Kementrian Lembaga: BPK

  • Hakim Tolak Eksepsi Eks Dirut Taspen Kosasih, Sidang Lanjut ke Pembuktian

    Hakim Tolak Eksepsi Eks Dirut Taspen Kosasih, Sidang Lanjut ke Pembuktian

    Jakarta

    Majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih dalam kasus dugaan investasi fiktif. Hakim memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) melanjutkan pemeriksaan pokok perkara kasus tersebut.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara a quo,” kata ketua majelis hakim Purwanto S Abdullah saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).

    Hakim menyatakan surat dakwaan JPU sudah jelas menguraikan dugaan tindak pidana yang dilakukan Kosasih. Hakim menyatakan dakwaan terkait aliran dana yang dinikmati Kosasih telah masuk dalam pembuktian pokok perkara.

    “Menyatakan surat dakwaan penuntut umum tertanggal 19 Mei 2025 telah memenuhi syarat formal dan materil sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 143 KUHAP,” ujar hakim.

    Hakim juga menyatakan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat berwenang mengadili dan memeriksa perkara tersebut. Hakim memerintahkan JPU menghadirkan saksi dalam sidang selanjutnya.

    “Menyatakan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih,” ucap hakim

    Selain Kosasih, jaksa KPK membacakan surat dakwaan untuk terdakwa lainnya, yakni eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.

    “Bahwa perbuatan melawan hukum Terdakwa bersama-sama Ekiawan Heri Primaryanto telah mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Taspen sebesar Rp 1 triliun atau setidak-tidaknya jumlah tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, yaitu melakukan investasi pada reksa dana I-Next G2 untuk mengeluarkan Sukuk Ijarah TPS Food 2 tahun 2016, selanjutnya disebut Sukuk SIA-ISA 02, yang default dari portofolio PT Taspen (Persero) tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi,” kata jaksa.

    Jaksa mengatakan Kosasih juga menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi reksa dana I-Next G2 tersebut. Jaksa mengatakan pengelolaan investasi itu dilakukan secara tidak profesional.

    “Merevisi dan menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen dengan mengatur mekanisme konversi aset investasi untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi reksa dana I-Next G2 bersama-sama dengan Ekiawan Heri Primaryanto yang melakukan pengelolaan investasi reksa dana I-Next G2 secara tidak profesional,” ujar jaksa.

    Jaksa mengatakan perbuatan ini turut memperkaya Kosasih senilai Rp 28.455.791.623. Kemudian, USD 127.037, SGD 283 ribu, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound sterling, 128 ribu yen, HKD 500 dan 1.262.000 won Korea.

    Jaksa mengatakan perbuatan ini juga memperkaya Ekiawan sebesar USD 242.390 dan Patar Sitanggang sebesar Rp 200 juta. Selain itu, sejumlah korporasi ikut diperkaya dalam kasus ini.

    “Memperkaya korporasi, yaitu memperkaya PT IMM sebesar Rp 44.207.902.471. Memperkaya PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp 2.465.488.054. Memperkaya PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp 108 juta. Memperkaya PT Sinar Emas Sekuritas sebesar Rp 40 juta. Memperkaya PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) sebesar Rp 150 miliar,” ujar jaksa.

    Kosasih dan Ekiawan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    (mib/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hampir 7 Jam Diperiksa KPK, Kepala BPH Migas Dikonfirmasi soal Aturan Penyaluran Gas Bumi

    Hampir 7 Jam Diperiksa KPK, Kepala BPH Migas Dikonfirmasi soal Aturan Penyaluran Gas Bumi

