Sidoarjo (beritajatim.com) – Rencana penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memicu pemangkasan Belanja Modal Sidoarjo untuk tahun 2026 mendapat kritik keras dari legislatif.
Ketua Fraksi Gerindra yang juga Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sidoarjo, H Achmad Muzayin Syafrial, mendesak Pemerintah Kabupaten mengambil langkah ekstrem namun logis yakni pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar 50%.
H. Achmad Muzayin menilai, opsi ini adalah bentuk tanggung jawab fiskal demi menambal defisit anggaran pembangunan yang secara langsung mengancam kebutuhan dasar warga Sidoarjo.
Kritik ini bermula dari penurunan rasio pendapatan pajak daerah tahun 2026 jika dibandingkan dengan rasio pendapatan pajak tahun 2025. Disisi lain belanja Modal pada tahun anggaran 2026 dialokasikan “anjlok tajam” dari Rp 790 miliar tahun 2025 ini, menjadi hanya Rp 582 miliar di tahun 2026.
“Pemangkasan ini menghilangkan sekitar Rp 208 miliar dana pembangunan. Dana ini seharusnya dialokasikan untuk proyek krusial seperti perbaikan jalan dan irigasi. Apalagi kita di daerah harus support pemerintah pusat yang lagi menggalakkan agenda ketahanan pangan. Keputusan memangkas belanja modal justru melawan semangat Permendagri yang menuntut efektivitas pelayanan publik. Jika PAD gagal digali optimal, jangan rakyat yang dikorbankan,” papar Muzayin.
Muzayin juga menyoroti temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun 2024 sebagai justifikasi perlunya langkah korektif.
“LHP BPK sudah membuktikan bahwa masalah kita bukan hanya kurang uang, tapi juga manajemen yang buruk. Ada temuan kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi pada proyek infrastruktur. Artinya, pemotongan TPP adalah langkah etis karena kinerja birokrasi dipertanyakan,” tegasnya.
Pemotongan TPP 50% sebagai Bukti Solidaritas ASN Sidoarjo terhadap Fiskal daerah yang lagi genting, Muzayin menegaskan bahwa TPP ASN harus menjadi solusi darurat.
“TPP adalah insentif kinerja. Ketika Belanja Modal rakyat dipangkas, maka TPP harus dievaluasi. Kami mendesak pemotongan TPP 50% untuk sementara waktu. Dana ini harus segera dialihkan untuk menyelamatkan proyek-proyek irigasi dan jalan yang terancam mandek,” urainya menambahkan.
Menurutnya, pilihan ini akan menunjukkan solidaritas fiskal dari aparatur sipil negara dan membuktikan bahwa pemerintah memprioritaskan fungsi pelayanan publik di atas kenyamanan birokrasi. (isa/ian)








/data/photo/2025/10/08/68e5569c1d904.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)