Kementrian Lembaga: BPK

  • Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN, KPK Periksa Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy Arso Sadewo – Halaman all

    Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN, KPK Periksa Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy Arso Sadewo – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy (IAE) Arso Sadewo, Selasa (22/4/2025) hari ini.

    Arso dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proses kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN dengan PT Isar Gas/PT Inti Alasindo Energi tahun 2017–2021.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,atas nama AS, Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).

    KPK telah menahan dua tersangka dalam kasus ini. 

    Mereka adalah Danny Praditya, Direktur Komersial PT PGN periode 2016–Agustus 2019 dan Iswan Ibrahim, Direktur Utama PT Isargas tahun 2011–22 Januari 2024 sekaligus Komisaris PT IAE tahun 2006–22 Januari 2024.

    Konstruksi Perkara

    Pada 19 Desember 2016, dewan komisaris dan direksi PT PGN mengesahkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN tahun 2017. 

    Dalam RKAP tersebut, tidak terdapat rencana PT PGN untuk membeli gas dari PT IAE.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap, PT IAE mendapatkan alokasi gas dari Husky Cnooc Madura Ltd (HCML) dengan rencana penyerapan gas PT IAE (pasca-realokasi sementara ke PT Petrokimia Gresik) pada tahun 2017 sebesar 10MMSCFD, tahun 2018 sebesar 15MMSCFD, dan tahun 2019 sebesar 40MMSCFD.

    Pada bulan Agustus 2017, Danny Praditya memerintahkan Adi Munandir (Head of Marketing PT PGN) untuk melakukan pemaparan kepada beberapa trader gas termasuk PT Isargas guna menjadi Local Distributor Company (LDC) PT PGN.

    Pada 31 Agustus 2017, Adi Munandir melaksanakan perintah Danny Praditya untuk menghubungi Sofyan selaku Direktur PT IAE terkait kerja sama pengelolaan gas.

    Pada 5 September 2023, Danny Praditya memerintahkan Adi Munandir untuk melakukan pertemuan dengan pihak Isargas Grup di kantor PT PGN guna membahas kerja sama pengelolaan dan jual beli gas.

    Dalam pembahasan tersebut, Sofyan selaku perwakilan dari Isargas Grup menyampaikan arahan dari Iswan Ibrahim untuk meminta uang muka sebesar 15 juta dolar AS berkaitan dengan rencana pembelian gas PT IAE oleh PT PGN.

    Uang muka tersebut akan digunakan untuk membayar kewajiban atau utang PT Isargas kepada pihak lain. 

    Hal ini kemudian dilaporkan oleh Adi Munandir kepada Danny Praditya.

    Asep berujar, pada periode September–Oktober 2017, Danny Praditya memerintahkan Tim Marketing PT PGN yaitu Adi Munandir dan Reza Maghraby membuat kajian internal terkait rencana pembelian gas dari PT IAE, padahal pembuatan kajian itu adalah tupoksi dari bagian pasokan gas (gas supply) PT PGN.

    Selanjutnya pada 10 Oktober 2017 dalam rapat Board of Directors (BOD) PT PGN, Danny Praditya bersama-sama dengan Tim Marketing PT PGN memaparkan materi “Update Komersial” yang antara lain berisi Isargas Grup menyatakan setuju untuk menjual sebagian alokasi gas bumi ex-HCML miliknya kepada PT PGN dengan permintaan skema advance payment.

    Isargas Grup disebut juga menawarkan peluang akuisisi sebagian atau seluruh saham Isargas kepada PT PGN.

    Pada 20 Oktober 2017, dalam rapat BOD PT PGN, Danny Praditya bersama-sama Tim Pasokan Gas dan Tim Marketing PT PGN memaparkan materi sebagai berikut:

    a. Tim Pasokan Gas menyampaikan update pasokan gas PT PGN bahwa pasokan gas di Jawa Timur secara keseluruhan tidak mencukupi kebutuhan pasokan gas di masa mendatang dan alokasi gas yang dimiliki PT PGN akan mengalami penurunan di tahun 2019 dan 2021. Update ini dibuat karena
    adanya perintah Danny Praditya setelah rapat BOD tanggal 10 Oktober 2017.

    b. Tim Marketing menyampaikan update isu komersial terkait rencana kerjasama dengan Isargas antara lain sebagai berikut:

    1. Isargas menyampaikan penawaran penjualan sebagian gas bumi yang dikuasainya dari pasokan gas Lapangan BD-HCML kepada PGN dengan meminta adanya skema uang muka karena Isargas membutuhkan dana untuk membayar utang atau kewajiban ke pihak lain.

    2. Kerja sama pengelolaan gas dan infrastruktur meliputi semua lokasi/wilayah yang dimiliki Isargas baik di Jawa Barat maupun di Jawa Timur.

    3. Peluang untuk dilakukannya akuisisi atas sebagian/seluruh kepemilikan Isargas oleh PT PGN.

    Pada 2 November 2017, perwakilan PT PGN, perwakilan PT IAE dan perusahaan-perusahaan lain di bawah Isargas Grup menandatangani beberapa dokumen terkait kerja sama di antara mereka.

    Dokumen yang dibuat antara lain adalah Kesepakatan Bersama (KB) antara PT PGN dan PT Inti Alasindo dan PT Isar Aryaguna dan PT Inti Alasindo Energy tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Danny Praditya, Mirza Soekma, Iswan Ibrahim, dan Sofyan.

    Kemudian Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara PT Inti Alasindo Energy dengan PT PGN tanggal 2 November 2017 (Kesepakatan Bersama Nomor 2354/IAE/XI/2017) yang ditandatangani oleh Danny Praditya dan Sofyan.

    Selanjutnya KB pembayaran di muka antara PT PGN, PT Isargas, PT Inti Alasindo Energy dan PT Isar Aryaguna tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Danny Praditya, Iswan Ibrahim, dan Sofyan.