    Hampir 7 Jam Diperiksa KPK, Kepala BPH Migas Dikonfirmasi soal Aturan Penyaluran Gas Bumi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (
    BPH Migas
    ) Erika Retnowati diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) selama hampir tujuh jam sebagai saksi kasus dugaan korupsi kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan PT Inti Alasindo Energy (IAE), Senin (16/6/2025).
    Erika mengatakan, dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mengonfirmasi terkait aturan dan pengawasan BPH Migas dalam penyaluran gas bumi.
    “Kami sebagai badan pengatur dikonfirmasi mengenai aturan-aturan yang berlaku penyaluran gas bumi, itu saja sih, juga bagaimana tugas dan fungsi BPH Migas dalam pengawasan penyaluran gas bumi,” kata Erika seusai diperiksa, Senin sore.
    Erika mengatakan, proses jual beli gas yang dilakukan oleh PT PGN dengan PT IAE adalah proses
    business to business
    (B2B).
    Dia juga menyerahkan sepenuhnya proses penegakan hukum, termasuk dugaan adanya kerugian negara, kepada KPK.
    “Itu (adanya kerugian negara) bukan ranah BPH Migas, itu ranah KPK,” ujar Erika.
    Dalam perkara ini, KPK usdah menahan dua tersangka, yakni mantan Direktur Komersial PT PGN Danny Praditya dan mantan Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim.
    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kasus
    korupsi jual beli gas
    ini mengakibatkan kerugian negara sebesar 15 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 203,3 miliar (sesuai kurs 2017 Rp 13.559).
    “BPK telah menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual Beli Gas antara PT PGN dan PT IAE tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024 tanggal 15 Oktober 2024, di mana kerugian negara yang terjadi sebesar USD15.000.000,” ujar Asep.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkab Magetan Bahas 3 Raperda, Salah Satunya Rencana Perubahan Organisasi BPBD

    Pemkab Magetan Bahas 3 Raperda, Salah Satunya Rencana Perubahan Organisasi BPBD

    Magetan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Magetan mengajukan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) baru dalam Rapat Paripurna DPRD pada Jumat, (13/6/2025). Ketiganya dianggap memiliki nilai strategis dalam penguatan tata kelola pemerintahan, kesiapsiagaan daerah, serta peningkatan pelayanan publik.

    Tiga Raperda yang disampaikan Bupati Nanik Endang Rusminiarti tersebut meliputi:

    Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024
    Raperda tentang Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPBD
    Raperda tentang Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Lawu Tirta

    Dalam penjelasannya, Bupati menyatakan bahwa seluruh Raperda ini disusun berdasarkan urgensi regulasi dan kebutuhan aktual pemerintahan daerah.

    “Ketiga Raperda ini sangat penting untuk memperkuat fondasi regulasi daerah, menjawab tantangan saat ini, serta mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Bupati Nanik, Senin (16/3/2025).

    1. Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024

    Raperda ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan APBD tahun sebelumnya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Laporan keuangan telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk ke-11 kalinya secara berturut-turut sejak 2014.

    “Ini adalah bentuk akuntabilitas publik. Kami bersyukur opini WTP berhasil kita pertahankan, namun tentu masih ada catatan dari BPK yang harus kita benahi bersama,” terang Bupati.

    2. Raperda Perubahan Perda Organisasi dan Tata Kerja BPBD

    Perubahan ini didasarkan pada kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Magetan dinilai memiliki potensi bencana tinggi, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, kebakaran hutan, dan angin puting beliung. Data Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2024 menempatkan Magetan pada kelas risiko sedang dengan skor 98,12.

    “Kami menilai bahwa BPBD perlu ditingkatkan dari klasifikasi B menjadi klasifikasi A agar mampu bekerja lebih efektif dalam mitigasi dan penanganan bencana,” ujar Bupati Nanik.

    Perubahan mencakup penyesuaian struktur organisasi, jabatan struktural, serta penambahan pasal tentang tugas pokok dan fungsi serta perencanaan anggaran.

    3. Raperda Perusahaan Umum Daerah Air Minum Lawu Tirta

    Raperda ini merupakan penyesuaian atas terbitnya Permendagri Nomor 23 Tahun 2024 tentang Organ dan Kepegawaian BUMD Air Minum. Tujuannya adalah untuk memperkuat tata kelola dan daya saing Perumdam Lawu Tirta dalam pelayanan air bersih.

    “Kami ingin agar Perumdam Lawu Tirta menjadi perusahaan daerah yang profesional, transparan, dan berkelanjutan, sesuai tuntutan regulasi baru dan kebutuhan masyarakat,” ujar Bupati.

