Kementrian Lembaga: BPK

  • Perpres Nomor 79 Tahun 2025: Isi Aturan dan Link Unduh PDF

    Perpres Nomor 79 Tahun 2025: Isi Aturan dan Link Unduh PDF

    Jakarta

    Presiden RI Prabowo Subianto telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025. Aturan ini diundangkan tertanggal 30 Juni lalu.

    Perpres tersebut diterbitkan untuk menyesuaikan dokumen RKP 2025 dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN Tahun Anggaran 2025. Lantas, apa saja isi Perpres 79 Tahun 2025?

    Mengutip dari situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), berikut informasi selengkapnya:

    Latar Belakang dan Dasar Hukum

    Perpres 79 Tahun 2025 lahir karena perlunya pemutakhiran RKP 2025 yang sebelumnya ditetapkan melalui Perpres 109 Tahun 2024. Pemutakhiran ini mengacu pada Pasal 30 PP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.

    Selain itu, aturan ini juga menyesuaikan arah pembangunan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang ditetapkan melalui Perpres 12 Tahun 2025. Dengan demikian, RKP 2025 yang dimutakhirkan menjadi acuan nasional bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

    Isi Pokok Perpres 79 Tahun 2025

    Berdasarkan salinan resmi, isi Perpres ini menegaskan bahwa pemutakhiran RKP 2025 mencakup dua hal utama:

    Pemutakhiran narasi, yang tercantum dalam Lampiran I.Pemutakhiran matriks pembangunan, yang tercantum dalam Lampiran II.

    Matriks pembangunan memuat sasaran pembangunan nasional 2025, prioritas nasional, program prioritas, kegiatan prioritas, hingga proyek prioritas lengkap dengan indikator, target, alokasi pendanaan, serta instansi pelaksana.

    Dokumen ini digunakan oleh Kementerian PPN/Bappenas sebagai instrumen pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan, oleh kementerian/lembaga untuk menyesuaikan Rencana Kerja 2025, serta menjadi pedoman bagi pemerintah daerah.

    Link Unduh Perpres 79 Tahun 2025

    Masyarakat dapat mengakses dokumen Perpres 79 Tahun 2025 melalui situs resmi JDIH BPK melalui tautan berikut:

    Demikian informasi terkait Perpres 79 Tahun 2025. Aturan ini menjadi acuan terbaru pemutakhiran RKP 2025 agar pelaksanaan pembangunan lebih sinkron dengan APBN dan RPJMN.

    (wia/imk)

  • KPK Sebut 13 Asosiasi dan 400 Biro Perjalanan Terlibat Kasus Kuota Haji – Page 3

    KPK Sebut 13 Asosiasi dan 400 Biro Perjalanan Terlibat Kasus Kuota Haji – Page 3

    KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025.

    Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.

    Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.

    Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

    Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.

    Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

    Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

    Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

     

  • Dirjen PHU Hilman Latief Dicecar KPK soal Regulasi Proses Haji

    Dirjen PHU Hilman Latief Dicecar KPK soal Regulasi Proses Haji

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) periode 2021-2025, Hilman Latief, sebagai saksi terkait dugaan korupsi kuota haji 2023-2024.

    Berdasarkan pantauan Bisnis.com, Hilman diperiksa penyidik KPK sejak pukul 10.22 WIB hingga 21.53 WIB. Dia mengaku ditanya terkait regulasi proses penyelenggaraan haji.

    “Saya pendalaman regulasi-regulasi. Regulasi-regulasi yang ada dalam proses haji,” katanya kepada wartawan, Kamis (18/9/2025).

    Dia mengaku tidak ditanya soal pihak yang menentukan pembagian kuota haji dan mengklaim tidak mengetahui pengembalian uang yang diduga berkaitan dengan kasus tersebut.

    Hilman menyampaikan para agen perjalanan telah disampaikan sebagaimana mestinya terkait pembagian kuota haji.

    “Itu sudah disampaikan ke mereka semua ya. Proses yang dilalui, tahapan-tahapan yang dilakukan sampai keberangkatan,” ucapnya.

    Dia menepis adanya patokan harga penjualan kuota haji saat era pemerintahan Presiden Jokowi itu.

    “Enggak ada, enggak ada,” jelasnya.

