Kementrian Lembaga: BPK

  • Cerita Prabowo Larang Anggota Keluarga Ikut Proyek saat jadi Menhan

    Cerita Prabowo Larang Anggota Keluarga Ikut Proyek saat jadi Menhan

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto secara terbuka berbagi pengalamannya ketika menjabat Menteri Pertahanan. Prabowo mengaku melarang seluruh anggota keluarganya untuk terlibat dalam proyek atau kontrak pertahanan.

    Hal itu disampaikan Prabowo saat berdialog dengan Ketua dan Pemimpin Redaksi Forbes Media, Steve Forbes, dalam agenda “Pertemuan Pikiran” pada rangkaian Forbes Global CEO Conference bertajuk “The World Pivot” di St. Regis Jakarta, Rabu (15/10/2025) malam. 

    “Saat malam pertama saya menjabat Menteri Pertahanan, saya panggil semua keponakan saya. Saya bilang, kalian tidak boleh ikut proyek atau kontrak apa pun di Kementerian Pertahanan. Pahami itu,” tegas Prabowo. 

    Namun, dia mengaku tetap menghadapi tantangan karena para pelaku bisnis Indonesia sangat kreatif.

    “Suatu hari, salah satu keponakan saya datang membawa proyek. Saya bilang, kamu tidak paham dunia pertahanan, cari bisnis lain,” ujarnya.

    Prabowo juga menceritakan bagaimana ia harus menolak beberapa perusahaan yang mencoba menawarkan proyek dengan cara-cara tidak etis. Ia menegaskan bahwa teladan harus dimulai dari pemimpin itu sendiri.

    “Korupsi itu penyakit. Kalau sudah stadium empat seperti kanker, sangat sulit disembuhkan. Tapi kalau tidak diberantas, korupsi bisa menghancurkan negara,” kata Prabowo. 

    Dalam dialog tersebut, Prabowo memaparkan pula sejumlah langkah nyata yang telah ia lakukan untuk memberantas korupsi dan penyalahgunaan sumber daya alam. Salah satunya dengan menghentikan penambangan timah ilegal di Bangka dan Belitung yang merugikan negara hingga miliaran dolar.

    “Kami dapat laporan ada seribu tambang timah ilegal di dua pulau itu. Saya langsung perintahkan latihan militer gabungan, kapal laut, pesawat, helikopter, drone kami blokir seluruh akses keluar-masuk. Tidak ada kapal yang bisa lewat tanpa kami tahu muatannya,” jelasnya.

    Langkah tersebut berhasil menekan penyelundupan dan meningkatkan produksi timah nasional hingga empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Selain itu, pemerintah juga menindak pelanggaran hukum di sektor perkebunan sawit yang selama ini terabaikan. 

    “Saya menerima laporan ada lima juta hektare kebun sawit yang melanggar hukum. Saya bilang, jalankan hukum. Saya perintahkan Jaksa Agung, BPK, audit dan tindak. Kalau terbukti melanggar, cabut konsesinya,” tutur Prabowo. 

    Ia mengungkapkan bahwa hingga Oktober 2025, pemerintah telah memulihkan sekitar 3,7 juta hektare lahan perkebunan yang sebelumnya beroperasi secara ilegal. 

    “Ada dua perkebunan masing-masing 50.000 hektare yang seharusnya disita berdasarkan putusan Mahkamah Agung 18 tahun lalu, tapi belum dijalankan. Saya perintahkan segera eksekusi. Kalau takut, saya perintahkan TNI kawal Jaksa Agung dan BPK. Hasilnya 100.000 hektare berhasil diambil alih tanpa masalah,” katanya.

    Prabowo menegaskan pemerintahannya tidak akan menoleransi pelanggaran hukum dalam bentuk apa pun.

    “Pemerintah harus ditegakkan. Hukum adalah hukum. Aturan adalah aturan. Siapa pun yang melanggar hukum akan berhadapan dengan hukum,” tegas Prabowo.