    Dalam Raperda ini, modal dasar Perumdam ditetapkan sebesar Rp200 miliar, dengan modal disetor per 2024 sebesar Rp108,87 miliar. Raperda ini juga mengatur mekanisme pelaporan, pembagian laba, kerjasama, serta kemungkinan penggabungan atau pembubaran badan usaha.

    Ketiga Raperda ini akan segera memasuki tahap pembahasan bersama DPRD dan harmonisasi oleh Kanwil Kemenkumham Provinsi Jawa Timur.

    “Besar harapan saya agar ketiga Raperda ini dapat segera dibahas bersama dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Magetan,” pungkas Bupati Nanik Endang Rusminiarti. [fiq/beq]

  • Tiga Jurus Pemberantasan Korupsi ala Jimly Asshiddiqie

    Tiga Jurus Pemberantasan Korupsi ala Jimly Asshiddiqie

    Tiga Jurus Pemberantasan Korupsi ala Jimly Asshiddiqie
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Guru Besar Hukum Tata Negara
    Jimly Asshiddiqie
    membeberkan tiga langkah strategis yang dinilai penting dan tegas untuk memperkuat
    pemberantasan korupsi
    di Indonesia.
    Menurut Jimly, upaya bersih-bersih dari praktik korupsi harus dimulai dari tata kelola keuangan negara hingga penindakan hukum yang menyentuh akar persoalan.
    “Harus ada penataan ulang menyeluruh, mulai dari hulu ke hilir. Dari kualitas dan integritas perencanaan dan penganggaran, sampai kualitas dan integritas dalam pembelanjaan keuangan negara,” kata Jimly kepada Kompas.com, Jumat (13/6/2025).
    Langkah pertama, menurut Jimly, adalah memperbaiki sistem pengelolaan keuangan negara secara menyeluruh.
    Ia menekankan pentingnya integritas dalam proses penganggaran hingga realisasi belanja agar tidak menimbulkan celah korupsi.
    Kedua adalah memperkuat sistem pengawasan yang bersifat menyeluruh dan terintegrasi.
    Pengawasan internal dan eksternal harus berjalan seimbang, mulai dari inspektorat di tiap lembaga, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga aparat penegak hukum.
    Jimly juga menekankan perlunya tanggung jawab moral dan hukum bagi pejabat atasan ketika bawahannya terjerat korupsi.
    “Harus diterapkan prinsip bahwa atasan bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan bawahannya secara langsung, dengan mengundurkan diri atau diberhentikan,” ujarnya.
    Jimly turut menyoroti pentingnya pendekatan administratif untuk menyelamatkan keuangan negara.
    Dia menekankan supaya penegak hukum utamakan tindakan dan sanksi administratif untuk penyelamatan kekayaan negara melalui penyitaan aset.
    “Baru kemudian pemidanaan sebagai ultimum remedium untuk efek jera,” ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
    Sebagai langkah terakhir, Jimly menyarankan penerapan ancaman pidana mati sebagai bentuk ketegasan negara, meski tetap mengikuti aturan dalam KUHP yang mensyaratkan masa percobaan.
    “Upaya terakhir yang tegas adalah dengan penerapan ancaman pidana mati, meskipun menurut KUHP disertai masa percobaan 10 tahun,” imbuhnya.
    Survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebanyak 73,6 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja
    pemerintahan Prabowo
    Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam penanganan kasus korupsi.
    Kepuasan publik tersebut tecermin dari survei yang dilakukan Litbang Kompas pada 7 hingga 13 April 2025, dengan melibatkan 1.200 responden dari 38 provinsi.
    Dari 73,6 persen yang menyatakan puas terhadap penanganan korupsi di era Presiden Prabowo, terbagi atas 63,7 persen yang menyatakan puas dan 9,9 persen menyatakan sangat puas.
    Lalu, 22,4 persen menyatakan tidak puas, 1,1 persen menyatakan sangat tidak puas, dan 2,9 persen responden menyatakan tidak tahu/tidak jawab terhadap penanganan kasus korupsi di era Prabowo.
    Adapun 48,8 persen responden yang mayoritas generasi Z dan Y, mendapatkan informasi tentang kasus korupsi dari media sosial, sedangkan dari televisi (41,7 persen) dan berita daring (14,2 persen).
    Data tersebut menunjukkan bahwa platform digital telah menggantikan media konvensional sebagai kanal utama penyebaran informasi politik dan hukum.
    Sementara itu, kasus korupsi yang paling diketahui masyarakat adalah bahan bakar minyak (BBM) oplosan, yakni sebesar 85,7 persen.
    Setelah itu, kasus minyak goreng menjadi yang kedua diketahui publik, yaitu sebesar 74,9 persen.
    Sedangkan untuk kasus logam mulia (35,4 persen) dan bank daerah (26,9 persen).
    Mayoritas responden juga menyatakan yakin jika pemerintahan Presiden Prabowo dapat menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
    Sebanyak 72,8 persen responden yakin pemerintahan Prabowo-Gibran dapat menuntaskan kasus BBM oplosan, diikuti kasus minyak goreng (72,9 persen), logam mulia (63,4 persen), dan bank daerah (62,5 persen).
    Sebagai informasi, Litbang Kompas melakukan survei kuantitatif secara tatap muka (F2F) pada 7-13 April 2025 terhadap 1.200 responden dari 38 provinsi.
    Sampel diambil menggunakan metode multistage random sampling.
    Survei Litbang Kompas ini dibiayai oleh Kementerian Informasi dan Digital.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Goong Renteng, Kesenian Gamelan Khas Masyarakat Sunda