    KB pemanfaatan infrastruktur antara PT PGN dan PT Isargas tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Dilo Seno Widagdo selaku Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT PGN dan Iswan Ibrahim.

    “Bahwa pada tanggal 7 November 2017, Saudara S (Sofyan) selaku Direktur PT IAE mengirimkan invoice tagihan 15 juta dolar AS kepada PT PGN untuk pembayaran di muka atas transaksi jual beli gas. Pada tanggal 9 November 2017, tagihan ini dibayar oleh PT PGN sebesar 15 juta dolar AS,” kata Asep ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/4/2025).

    Uang tersebut seluruhnya digunakan oleh PT IAE sebagaimana disebutkan dalam klausul KB pembayaran di muka yaitu untuk membayar kewajiban atau utang PT IAE dan/atau Isargas Grup kepada pihak-pihak yang tidak berkaitan dengan kegiatan jual beli gas dengan PT PGN.

    Seperti kepada PT Pertagas Niaga (PTGN) sejumlah 8 juta dolar AS yang merupakan utang PT JGI dan PT SCI kepada PT Pertagas Niaga. 

    Kemudian PT BANK BNI sebesar 2 juta dolar AS yang merupakan utang PT SCI kepada Bank BNI.

    Kepada PT Isar Aryaguna sebesar 5 juta dolar AS yang merupakan utang PT Isargas.

    Selanjutnya pada 12 Desember 2017, Untung yang mewakili PT IAE selaku Pemberi Fidusia dan Danny Praditya selaku Penerima Fidusia menandatangani Akta Jaminan Fidusia nomor 06 di Notaris Pratiwi Handayani yang menyatakan bahwa pemberi fidusia menyerahkan Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia berupa pipa distribusi milik PT Banten Inti Gasindo senilai Rp16 miliar untuk menjamin uang 15 juta dolar AS yang sudah diterima oleh PT IAE dari PT PGN terkait pelaksanaan KB pembayaran di muka.

    Pada April–Juli 2018, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra selaku konsultan yang dipakai oleh PT PGN melakukan due diligence atas rencana akuisisi Isargas Grup oleh PT PGN.

    Hasilnya menyatakan Isargas Grup tidak layak diakuisisi oleh PT PGN.

    “Bahwa pada tanggal 5 April 2019, setelah PT PGN dan PT Pertagas bergabung dalam holding migas di bawah PT Pertamina, dilakukan pengaliran gas pertama kali dari PT IAE ke PT PGN dengan menggunakan jaringan pipa milik PT Pertagas,” tutur Asep

    Pada 2 Desember 2020, M. Fanshurullah Asa selaku Kepala BPH Migas mengirimkan surat nomor 3592/Ka BPH/2020 kepada Tutuka Ariadji selaku Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM perihal Hasil Pengawasan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Berfasilitas PT IAE di Waru, Sidoarjo dan Klarifikasi Pengaliran Gas Bumi dari PT IAE.

    Dalam surat tersebut, BPH Migas menyatakan tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Singkat cerita, pada 15 Januari 2021, Tutuka Ariadji mengirimkan surat nomor T-372/MG.01/DJM/2021 kepada PT PGN perihal Teguran Pertama atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi PT PGN terkait larangan jual beli gas bertingkat dan surat nomor T-369/MG.01/DJM/2021 kepada PT IAE.

    “Bahwa pada tanggal 18 Februari 2021, Saudara ACT [Arcandra Tahar] selaku Komisaris Utama PT PGN mengirimkan kepada Direktur Utama PT PGN surat nomor 12/D-KOM/2021 perihal Penjelasan Direksi atas Progress Audit Laporan Keuangan Per Desember 2020,” kata Asep.

    Isi surat tersebut antara lain membahas
    mengenai saran dewan komisaris yang perlu ditindaklanjuti oleh direksi agar segera melakukan pemutusan kontrak dan dilakukan upaya hukum atas uang muka yang sudah dibayarkan kepada IAE.

    “Bahwa Saudara DP telah memerintahkan, mengusulkan dan mengatur agar PT PGN membayar uang muka sebesar 15 juta dolar AS kepada PT IAE yang digunakan untuk membayar utang PT IAE/Isargas Group yang tidak terkait dengan pelaksanaan PJBG antara PT PGN dengan PT IAE,” ujar Asep.

    “Saudara ISW telah mengetahui pasokan gas yang bersumber dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak PJBG antara PT IAE dengan PT PGN. Meskipun demikian, Saudara ISW tetap menawarkan gas dan melakukan kerja sama jual beli gas dengan PT PGN disertai skema uang muka,” kata Asep.

    Atas perbuatannya, Danny Praditya dan Iswan Ibrahim disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomir 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Asep mengatakan, penyidik KPK sudah memeriksa 75 orang saksi dan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut perkara yang menyebabkan kerugian negara sejumlah 15 juta dolar Amerika Serikat (AS).

    KPK juga telah menggeledah delapan lokasi rumah atau kantor atau tempat tertutup lainnya dan menyita sejumlah dokumen, barang bukti elektronik (BBE) dan uang senilai 1 juta dolar AS.

  • Kunjungan Kerja ke Yogyakarta, Menbud Fadli Zon Soroti Revitalisasi dan Tata Kelola Cagar Budaya

    Kunjungan Kerja ke Yogyakarta, Menbud Fadli Zon Soroti Revitalisasi dan Tata Kelola Cagar Budaya

    JAKARTA – Dalam rangka upaya pelestarian warisan budaya nusantara, Menbud Fadli Zon lakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta. Kunjungan ini menyoroti komitmen pemerintah dalam melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya serta memastikan pengelolaan berkelanjutan dan berdampak luas bagi masyarakat.

    Menbud Fadli Zon mengawali agenda pertamanya di Yogyakarta dengan meninjau langsung bangunan Cagar Budaya Hotel Tugu Yogyakarta bersama Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X dan perwakilan keluarga pemilik.

