Kementrian Lembaga: BPKP

  • KPK Cegah Eks Wadirut BRI ke Luar Negeri Terkait Kasus Pengadaan EDC

    KPK Cegah Eks Wadirut BRI ke Luar Negeri Terkait Kasus Pengadaan EDC

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI), Catur Budi Harto, menjadi salah satu orang yang dicegah ke luar negeri terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) 2020-2024. 

    Secara total, terdapat 13 orang yang dicegah bepergian ke luar negeri terkait dengan penyidikan kasus tersebut. Catur menjadi salah satu orang yang masuk ke daftar cegah sejak 26 Juni 2025. Pencegahan ke luar negeri itu lalu aktif sejak 27 Juni 2025.

    “Benar,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada Bisnis saat dimintai konfirmasi, Rabu (2/7/2025).

    Selain Catur, Fitroh mengonfirmasi bahwa pihak yang juga dicegah ke luar negeri termasuk mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI, Indra Utoyo. Dia kini menjabat di PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI).

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menjelaskan, beberapa dari 13 orang yang dicegah bepergian ke luar negeri itu adalah berasal dari kalangan penyelenggara negara. Mereka berasal dari internal BRI saat periode pengadaan EDC yang kini diperkarakan, yakni sekitar 2020-2024. 

    Permohonan cegah ke luar negeri itu telah diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan pada 26 Juni 2025. Pencegahan ke luar negeri itu lalu aktif sejak 27 Juni 2025 untuk 6 bulan ke depan. 

    “Kalau berapa PN-nya saya lupa, yang jelas semua PN [penyelenggara negara] dari BRI,” ujar Asep kepada Bisnis, Selasa (1/7/2025). 

    Adapun penyidik pada Kamis (26/6/2025) juga telah memeriksa  mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto sebagai saksi. Penyidik disebut mendalami keterangannya mengenai proses pengadaan EDC yang tengah diusut.

    Lembaga antirasuah menduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp700 miliar pada proyek di salah satu bank BUMN itu. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, nilai kerugian berdasarkan penghitungan oleh penyidik dari total nilai proyek pengadaan EDC tahun anggaran 2020-2024 sebesar Rp2,1 triliun. 

    Budi menyebut total kerugian keuangan negara yang diduga timbul yaitu sebesar 30% dari nilai proyek.

    “Hitungan dari tim penyidik diduga total kerugian negaranya mencapai sekitar Rp700 miliar, atau sekitar 30% dari nilai anggaran dalam pengadaan mesin EDC tersebut” jelasnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Meski demikian, Budi menyebut nilai kerugian keuangan negara itu belum final. Dia menyebut angkanya bisa bertambah seiring dengan proses penyidikan yang bergulir. 

    Lembaga antirasuah juga nantinya akan menggandeng auditor negara, baik itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    KPK pun menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum atas penanganan kasus tersebut. Artinya, penyidikan dimulai tanpa sudah menetapkan pihak-pihak tersangka.

    Sejumlah upaya paksa juga telah dilakukan berupa penggeledahan di beberapa lokasi di antaranya kantor pusat BRI di Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta. Hasilnya, penyidik menemukan sejumlah bukti elektronik.

    Menanggapi penyidikan yang dilakukan KPK, manajemen baru BRI menyatakan bahwa perseroan terus fokus menjalankan transformasi yang telah dicanangkan (BRIvolution 3.0) di seluruh aspek operasional dan bisnis. 

    BRI menyatakan senantiasa menghormati langkah KPK yang saat ini tengah mengusut terkait dugaan pengadaan di periode 2020-2024, dalam upaya menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

    Sebagai perusahaan BUMN, BRI menyatakan akan selalu comply (mematuhi regulasi) yang ditetapkan oleh pemerintah dan regulator dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

    “Kami sepenuhnya juga mendukung penegakan hukum oleh pihak berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku dan kami akan selalu terbuka untuk bekerja sama. Kami akan terus menjaga seluruh kegiatan berjalan sesuai dengan Standar Operasional Perusahaan, prinsip GCG, serta peraturan dan perundangan yang berlaku,” ujar Corporate Secretary BRI, A. Hendy Bernadi melalui keterangan resmi tertulis.