    Goong Renteng, Kesenian Gamelan Khas Masyarakat Sunda

    Liputan6.com, Bandung – Goong renteng merupakan salah satu jenis kesenian gamelan masyarakat Sunda. Konon, gamelan ini sudah dikenal sejak abad ke-16.

    Telah menyatu dengan masyarakat Sunda sejak lama, goong renteng pun tersebar di berbagai wilayah Jawa Barat. Alat musik ini dapat ditemukan di Cileunyi dan Cikebo (wilayah Tanjungsari, Sumedang), Lebakwangi (wilayah Pameungpeuk, Bandung), Keraton Kanoman Cirebon, Cigugur (Kuningan), Talaga (Majalengka), Ciwaru (Sumedang), Tambi (Indramayu), Mayung, Suranenggala, dan Tegalan (Cirebon).

    Mengutip dari laman Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IX Jawa Barat, goong renteng diperkirakan berasal dari zaman Kerajaan Tembong Agung Sabda Panglamar yang dimiliki Prabu Aji Putih. Gamelan ini merupakan benda keramat yang disimpan di keraton dan disajikan hanya pada upacara-upacara ritual dan penyambutan tamu kebesaran saja.


    Versi lain mengatakan bahwa goong renteng di Cikubang mulai ada sejak 1833. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa goong renteng di Cikubang dimulai sejak era Eyang Suting sekitar 1709. Dari berbagai versi mengenai asal-usul goong renteng, diduga kuat gamelan ini merupakan awal mula penyebaran agama Islam di wilayah tersebut.

    Sementara itu, nama goong rentang merujuk pada istilah kuno Sunda, goong, yang berarti gamelan. Adapun kata renteng merujuk pada penempatan pencon-pencon kolenang (bonang) yang diletakkan secara berderet atau berjejer yang dalam bahasa Sunda disebut ngarenteng.
Goong renteng memiliki dua macam laras, yakni salendro dan pelog. Kesenian ini dilengkapi peralatan yang terdiri dari kongkoang (alat musik berpencon), cempres (alat musik bilah), paneteg (semacam kendang), dan goong.

    Kongkoang, cempres, dan goong diklasifikasikan sebagai idiofon. Sementara paneteg diklasifikasikan sebagai membranofon.

    Dalam ensambel, kongkoang dan cempres berfungsi sebagai pembawa melodi, kendang sebagai pembawa irama, dan goong sebagai penutup lagu atau siklus lagu.