    Dibangun pada tahun 1881, Hotel Tugu merupakan salah satu bangunan kolonial tertua di Yogyakarta yang memiliki nilai sejarah tinggi. “Hotel ini menjadi saksi berbagai peristiwa penting, mulai dari lokasi rapat antara Indonesia dengan Komisi Tiga Negara (Australia, Beligia, Amerika Serikat) pasca-Agresi Militer Belanda II serta Serangan Umum 1 Maret 1948,” jelas Menbud Fadli Zon dalam diskusinya.

    Menbud menambahkan, Hotel Tugu Yogyakarta berada pada posisi yang strategis sebagai wajah kota dan pintu gerbang budaya. “Bangunan Hotel Tugu ini juga merupakan bagian integral dari Sumbu Filosofis Yogyakarta, garis imajiner budaya yang menghubungkan Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan Laut Selatan, serta telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO tahun 2023,” sambungnya.

    Saat ini kondisi bangunan Hotel Tugu terbengkalai. Oleh karena itu, pemerintah bersama keluarga pemilik sepakat untuk mendorong upaya revitalisasi yang berlandaskan pada prinsip amanat UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Revitalisasi ini diharapkan tidak hanya menjaga keutuhan struktur fisik, tetapi menghidupkan kembali fungsinya sebagai ruang publik yang produktif.

    Selanjutnya, kunjungan dilanjutkan ke kantot Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X di Sleman, Yogyakarta. Menbud meninjau koleksi artefak hasil pelestarian dan ekskavasi dari berbagai situs penting di wilayah kerja BPK Wilayah X.

    “BPK Wilayah X mencatat lebih dari 2.000 koleksi budaya dari berbagai situs penting seperti Prambanan, Plaosan, Dieng, serta situs-situs lain, dan telah melaksanakan 372 kegiatan pelestarian sepanjang tahun 2024, termasuk konservasi artefak, registrasi koleksi, serta 316 kegiatan edukatif berbasis masyarakat,” tutur Menbud.

    Beberapa artefak menonjol antara lain Arca Narasimha dari abad ke-9 M, salah satu arca terbesar berasal dari Dinasti Sanjaya yang menggambarkan inkarnasi Dewa Wisnu dalam bentuk singa-manusia, serta Arca Wamana Triwikrama dari awal masa Kerajaan Mataram Hindu yang mempresentasikan kisah mitologis Vamana yang menguasai tiga dunia \ dengan tiga langkahnya.

    Dalam diskusi bersama jajaran BPK Wilayah X, dibahas sejumlah isu strategis mengenai arah kebijakan pelestarian dan pengelolaan warisan budaya di Yogyakarta dan Jawa Tengah, dengan wilayah kerja yang mencakup lebih dari 120 situs cagar budaya dan 11 museum—termasuk kawasan strategis seperti Borobudur, Prambanan, Dieng, Plaosan, dan Ratu Boko.

    “Sejumlah isu penting seperti penguatan kelembagaan dan peran BPK dalam skema tata kelola cagar budaya baru; pengembangan kerja sama internasional, termasuk inisiatif Pemerintah India untuk mendukung revitalisasi Prambanan; serta langkah pemanfaatan berkelanjutan melalui skema Public–Private Partnership (PPP) berbasis ekosistem budaya.

    Kami juga membahas tantangan regenerasi SDM, khususnya juru pelihara dan juru pugar, serta perlunya skema afirmatif dan sertifikasi kompetensi,” jelas Menbud Fadli Zon.

    Menbud Fadli Zon mendorong pemanfaatan situs budaya yang tak hanya memperkuat aspek pelindungan dan edukasi, tetapi juga menghadirkan nilai tambah ekonomi budaya.

    Terakhir, ia berpesan agar penataan kelembagaan ke depan harus berorientasi pada efisiensi, kesinambungan, dan kepentingan nasional dalam merawat warisan peradaban dunia.

    Kunjungi Pondok Pesantren Ora Aji 

    Dalam kunjungan kerjanya ke Yogyakarta, Menbud menyempatkan diri berkunjung ke Pondok Pesantren Ora Aji, yang diasuh oleh Mubaligh, Miftah Maulana Habiburrohman, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Miftah. Pada kunjungan ini Menbud beserta keluarga besar P.P Ora Aji merayakan budaya Indonesia dalam suasana Idulfitri.

    Menbud mengungkapkan pentingnya pagelaran wayang dengan 33 dalang sebagai bagian dari warisan budaya yang diakui UNESCO. Wayang, bersama dengan keris, batik, dan gamelan, menurutnya merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang harus dilestarikan.

    “Kita ini adalah negara yang banyak sekali keberagamannya, dan kita membutuhkan persatuan. Bagaimana perbedaan itu? Jangan menjadi sumber perpecahan, tapi perbedaan itu harus menjadi sumber kekuatan. Inilah saya kira tantangan kita yang bisa membuat perbedaan itu menjadi sumber kekuatan itu hanya budaya. Biasanya politik kadang kadang memecah belah, kadang kadang tapi budaya dan seni itu menyatukan,” jelas Menbud pada kesempatan tersebut.

    Pentingnya persatuan dalam keberagaman budaya menurut Menteri Fadli juga ditekankan, dengan harapan perbedaan dapat menjadi sumber kekuatan. Dalam konteks modern, tantangan untuk menarik generasi muda melalui teknologi dan media baru juga diangkat.

    Menteri Kebudayaan menegaskan komitmennya untuk memajukan budaya nasional dan melestarikan warisan budaya, termasuk situs-situs bersejarah seperti Candi Borobudur dan Prambanan.

  • Risma Siahaan Tersangka Korupsi Rp21,91 M Aset PT KAI: 3 Kali Mangkir, 2 Kali Pingsan saat Diamankan – Halaman all

    Risma Siahaan Tersangka Korupsi Rp21,91 M Aset PT KAI: 3 Kali Mangkir, 2 Kali Pingsan saat Diamankan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Inilah sosok Risma Siahaan, wanita paruh baya yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Negeri Medan.

