tidak berhak. 
     
    Fakta ini terungkap dari pengecekan langsung Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap data penerima bansos.
     
    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, dari hasil ground check terhadap 6,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM), ditemukan 1,9 juta penerima yang sebenarnya sudah tergolong mampu.

    “Kami lakukan ground check itu ada 1,9 juta (data mereka) yang seharusnya tidak layak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah,” ujar Amalia dalam jumpa pers usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Presiden, dikutip dari Antara, Selasa, 3 Juni 2025.
     

    Data lama dibersihkan, DTSEN jadi acuan utama
    Data penerima bansos selama ini mengacu pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Namun, BPS menyadari perlu pembaruan data agar bansos benar-benar tepat sasaran.
     
    Kini, sebanyak 1,9 juta KPM yang semula terdata sebagai penerima bantuan, telah dikeluarkan dari daftar dan dialihkan ke kelompok yang berhak.
     
    “Dengan menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional ini, tentunya bansos yang nanti digulirkan pada Triwulan II, dan juga untuk mendorong sebagai salah satu program stimulus ekonomi, ini akan menjadi lebih tepat sasaran,” tutur Amalia.
     
    Pengecekan data ini bukan kerja BPS semata. Ada kolaborasi antara Kementerian Sosial, BPKP, dan BPS untuk memverifikasi penerima bansos. Dari total 20,3 juta data KPM, sudah ada 16,5 juta yang diverifikasi.
     
    Hasilnya, 14,3 juta KPM masuk kategori desil 1, yaitu rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terendah secara nasional. Bansos kepada kelompok ini mulai disalurkan per 31 Mei 2025.
     
    Dengan temuan dan pembaruan data oleh BPS, pemerintah berharap bantuan sosial bisa lebih menyasar mereka yang benar-benar membutuhkan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Isu Jokowi Sakit Kulit saat Gibran Disebut Terlibat Dalam Lingkaran Korupsi Sritek

    Isu Jokowi Sakit Kulit saat Gibran Disebut Terlibat Dalam Lingkaran Korupsi Sritek

    GELORA.CO –  Lagi heboh Jokowi sakit kulit dan Gibran diduga terseret kasus korupsi PT Sritex. Sebelumnya Direktur Utama (Dirut) PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto telah ditetapkan tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung pada Selasa, 20 Mei 2025.

    Penetapan ini menandai terbukanya kembali kasus besar yang sempat tenggelam sejak 2021, dan kini mencuat bersamaan dengan sorotan publik terhadap keluarga Presiden sebelumnya.

    PT Sritex jadi sorotan usai disebut memiliki utang Rp26,2 triliun yang berasal dari kreditur separatis senilai Rp716,7 miliar dan tagihan kreditur konkuren Rp25,3 triliun.

    Beban utang yang sedemikian besar itu menimbulkan pertanyaan tajam terhadap pengelolaan keuangan internal dan relasi bisnis perusahaan ini.

    Wartawan senior Agi Betha mengapresiasi kinerja kejaksaan dalam membongkar kasus besar ini karena terkait dengan kasus beberapa tahun lalu yang belum terungkap.

    “Yang jelas, sekarang di kasus Sritex ini menyembunyikan banyak persoalan di baliknya, karena kemudian kita kembali kepada kasus beberapa tahun belakangan, begitu. Yang ketika itu kasusnya muncul, tapi tidak keluar, begitu,” ujar Agi dikutip dalam kanal Youtube Off The Record FNN.

    Dalam podcast yang dipandu wartawan senior Hersubeno Arief itu, Agi menceritakan awal kasus Sritex muncul melalui laporan BPKP pada 2020. Kala itu, Sritex masih membukukan keuntungan sekitar Rp1,5 triliun di tengah pandemi Covid-19.

    Namun laporan keuangan itu berbanding terbalik dengan hasil audit dan sejumlah laporan yang mengindikasikan adanya ketidakwajaran transaksi.