  • Cerita Prabowo Larang Anggota Keluarga Ikut Proyek saat jadi Menhan

    Cerita Prabowo Larang Anggota Keluarga Ikut Proyek saat jadi Menhan

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto secara terbuka berbagi pengalamannya ketika menjabat Menteri Pertahanan. Prabowo mengaku melarang seluruh anggota keluarganya untuk terlibat dalam proyek atau kontrak pertahanan.

    Hal itu disampaikan Prabowo saat berdialog dengan Ketua dan Pemimpin Redaksi Forbes Media, Steve Forbes, dalam agenda “Pertemuan Pikiran” pada rangkaian Forbes Global CEO Conference bertajuk “The World Pivot” di St. Regis Jakarta, Rabu (15/10/2025) malam. 

    “Saat malam pertama saya menjabat Menteri Pertahanan, saya panggil semua keponakan saya. Saya bilang, kalian tidak boleh ikut proyek atau kontrak apa pun di Kementerian Pertahanan. Pahami itu,” tegas Prabowo. 

    Namun, dia mengaku tetap menghadapi tantangan karena para pelaku bisnis Indonesia sangat kreatif.

    “Suatu hari, salah satu keponakan saya datang membawa proyek. Saya bilang, kamu tidak paham dunia pertahanan, cari bisnis lain,” ujarnya.

    Prabowo juga menceritakan bagaimana ia harus menolak beberapa perusahaan yang mencoba menawarkan proyek dengan cara-cara tidak etis. Ia menegaskan bahwa teladan harus dimulai dari pemimpin itu sendiri.

    “Korupsi itu penyakit. Kalau sudah stadium empat seperti kanker, sangat sulit disembuhkan. Tapi kalau tidak diberantas, korupsi bisa menghancurkan negara,” kata Prabowo. 

    Dalam dialog tersebut, Prabowo memaparkan pula sejumlah langkah nyata yang telah ia lakukan untuk memberantas korupsi dan penyalahgunaan sumber daya alam. Salah satunya dengan menghentikan penambangan timah ilegal di Bangka dan Belitung yang merugikan negara hingga miliaran dolar.

    “Kami dapat laporan ada seribu tambang timah ilegal di dua pulau itu. Saya langsung perintahkan latihan militer gabungan, kapal laut, pesawat, helikopter, drone kami blokir seluruh akses keluar-masuk. Tidak ada kapal yang bisa lewat tanpa kami tahu muatannya,” jelasnya.

    Langkah tersebut berhasil menekan penyelundupan dan meningkatkan produksi timah nasional hingga empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Selain itu, pemerintah juga menindak pelanggaran hukum di sektor perkebunan sawit yang selama ini terabaikan. 

    “Saya menerima laporan ada lima juta hektare kebun sawit yang melanggar hukum. Saya bilang, jalankan hukum. Saya perintahkan Jaksa Agung, BPK, audit dan tindak. Kalau terbukti melanggar, cabut konsesinya,” tutur Prabowo. 

    Ia mengungkapkan bahwa hingga Oktober 2025, pemerintah telah memulihkan sekitar 3,7 juta hektare lahan perkebunan yang sebelumnya beroperasi secara ilegal. 

    “Ada dua perkebunan masing-masing 50.000 hektare yang seharusnya disita berdasarkan putusan Mahkamah Agung 18 tahun lalu, tapi belum dijalankan. Saya perintahkan segera eksekusi. Kalau takut, saya perintahkan TNI kawal Jaksa Agung dan BPK. Hasilnya 100.000 hektare berhasil diambil alih tanpa masalah,” katanya.

    Prabowo menegaskan pemerintahannya tidak akan menoleransi pelanggaran hukum dalam bentuk apa pun.

    “Pemerintah harus ditegakkan. Hukum adalah hukum. Aturan adalah aturan. Siapa pun yang melanggar hukum akan berhadapan dengan hukum,” tegas Prabowo.