    Diketahui, kasus ini merupakan dugaan penyelewengan pembagian kuota haji era Presiden ke-7 Joko Widodo. Pada 2023, dia bertemu dengan pemerintah Arab Saudi agar Indonesia memperoleh kuota haji tambahan. Alhasil pemerintah Arab Saudi memberikan 20.000 kuota haji tambahan.

    Pembagian kuota berdasarkan aturan sebesar 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. KPK menduga para asosiasi dan travel yang mengetahui informasi itu menghubungi Kementerian Agama untuk mengatur pembagian kuota.

    Pembagian berubah menjadi 50% kuota haji reguler dan 50% kuota haji khusus. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 tahun 2024 yang diteken oleh Yaqut.

    Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji, mulai dari proses pembagian kuota dan aliran dana.

    Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, KPK menaikkan status perkara menjadi penyidikan pada 9 Agustus 2025.

    KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara atas dugaan korupsi kuota haji.

    Hasil penghitungan awal yang diumumkan pada 11 Agustus 2025, kerugian negara dalam kasus kuota haji ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.

    Tak hanya itu, menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, penyidik mengendus adanya transaksi jual-beli kuota, yakni haji khusus dijual hingga Rp300 juta dan haji furoda mencapai Rp1 miliar..

    “Informasi yang kami terima itu, yang [kuota haji] khusus itu di atas Rp100 jutaan, bahkan Rp200-Rp300 gitu ya. Bahkan ada yang furoda itu hampir menyentuh angka Rp1 miliar per kuotanya, per orang,” kata Asep, dikutip Kamis (18/9/2025).

    Asep mengatakan selisih dari tarif tersebut kemudian disetorkan travel untuk oknum di Kementerian Agama mencapai US$2.600 sampai US$7.000 per kuota atau sekitar Rp40,3 juta sampai Rp108 juta.

    “Jadi kalau yang besaran US$2.600 sampai US$7.000 itu untuk kelebihannya yang disetorkan ke oknum di Kementerian Agama,” jelasnya. 

    Namun, tarif penjualan kuota haji disesuaikan dengan kemampuan jemaah yang berminat. Adapun Asep menjelaskan alasan adanya jemaah yang berminat karena mereka sudah menggelar syukuran di rumahnya dan gengsi jika tidak jadi berangkat.

  • Akal-akalan Pegawai Bank BUMD di Jepara Bikin 40 Kredit Fiktif, Negara Rugi Rp 254 Miliar – Page 3

    Akal-akalan Pegawai Bank BUMD di Jepara Bikin 40 Kredit Fiktif, Negara Rugi Rp 254 Miliar – Page 3

    KPK lalu menemukan, dari pencairan dana tersebut bahwa sejumlah biaya digunakan sebagai jalur kickback. Di antaranya biaya premi asuransi ke Jamkrida sebesar Rp 2,06 miliar dengan kickback Rp 206 juta untuk JH, serta biaya notaris Rp 10 miliar dengan kickback Rp 275 juta untuk IN dan Rp 93 juta untuk AN. 

    “Kredit diproses bahkan sebelum agunan lunas dibeli dan pengikatan hak tanggungan dilakukan, ini jelas penyimpangan yang sangat serius,” catat Asep.

    Asep menyatakan, akibat aksi serampangan itu BPR Jepara Artha mengalami kerugian besar dan kinerja keuangan terganggu. Padahal, bank daerah tersebut sebelumnya mencatat kinerja positif dengan setoran dividen kumulatif Rp 46 miliar kepada Pemkab Jepara. 

    “Kredit fiktif ini bukan hanya merugikan perusahaan daerah, tetapi juga merugikan masyarakat Jepara karena dana penyertaan modal berasal dari APBD,” ujar Asep.

    Asep memastikan, pendalaman kasus iki tidak sampai di sini, KPK akan terus mengembangkan penyidikan kasus termasuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain. Sebab, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir sebesar Rp 254 miliar.

    “Proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dilakukan oleh BPK RI, diketahui nilai kerugian negara yang terjadi dalam perkara ini sekurang-kurangnya Rp 254 miliar,” terang dia.