    Risma Siahaan merupakan wanita berusia 64 tahun.

    Risma Siahaan ditangkap oleh Tim Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Kejari Medan pada 17 April 2025.

    Kejari Medan telah menetapkan Risma Siahaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penguasaan aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp21,91 miliar.

    Aset yang dimaksud adalah lahan dan gedung di Jalan Sutomo Nomor 11, Kota Medan.

    Sebelumnya gedung tersebut merupakan rumah dinas PT KAI dan diduga dikuasai secara hukum oleh Risma Siahaan untuk kepentingan pribadi.

    Dikutip dari Instagram @kejari.medan, Risma Siahaan harus diamankan karena mangkir dari pemanggilan sebanyak tiga kali.

    “Sebelumnya, TIM Pidsus kejari Medan telah memanggil yang bersangkutan secara resmi lebih dari tiga kali untuk menghadiri panggilan, namun tersangka tidak kooperatif dan akhirnya dilakukan penangkapan,” tulis rilis tersebut.

    Karena tidak kooperatif, maka Kejari Medan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Risma Siahaan alias RS.

    Setelah surat perintah keluar, diketahui Risma Siahaan berada di kediamannya di Jalan Sutomo, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur.

    Meski sudah dibacakan surat penetapan tersangka dan surat perintah, RS tetap melakukan penolakan.

    Akhirnya ada tindakan tangkap paksa oleh tim gabungan.

    “Tersangka sempat menolak penyerahan surat dan melakukan perlawanan.”

    “Sehingga dilakukan upaya paksa dan dibawa ke Rutan Perempuan Kelas IIA Medan untuk dilakukan pemeriksaan dan penahanan,” lanjut rilis.

    Drama penangkapan Risman Siahaan tak berhenti di sana.

    Tersangka tiba-tiba tak sadarkan diri setibanya di Rutan.

    Namun saat tim medis dari RSUD Dr Pringadi Medan memeriksa, tidak ada kondisi medis serius.

    Kondisi Risman Siahaan dinyatakan sehat.

    Risman Siahaan disebut hanya berpura-pura tak sadarkan diri.

    Proses penahanan hendak dilakukan, namun saat Risman Siahaan diserahkan pada pihak Rutan, tersangka kembali berpura-pura tidak sadarkan diri.

    Pihak Rutan menolak menerima dengan alasan belum bisa dilakukan wawancara.

    Tersangka akhirnya dibawa ke RSU menggunakan ambulans milik Rutan Perempuan Kelas IIA Medan.

    Risman Siahaan mendapat tindakan medis serta menjalani perawatan inap pada pukul 19.30 WIB.

    Diketahui, penetapan tersangka tak hanya tentang tiga kali mangkir tanpa alasan sah.

    Tersangka juga terang-terangan menghambat jalannya penyidikan dengan menolak memberikan keterangan.

    Tersangka juga mengusir petugas pengukuran saat akan melaksanakan pengukuran aset milik PT. KAI yang sedang dikuasainya secara melawan hukum.

    Kejari Medan menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi secara tegas dan profesional.

    Kejari Medan juga tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), serta memberikan ruang yang memadai bagi tersangka untuk memperoleh pendampingan hukum.

    Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, nilai kerugian keuangan negara akibat perbuatan tersangka senilai Rp 21.911.000.000 atau Rp21,91 miliar lebih.

    Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP.

    Tersangka juga dijerat dengan Pasal 15 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP. (*)

    (Tribunnews.com/ Siti N)

  • 4
                    
                        Sempat Berpura-pura Sakit, Tersangka Korupsi Aset PT KAI Senilai Rp 21 M Ditahan 
                        Regional

    4 Sempat Berpura-pura Sakit, Tersangka Korupsi Aset PT KAI Senilai Rp 21 M Ditahan Regional

    Sempat Berpura-pura Sakit, Tersangka Korupsi Aset PT KAI Senilai Rp 21 M Ditahan
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com –

    Kejaksaan Negeri Medan
    menangkap
    Risma Siahaan
    (64) yang diduga terlibat dalam kasus penguasaan aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan total kerugian negara mencapai Rp 21,91 miliar.
    Penangkapan tersebut dilakukan setelah surat penetapan Risma sebagai tersangka terbit pada Kamis, 17 April 2025.
    Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Medan, Mochamad Ali Rizza, menjelaskan bahwa surat nomor TAP-03/L.2.10/Fd.2/04/2025 menjadi dasar penerbitan surat perintah penangkapan pada hari yang sama.
    Tim Kejari Medan, bersama petugas dari Polrestabes Medan dan pemerintah setempat, mendatangi kediaman Risma di Jalan Sutomo No 11, Kota Medan.
    “Tersangka sempat melakukan perlawanan sehingga dilakukan upaya paksa oleh tim gabungan,” ujar Ali melalui saluran telepon pada Sabtu (19/4/2025).  
    Setelah penangkapan, Risma dibawa ke Rutan Perempuan Kelas II A Medan untuk pemeriksaan dan penahanan.
    Dalam perjalanan, Risma terlihat berkomunikasi intens dengan penasehat hukumnya melalui telepon.
    “Sesampainya di rutan, dibawa ke ruang register, tersangka berpura-pura tidak sadarkan diri,” ungkap Ali.
    Menanggapi situasi tersebut, tim Kejari menghubungi dokter dari RSUD Pirngadi untuk memeriksa kesehatan Risma.
    “Hasilnya, tersangka dinyatakan dalam keadaan sehat dan tidak ditemukan hal yang jadi penghalang untuk dilakukan penahanan,” jelas Ali.
    Namun, Risma kembali berpura-pura pingsan saat akan dilakukan serah terima dengan Rutan Kelas II A, sehingga petugas rutan tidak dapat melakukan wawancara dan menyarankan agar Risma dibawa ke rumah sakit.
    Sekitar pukul 18.15 WIB, penyidik Kejari Medan membawa Risma ke Rumah Sakit Umum Bandung untuk menjalani rawat inap, sebelum akhirnya dibawa kembali ke Rutan Perempuan Kelas II A untuk ditahan.
    Ali menambahkan bahwa Risma sebelumnya telah tiga kali dipanggil sebagai saksi, namun tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
    “Tersangka ini secara terang-terangan menghalangi penyidikan dengan tidak bersedia memberikan keterangan,” tegas Ali.
    Selain itu, Risma juga pernah mengusir petugas ukur yang sedang melakukan pengukuran aset milik PT KAI yang dikuasainya di Jalan Sutomo.
    “Aset PT KAI ini berupa gedung yang sebelumnya merupakan rumah dinas dan dijadikan tersangka untuk membuka usaha,” jelas Ali.
    Risma dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 15 jo Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
    Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara akibat perbuatan tersangka mencapai Rp 21.911.000.000.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dampak Pergeseran Anggaran 2025, Hibah ke Pesantren di Jabar Terpotong