  • Prabowo Ibaratkan Korupsi Seperti Kanker Stadium 4: Bisa Hancurkan Bangsa

    Prabowo Ibaratkan Korupsi Seperti Kanker Stadium 4: Bisa Hancurkan Bangsa

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto menyebut korupsi bisa menghancurkan negara jika tidak ditangani dengan tegas. Prabowo menegaskan akan selalu menindak perilaku korup di Indonesia.

    Hal itu diungkap Prabowo dalam sesi dialog bersama dengan Chairman and Editor in Chief Forbes, Malcolm Stevenson Jr atau Steve Forbes, di St. Regis, Jakarta, Rabu (15/10/2025). Prabowo mengibaratkan korupsi layaknya kanker stadium 4 lantaran bisa

    “Menurut saya, korupsi adalah penyakit. Ketika sudah mencapai stadium 4 seperti kanker, akan sangat sulit disembuhkan. Dalam sejarah, korupsi bisa menghancurkan negara, bangsa, dan rezim. Jadi, ya, saya bertekad untuk memberantas korupsi,” ujar Prabowo.

    Prabowo kemudian membeberkan kisah nyata saat pertama kali menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Ia menegaskan kepada seluruh anggota keluarganya untuk tidak terlibat dalam proyek-proyek di kementerian yang ia pimpin.

    Meski demikian, dalam praktiknya, Prabowo mengakui bahwa godaan bisnis tetap ada. Ia menceritakan bagaimana dirinya menolak proyek yang melibatkan anggota keluarganya sendiri, bahkan ketika mereka berusaha menawarkan proposal kerja sama.

    “Suatu hari, salah satu keponakan saya datang membawa proyek. Saya bilang, ‘Kamu tidak pernah terlibat di bidang pertahanan, kamu tidak mengerti tentang itu. Jadi tidak, carilah usaha lain,” tuturnya.

    Dalam forum tersebut, Prabowo juga menguraikan langkah nyata pemerintahannya dalam menindak praktik ilegal di sektor sumber daya alam. Ia mencontohkan operasi pemberantasan tambang timah ilegal di Bangka Belitung yang berhasil menyelamatkan aset negara bernilai miliaran dolar.

    “Saya melakukan program pelatihan militer dengan kapal perang, pesawat, helikopter, dan drone. Kami blokade kedua pulau tersebut, tidak ada kapal yang bisa keluar masuk tanpa diketahui. Hasilnya, penyelundupan bisa kami hentikan dan kami berhasil menyelamatkan sekitar dua miliar dolar AS,” ungkapnya.

    “Saya katakan, saya disumpah untuk menegakkan hukum. Maka saya perintahkan Jaksa Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, untuk melakukan penyelidikan. Apa pun temuannya, jika ada kasus, hentikan konsesi mereka. Dan itulah yang kami lakukan,” tegas Prabowo.

    Prabowo pun optimistis bahwa penegakan hukum yang konsisten akan menumbuhkan kembali wibawa negara dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ia menegaskan bahwa dirinya bertekad menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan memastikan pemerintah Indonesia dihormati oleh semua pihak.

    “Saya bertekad untuk menegakkan hukum, dan saya bertekad bahwa pemerintah Indonesia harus dihormati oleh semua orang. Hukum adalah hukum, peraturan adalah peraturan. Siapa yang melanggar hukum harus berhadapan dengan hukum. Sesederhana itu. Maksud saya, kita sedang memulihkan banyak aset negara, memulihkan banyak aset melalui efisiensi,” pungkas Presiden.