     

  • Doktor Komunikasi Unej Berharap Bupati Jember Fawait Kedepankan Meritokrasi, Bukan Politik

    Doktor Komunikasi Unej Berharap Bupati Jember Fawait Kedepankan Meritokrasi, Bukan Politik

    Jember (beritajatim.com) – Bupati Muhammad Fawait akan menggerakkan gerbong mutasi di tubuh Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Sistem merit diharapkan lebih dikedepankan daripada favoritisme.

    “Kedepankan sistem merit. ‘Jember Baru’ jangan tercampur residu masa pemilihan kepala daerah. Penyusunan birokrasi jangan atas dasar like or dislike, suka atau tidak suka,” kata Muhammad Iqbal, doktor ilmu komunikasi politik Universitas Jember, Sabtu (14/6/2025).

    Iqbal berharap transparansi ditegakkan. “Dengan demikian pertanggungjawaban atau akuntabilitas atas siapa menempati posisi apa betul-betul diketahui dan diamini publik,” katanya.

    Dibandingkan masa awal pemerintahan Bupati Hendy Siswanto, Bupati Fawait lebih stabul dengan kondisi birokrasi Pemkab Jember saat ini. Hal ini, menurut Iqbal, seharusnya bisa dimaksimalkan oleh Bupati Fawait.

    Iqbal mengingatkan, Bupati Hendy saat itu menerima warisan birokrasi yang carut-marut dari pemerintahan sebelumnya, mulai dari belum disahkannya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2021 hingga penilaian disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan terhadap APBD 2020.

    Bupati Hendy menerima warisan kondisi dari tidak berjalannya Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). “Sehingga tidak memungkinkan birokrasi dan eselonisasi berjalan semestinya,” kata Iqbal.

    Di tengah penataan birokrasi, menurut Iqbal, Bupati Hendy juga menghadapi pandemi Covid 19. “Namun seiring meredanya pandemi, birokrasi bisa tertata kembali,” katanya. Birokrasi yang tertata ini yang kemudian diwarisi Fawait sekarang.

    Maka, Iqbal berharap, postur birokrasi disusun untuk kepentingan publik. “Bukan wajah birokrasi yang justru sarat dengan kepentingan politik,” katanya.

    “Saya kira penting untuk memberi penegasan kepada struktur birokrasi, mulai dari kepala dinas sampai eselon III dan IV untuk benar-benar mengedepankan nilai-nilai teknokratik depan dibandingkan nilai-nilai politik,” kata Iqbal. [wir]

  • Pemprov Sumut Raih Opini WTP ke-11 Kalinya dari BPK RI, Begini Pesan Gubernur Bobby Nasution

    Pemprov Sumut Raih Opini WTP ke-11 Kalinya dari BPK RI, Begini Pesan Gubernur Bobby Nasution

    Liputan6.com, Medan – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution menerima predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Pemprov Sumut tahun anggaran 2024, Kamis (12/6/2025). Ini merupakan raihan yang ke 11 kalinya secara berturut-turut setiap tahun, sejak 2014.

    Penerimaan opini WTP tersebut berlangsung pada rapat Paripurna DPRD Sumut, di Gedung Dewan, Jalan Imam Bonjol, Medan. Hadir di antaranya Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti selaku pimpinan sidang bersama para Wakil Ketua, serta para anggota dewan, Anggota IV BPK RI Haerul Saleh dan Kepala BPK RI Perwakilan Sumut Paula Henry Simatupang. Turut mendampingi Gubernur, seluruh pimpinan OPD Pemprov Sumut.

    Menerima predikat tersebut, Gubernur Bobby Nasution menyampaikan apresiasi kepada BPK RI yang memberikan opini WTP atas LKPD Pemprov Sumut tahun anggaran 2024. Namun, ia mengingatkan jajarannya para pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), agar tetap mempertahankan capaian ini. Juga menjaga agar catatan negatif dalam pengelolaan keuangan, baik laporan maupun pelaksanaan pembangunan diminimalisasi.