    “Tapi satu tahun kemudian pada 2021 mereka membukukan kerugian sebesar Rp15,6 triliun. Ini kan jomplang sekali begitu. Padahal ketika itu mereka mendapatkan juga orderan berupa goodie bag, ini juga masih simpang siur jumlah goodie bag tersebut. Goodie bag untuk apa wadah dari sembako yang dibagikan kepada rakyat sekian juta rakyat. Kalau dari ada keterangan yang menyatakan itu hanya sekitar 1,9 juta goodie bag yang diorder kepada Sritex,” jelasnya.

    Menurutnya, goodie bag yang disebut-sebut itu dikaitkan dengan program bantuan sosial pemerintah yang ketika itu menjadi perbincangan hangat, termasuk karena diduga terkait dengan putra presiden.

    Isu ini pun turut dikaitkan dengan dominasi politik dan bisnis keluarga Jokowi yang oleh sebagian pihak disebut sebagai “Geng Solo”.

    Pada periode 2021-2025 kasus ini bak hilang ditelan bumi. Agi berharap di era pemerintahan Prabowo Subianto kasus ini kembali dibuka yang diawali dengan ditetapkannya tersangka Bos Sritex oleh Kejagung.

    Hal ini dianggap sebagai angin segar bagi upaya penegakan hukum yang transparan dan tidak lagi tebang pilih terhadap pihak-pihak yang terafiliasi dengan kekuasaan lama.

    “Dan kita lihat kejaksaan lho yang main, yang memeriksa, bukan KPK,” tegasnya.

    Pernyataan ini menekankan bagaimana institusi penegak hukum selain KPK kini justru lebih aktif mengungkap kasus besar.

    Dari situ, ia mengaitkan adanya pengaruh Jokowi dan keluarganya alias Geng Solo di balik kasus ini. Terutama adanya peran anak Pak Lurah pada 2021 dalam pembuatan tas bansos.

    Anak Pak Lurah yang dimaksud tidak lain adalah Gibran Rakabuming Raka yang kini menjabat Wakil Presiden.

    Sorotan ini makin relevan mengingat Gibran belakangan tampil aktif di berbagai kegiatan negara, menggantikan posisi ayahnya yang belakangan jarang muncul di publik.

    “Nah, inilah yang kemudian kita masih ingat, ketika itu, ada laporan khusus dari Tempo, investigasi dari Tempo yang menyebut ini adalah atas rekomendasi Pak Lurah. Dan Pak Lurah bisa mengacu kepada nama Pak Jokowi, ketika itu disebut, ini atas rekomendasi dari anak Pak Lurah, kita mungkin sebutnya sebagai Gibran ketika itu ya, karena Kaesang ketika itu belum masuk ke dalam politik dan pemerintahan,” pungkasnya.

    Jokowi sakit kulit

    Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan publik, kali ini bukan karena isu politik, melainkan karena perubahan fisik yang dinilai mencolok karena diduga Jokowi sakit kulit. Dokter Tifauzia Tyassuma, atau yang dikenal sebagai Dokter Tifa, menyampaikan keprihatinan terkait kondisi wajah Jokowi yang menurutnya menunjukkan gejala penyakit serius.

    Dalam sebuah unggahan di akun media sosial pribadinya, Dokter Tifa menulis pengamatan terhadap perubahan wajah Jokowi saat tampil di media beberapa waktu lalu.

    “Pak Jokowi kok seperti kena Autoimun? Wajah dan leher tiba-tiba penuh melasma atau bercak-bercak hitam. Dan tiba-tiba juga alopecia berat, rambut rontok mendadak di dahi, ubun-ubun, belakang kepala,” tulis Dokter Tifa di Twitter.

    Pernyataan ini muncul setelah Jokowi tampil menjawab santai terkait isu ijazah palsu yang kembali mencuat. Bagi Dokter Tifa, sorotan bukan hanya pada isi jawaban Jokowi, tapi pada kondisi fisik sang presiden yang dianggap berubah drastis.