    Dampak Pergeseran Anggaran 2025, Hibah ke Pesantren di Jabar Terpotong

    JABAR EKSPRES – Sejumlah yayasan pesantren di Jawa Barat nampaknya harus ikut mengencangkan ikat pinggang di 2025. Karena, kucuran dana hibah terpotong. Itu juga dampak dari kebijakan pergeseran anggaran 2025.

    Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Pemprov Jabar Andrie Kustria Wardana turut mengkonfirmasi terkait pergeseran anggaran hibah tersebut. “Kami di Biro Kesra tentu menyesuaikan pagu anggaran. Memang di Pergeseran Anggaran, hibah dikurangi,” jelasnya saat ditemui Jabar Ekspres, Kamis (17/4).

    Andrie melanjutkan, perihal anggaran, pihaknya tentu mengikuti atas apa yang telah diputuskan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). “Kami ini kan posisinya Sub OPD. Jadi anggaran sudah ditetapkan. Kami mengikuti saja,” terangnya.

    BACA JUGA:Siap Jalankan Inpres Efisiensi Anggaran, Pemkot Cimahi: Kita Sudah Tandai!

    Andrie menambahkan, porsi anggaran yang mengalir ke Bironya pada 2025 ini memang berkurang dari pada tahun sebelumnya. Termasuk adanya kebijakan pergeseran anggaran. “Anggaran di kami itu sekarang jadi Rp160 miliar dari sebelumnya sekitar Rp200 miliar. Itu di dalamnya kan ada untuk hibah,” katanya.

    Di sisi lain, kucuran dana hibah Pemprov Jabar pada beberapa tahun anggaran sebelumnya memang cukup deras. Misalnya pada tahun anggaran 2023.

    Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, tercatat realisasi belanja hibah Tahun Anggaran 2023 adalah Rp 4,779 triliun. Atau 99,54 persen dari yang dianggarkan dalam APBD Perubahan.

    Hibah itu mengalir ke beberapa pos anggaran. Di antaranya untuk belanja hibah ke pemerintah pusat. Belanja hibah kepada badan, lembaga, organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Belanja hibah BOS. Hingga belanja hibah bantuan keuangan kepada partai politik.

    BACA JUGA:Hasil Efisiensi Anggaran, Pemkot Banjar Alokasikan Rp15,3 Miliar ke 7 Program Prioritas

    Misalnya belanja hibah kepada badan, lembaga, organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia itu realisasinya tembus Rp1,987 triliun. Itu terdistribusi melalui sejumlah OPD.

    Mulai dari Badan Penelitian dan Pengembangan, hingga Sekretariat Daerah yang di dalamnya ada Biro Kesra. Salah satu contoh aliran dana hibah ke yayasan adalah ke pada STAI AR yang mendapat kucuran sampai Rp30 miliar.(son)

  • Barang Bukti Bisa Dihilangkan jika Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia tak Segera KPK Usut

    Barang Bukti Bisa Dihilangkan jika Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia tak Segera KPK Usut

    GELORA.CO – Pengamat hukum dari Universitas Airlangga, I Wayan Titib Sulaksana mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera menaikkan laporan masyarakat terkait dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia ke tingkat penyelidikan.

    Dia mengatakan, apabila kasus ini masuk ke tahap penyidikan, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus dilibatkan untuk memastikan apakah benar terdapat kerugian negara hingga Rp8,3 triliun.

    “Informasi ini harus segera ditindaklanjuti dengan penyelidikan terlebih dahulu dengan melibatkan BPK, yang akan melakukan audit investigasi,” kata Titib kepada Inilah.com, dikutip Sabtu (19/4/2025).

    Titib menyatakan kekhawatirannya, jika KPK tidak segera bertindak, barang bukti bisa saja dihilangkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Ia menegaskan, KPK tidak boleh hanya menunggu laporan dari masyarakat, melainkan harus proaktif melakukan penyelidikan.

    “Senyampang barang bukti belum dihilangkan, KPK harus gerak cepat melakukan penyelidikan, tanpa harus menunggu, bekerja dengan senyap,” ucapnya.

    Sebelumnya diberitakan, dugaan korupsi terkait manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia senilai Rp8,3 triliun masih dalam tahap penelaahan oleh tim Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.

    KPK belum mengungkap perkembangan kasus ini karena proses masih tertutup, terutama selama masih dalam tahap PLPM hingga penyelidikan. Informasi baru akan disampaikan kepada publik ketika kasus telah naik ke tingkat penyidikan dan penetapan tersangka.

    Meski demikian, KPK meminta publik untuk tidak khawatir dan menegaskan bahwa kasus tersebut akan ditindaklanjuti, meskipun belum bisa memastikan kapan akan dinaikkan ke tahap penyidikan.

    Kasus ini pertama kali mencuat setelah Etos Indonesia Institute membeberkan dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun. Lembaga itu mendesak Kejaksaan Agung segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia terkait temuan tersebut.