    (eva/wnv)

  • Cerita Prabowo soal Sampan Berisi Timah dan Tanah Jarang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 Oktober 2025

    Cerita Prabowo soal Sampan Berisi Timah dan Tanah Jarang Nasional 16 Oktober 2025

    Cerita Prabowo soal Sampan Berisi Timah dan Tanah Jarang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan akan menegakkan hukum terhadap penyelundup komoditas Indonesia, termasuk hasil tambang timah dan tanah jarang dari Bangka dan Belitung.
    Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam diskusi Forbes Global CEO Conference 2025 di Hotel St Regis, Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).
    “Jadi saya pikir inilah masalahnya, pemerintah sekarang harus menegakkan hukum. Dan saya bertekad untuk menegakkan hukum. Dan saya bertekad bahwa pemerintah Indonesia harus dihormati oleh semua orang. Hukum adalah hukum. Peraturan adalah peraturan. Mereka yang melanggar hukum harus berurusan dengan hukum. Jadi sesederhana itu,” ujar Prabowo.
    Prabowo lantas memberi contoh ketika pemerintah menghadapi tambang ilegal di Pulau Bangka dan Belitung.
    Kala itu, timnya menemukan sekitar 1.000 tambang timah ilegal di daerah pulau tersebut yang menyebabkan hilangnya sekitar 80 persen produksi akibat penyelundupan.
    “Dan kami kehilangan sekitar 80 persen dari total produksi timah kami karena penambang ilegal ini dan melalui penyelundupan. Dan saya mengatakan ini untuk dihentikan,” ucapnya.
     
    Prabowo menyampaikan, demi menghentikan praktik itu, dirinya meminta agar dilakukan operasi pengamanan menggunakan kapal, pesawat, helikopter, dan drone.
    Dalam operasi tersebut, ada sampan yang kedapatan membawa timah dan sedang bergerak ke luar Indonesia.
    “Satu sampan mencoba keluar, kami menemukan timah di sampan itu, dapatkah Anda bayangkan? Dan kemudian kami menyita beberapa peti, peti-peti timah batangan, tanah jarang, dan sebagainya,” tutur Prabowo dalam bahasa Inggris, namun tetap menggunakan istilah “sampan” dalam Bahasa Indonesia.
    Sementara itu, Prabowo turut mengungkit masalah besar lain yang diwariskan dari pemerintahan sebelumnya, yaitu konsesi perkebunan sawit yang melanggar hukum.
    Dia memerintahkan para penegak hukum untuk melakukan investigasi dan menghentikan konsesi.
    “Jadi saya katakan, saya disumpah untuk menegakkan hukum. Jadi saya katakan kepada Jaksa Agung saya, Badan Pemeriksa Keuangan negara saya, ‘Lakukan investigasi, apa yang Anda temukan, jika ada kasus, hentikan konsesi mereka’. Dan itulah yang kami lakukan. Saya pikir pada akhir bulan ini, kami telah memulihkan sekitar 3,7 juta hektar perkebunan yang melanggar hukum,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Halim Kalla, Kortastipidkor Polri Bakal Periksa 65 Saksi di Kasus PLTU 1 Kalbar

    Kasus Halim Kalla, Kortastipidkor Polri Bakal Periksa 65 Saksi di Kasus PLTU 1 Kalbar

    Bisnis.com, JAKARTA — Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri telah membidik 65 saksi untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018.

    Direktur Penindakan Kortastipidkor Brigjen Totok Suharyanto mengatakan 65 saksi itu rencananya bakal diperiksa secara maraton dalam dua pekan ke depan. Namun demikian, dia tidak memerinci ahli yang akan diperiksa itu.

    “Rencana diagendakan dua minggu ke depan 65 saksi, saat ini berproses,” ujar Totok saat dihubungi, Rabu (15/10/2025).

    Dia menambahkan, selain pemeriksaan saksi pihaknya juga akan memeriksa lima ahli untuk membuat terang perkara yang menyeret adik Jusuf Kalla, Halim Kalla ini.

    Lima ahli itu yakni Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC), ahli ketenagakerjaan, hingga ahli keuangan negara.

    “Ahli LKPP, BPK, EPCC, ahli ketenagakerjaan, ahli keuangan negara,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, total ada empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Selain Halim, eks Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar (FM), Dirut PT BRN berinisial RR dan Dirut PT Praba berinisial HYL turut menjadi tersangka.

    Adapun, Halim ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan kongkalikong dengan Fahmi Mochtar (FM) dalam proyek PLTU dengan kapasitas output sebesar 2×50 MegaWatt dari PLN di Kalimantan Barat. 