    Dalam unggahan lanjutan, Dokter Tifa juga mengaitkan kondisi tersebut dengan kemungkinan penyakit lain yang juga serius.

    “Autoimun atau Hiperkortisolisme? Dokter pribadi perlu meresepkan Anti-depresan, deh. Kasihan, beban berbohong 10 tahun, ngga kebayang rasanya,” lanjutnya.

    Penyakit autoimun sendiri merupakan kondisi medis ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Gejala yang umum terjadi meliputi ruam kulit, rambut rontok, kelelahan, nyeri sendi, hingga demam berulang.

    Sementara itu, hiperkortisolisme atau sindrom Cushing terjadi karena kadar hormon kortisol yang terlalu tinggi. Kondisi ini bisa disebabkan oleh penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang maupun kelainan pada kelenjar adrenal atau hipofisis.***

  • PKB Desak Evaluasi Menyeluruh Soal Pengelolaan Dana Hibah Baznas

    PKB Desak Evaluasi Menyeluruh Soal Pengelolaan Dana Hibah Baznas

    Jakarta (beritajatim.com) – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terkait tata kelola zakat, infak, dan sedekah oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

    Hal ini menyusul tudingan penyalahgunaan dana hibah di Baznas Kabupaten Tasikmalaya, seperti pembelian mobil dinas untuk seluruh anggota.

    Anggota DPR RI Komisi VIII Fraksi PKB Maman Imanul Haq menilai, perlunya evaluasi total terhadap sistem pengelolaan Baznas daerah, yang dinilai lemah, tidak akuntabel, dan minim pengawasan publik. Audit menyeluruh dan reformasi sistemik menjadi langkah mendesak. Maman juga menyerukan agar BPK dan BPKP segera melakukan audit menyeluruh terhadap Baznas untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

    “Revisi UU Pengelolaan Zakat UU No. 23 Tahun 2011 yang mengatur kewenangan besar Baznas dinilai perlu dievaluasi ulang. Baznas jangan sampai menjadi superbody tanpa kontrol. Revisi undang-undang harus mempertimbangkan mekanisme pengawasan yang lebih kuat,” tegasnya.

    Dia pun mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawasi pengelolaan zakat. Transparansi, akuntabilitas, dan ruang partisipatif harus menjadi prinsip utama dalam pengelolaan dana zakat agar sesuai dengan syariat dan amanah sosial.

    “Masalah ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga moral dan etika. Memulihkan integritas lembaga zakat adalah tanggung jawab kita bersama agar kepercayaan umat tidak semakin runtuh,” tegasnya.

    Sementara itu, Ketua Baznas Kabupaten Tasikmalaya, Eddy Abdul Somadi menegaskan seluruh pengadaan kendaraan yang dibeli dari dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2023, digunakan sepenuhnya untuk mendukung operasional lembaga. Menurutnya, pengadaan mobil operasional lembaga tidak menggunakan dana zakat

    Hal tersebut sesuai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Baznas Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran 2023, serta dibuktikan dengan dokumen resmi berupa STNK dan BPKB atas nama Baznas Kabupaten Tasikmalaya.

    Eddy beralasan, karena keterbatasan lahan parkir di kantor Baznas Kabupaten Tasikmalaya, beberapa kendaraan operasional dititipkan di kediaman pimpinan untuk keamanan dan pertanggungjawaban.