    “Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan data yang kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah, dikutip Senin (17/3/2024).

    Iskandarsyah menjelaskan bahwa berdasarkan audit independen ditemukan selisih dalam laporan keuangan sebesar Rp8,3 triliun. Temuan itu diperparah dengan adanya rekening yang tidak disajikan dalam neraca, termasuk transaksi tunggal senilai hampir Rp7,98 triliun.

    “Angka tersebut terdiri dari jumlah kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp707,87 miliar dan penempatan deposito berjangka sebesar Rp7,27 triliun,” ungkapnya.

  • Pemkab Sleman raih predikat WTP 14 kali berturut-turut

    Pemkab Sleman raih predikat WTP 14 kali berturut-turut

    Sumber foto: Izan Raharjo/elshinta.com

    Pemkab Sleman raih predikat WTP 14 kali berturut-turut
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 17 April 2025 – 22:44 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Kabupaten Sleman meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD Kabupaten/Kota TA 2024 di Wilayah DIY, di Kantor BPK Perwakilan DIY, pada Kamis, (17/4). Bupati Sleman, Harda Kiswaya bersama dengan Ketua DPRD Sleman, Y. Gustan Ganda menerima secara langsung LHP yang diserahkan Kepala BPK DIY, Agustin Sugihartatik sekaligus melakukan penandatanganan berita acara.

    Bupati Sleman Harda Kiswaya mengungkapkan terimakasih kasih kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Sleman yang telah bekerja dengan cepat dan baik. Sehingga dengan kerja keras, Kabupaten Sleman mampu mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian ke 14 kalinya oleh BPK DIY.

    “Saya berharap dengan pemeriksaan ini menjadi evaluasi berkaitan dengan pelayanan kami kepada masyarakat. Tentu catatan-catatan dan rekomendasi yang diberikan BPK harus kita perbaiki dan dilaporkan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” ujarnya. 

    Sementara itu, Kepala BPK DIY, Agustin Suhartatik menyampaikan bahwa pemeriksaan atas LKPD dari kota/kabupaten ini diperlukan oleh BPK untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia juga menyampaikan pemeriksaan dilakukan sebagai dasar BPK memberikan opini WTP kepada Pemerintah Daerah. 

    “Pemeriksaan LKPD merupakan tugas konstitusional BPK dan menjadi dasar pemberian predikat opini WTP kepada Pemerintah Daerah. Adapun aspek yang diperiksa yakni kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, efektifitas pengendalian internal, penerapan standar akuntansi pemerintahan dan pengungkapan yang cukup,” jelas Agustin seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Izan Raharjo, Kamis (17/4). 

    Lebih lanjut, Agustin menyampaikan sejak tahun 2005, BPK telah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Sleman sebanyak 1088 rekomendasi dan yang telah ditindaklanjuti yakni sebanyak 1023 rekomendasi atau capaian nya sebesar 94,2 persen sehingga meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

    Sumber : Radio Elshinta

  • Mahfud MD Sebut Penuntasan Kasus Pagar Laut Tidak Jelas, Sarankan Kejagung Ambil Alih  – Halaman all

    Mahfud MD Sebut Penuntasan Kasus Pagar Laut Tidak Jelas, Sarankan Kejagung Ambil Alih  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menkopolhukam Mahfud MD mengungkapkan penuntasan perkara kasus pagar laut di Tangerang, Banten tidak jelas. 

    Atas hal itu ia sarankan Kejaksaan Agung untuk ambil alih perkara tersebut. 

    Adapun hal itu disampaikan Mahfud MD saat berbicara pada diskusi publik bertajuk enam bulan pemerintahan Prabowo, The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly di Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025). 

    “Sekarang ini perkembangannya apa? Perkembangannya kasus pagar laut itu. Polisi menyatakan itu bukan korupsi. Hanya pemalsuan yang dilakukan oleh seorang lurah bernama Kohod,” kata Mahfud MD. 

    Kemudian dikatakan Mahfud MD, bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai sebaliknya. 

     “Sekarang kasus ini, kasus yang besar sekali, nggak jelas nasibnya,” imbuhnya. 

    Oleh sebab itu, lanjut Mahfud, karena pagar laut menjadi ujian bagi masa depan hukum.

    “Maka saya ingin mengatakan, ini supaya segera. Satu caranya Kejaksaan Agung itu bisa mengambil alih kasus ini secara sendiri, tanpa harus lewat polisi,” tandasnya. 

    Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan penyidik Bareskrim Polri sama sekali tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) terkait kasus pagar laut yang menjerat Kepala Desa Kohod Arsin.

    Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum Sunarawan mengatakan, setelah pihaknya mempelajari berkas perkara yang sebelumnya dikembalikan, diketahui bahwa penyidik Bareskrim sama sekali belum menjalankan petunjuk pihaknya.

    Seperti diketahui dalam hal ini, sebelumnya jaksa penuntut umum memberi petunjuk kepada penyidik agar kasus pagar laut itu diusut dengan Pasal tindak pidana korupsi.

    Alih-alih memperbaiki sesuai petunjuk Jaksa, penyidik malah tidak mengubah berkas perkara yang sebelumnya telah dikembalikan tersebut.

    “Jadi berkas perkara yang kita terima itu tidak ada perubahan dari berkas perkara yang awal. Tidak ada satupun petunjuk yang dipenuhi,” kata Sunarwan kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).

    Seperti diketahui dalam hal ini, sebelumnya jaksa penuntut umum memberi petunjuk kepada penyidik agar kasus pagar laut itu diusut dengan Pasal tindak pidana korupsi.

    Dalam berkas perkara penyidik, tim peneliti kata Sunarwan juga tidak menemukan adanya keterangan saksi dari Badan Penghitung Keuangan (BPK) sebagaimana petunjuk pihaknya.

    Pada berkas itu kata dia hanya terdapat keterangan ahli namun bukan ahli di bidang tindak pidana korupsi.

    “Jadi petunjuk kita belum ada yang dipenuhi satu pun,” katanya.