    “Izinkan kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada BPK RI beserta seluruh tim pemeriksa yang telah banyak meluangkan waktu membantu memperbaiki, menyempurnakan laporan keuangan tersebut, sehingga Pemprov Sumut mendapatkan opini terbaik, 11 kali berturut-turut,” ujar Bobby Nasution.

    Terkait catatan penting dari penerimaan Opini WTP BPK RI ini, kata Bobby Nasution, yang pertama ia mencatat bahwa raihan ini bukan sebuah jaminan, yang menjadikan pengelolaan keuangan pemerintah daerah itu bersih dari korupsi. Karena itu, ia tekankan kepada jajarannya para pimpinan OPD, bahwa tugas penting pembangunan adalah untuk menyejahterakan masyarakat.

    “Saya juga mengingatkan diri sendiri dan untuk kita semua yang ada di sini, khususnya kepada para pimpinan OPD, agar menjadikan diri kita insan yang jauh dari korupsi. Yang benar-benar mengelola keuangan untuk kesejahteraan masyarakat,” sebut Bobby.

    Bobby juga berharap, kepada DPRD Sumut, selaku lembaga legislatif, terus melakukan fungsi pengawasan, sehingga pembangunan untuk menyejahterakan rakyat, benar-benar terwujud. Melalui Opini WTP yang ke-11 ini, Bobby juga berharap menjadi penyemangat bagi Sumut, sekaligus tradisi dan budaya kerja pemerintah provinsi bersama yang lainnya.

    “Kami juga mengharapkan kepada pimpinan dan seluruh Anggota DPRD Sumut, kalau ada di OPD anggarannya aneh-aneh, silakan dikoreksi. Ini agar kejadian-kejadian negatif atau belanja yang tidak efektif tak terulang lagi. Sebab kami menyadari, masih banyak yang perlu diperbaiki kedepannya. Karena itu kami mohon bimbingannya dari BPK dan pengawasan ketat dari DPRD Sumut,” sebut Bobby Nasuiton.

     

  • Pemprov Sumut Raih Opini WTP ke-11 Kalinya dari BPK RI, Gubernur Bobby Nasution Ingatkan OPD Tetap Pertahankan

    Pemprov Sumut Raih Opini WTP ke-11 Kalinya dari BPK RI, Gubernur Bobby Nasution Ingatkan OPD Tetap Pertahankan

    Medan, Beritasatu.com – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Afif Nasution menerima predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Pemprov Sumut tahun anggaran 2024, Kamis (12/6/2025). Ini merupakan raihan yang ke 11 kalinya secara berturut-turut setiap tahun, sejak 2014.

    Penerimaan opini WTP tersebut berlangsung pada rapat Paripurna DPRD Sumut, di Gedung Dewan, Jalan Imam Bonjol, Medan. Hadir di antaranya Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti selaku pimpinan sidang bersama para Wakil Ketua, serta para anggota dewan, Anggota IV BPK RI Haerul Saleh dan Kepala BPK RI Perwakilan Sumut Paula Henry Simatupang. Turut mendampingi Gubernur, seluruh pimpinan OPD Pemprov Sumut.

  • Fraksi PKB Soroti Ketimpangan Silpa dan Temuan BPK dalam Rapat Paripurna DPRD Bondowoso

    Fraksi PKB Soroti Ketimpangan Silpa dan Temuan BPK dalam Rapat Paripurna DPRD Bondowoso

    Bondowoso (beritajatim.com) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Kabupaten Bondowoso memberikan sejumlah catatan kritis dalam Pandangan Umum Fraksi terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) saat Rapat Paripurna, Jumat (13/6/2025).

    Kedua catatan itu yakni RPJMD Kabupaten Bondowoso 2025–2029 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024,

    Apresiasi terhadap RPJMD

    FPKB menyatakan apresiasi terhadap penyusunan dokumen RPJMD yang dianggap telah mencerminkan visi, misi, dan janji kampanye Bupati dan Wakil Bupati.

    Namun, fraksi juga menekankan pentingnya pembangunan manusia, bukan sekadar pembangunan fisik. Mereka mendorong pelibatan masyarakat secara lebih luas sebagai motor utama pembangunan.