    Namun, proyek tersebut dinyatakan mangkrak meski sudah dilakukan 10 kali perpanjang kontrak. Adapun, kerugian negara dalam proyek ini dihitung dengan pengeluaran dana oleh PT PLN (Persero) sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. Dengan demikian, total kerugian perkara ini mencapai mencapai Rp1,35 triliun.

  • Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Sumenep (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur resmi menahan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2024 di Kabupaten Sumenep. Keempat tersangka itu yakni RP selaku Koordinator Kabupaten (Korkab) BSPS Sumenep, AAS dan MW sebagai fasilitator lapangan, serta HW yang berperan sebagai pembantu fasilitator.

    Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Wagiyo, mengatakan bahwa para tersangka ditahan setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik dan dianggap memenuhi unsur hukum yang cukup kuat.

    “Penetapan tersangka dan penahanan didasarkan pada alat bukti dan keterangan saksi yang telah memenuhi syarat hukum. Tersangka diduga kuat telah memotong dana BSPS per penerima dengan modus untuk pembuatan laporan dan komitmen fee,” ungkap Wagiyo, Rabu (15/10/2025).

    Dari hasil penyidikan, setiap penerima bantuan program BSPS dipaksa menyetor antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta sebagai “commitment fee” dan tambahan Rp1 juta sampai Rp1,4 juta untuk biaya laporan. Total potongan yang diterima per penerima mencapai Rp4,5 juta hingga Rp5,4 juta dari nilai bantuan Rp20 juta per rumah.

    Bantuan tersebut sejatinya dialokasikan Rp17,5 juta untuk material bangunan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang. Namun praktik pemotongan itu menyebabkan dana yang diterima masyarakat berpenghasilan rendah menjadi tidak utuh.

    “Berdasarkan hasil audit sementara, potensi kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp26,3 miliar. Namun angka ini masih akan diverifikasi lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyidikan masih terus kami kembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang terlibat,” tandas Wagiyo.

    Program BSPS merupakan bantuan dari pemerintah pusat melalui APBN dengan total anggaran nasional mencapai Rp445,81 miliar untuk 22.258 penerima di seluruh Indonesia. Kabupaten Sumenep tercatat sebagai penerima alokasi terbesar, yakni Rp109,80 miliar untuk pembangunan 5.490 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. [tem/beq]

  • Nasib Menggantung Proyek MLFF Meski Masuk PSN Era Prabowo

    Nasib Menggantung Proyek MLFF Meski Masuk PSN Era Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Proyek sistem pembayaran tol nirsentuh atau multi lane free flow (MLFF) masih masuk ke dalam daftar proyek strategis nasional (PSN) pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Namun, belum ada kepastian mengenai kelanjutan proyek ini seiring masih adanya sejumlah tantangan.

    Sistem MLFF sebelumnya telah ditetapkan sebagai PSN pada Mei 2024. Proyek kerja sama Indonesia dan Hungaria itu masuk ke dalam 16 PSN baru yang kala itu ditetapkan di akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    Meskipun telah mengantongi status PSN, implementasi sistem MLFF tetap menghadapi tantangan. Program ini sempat dicanangkan uji coba di Tol Bali Mandara pada Desember 2023. Namun, gagal lantaran sistem dinilai belum layak beroperasi pada ekosistem jalan tol nasional.

    Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) menilai bahwa penyelenggaraan proyek sistem transaksi nontunai nirsentuh berbasis MLFF belum sepenuhnya sesuai ketentuan yang mengakibatkan potensi tidak dapat terlaksananya MLFF yang proses evaluasi atas studi kelayakan kurang memadai.

    Dalam perkembangan terbaru, MLFF kembali masuk ke daftar PSN yang ditetapkan pemerintahan Prabowo. Hal ini tertuang dalam Permenko Nomor 16 Tahun 2025 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

    Menyusul penetapan tersebut, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengaku belum mengetahui kapan proyek MLFF akan diimplementasikan. Dia mengatakan, hingga saat ini, belum ada koordinasi lanjutan yang dilakukan antara Kementerian dengan badan usaha pelaksana (BUP) PT Roatex Indonesia Toll System (RITS).