    Sebagai informasi, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Tahan 5 Tersangka Kasus Kredit Fiktif Bank Jepara Artha

    KPK Tahan 5 Tersangka Kasus Kredit Fiktif Bank Jepara Artha

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) 2022-2024.

    Mereka adalah Jhendik Handoko (JH) selaku Direktur Utama PT. Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) (BPR Jepara Artha); Iwan Nursusetyo (IN) selaku Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha.

    Ahmad Nasir (AN) selaku Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha; Ariyanto Sulistiyono (AS) selaku Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha; dan Mohammad Ibrahim Ala’syari (MIA) selaku Direktur PT. BMG.

    “Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2025 sampai dengan 7 Oktober 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers, Kamis (18/9/2025).

    Asep mengatakan penetapan dan penahanan tersangka setelah penyidik menemukan bukti yang cukup terkait perkara kredit fiktif di perusahaan tersebut.

    Dalam konstruksi perkaranya, terdapat penambahan kredit usaha kepada 2 grup debitur sekitar Rp130 miliar yang dicairkan melalui 26 debitur yang terafiliasi. Namun pembayaran kredit macet sehingga kinerja BPR Jepara menjadi lesu.

    Pada 2022, JH menjalin kesepakatan dengan MIA untuk mencairkan kredit fiktif yang penggunaannya sebagian digunakan oleh Manajemen BPR Jepara agar performa pembayaran angsuran membaik.

    Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, JH menjanjikan untuk menyerahkan agunan kredit fiktif yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada MIA.

    Pada April 2022-Juli 2023, BPR Jepara Artha mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar dengan menggunakan identitas yang telah dihimpun MIA.

    Kredit dicairkan dengan tanpa dasar analisa yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya. Debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp7 miliar per debitur.

    MIA dibantu oleh tiga temannya untuk mencari calon debitur yang namanya ingin digunakan. Mereka mendapatkan fee Rp100 juta/ debitur.

    Alhasil, terdapat 40 debitur fiktif dengan kredit Rp263,5 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membayar kebutuhan seperti biaya notaris, biaya premi, hingga memperbaiki kredit macet.

    Tak hanya itu, uang juga digunakan ke para tersangka untuk kebutuhan pribadi. Hasil perhitungan BPK RI, negara rugi Rp254 miliar.

    Atas perbuatannya, Para Tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Sebut Kerugian Negara Kasus Kredit Fiktif BPR Jepara Capai Rp 254 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        18 September 2025

    KPK Sebut Kerugian Negara Kasus Kredit Fiktif BPR Jepara Capai Rp 254 Miliar Nasional 18 September 2025