    Di sisi lain, Hery menegaskan bahwa pihaknya tetap memastikan seluruh operasional dan pelayanan BRI kepada nasabah tetap berjalan sebagaimana mestinya.

    “Kami memastikan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan KPK tersebut tidak berdampak terhadap operasional dan layanan BRI, dan nasabah dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman,” tutupnya.

  • Pernah Jabat Direktur BRI, KPK Cegah Bos Allobank (BBHI) ke Luar Negeri Terkait Kasus EDC

    Pernah Jabat Direktur BRI, KPK Cegah Bos Allobank (BBHI) ke Luar Negeri Terkait Kasus EDC

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap 13 orang terkait dengan kasus dugaann korupsi pengadaan alat electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI). 

    Salah satu pihak yang dikabarkan dicegah ke luar negeri adalah mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI, Indra Utoyo. Dia saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk.

    Pencegahan terhadap Indra lalu dikonfirmasi oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto. “Benar,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Rabu (2/7/2025). 

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut di antara 13 orang yang dicegah bepergian ke luar negeri itu adalah berasal dari kalangan penyelenggara negara. Mereka berasal dari internal BRI saat periode pengadaan EDC yang kini diperkarakan, yakni sekitar 2020-2024. 

    Permohonan cegah ke luar negeri itu telah diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan pada 26 Juni 2025. Pencegahan ke luar negeri itu lalu aktif sejak 27 Juni 2025 untuk 6 bulan ke depan. 

    “Kalau berapa PN-nya saya lupa, yang jelas semua PN [penyelenggara negara] dari BRI,” ujar Asep kepada Bisnis, Selasa (1/7/2025). 

    Lembaga antirasuah menduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp700 miliar pada proyek pengadaan mesin EDC di salah satu bank BUMN itu. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, nilai kerugian itu berdasarkan penghitungan oleh penyidik dari total nilai proyek pengadaan EDC tahun anggaran 2020-2024 sebesar Rp2,1 triliun. 

    Budi menyebut total kerugian keuangan negara yang diduga timbul yaitu sebesar 30% dari nilai proyek.

    “Hitungan dari tim penyidik diduga total kerugian negaranya mencapai sekitar Rp700 miliar, atau sekitar 30% dari nilai anggaran dalam pengadaan mesin EDC tersebut” jelasnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Meski demikian, Budi menyebut nilai kerugian keuangan negara itu belum final. Dia menyebut angkanya bisa bertambah seiring dengan proses penyidikan yang bergulir. 

    Lembaga antirasuah juga nantinya akan menggandeng auditor negara, baik itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    KPK pun menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum atas penanganan kasus tersebut. Artinya, penyidikan dimulai tanpa sudah menetapkan pihak-pihak tersangka.

    Pada Kamis (26/6/2025), penyidik telah memeriksa mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto sebagai saksi. 

    Sejumlah upaya paksa juga telah dilakukan berupa penggeledahan di beberapa lokasi di antaranya kantor pusat BRI di Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta. Hasilnya, penyidik menemukan sejumlah bukti elektronik.

    Menanggapi penyidikan yang dilakukan KPK, Direktur Utama BRI Hery Gunardi mengatakan perseroan senantiasa menghormati langkah penegak hukum, terutama terkait dengan langkah KPK yang tengah mengusut dugaan pengadaan di periode 2022–2024, dalam upaya menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

    Sebagai perusahaan BUMN, lanjutnya, BRI akan selalu comply (mematuhi regulasi) yang ditetapkan oleh pemerintah dan regulator dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

    “Kami sepenuhnya juga mendukung penegakan hukum oleh pihak berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku dan kami akan selalu terbuka untuk bekerja sama. Kami akan terus menjaga seluruh kegiatan berjalan sesuai dengan Standar Operasional Perusahaan, prinsip GCG, serta peraturan dan perundangan yang berlaku,” tegas Hery.