    “Biaya operasional dan pemeliharaan kendaraan, seperti penggantian oli hingga pembayaran STNK, ditanggung pribadi oleh pimpinan dan tidak dibebankan ke anggaran Baznas,” aku Eddy. [hen/but]

  • Kemensos Mulai Salurkan Bansos Hari Ini ke 16,5 Juta Keluarga
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Mei 2025

    Kemensos Mulai Salurkan Bansos Hari Ini ke 16,5 Juta Keluarga Nasional 28 Mei 2025

    Kemensos Mulai Salurkan Bansos Hari Ini ke 16,5 Juta Keluarga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Sosial (
    Kemensos
    ) resmi mulai menyalurkan
    bantuan sosial
    (bansos) tahap kedua tahun 2025 kepada 16,5 juta keluarga penerima manfaat (KPM), dengan total anggaran mencapai Rp 10 triliun.
    Penyaluran ini dilakukan setelah data penerima bansos diperbarui dan divalidasi melalui
    Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional
    (DTSEN) yang dikembangkan bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
    “Alhamdulillah setelah melalui proses panjang dan koordinasi intensif dengan BPS, serta validasi dari BPKP, kita mulai salurkan bansos hari ini kepada 16,5 juta KPM,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau
    Gus Ipul
    di kantornya, Rabu (28/5/2025).
    “Penyaluran dilakukan melalui bank-bank Himbara dan PT Pos Indonesia,” lanjut dia.
    Gus Ipul menjelaskan bahwa data DTSEN yang lebih akurat mampu meminimalisasi inclusion error, yakni penerima yang tidak seharusnya menerima bantuan.
    “Dari hasil verifikasi, terdapat sekitar 1,8 juta KPM yang selama ini menerima bantuan namun ternyata tidak memenuhi kriteria. Mereka dikeluarkan dari daftar penerima pada triwulan kedua ini,” katanya.
    Lebih lanjut, Gus Ipul menegaskan bahwa penyaluran bansos ini bersifat dinamis.
    Data penerima terus diperbarui karena berbagai faktor seperti kelahiran, kematian, pernikahan, dan perpindahan domisili.
    Untuk menjaga akurasi data ke depan, Kemensos membuka dua jalur pemutakhiran, di antaranya jalur formal melalui pemerintah daerah dan jalur partisipatif melalui aplikasi Cek Bansos.
    Melalui aplikasi tersebut, masyarakat dapat mengusulkan nama baru atau menyanggah penerima yang dianggap tidak tepat sasaran.
    “Kalau pemutakhiran dilakukan secara rutin dan partisipasi masyarakat tinggi, Insya Allah data bansos kita akan semakin akurat dan program semakin tepat sasaran,” jelas Gus Ipul.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo mengatakan penerima bansos adalah masyarakat yang berada dalam desil 1 dan desil 2 dengan pengeluaran per bulan Rp 400.000 bagi masyarakat miskin ekstrem, dan Rp 600.000 bagi masyarakat miskin.
    “Yang miskin itu sekitar 24 juta atau 8,57 persen (dari total penduduk Indonesia). Indikator yang kita pakai, mereka pengeluarannya per bulan per kapitanya itu Rp 600.000,” kata Agus Jabo di Jakarta, tadi.
    “Yang ekstrem, itu sekitar 1,13 persen (dari total penduduk Indonesia) atau sekitar 3,57 juta jiwa. Itu mereka yang pengeluaran per kapita per bulannya itu Rp 400.000 ke bawah,” lanjut dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkab Kediri Raih Opini WTP ke-9 Secara Berturut-turut

    Pemkab Kediri Raih Opini WTP ke-9 Secara Berturut-turut

    Kediri (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Kediri pada tahun ini kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur. Capaian ini sejalan dengan komitmen Bupati Hanindhito Himawan Pramana yang terus mendorong jajarannya untuk dapat menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

    Opini WTP ini menjadi yang kesembilan kalinya diterima Pemerintah Kabupaten Kediri secara berturut-turut. Hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024 ini diserahkan Plh. Kepala BPK RI Perwakilan Jawa Timur Ayub Amali kepada Bupati Hanindhito Himawan Pramana yang diwakili Wakil Bupati Dewi Mariya Ulfa pada Selasa (27/5/2025).

    Dari hasil pemeriksaan yang diterima, Kabupaten Kediri diketahui mencatatkan prestasi membanggakan dalam hal capaian tindak lanjut penyelesaian hasil pemeriksaan BPK. Dimana hasil prosentase yang didapat melampaui rata-rata Provinsi Jawa Timur sebesar 92,37 persen dan menempatkan Kabupaten Kediri masuk 9 besar di Jawa Timur.