    KPK Sebut Kerugian Negara Kasus Kredit Fiktif BPR Jepara Capai Rp 254 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, kerugian negara yang timbul akibat kasus pencairan kredit usaha BPR Jepara Artha (Perseroda) Tahun 2022-2024, ditaksir mencapai Rp 245 miliar.
    “Proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dilakukan. Kami bekerja sama dengan auditor BPK RI. Diketahui bahwa nilai kerugian negara dalam perkara ini sekurang-kurangnya Rp 254 miliar,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (18/9/2025).
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama BPR Jepara Artha, Jhendik Handoko (JH) dan Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG), Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA).
    Kemudian, Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha Iwan Nursusetyo (IN), Kepala Divisi Bisnis, Literiasi, dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha Ahmad Nasir (AN), serta Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha, Ariyanto Sulistiyono (AS).
    Asep mengatakan, penetapan lima tersangka ini dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan kepada para saksi, ahli, penggeledahan di beberapa lokasi rumah/kantor dan penyitaan barang, aset, uang.
    “Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2025 sampai dengan 7 Oktober 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” ujarnya.
    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Asep mengatakan, kasus dugaan korupsi ini bermula pada 2021, saat Jhendik Handoko selaku Dirut BPR Jepara Artha mulai melakukan ekspansi pemberian kredit jenis Kredit Usaha dengan Sistem Sindikasi (pemberian kredit oleh beberapa bank kepada 1 debitur).
    Namun, selama 2 tahun terakhir terjadi penambahan outstanding kredit usaha kepada 2 grup debitur secara signifikan sebesar sekitar Rp 130 miliar yang dicairkan melalui 26 debitur yang terafiliasi.
    Hal ini membuat performa/kolektibilitas kredit tersebut memburuk sampai akhirnya gagal bayar/macet sehingga menurunkan kinerja BPR Jepara karena pencadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100 persen (kolektibilitas macet) yang mengakibatkan rugi pada laporan laba rugi.
    Sebagai jalan keluar, KPK mengatakan, Jhendik bersepakat dengan Ibrahim Al-Asyari untuk mencairkan kredit fiktif.
    KPK menyebutkan bahwa sebagian pencairan kredit ini digunakan oleh manajemen BPR Jepara untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran.
    Sementara itu, sebagian digunakan Ibrahim Al-Asyari.
    “Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, Jhendik menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada Ibrahim Al-Asyari,” ujarnya.
    Asep mengatakan, tindak lanjut dari kesepakatan itu, selama periode 2022-2023, BPR Jepara Artha telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp 263,6 miliar kepada pihak yang identitasnya digunakan oleh Ibrahim.
    “Kredit dicairkan tanpa dasar analisis yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya,” tuturnya.
    Asep mengatakan, debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp 7 miliar per debitur.
    Dia mengatakan, Ibrahim dibantu rekannya mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp 100 juta per debitur.
    “Juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang dimark up agar mencukupi dan seolah-olah layak dalam analisis berkas kredit BPR Jepara Artha,” kata dia.
    Asep mengatakan, terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, Ibrahim memberikan sejumlah uang kepada tersangka BPR Jepara.
    “JH, sebesar Rp 2,6 miliar; IN, sebesar Rp 793 juta; AN, sebesar Rp 637 juta; AS, sebesar Rp 282 juta, dan uang umrah untuk JH, IN dan AN sebesar Rp 300 juta,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siap-siap! KPK Bakal Umumkan Nama Tersangka Dugaan Korupsi Kuota Haji

    Siap-siap! KPK Bakal Umumkan Nama Tersangka Dugaan Korupsi Kuota Haji

    Binis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mempersiapkan nama tersangka atas perkara dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama tahun 2023-2024.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan dalam jangka waktu dekat penyidik KPK akan mengumumkan tersangka kasus tersebut.

    “Yang pertama, sedang kami siapkan. Jadi kita sama-sama tunggu secepatnya, nanti kami akan hubungkan dalam waktu yang tidak terlalu lama,” jelasnya kepada wartawan, Kamis (18/9/2025).

    Budi menjelaskan para saksi yang diduga mengetahui perkara kuota haji telah diperiksa KPK sehingga proses penyidikan berjalan progresif.

    Budi menepis adanya kendala dalam proses penyidikan kasus kuota haji meski telah memeriksa pihak penting seperti Khalid Basalamah sebagai saksi fakta, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai saksi, hingga mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nizar Ali sebagai saksi

    Selain itu, penyidik KPK juga mengulik informasi dari asosiasi dan agen tour travel haji-umrah yang diduga mengetahui penyelenggaraan haji 2023-2024.

    “Sejauh ini penyidikan berjalan baik, tidak ada kendala dan progresif. Hal ini dibuktikan bahwa penyidik secara progresif tidak hanya melakukan pemanggilan permintaan keterangan kepada banyak pihak yang diduga mengetahui,” ucap Budi.

    Perkara Korupsi Kuota Haji

    Secara garis besar kasus ini merupakan dugaan penyelewengan pembagian kuota haji era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Pada 2023, dia bertemu dengan pemerintah Arab Saudi agar Indonesia memperoleh kuota haji tambahan. Alhasil, pemerintah Arab Saudi memberikan 20 ribu kuota haji tambahan untuk periode 2024. 

    Pembagian kuota berdasarkan aturan sebesar 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. KPK menduga para asosiasi dan travel yang mengetahui informasi itu menghubungi Kementrian Agama untuk mengatur pembagian kuota.

    Pembagian berubah menjadi 50% kuota haji reguler dan 50% kuota haji khusus. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 tahun 2024 yang diteken oleh Yaqut.

    Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji, mulai dari proses pembagian kuota dan aliran dana.

    Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, KPK menaikkan status perkara menjadi penyidikan pada 9 Agustus 2025.

    KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara atas dugaan korupsi kuota haji.

    Hasil penghitungan awal yang diumumkan pada 11 Agustus 2025, kerugian negara dalam kasus kuota haji ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.

    Tak hanya itu, menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, penyidik mengendus adanya transaksi jual-beli kuota haji, di mana kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta dan haji furoda mencapai Rp1 miliar.

    “informasi yang kami terima itu, yang [kuota haji] khusus itu di atas Rp100 jutaan, bahkan Rp200-Rp300 gitu ya. Bahkan ada yang furoda itu hampir menyentuh angka Rp1 M per kuotanya, per orang,” kata Asep, dikutip Kamis (18/9/2025).

    Asep mengatakan selisih dari tarif tersebut kemudian disetorkan travel untuk oknum di Kementerian Agama mencapai US$2.600 sampai US$7.000 per kuota atau sekitar Rp40,3 juta sampai Rp108 juta.

    “Jadi kalau yang besaran US$2.600 sampai US$7.000 itu untuk kelebihannya yang disetorkan ke Oknum di Kementerian Agama,” jelasnya. 

    Namun, tarif penjualan kuota haji disesuaikan dengan kemampuan jemaah yang berminat. Adapun, Asep menjelaskan alasan adanya jemaah yang berminat karena mereka sudah menggelar syukuran di rumahnya dan gengsi jika tidak jadi berangkat

  • KPK Ungkap Jual Beli Kuota Haji Bukan Hanya untuk Jemaah Tapi Antar Travel Agent

    KPK Ungkap Jual Beli Kuota Haji Bukan Hanya untuk Jemaah Tapi Antar Travel Agent

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik jual beli kuota khusus tidak hanya terjadi antara agen perjalanan atau travel agent dengan calon jemaah.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan jual beli kuota haji khusus ternyata juga dilakukan antar travel agent. Temuan ini didapat saat penyidik mengusut dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama.

    “Pada praktiknya diduga jual beli kuota ini tidak hanya dilakukan oleh biro perjalanan haji kepada para calon jemaah tapi juga dilakukan antar biro perjalanan haji. Nah, itu kami akan melihat hal itu,” kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 17 September.

    Budi lebih lanjut mengungkap praktik jual beli kuota haji khusus ini bermula ketika Indonesia mendapat 20.000 jatah tambahan dari pemerintah Arab Saudi.

    Kuota haji ini kemudian dibagi 50 persen untuk haji khusus dan 50 persen untuk haji reguler. Proses ini disebut Budi tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    Perundangan itu harusnya mengatur kuota haji tambahan dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

    “Artinya dengan adanya pemangkasan menjadi tidak signifikan di haji reguler yang antriannya sangat panjang itu, karena yang sedianya mendapatkan kuota 18.400 kalau 92 persennya dari 20.000 dengan splitting itu reguler hanya mendapatkan 10.000. 10.000 sisanya di khusus,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menyebut dugaan korupsi terkait kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag) akan memasuki babak baru. Dalam waktu dekat para tersangka bakal diumumkan karena proses yang berjalan menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.

    Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.

    Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

  • Penambahan Kuota Haji dari Pemerintah Arab Saudi Tak Sesuai Tujuan Awal

    Penambahan Kuota Haji dari Pemerintah Arab Saudi Tak Sesuai Tujuan Awal

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap penambahan 20.000 kuota haji dari pemerintah Arab Saudi sudah tak sesuai tujuan awal untuk mengurai antrean jamaah.

    Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo yang menyebut adanya praktik jual beli kuota khusus kepada para jamaah haji yang berangkat pada 2024. Bahkan, mereka tak perlu mengantre karena memanfaatkan kuota tambahan tersebut.

    “Padahal kalau kita melihat skema dalam ibadah haji itu kan ada antrianya, baik kuota reguler maupun khusus bahkan reguler ada yang sampai berpuluh-puluh tahun,” kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 16 September.

    “Artinya apa, tujuan dari penambahan kuota ini akhirnya tidak sesuai dengan tujuan awal penambahan kuota,” sambung dia.

    Adapun praktik jual beli berawal dari pembagian kuota tambahan 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Padahal, perundangan mengatur 20.000 kuota tambahan itu harusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

    Karenanya, penyidik mendalami proses jual beli dari agen perjalanan atau travel agent.