    Sehubungan dengan proses penegakan hukum yang sedang dijalankan oleh KPK dengan mengusut adanya dugaan korupsi pengadaan mesin EDC, Hery menegaskan bahwa pihaknya tetap memastikan bahwa seluruh operasional dan pelayanan BRI kepada nasabah tetap berjalan sebagaimana mestinya.

    “Kami memastikan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan KPK tersebut tidak berdampak terhadap operasional dan layanan BRI, dan nasabah dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman,” tutupnya.

  • Pengusaha Bandar Lampung Terlibat Kasus Mafia Tanah, Aset Kemenag Dijual Pakai Sertifikat Palsu

    Pengusaha Bandar Lampung Terlibat Kasus Mafia Tanah, Aset Kemenag Dijual Pakai Sertifikat Palsu

    Dalam perkara dugaan korupsi terkait penerbitan hak atas tanah dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 12/NT/1982, Kejati Lampung sebelumnya telah menahan dua tersangka lainnya. Mereka adalah LKM, mantan Kepala BPN Lampung Selatan, dan TRS, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

    Keduanya diduga memanipulasi data kepemilikan tanah milik Kemenag, yang kemudian dialihkan kepada TSS. Padahal, tanah tersebut masih tercatat sebagai aset negara. Parahnya, pemindahan dilakukan dengan menggunakan dua identitas berbeda yang salah satunya terbukti palsu. “TSS adalah pihak yang membeli tanah tersebut, padahal secara hukum tanah itu masih milik Kemenag RI. Kami pastikan salah satu dari identitas yang digunakan dalam transaksi itu adalah palsu,” ungkap dia.

    Masagus menyebut, akibat ulah para tersangka, negara mengalami kerugian hingga Rp54,4 miliar. Jumlah itu didapat berdasarkan hasil penilaian aset oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) serta penghitungan resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung. Hingga kini, tim penyidik telah memeriksa sedikitnya 50 orang saksi untuk mendalami keterlibatan pihak lain dalam jaringan mafia tanah tersebut.

    Pengumpulan alat bukti juga masih berlangsung guna memperkuat konstruksi hukum dan membuka potensi tersangka tambahan. “Kejati Lampung berkomitmen menangani kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. Kami juga akan terus memberikan informasi perkembangan penanganan perkara kepada masyarakat sesuai aturan yang berlaku,” tegas dia.

  • KPK Taksir Kasus Pengadaan EDC Rugikan Keuangan Negara Rp700 Miliar

    KPK Taksir Kasus Pengadaan EDC Rugikan Keuangan Negara Rp700 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp700 miliar pada kasus pengadaan mesin eletronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, nilai kerugian itu berdasarkan penghitungan oleh penyidik dari total nilai proyek pengadaan EDC tahun anggaran 2020-2024 sebesar Rp2,1 triliun. 

    Budi menyebut total kerugian keuangan negara yang diduga timbul yaitu sebesar 30% dari nilai proyek.

    “Hitungan dari tim penyidik diduga total kerugian negaranya mencapai sekitar Rp700 miliar, atau sekitar 30% dari nilai anggaran dalam pengadaan mesin EDC tersebut” jelasnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Meski demikian, Budi menyebut nilai kerugian keuangan negara itu belum final. Dia menyebut angkanya bisa bertambah seiring dengan proses penyidikan yang bergulir. 

    Lembaga antirasuah juga nantinya akan menggandeng auditor negara, baik itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Tentunya dalam penghitungan kerugian negara, KPK berkoordinasi dengan pihak-pihak baik BPK ataupun nanti BPKP begitu, untuk menghitung kerugian negara tersebut,” tuturnya.

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum atas penanganan kasus tersebut. Artinya, penyidikan dimulai tanpa sudah menetapkan pihak-pihak tersangka.

    Namun demikian, penyidik sudah mengajukan cegah ke luar negeri terhadap sebanyak 13 orang dan aktif sejak 27 Juni 2025. Beberapa di antaranya adalah internal BRI.

    Kemudian, Kamis (26/6/2025), penyidik telah memeriksa mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto sebagai saksi. 