    “RPJMD ini harus berangkat dari kondisi riil saat ini, capaian dan tantangan sebelumnya, serta sinkronisasi dengan rencana pemerintah provinsi dan pusat,” ujar Juru Bicara Fraksi PKB, Miarti.

    Sorotan Tajam

    Namun demikian, Fraksi PKB memberikan sorotan tajam terhadap laporan pertanggungjawaban APBD 2024. Salah satu yang dianggap fatal adalah kesalahan asumsi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun 2024 yang jauh meleset.

    Dalam perencanaan, Silpa diasumsikan sebesar Rp140,1 miliar, namun hasil audit BPK menunjukkan hanya Rp96,5 miliar.

    “Ini bukan hanya kesalahan teknis, tapi berdampak langsung terhadap program APBD 2025. Mohon penjelasan dari pemerintah daerah atas ketidakcermatan ini,” tegas Miarti.

    Akibat kinerja keuangan yang dianggap buruk, Bondowoso bahkan tidak memenuhi syarat menerima Insentif Fiskal Daerah (IFD) untuk tahun 2025. Hal ini menambah panjang daftar catatan negatif yang disampaikan FPKB.

    Temuan BPK: Dari Pajak hingga Aset Daerah

    FPKB juga menyampaikan sejumlah temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, antara lain:

    – Banyak objek usaha yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.
    – Kekurangan penerimaan pajak dari sektor makanan dan minuman.
    – Banyak objek reklame tidak berizin.
    – Penetapan pajak air tanah belum menggunakan regulasi terbaru.
    – Permasalahan pemutakhiran data PBB-P2 dan BPHTB.

    Dalam hal pengelolaan retribusi, FPKB menilai tata kelola masih lemah dan tidak sesuai ketentuan, seperti retribusi sampah, pasar, kesehatan, hingga parkir.

    Di sisi lain, pengelolaan aset juga menjadi sorotan. Bapenda belum menindaklanjuti piutang pajak dan retribusi sebesar Rp40,6 miliar.

    Selain itu, terdapat aset tetap yang belum ditetapkan status penggunaannya atau digunakan oleh pihak lain tanpa perjanjian resmi.

    Belanja Daerah Dinilai Bermasalah

    Dalam belanja daerah, FPKB mencatat adanya kesalahan anggaran pada 17 perangkat daerah sebesar Rp1,5 miliar.

    Pembayaran gaji ASN, iuran kesehatan, dan belanja listrik PJU juga dinilai tidak sesuai dengan ketentuan dan data yang akurat.

    “Rekanan yang tidak memenuhi volume pekerjaan konstruksi dan terlambat, seharusnya dikenai sanksi. Kami minta penjelasan dan tindak lanjutnya,” tambah Miarti.

    Masalah Menahun dan Tindak Lanjut

    Selain itu, FPKB menanyakan progres penyelesaian masalah lama seperti penghapusan BMD, penyertaan modal dari laba PDAM, dan penyerahan aset PSU dari pengembang perumahan.

    Tak luput, fraksi juga mendesak penjelasan soal nasib BUMD PT Bondowoso Gemilang dan kelanjutan kerja sama pengelolaan wisata Pemandian Tasnan.

    Pesan Pelayanan Publik

    Menutup pandangan umumnya, Fraksi PKB meminta agar seluruh SKPD segera menyampaikan klarifikasi dan laporan dalam rapat komisi maupun badan anggaran sebagai tindak lanjut dari rekomendasi BPK.

    “Tanamkan dalam diri kita, bahwa kita adalah abdi masyarakat. Maka pelayanan publik harus dilakukan secara serius dan penuh tanggung jawab,” tutup Miarti. (awi/but)

  • SILPA Rp147 Miliar Tak Terserap! Fraksi Demokrat-PKS Bongkar Masalah APBD dan Fiskal Bondowoso

    SILPA Rp147 Miliar Tak Terserap! Fraksi Demokrat-PKS Bongkar Masalah APBD dan Fiskal Bondowoso

    Bondowoso (beritajatim.com) – Fraksi Demokrat – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Bondowoso menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024.