    “Alhamdulillah Pemerintah Kabupaten Kediri kembali mendapatkan opini WTP dari BPK RI Perwakilan Jawa Timur dengan nilai diatas rata-rata Provinsi Jawa Timur”, ungkap Mbak Dewi usai menerima hasil LKPD Tahun Anggaran 2024 bersama DPRD Kabupaten Kediri Murdi Hantoro digedung Auditorium BPKP Provinsi Jawa Timur.

    Mbak Dewi mengungkapkan, capaian yang diterima tersebut menjadi bukti dari komitmen Pemerintah Kabupaten Kediri dalam menjalankan keuangan daerah dengan baik dan tetap berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

    “Dengan capaian WTP ini tentu harapannya semakin hari integritas kita semakin meningkat dan semakin dipercaya oleh masyarakat”, ungkap Mbak Dewi.

    Plh. Kepala BPK RI Perwakilan Jawa Timur Ayub Amali dalam acara itu memberikan apresiasi kepada seluruh kepala daerah, termasuk Kabupaten Kediri atas komitmen dan kerja keras dalam menjaga kualitas pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.

    “Karena opini Wajar Tanpa Pengecualian itu merupakan wujud pertanggungjawaban kepada masyarakat di daerah masing-masing,” ujar Ayub Amali dalam sambutannya.

    Ia menambahkan bahwa opini WTP pada dasarnya adalah kondisi yang normal jika laporan keuangan dikelola sesuai prinsip dan aturan yang berlaku. Untuk itu, BPK berharap komitmen transparansi dan akuntabilitas terus dijaga.

    “Sebenarnya opini WTP itu suatu keadaan yang normal bagi pengelolaan laporan keuangan, jadi semoga tetap dijaga,” pesannya. [ADV PKP/nm]

  • Bansos tahap II siap disalurkan dengan acuan DTSEN

    Bansos tahap II siap disalurkan dengan acuan DTSEN

    Kementerian Sosial (Kemensos) di Jakarta pada Rabu (28/5/2025) mengatakan siap menyalurkan bantuan sosial (bansos) tahap II pada akhir Mei 2025 dengan mengacu pada Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). ANTARA/HO-Biro Humas Kemensos

    Kemensos: Bansos tahap II siap disalurkan dengan acuan DTSEN
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 28 Mei 2025 – 15:53 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Sosial (Kemensos) siap menyalurkan bantuan sosial (bansos) tahap II pada akhir Mei 2025 dengan mengacu pada Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).

    “Bansos Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahap II siap disalurkan,” kata Tenaga Ahli Menteri Sosial Bidang Perencanaan Evaluasi Kebijakan Strategis Kemensos Andy Kurniawan dalam pernyataan tertulis di Jakarta pada Rabu.

    Andy menjelaskan DTSEN merupakan basis data tunggal individu dan/atau keluarga yang memuat kondisi sosial ekonomi penduduk Indonesia dan telah dipadankan dengan data kependudukan.

    DTSEN dimutakhirkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) secara berkala, divalidasi dan diawasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dengan demikian, penyaluran bansos yang mengacu pada DTSEN akan lebih tepat sasaran.

    “DTSEN bersifat dinamis, karena itu selalu dimutakhirkan tiap tiga bulan sekali,” kata Andy Kurniawan.

    Andy menjelaskan dasar hukum DTSEN merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang DTSEN. Lewat DTSEN, bantuan sosial diharapkan dapat lebih tepat sasaran dan mengurangi kemiskinan secara efisien dan akuntabel.

    “Untuk menjaga kredibilitas data, tata kelola DTSEN melibatkan lembaga berwenang dan memiliki kredibilitas serta dimutakhirkan secara berkala,” kata Andy Kurniawan.

    Sumber : Antara