    Sejumlah upaya paksa juga telah dilakukan berupa penggeledahan di beberapa lokasi di antaranya kantor pusat BRI di Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta. Hasilnya, penyidik menemukan sejumlah bukti elektronik.

    “Di situ ada beberapa catatan keuangan yang nanti juga akan didalami oleh penyidik untuk melihat tentu, ke mana saja aliran hasil dugaan tindak pidana korupsi tersebut, juga bagaimana peran-peran dari para pihak dalam keterlibatan di pengadaan EDC tersebut,” terang Budi.

    Menanggapi penyidikan yang dilakukan KPK, Direktur Utama BRI Hery Gunardi mengatakan perseroan senantiasa menghormati langkah penegak hukum, terutama terkait dengan langkah KPK yang tengah mengusut dugaan pengadaan di periode 2022–2024, dalam upaya menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

    Sebagai perusahaan BUMN, lanjutnya, BRI akan selalu comply (mematuhi regulasi) yang ditetapkan oleh pemerintah dan regulator dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

    “Kami sepenuhnya juga mendukung penegakan hukum oleh pihak berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku dan kami akan selalu terbuka untuk bekerja sama. Kami akan terus menjaga seluruh kegiatan berjalan sesuai dengan Standar Operasional Perusahaan, prinsip GCG, serta peraturan dan perundangan yang berlaku,” tegas Hery.

    Sehubungan dengan proses penegakan hukum yang sedang dijalankan oleh KPK dengan mengusut adanya dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC), Hery menegaskan bahwa pihaknya tetap memastikan bahwa seluruh operasional dan pelayanan BRI kepada nasabah tetap berjalan sebagaimana mestinya.

    “Kami memastikan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan KPK tersebut tidak berdampak terhadap operasional dan layanan BRI, dan nasabah dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman,” tutupnya.

  • Sampai Saat Ini Saya Belum Temukan Kesalahan Saya

    Sampai Saat Ini Saya Belum Temukan Kesalahan Saya

    Jakarta

    Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengatakan belum menemukan kesalahannya dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Tom mengaku memiliki karakter yang tidak lari dari tanggung jawab.

    “Bapak Ketua Majelis maupun Bapak-Bapak Anggota Majelis, saat ini saya merasa terpanggil untuk mengatakan bahwa sampai saat inipun saya masih belum menemukan kesalahan saya. Semua keluarga maupun teman dekat kerabat saya dapat menyampaikan bahwa saya, bahwa karakter saya itu sangat-sangat tidak lari dari tanggung jawab,” kata Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Tom mengaku sempat ragu dan merenungkan apakah ada kesalahannya dalam kasus ini. Namun, dia menyebut tetap tidak menemukan kesalahannya dalam kasus ini.

    “Bahkan seringkali saya dapat ditanya kepada berbagai rekan kerja, saya sejauh mungkin menjemput tanggung jawab. Dalam proses hukum, proses persidangan ini, saya juga sempat ragu, pernah ragu, jangan-jangan ada sesuatu yang memang salah. Dan saya mencoba merenungkannya dengan sangat keras,” kata Tom.

    “BAP-BAP saksi saya baca berulang kali. Data, fakta, angka saya pinjau kembali, saya evaluasi berulang kali. Audit BPKP saya baca balik-balik. Dan saya tetap belum bisa menemukan kesalahan saya ataupun siapa yang saya rugikan, berapa kerugian yang saya akibatkan, dan kapan kerugian tersebut terjadi,” imbuhnya.

    Tom mengatakan dirinya bukan pribadi yang tidak memiliki rasa menyesal dan rasa takut. Dia menyadari sebagai pribadi yang bisa melakukan kesalahan.

    Tom mengatakan akan tetap melakukan kebijakan impor gula jika kembali menjadi Menteri Perdagangan. Dia mengatakan akan mengambil kebijakan yang sama dengan yang diambilnya saat ini.

    “Tapi saat ini saya masih dapat menjawab pertanyaan ibu PH saya, andai kata saya mengetahui semua yang telah terjadi sampai saat ini dan saya kembali di Agustus, September, Oktober, November, Desember 2015, di Januari sampai Julai 2016, apakah saya akan melakukan hal yang sama? Sejauh yang saya bisa lihat saat ini, saya akan mengulang semuanya persis seperti yang saya lakukan,” kata Tom.