    Pandangan umum fraksi ini disampaikan dalam rapat paripurna DPRD yang digelar pada Jumat (13/6/2025) siang.

    Dalam pandangannya, Fraksi Demokrat-PKS menyoroti penurunan dan stagnasi Kapasitas Fiskal Daerah (KFD) Bondowoso dalam lima tahun terakhir. Hal ini dinilai menjadi hambatan serius dalam pembiayaan program pembangunan dan pelayanan publik.

    “Kapasitas fiskal adalah kunci keberhasilan pembangunan. Perlu penjelasan strategis mengenai faktor penyebab stagnasi dan langkah konkret peningkatan kapasitas fiskal di masa mendatang,” tegas Ketua Fraksi Demokrat – PKS, Subangkit Adi Putra.

    Fraksi ini juga menyoroti pengelolaan lima urusan pemerintahan pilihan, yakni perikanan, pariwisata, pertanian, perdagangan, dan perindustrian. Mereka meminta pemerintah daerah menyusun prioritas secara terukur dan berbasis data agar tidak terjadi salah alokasi anggaran pada sektor yang kurang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

    Selain itu, kualitas tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik juga menjadi perhatian. Fraksi Demokrat PKS menilai skor Sistem Integrasi Bersama Kinerja (SIBEKISAR) selama tiga tahun terakhir menunjukkan fluktuasi signifikan, bahkan mengalami penurunan di tahun 2024.

    “Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan capaian pelayanan publik. Fraksi meminta penjelasan mendalam dan solusi strategis agar kualitas pelayanan dapat benar-benar meningkat,” imbuhnya.

    Terkait Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024, Fraksi Demokrat PKS memberikan apresiasi atas ketepatan waktu penyampaian serta capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke-11 berturut-turut dari BPK RI.

    Namun, mereka mencatat sejumlah kekurangan dalam realisasi pendapatan daerah, khususnya pada sektor pajak daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, yang tidak mencapai target. Bahkan, realisasi lain-lain PAD yang sah hanya mencapai 8,19 persen dari target.

    “Kami ingin penjelasan mendalam atas penyebab rendahnya realisasi ini, termasuk potensi kehilangan pendapatan dari pajak air tanah sebesar Rp1 miliar lebih dan temuan BPK terkait PBJT sektor makanan dan minuman,” ujarnya.

    Fraksi juga menyoroti temuan BPK terkait kekurangan volume pekerjaan konstruksi, pengelolaan aset tetap yang belum tertib, serta denda keterlambatan pekerjaan yang belum ditagih. Semua itu dinilai berdampak langsung terhadap efisiensi anggaran dan kualitas pembangunan.

    Pada sisi belanja daerah, Fraksi Demokrat PKS mencermati adanya sisa anggaran (SILPA) sebesar Rp147 miliar yang tidak terserap, termasuk pada belanja modal yang hanya terealisasi sekitar 77 persen dan belanja tak terduga hanya sekitar 41 persen dari target.

    “Anggaran sebesar itu sangat berarti bagi masyarakat. Pemerintah perlu lebih cermat dan akurat dalam perencanaan anggaran agar tidak menimbulkan sisa anggaran yang besar,” jelasnya.

    Terakhir, Fraksi juga menyinggung pengelolaan pembiayaan daerah, di mana seluruh penerimaan berasal dari SILPA tahun sebelumnya dan dana cadangan, dengan realisasi pengeluaran nihil, sehingga menghasilkan SILPA tambahan hampir Rp97 miliar.

    “SILPA besar ini menunjukkan pengelolaan anggaran belum optimal. Perlu perbaikan kualitas perencanaan dan penganggaran ke depan agar pembangunan lebih efektif,” tutupnya.

    Pandangan umum Fraksi Demokrat PKS ini diakhiri dengan harapan agar seluruh masukan dapat menjadi bahan evaluasi dan perbaikan demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan pembangunan daerah yang lebih berdampak bagi masyarakat Bondowoso. [awi/ian]