    “Belum, [MLFF] masih kita kaji, masih ada beberapa masalah,” kata Dody saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (14/10/2925).

    Dia melanjutkan, salah satu masalah yang perlu diurai yakni terkait kajian ulang implementasi sistem di Indonesia. Selain itu, Dody juga menyebut bahwa sistem MLFF sudah bermasalah sejak proses tender berlangsung. Dengan demikian, realisasinya dinilai masih memerlukan waktu.

    “Tapi kayaknya kita mulai ini aja karena kita perhatikan hubungan baik antarnegara. Kita mau suruh tes ulang, tapi lagi nunggu kajian di internal,” ujarnya.

    Saat dikonfirmasi lebih lanjut, mengenai kapan proses uji coba akan dilakukan, Dody enggan menjawab. Namun, dia memastikan bahwa uji coba ulang ditargetkan akan dilakukan pada akhir tahun ini.

    “Tahun ini, secepatnya,” pungkasnya.

    Jalan Berliku Proyek MLFF

    Proyek MLFF telah diinisiasi sejak 9 tahun lalu atau tepatnya pada saat kunjungan PM Hungaria Victor Orban ke Indonesia pada 2016. Kebutuhan implementasi MLFF berangkat dari keinginan pemerintah untuk mengurangi tingkat kemacetan akibat antrean di gerbang tol. 

    Berdasarkan data Worldbank pada 2019 menunjukkan bahwa Indonesia merugi US$4 miliar atau sebesar Rp56 triliun akibat kemacetan. Menurut Roatex MLFF Feasibility Study tahun 2020, kerugian akibat antrean di gerbang tol diperkirakan mencapai US$300 juta atau sebesar Rp4,4 triliun per tahun.

    Proyek ini digarap oleh perusahaan teknologi asal Hungaria, Roatex Ltd. melalui anak usahanya, PT Roatex Indonesia Toll System (RITS). Pendanaan untuk proyek MLFF sepenuhnya bersumber dari pemerintah Hungaria senilai US$300 juta atau setara dengan Rp4,65 triliun.

    Penerapan uji coba sistem pembayaran jalan tol nontunai dan nirsentuh ini penuh lika-liku. Berdasarkan catatan Bisnis, pada awalnya, pemerintah menargetkan uji coba penerapan bayar tol tanpa berhenti dilakukan pada Maret 2022, kemudian mundur pada Desember 2022.

    Target uji coba tersebut kembali gagal menjadi Januari 2023. Kemudian, pemerintah memundurkan target uji coba pada Maret 2023. Lalu, target penerapan tersebut dimundurkan menjadi pertengahan tahun 2023, tepatnya 1 Juni. Pada 1 Juni 2023, lagi-lagi uji coba transaksi nirsentuh MLFF di Tol Bali Mandara kembali batal.

    Batalnya uji coba MLFF pada 1 Juni 2023 karena adanya perbedaan visi dan masalah internal antara Roatex Hungaria dengan RITS. Perbedaan pandangan ini telah terjadi sejak Agustus 2022.

    Kala itu, jajaran direksi Roatex Hungaria ingin agar sistem yang dipakai di Hungaria juga diterapkan untuk di Indonesia. Namun, Roatex Indonesia ingin penerapan teknologi tersebut disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

    Batalnya uji coba pada 1 Juni 2023 berdampak pada rencana penerapan penuh sistem pembayaran di seluruh ruas jalan tol pada akhir 2023.

    Akhirnya pada 15 Desember 2023, pemerintah bersama dengan RITS melakukan uji coba MLFF di Tol Bali Mandara. Namun, uji coba tersebut belum sepenuhnya mulus karena banyak mobil yang melintas tertimpa tiang penutup tol otomatis.