    Sebelumnya, jaksa mengungkap keterlibatan Tom Lembong dalam kasus dugaan impor gula yang merugikan negara Rp 578 miliar. Tom Lembong disebut menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait.

    Tom Lembong pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    (mib/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pemilu Pusat dan Daerah Tak Lagi Serentak: Mengurai Beban, Mencari Napas

    Pemilu Pusat dan Daerah Tak Lagi Serentak: Mengurai Beban, Mencari Napas

    Pemilu Pusat dan Daerah Tak Lagi Serentak: Mengurai Beban, Mencari Napas
    Dikdik Sadikin adalah seorang auditor berpengalaman yang saat ini bertugas di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berperan sebagai quality assurer dalam pengawasan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Memiliki minat mendalam terhadap kebijakan publik, Dikdik fokus pada isu-isu transparansi, integritas, serta reformasi pendidikan dan tata kelola pemerintahan. Dikdik telah menulis sejak masa SMP (1977), dengan karya pertama yang dimuat di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan opini karyanya telah dipublikasikan di media massa, termasuk di tabloid Kontan dan Kompas. Dua artikel yang mencolok antara lain “Soekarno, Mahathir dan Megawati” (3 November 2003) serta “Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan” (9 Oktober 2024). Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan pemimpin umum majalah Warta Pengawasan selama periode 1999 hingga 2002, serta merupakan anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik dari Universitas Gadjah Mada (lulus 2006).

    Terlalu banyak pilihan membunuh pilihan.
    ” — Alvin Toffler
    MAHKAMAH
    Konstitusi (MK) mengetuk palu dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024: mulai Pemilu 2029, pemilu nasional dan daerah dipisah.
    Putusan itu bukan sekadar urusan teknis atau penghematan logistik, melainkan tanda bahwa kita tengah meninjau ulang cara kita berdemokrasi.
    Apakah ia cukup manusiawi? Apakah ia sungguh-sungguh mewakili kehendak rakyat?
    Padahal, ketika sistem pemilu serentak diberlakukan, ia dilandasi oleh gagasan mulia: sinkronisasi.
    Dalam sistem otonomi daerah, dibayangkan bahwa jika kepala daerah dan pemimpin nasional dipilih bersamaan, maka awal masa jabatan mereka akan serempak, sehingga perencanaan pembangunan pusat dan daerah dapat diharmoniskan sejak awal.
    Presiden dan kepala daerah, ibarat dirigen dan para pemusik, memulai partitur pembangunan pada waktu yang sama, menyanyikan lagu yang sama dalam irama yang utuh.
    Namun, sejarah demokrasi seringkali bergerak zig-zag. Realitas di lapangan tak seindah rancangan kebijakan di atas kertas.
    Alih-alih tercipta sinergi, justru muncul kelelahan, kekacauan teknis, dan penurunan kualitas pemilu. Apa yang semula terlihat rasional, perlahan-lahan berubah menjadi beban kolektif.
    Sejak 2019, rakyat Indonesia diminta memilih presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dalam satu hari yang padat.
    Demokrasi menjadi ujian nasional lima mata pelajaran, dengan soal-soal panjang dan waktu terbatas. Kertas suara membentang seperti kalender dinding, nama-nama calon membingungkan, logo partai mirip-mirip, dan waktu mencoblos terlalu cepat.
    Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyebut gejala kejenuhan pemilih sebagai ancaman serius. Fokus pemilih terpecah pada calon yang terlalu banyak, sementara waktu mencoblos sangat terbatas.
    Suara rakyat kehilangan ketajaman. Pilihan politik tak lagi ditentukan oleh ide dan gagasan, melainkan oleh kelelahan dan ketidaktahuan.
    Tragedi pun hadir. Data Pemilu 2019 mencatat lebih dari 894 petugas KPPS meninggal karena kelelahan, dengan lebih dari 5.000 lainnya jatuh sakit. Demokrasi tak seharusnya menuntut harga semahal itu.
    Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut masa kerja KPU menjadi tidak efisien. Dalam lima tahun masa jabatan, KPU hanya bekerja maksimal selama dua tahun. Selebihnya tenggelam dalam rutinitas administratif.
     