    “Karena apa, karena yang menggunakan kuota itu adalah sebagian mungkin ya, sebagian adalah jamaah-jamaah yang membeli di tahun itu dan langsung berangkat,” ujar Budi.

    “Artinya tidak secara signifikan kemudian memangkas antrian,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa seperti penggeledahan, penyitaan hingga pemeriksaan saksi.

    Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.

    Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah. Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas.

    Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

    Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama. Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jamaah haji.

  • Fakta-fakta Dugaan Korupsi yang Menyeret Anak Jusuf Hamka di CMNP

    Fakta-fakta Dugaan Korupsi yang Menyeret Anak Jusuf Hamka di CMNP

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam kasus perpanjangan konsesi Tol Cawang-Pluit oleh PT CMNP.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan juga meminta klarifikasi terhadap anak dari bos Emiten Jalan Tol Jusuf Hamka, Fitria Yusuf. Klarifikasi dilakukan seiring dengan dilakukannya penyelidikan kasus dugaan korupsi tol PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP).

    “Benar yang bersangkutan [Fitria Yusuf] diminta keterangan. Sifatnya klarifikasi,” ujar Anang saat dikonfirmasi, Minggu (14/9/2025).

    Menurutnya, permintaan klarifikasi terhadap anak bos CMNP Jusuf Hamka itu baru dilakukan pertama kali. “Baru kali ini,” imbuhnya. Hingga saat ini, Kejagung belum ada menetapkan nama tersangka dan masih dalam 

    Di samping itu, Anang menyatakan bahwa dirinya masih belum bisa mengungkap berapa jumlah pihak yang telah dimintai keterangan dalam kasus ini, termasuk duduk perkara kasusnya secara detail. Pengusutan proyek jalan tol oleh CMNP oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI ini masih penyelidikan dan tertutup. Oleh karena itu, pengusutan bersifat klarifikasi.

    Simak Fakta-fakta Dugaan Korupsi yang Menyeret Anak Jusuf Hamka di CMNP

    1. Proses Penyelidikan Kejagung

    Kejagung sedang menyelidiki dugaan korupsi terkait perpanjangan konsesi jalan tol Cawang – Pluit yang melibatkan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Adapun proses ini dilakukan secara tertutup. 

    Sebab, proses penyelidikan masih dalam tahap klarifikasi dan statusnya masih tertutup dari publik. Belum ada penetapan tersangka resmi.

    2. Kedatangan Fitria Yusuf

    Kejagung mengundang anak dari bos emiten jalan tol Jusuf Hamka, Fitria Yusuf, sempat datang ke Gedung Bundar Kejagung pada Jumat (12/9/2025), tetapi belum diketahui alasan kedatangannya.

    “Itu masih sebatas permintaan klarifikasi keterangan,” ujar Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna saat dihubungi, Senin (15/9/2025).

    3. Kebijakan Tidak Sesuai Ketentuan

    Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pengajuan perubahan lingkup proyek tol Ancol Timur-Pluit dilakukan secara langsung, tanpa proses lelang yang sah, sehingga merugikan negara.

    4. Evaluasi Penunjukan Langsung

    Revisi ulang terhadap penunjukan langsung PT CMNP diusulkan agar transparansi dan akuntabilitas pengelolaan proyek diperbaiki. Anang Supriatna menilai bahwa pihaknya sudah melakukan klarifikasi terhadap beberapa pihak, tetapi belum menyampaikan secara rinci siapa saja dan berapa jumlahnya.

    5. Penyelidikan Masih Berlanjut

    Dugaan korupsi di kasus ini tetap dalam proses penyelidikan, dan pihak kejaksaan akan bertindak tegas jika ditemukan penyimpangan sesuai ketentuan hukum. Di sisi lain, kasus ini berpotensi menimbulkan kekhawatiran umum tentang transparansi pengelolaan proyek infrastruktur dan potensi kerugian negara.

    6. Rekomendasi BPK

    BPK merekomendasikan kepada Menteri PUPR agar melakukan evaluasi terhadap penunjukan PT CMNP di proyek jalan tol Ancol Timur-Elevated.