     

  • Kejagung Vs Bareskrim, Kasus Pagar Laut Pidana Biasa atau Korupsi?

    Kejagung Vs Bareskrim, Kasus Pagar Laut Pidana Biasa atau Korupsi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) lagi-lagi mengembalikan berkas perkara kasus pagar laut Tangerang. Jaksa penuntut umum mengendus ada dugaan korupsi dari tingkat desa hingga kementerian dalam kasus tersebut.

    Pendapat jaksa itu bertentangan dengan versi Bareskrim yang menganggap kasus pagar laut Tangerang tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

    Adapun Kejagung bahkan telah meminta supaya kasus pagar laut di Tangerang diambil alih Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.

    Direktur A Jampidum Kejagung RI, Nanang Ibrahim Soleh mengatakan pihaknya telah mengembalikan kembali berkas perka ke Bareskrim Polri.

    Setelah dikembalikan, Kejagung meminta agar Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk meneruskan berkas yang dikembalikan ke Kortastipidkor.

    “Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortastipikor. Ke Kortastipikor. Apalagi Kortastipikor disampaikan kan bahwa dia sedang menangani,” ujarnya di Kejagung, Rabu (16/4/2025).

    Dia menambahkan, jaksa penuntut umum juga meminta agar kasus pagar laut Tangerang yang ditangani oleh Dirtipidum Bareskrim agar digabung dengan perkara di Kortastipidkor.

    Adapun, sesuai Pasal 25 UU Tipikor No.31/1999 menjelaskan bahwa apabila ada perkara umum dan ditemukan unsur pidana khusus maka harus didahulukan penanganannya.

    “Ya, apabila sudah menangani kan minimal bisa dijadikan satu. Jadi Kortastipikor bisa koordinasi dengan dalam hal ini dengan pidana khusus,” pungkasnya.

    Di samping itu, Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan menilai bahwa kasus pemalsuan dokumen pada area Pagar Laut Tangerang memiliki unsur tindak pidana korupsi.

    Misalnya, berkaitan dengan kerugian negara. Jaksa menilai bahwa kerugian negara itu didukung oleh alat bukti yang mengungkap adanya area laut yang berubah statusnya menjadi milik perorangan dan perusahaan.

    “Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” ujar Sunarwan.

    Dia menambahkan, ada juga tindak perbuatan penyalahgunaan yang diduga dilakukan oleh penyelenggara negara dari tingkat desa hingga kementerian.

    “Dilakukan oleh siapa? Penyelenggaran negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara,” tegasnya.

    Versi Bareskrim 

    Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan tetap mengirim berkas perkara terkait kasus pagar laut di Tangerang, Banten kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan sikapnya itu lantaran berkas perkara kasus pemalsuan dokumen itu dinilai sudah lengkap secara materil dan formil.

    “Menurut penyidik, yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kita sudah hari ini kita kembalikan,” ujarnya di Bareskrim, Kamis (10/4/2025).

    Kemudian, dia juga merincikan sejumlah alasan lainnya terkait pengembalian berkas perkara itu. Misalnya, perkara pemalsuan dokumen di Tangerang yang ditangani itu tidak memenuhi unsur korupsi. 

    Informasi itu, kata Djuhandhani, diperoleh setelah pihaknya melakukan diskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ahli terkait.

    Kemudian, berkaitan dengan ketentuan UU Tipikor telah mengatur secara eksplisit menyatakan bahwa kasus yang dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar UU Tipikor. 

    Sementara itu, tersangka pada kasus ini, yakni Kades Kohod Arsin Cs dikenakan pasal Pidana Umum dengan jeratan Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

    Adapun, berdasarkan asas hukum lex consumen derogat legi consumte menyatakan bahwa dalam sebuah perkara, penyidik melihat fakta dominan. Alhasil, dari kasus pemalsuan ini tidak menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara.

    “Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” imbuh Djuhandhani.

    Di samping itu, menurut Djuhandhani, unsur rasuah dalam perkara pagar laut di Tangerang itu saat ini tengah ditangani oleh Kortastipidkor Polri.

    “Terdapatnya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri,” pungkasnya.

  • Ketika Pengawas Duduk di Meja Kuasa: Menggali Liang Kubur Integritas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 April 2025

    Ketika Pengawas Duduk di Meja Kuasa: Menggali Liang Kubur Integritas Nasional 17 April 2025