    Negara menyusun pesta politik yang terlalu besar untuk ditelan dalam satu hari. Sistem yang awalnya dianggap efisien ternyata tidak efektif.
    Namun, keputusan memisahkan pemilu nasional dan daerah juga bukan tanpa residu masalah. Pertanyaan mendasar kembali menggema: bagaimana kelak pemerintah pusat mengorkestrasi pembangunan daerah jika kepala daerah tidak lagi dilantik bersamaan dengan presiden?
    Risiko fragmentasi agenda pembangunan menjadi nyata. Pemerintah pusat bisa saja meluncurkan prioritas nasional saat sebagian kepala daerah baru menjabat, sementara sebagian lainnya mendekati akhir masa tugas.
    Sinkronisasi perencanaan bisa menjadi rumit—seperti memainkan lagu yang sama dengan para pemain musik yang masuk ke panggung pada waktu berbeda.
    Namun, di sinilah tantangan baru itu seharusnya dijawab dengan inovasi tata kelola. Harmonisasi tak harus diseragamkan waktunya, tetapi disamakan arah dan visi strategisnya.
    Lewat perencanaan jangka menengah, pembagian peran yang lebih presisi, dan sistem insentif-fiskal yang terukur, pusat dan daerah tetap dapat menyatu dalam satu irama, meski berbeda tempo.
    Negara-negara federal seperti Jerman dan Kanada telah membuktikan bahwa sinkronisasi tak bergantung pada jadwal Pilkada. Yang lebih penting adalah forum dialog antar-pemerintah yang rutin, data bersama yang dapat diakses lintas sektor, dan akuntabilitas program lintas level.
    Dalam konteks Indonesia, penguatan RPJMN dan RPJMD yang terintegrasi dan disupervisi dapat menjadi solusi.
    Menurut International IDEA (2023), hanya 16 dari 200 negara yang melaksanakan pemilu nasional dan lokal secara serentak penuh.
     
    Di Amerika Serikat, pemilu presiden dan
    midterm elections
    dipisah agar rakyat bisa fokus pada isu berbeda.
    Di Jerman, pemilu Bundestag dan Landtag dilakukan terpisah demi efektivitas partisipasi. Di sana, kualitas lebih penting daripada kecepatan.
    Kita bukan satu-satunya yang merasakan beban serentak. Kita hanya perlu lebih jujur membaca napas demokrasi kita sendiri.
    Putusan MK ini adalah bentuk jeda dalam demokrasi kita yang terengah-engah. Dengan memisahkan pemilu nasional dan daerah, kita memberi kesempatan kepada rakyat untuk kembali memaknai suara mereka.
    Bukan hanya mencoblos, tapi memahami, menimbang, dan mempercayai.
    Tentu, tantangan anggaran akan muncul. Namun, demokrasi yang sehat memang tak pernah murah. Yang murah biasanya adalah populisme murahan, atau otoritarianisme yang menyamar sebagai efisiensi.
    Mungkin dari lima kotak suara yang membingungkan itu, kita sedang membuka jalan menuju satu hal yang lebih penting: kesadaran rakyat yang tidak kelelahan, tapi tercerahkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita Aset Tersangka Korupsi Hibah Jatim, Termasuk 3 Bidang Tanah Untuk Tambang Pasir – Page 3

    KPK Sita Aset Tersangka Korupsi Hibah Jatim, Termasuk 3 Bidang Tanah Untuk Tambang Pasir – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita tiga bidang tanah milik tersangka kasus korupsi dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022. Tanah tersebut berlokasi di kawasan Tuban dan rencananya akan dijadikan area penambangan pasir.

    “Dilakukan pemasangan tanda penyitaan pada 3 lokasi tanah di Tuban yang rencananya akan dijadikan area penambangan pasir oleh salah satu Tersangka,” ujar Plt Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Jumat (27/6/2025).

    Selain tiga bidang tanah di Tuban, penyidik KPK juga menyita sebuah rumah milik tersangka di Surabaya. Rumah tersebut ditaksir bernilai sekitar Rp1,3 miliar.

    KPK telah memeriksa lima saksi, salah satunya anggota DPR RI Anwar Sadad, untuk mendalami mekanisme dan alokasi dana hibah.

    “Saksi hadir dan didalami terkait dengan alokasi dana hibah dan mekanisme penganggarannya,” ujar Budi mengenai pemeriksaan Anwar di kantor BPKP Jawa Timur pada Kamis, (26/6/2025).

    Selain Anwar, penyidik juga memeriksa anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi, dua pihak swasta, serta seorang pengurus Kacong Mahhud Institute.

    KPK telah menetapkan 21 orang tersangka dalam perkara ini. Rinciannya, 4 penerima dan 17 pemberi, termasuk di antaranya penyelenggara negara dan staf pemerintahan.

  • Momen Berpelukan Hasto Kristiyanto dan Said Didu di PN Tipikor Usai Sidang Diskors

    Momen Berpelukan Hasto Kristiyanto dan Said Didu di PN Tipikor Usai Sidang Diskors

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu terlihat mendatangi persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Said terlihat menunggu di luar ruang sidang Hatta Ali sesaat sebelum Hasto memberikan keterangan kepada wartawan. Saat itu, sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa diskors selama satu jam oleh Majelis Hakim.

    Saat Hasto masih menunggu kuasa hukumnya untuk mendampingi saat keterangan pers, elite PDIP itu melihat Said berdiri bersama dengan wartawan yang mengerubunginya. 

    Sontak, Hasto langsung tersenyum dan menghampiri Said yang berada di tengah gerombolan wartawan. Keduanya sempat bersalaman dan berpelukan. 

    Said, yang pernah memegang jabatan di Kementerian BUMN era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), menunggu Hasto saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai persidangan yang dijalani olehnya. Dia turut mendengarkan pernyataan Hasto, sekaligus kuasa hukumnya yakni Ronny Talapessy dan Maqdir Ismail.

    Saat dihampiri, Said mengaku hari ini turut datang menyimak dua persidangan yang berbeda. Selain persidangan Hasto, dia turut menyaksikan jalannya persidangan perkara korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag), yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    “Kan dua teman saya ini. Hasto sama Lembong. Memang, karena memang saya anggap untuk keadilan ya saya khusus datang,” ujarnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

    Said lalu tidak menampik anggapan bahwa perkara yang menjerat Hasto dan Tom bermuatan politis. Dia menuding bahwa sebagian besar perkara hukum yang ada saat ini berkaitan dengan politik.

    Dia mengaku sempat menghadiri sidang Tom yang juga bergulir di ruangan sebelah tempat persidangan Hasto. 

    “Ya saya yakin sebagian besar perkara sekarang kaitan politik sih. Susah dibantah,” tuturnya.

    Said menilai, anggapan soal muatan politik pada penanganan perkara hukum saat ini tidak lepas dari bekas pengaruh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Untuk diketahui, Said merupakan salah satu tokoh publik yang kerap mengkritik Jokowi. 

    “Penegakan hukum yang pertama dibersihkan dulu deh. Untuk menghindari agar orang-orang menjadi merasa aman kalau menjadi penjilat kekuasaan,” ucapnya.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 yang menjerat mantan caleg PDIP, Harun Masiku. Saat ini, Harun masih berstatus buron. Dia juga didakwa ikut memberikan suap untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW 2019-2024. 

    Sementara itu, Tom didakwa menyebabkan kerugian keuangan negara dalam rangka impor gula. Audit BPKP menunjukkan terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp578 miliar. 

  • Profil Tom Lembong, Mantan Kepala BKPM dan Mendag yang Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula – Page 3

    Profil Tom Lembong, Mantan Kepala BKPM dan Mendag yang Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sidang kasus dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terus berjalan.