    Ketika Pengawas Duduk di Meja Kuasa: Menggali Liang Kubur Integritas
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DALAM
    lanskap pemberantasan korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) adalah simbol. Simbol harapan, integritas, dan perlawanan terhadap kebusukan kekuasaan.
    Namun, simbol hanya hidup jika ia terus dipelihara dalam jarak dari kekuasaan itu sendiri. Ketika jarak itu lenyap, maka runtuh pula kepercayaan publik yang menjadi pondasi utama keberadaan KPK.
    Masuknya Ketua KPK, Setyo Budiyanto, ke dalam struktur Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI
    Danantara
    ), adalah kabar buruk bagi demokrasi, lebih-lebih bagi agenda antikorupsi.
    Sebab di sanalah pengawas formal ikut duduk di meja kuasa, dan batas etik pun tergilas logika kekuasaan.
    KPK melalui juru bicaranya berusaha menjelaskan bahwa keikutsertaan Ketua KPK adalah representasi institusi, bukan pribadi.
    Penjelasan itu tampak normatif dan steril. Publik bukan sedang membahas legalitas formal, melainkan integritas moral.
    Dalam praktiknya, KPK tidak pernah lepas dari wajah-wajah yang memimpinnya. Ketua KPK adalah simbol politik etik institusional. Ketika simbol itu bergabung dalam struktur pengelola kekayaan negara, yang diawasi justru kehilangan pengawasan.
    Lebih runyam lagi, Ketua KPK tidak sendirian. Di dalam struktur itu juga duduk Ketua BPK, Kepala PPATK, Kepala BPKP, Jaksa Agung, dan Kapolri.
    Maka lengkap sudah: seluruh simpul utama pengawasan dan penegakan hukum negara duduk dalam satu struktur yang sama dengan objek yang semestinya mereka awasi.
    Inilah ironi pengawasan dalam rezim modern. Dalam bayang-bayang
    good governance
    , pengawasan dilebur ke dalam kuasa.
    Dalam balutan akuntabilitas, pengawas disulap jadi kolega. Sementara publik, yang selama ini menggantungkan harapan pada institusi seperti KPK, hanya bisa menyaksikan pergeseran ini dengan getir.
    Masuknya Ketua KPK dalam struktur Danantara bukan sekadar soal formalisme jabatan. Ini adalah titik balik dalam sejarah relasi antara lembaga pengawas dan kekuasaan yang diawasinya.
    KPK sejak awal didesain sebagai lembaga ad hoc, independen, dan bebas dari intervensi politik serta konflik kepentingan. Bahkan pada masa-masa awal pascareformasi, prinsip “jaga jarak dengan kekuasaan” menjadi mantra etik yang dijaga ketat.
    Namun kini, KPK bukan saja tak menjaga jarak, ia justru mengambil tempat di lingkaran dalam. Di sinilah letak soal utamanya: potensi konflik kepentingan tak lagi potensial, melainkan faktual.
    Kita tentu ingat bagaimana sejarah Indonesia mencatat upaya sistematis pelemahan KPK sejak revisi UU No. 30 Tahun 2002 menjadi UU No. 19 Tahun 2019.
    Perubahan itu telah menempatkan KPK sebagai bagian dari cabang eksekutif, tunduk pada presiden melalui Dewan Pengawas, dan terbelenggu dalam tata birokrasi yang kaku.
    Kini, setelah nyaris tak bertaji dalam penindakan, KPK malah aktif menempatkan diri dalam pusaran kekuasaan.
    Pertanyaannya sederhana: bagaimana publik dapat memercayai KPK mengusut kasus korupsi dalam tubuh Danantara jika ketua KPK adalah bagian dari struktur pengawas lembaga tersebut?
    Bagaimana prinsip kehati-hatian dan independensi ditegakkan jika batas antara pengawasan dan keterlibatan menjadi kabur?
    Tidak ada yang salah dengan tujuan Danantara: mengelola dana investasi negara untuk kemakmuran rakyat. Namun, pengelolaan dana jumbo selalu membuka celah korupsi.
    Dan ketika pengelolaan itu tidak diawasi secara independen, maka lubang hitam penyalahgunaan akan tumbuh lebar.
    Pengawasan tidak cukup dijalankan dari dalam. Ia butuh jarak, tegas, dan bebas dari komitmen loyalitas.
    Masuknya pengawas dalam ruang kuasa justru mengaburkan peran dan memperbesar ruang kompromi. Yang terjadi kemudian bukan pengawasan, melainkan normalisasi kekuasaan tanpa kritik.
    Zaenur Rohman, peneliti PUKAT UGM, menyebut bahwa struktur dan tugas Komite Pengawasan Danantara tidak transparan. Tidak ada kejelasan soal bagaimana keputusan dibuat, bagaimana independensi dijaga, dan bagaimana mekanisme koreksi internal dibentuk.
    Artinya, keterlibatan KPK dalam struktur itu bukan hanya berisiko secara etik, tetapi juga secara prosedural dan substantif.
    Dalam konteks itu, KPK tak lagi bisa berdalih. Ia tak bisa berlindung di balik retorika representasi kelembagaan, karena sesungguhnya ia tengah menggali liang kubur bagi integritasnya sendiri.
    Dalam bahasa yang lebih keras, publik bisa saja menyimpulkan: KPK tak lagi menjadi bagian dari solusi, melainkan bagian dari sistem yang hendak dipertahankan kekuasaannya.
    Publik tentu tak berharap KPK menjadi musuh negara. Namun, yang diharapkan adalah KPK tetap menjadi musuh korupsi.
    Untuk itu, ia harus menjaga jarak dari kekuasaan, sebab kekuasaanlah ruang paling rawan bagi praktik korupsi. Ketika lembaga antikorupsi justru memeluk kekuasaan, maka tak ada lagi yang menjaga pagar dari dalam.
    Kita sedang menyaksikan pergeseran besar dalam peta etika kelembagaan. KPK tidak lagi berdiri sebagai institusi yang merepresentasikan keberanian moral dalam melawan korupsi.
    Ia kini lebih mirip seperti lembaga birokratis yang jinak, mengikuti irama kekuasaan yang sedang dominan.
    Masyarakat sipil harus bersuara. Lembaga pengawas tidak boleh larut dalam sistem yang diawasi.
    Pemisahan peran bukan soal ego institusional, tapi soal akuntabilitas demokratis. KPK harus segera menarik diri dari struktur Danantara jika ingin memulihkan kembali kepercayaan publik.
    Kita tak bisa terus-menerus membenarkan langkah keliru dengan dalih formalitas hukum. Etika publik adalah pijakan utama dalam pemberantasan korupsi. Ia tak bisa dinegosiasikan, apalagi dikompromikan demi kenyamanan politik atau keterlibatan struktural.
    Kini, saat pengawas duduk di meja kuasa, publik mesti bertanya: siapa yang akan mengawasi pengawas? Siapa yang akan menegakkan etika, jika institusi penjaga etika justru memilih jadi bagian dari kuasa?
    KPK bisa saja bertahan secara legal. Tapi tanpa legitimasi moral, keberadaannya hanya akan menjadi simbol kosong.
    Kita tak butuh KPK yang sekadar ada, kita butuh KPK yang bekerja dan menjaga jarak. Sebab hanya dengan jarak, pengawasan bisa tajam. Hanya dengan integritas, kepercayaan bisa tumbuh.
    Dan hanya dengan kepercayaan publik, KPK bisa kembali jadi harapan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.