    Terbaru Tom Lembong semakin yakin jika ia tidak melakukan korupsi. Hal ini setelah dirinya membaca hasil audit yang diserahkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Adapun hasil audit BPKP telah diserahkan sebelumnya kepada majelis hakim dan kubu Tom Lembong.

    “Setelah beberapa hari ini membaca, menelaah, menganalisa audit BPKP, saya sangat-sangat percaya diri, sangat confident, sangat mantap akan menghadapi ahli BPKP. Saya semakin yakin bahwa tidak ada kerugian negara. Saya semakin yakin bahwa tidak ada tindak pidana korupsi. Jangankan korupsi, saya semakin yakin tidak ada tindak pidana,” tutur Tom Lembong usai persidangan pada Kamis, 19 Juni 2025 lalu.

    Siapakah Tom Lembong ini?

    Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Menteri Perdagangan.

    Sebelumnya, pria kelahiran Jakarta ini pernah menduduki posisi sebagai Kepala BKPM pada 27 Juli 2016-20 Oktober 2019. Tom Lembong pernah menjadi Menteri Perdagangan (Mendag) menggantikan Rahmat Gobel pada 2015.

    Sebelum menduduki posisi penting di pemerintahan, Tom Lembong pernah berkarier di sejumlah lembaga keuangan internasional antara lain Deutshce Bank, Morgan Stanley serta Farindo Investments.

    Awal karier Tom Lembong  sebagai Sales and Trading Associate di Morgan Stanley and Company. Kemudian ia bekerja di Morgan Stanley Divisi Ekuitas (Singapura) menjabat sebagai Senior Manager di Departemen Corporate Finance Makindo. Kemudian investment banker dari Deutsche Securities.

  • KPK Periksa Tiga Saksi dan Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Dana Hibah Pokmas Jatim

    KPK Periksa Tiga Saksi dan Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Dana Hibah Pokmas Jatim

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai memeriksa tiga saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengurusan dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur (Jatim) tahun anggaran 2021–2022.

    Pada Rabu, 25 Juni 2025, tiga saksi yang diperiksa tim penyidik di Kantor BPKP Jawa Timur adalah Miftahul Kamil (Swasta/Pegawai Honorer), Nurhakim (Anggota DPRD Kabupaten Bangkalan), dan Mohammad Ruji (Swasta).

    “Saksi didalami terkait peran dan pengetahuan mereka atas pengajuan dana hibah untuk Pokmas dan Lembaga serta besaran commitment fee yang diminta,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis, 26 Juni 2025.

    Selain melakukan pemeriksaan saksi, penyidik KPK juga melakukan langkah tegas berupa penyitaan terhadap sejumlah aset yang diduga berasal dari hasil korupsi dana hibah.

    “Penyidik juga melakukan pemasangan plang tanda penyitaan terhadap aset-aset yang diduga milik tersangka yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,” ucap Budi.

    Adapun aset yang disita berupa satu unit tanah dan satu unit tanah-bangunan yang berlokasi di Kabupaten Pasuruan. Lalu, satu unit apartemen yang bertempat di Kota Malang, serta satu unit rumah yang beralamat di Kabupaten Mojokerto.

    Apartemen, rumah, dan tanah di tiga lokasi disita KPK dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pokmas dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.

    Khofifah Minta KPK Jadwalkan Pemeriksaan Ulang

    Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, meminta KPK menjadwalkan ulang pemeriksaannya. Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pokmas dari APBD Jatim tahun anggaran 2021–2022.

    Khofifah sedianya dijadwalkan menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik KPK pada hari ini, Jumat, 20 Juni 2025. Namun, ia mengajukan permintaan penjadwalan ulang dengan alasan ada keperluan lain yang tidak bisa ditinggalkan.

    “Alasannya karena ada keperluan lain sehingga tidak bisa memenuhi panggilan penyidik pada hari ini,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Jumat, 20 Juni 2025.

    Menurut Budi, Khofifah telah menyampaikan surat resmi permohonan penundaan dan meminta agar pemeriksaan dijadwalkan ulang pada pekan depan.

    “Saksi minta penjadwalan ulang untuk pekan depan, presisinya nanti akan kami sampaikan tanggalnya berapa,” ucap Budi.***