    Kemudian, pemerintah menargetkan pada semester II/2024 akan dilaksanakan MLFF. Namun, kembali gagal diterapkan.

    Dinilai Bukan Solusi Atasi Kemacetan 

    Sebelumnya, Asosiasi Tol Indonesia (ATI) menyebut, modernisasi transaksi tol menggunakan MLFF tak akan semata-mata mengatasi masalah kemacetan di jalan tol.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) ATI Kris Ade Sudiyono menuturkan, kemacetan di jalan tol disebabkan oleh banyak faktor sehingga dirinya skeptis implementasi MLFF dapat mengurai masalah tersebut.

    “Jadi saya tidak sependapat kalau modernisasi transaksi tol hanya menyelesaikan kemacetan di gerbang tol. Tidak, jangan terlalu sempit. Kemacetan itu driver-nya banyak bukan hanya karena transaksi tol,” jelasnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025).

    Lebih lanjut, Kris berpandangan kemacetan yang terjadi di jalan tol umumnya disebabkan oleh konektivitas jaringan yang belum memadai.

    Khusus untuk kasus Tol Dalam Kota, dia bilang kemacetan yang kerap terjadi di gerbang pintu tol bukan semata-mata karena adanya proses tapping kartu, melainkan adanya kepadatan di jalur arteri yang akhirnya berdampak masuk ke dalam ruas tol.

    Untuk itu, dia berpesan agar pemerintah dapat menyelesaikan masalah kemacetan tersebut secara komprehensif.

    Meski demikian, Kris mengaku operator jalan tol akan senantiasa patuh apabila ke depan pemerintah resmi meneken penerapan MLFF sebagai bagian dari yang tercantum dari Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT).

    “Operator just follow the business, mengikuti aturan main yang ada, kayak SPM ini. Aturan main yang ada begitu ya kita ikutin,” pungkasnya.

  • Perkembangan Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Dalami Fasilitas Didapat Jemaah Haji Khusus dari PIHK – Page 3

    Perkembangan Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Dalami Fasilitas Didapat Jemaah Haji Khusus dari PIHK – Page 3

    Hingga kini, KPK masih menunggu hitungan kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi kuota tambahan tersebut dari BPK RI.

    Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025.

    Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.

    Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.

    Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

  • Kasus Korupsi Program BSPS di Sumenep, 4 Orang Ditetapkan Tersangka
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        14 Oktober 2025

    Kasus Korupsi Program BSPS di Sumenep, 4 Orang Ditetapkan Tersangka Surabaya 14 Oktober 2025

    Kasus Korupsi Program BSPS di Sumenep, 4 Orang Ditetapkan Tersangka
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep.
    Keempat tersangka adalah RP selaku Koordinator Kabupaten Program BSPS Sumenep, AAS dan MW selaku fasilitator dan HW selaku pembantu fasilitator.
    Usai pemeriksaan hingga pukul 20.00 WIB,  keempatnya langsung ditahan di Rutan Kejati Jatim selama 20 hari ke depan terhitung mulai Selasa (14/10/20205).
    Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim Wagiyo mengatakan, keempatnya ditetapkan tersangka dan ditahan berdasarkan alat bukti dan kesaksian yang dianggap cukup oleh penyidik.
    “Empat tersangka langsung kami tahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan,” katanya kepada wartawan.
    Para tersangka terbukti melakukan pemotongan dana program sebesar Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta sebagai komitmen
    fee
    , dan Rp 1 juta hingga Rp 1,4 juta untuk biaya laporan.
    “Per penerima, dana dipotong untuk modus pembuatan laporan dan komitmen
    fee
    ,” jelasnya.
    Hasil penghitungan sementara, atas praktik korupsi tersebut, keuangan negara dirugikan lebih dari Rp 26,3 miliar.
    “Angka pastinya masih dihitung BPK,” ujarnya.
    Pada 2024, pemerintah mengalokasikan lebih dari Rp 109 miliar untuk program BSPS di Kabupaten Sumenep untuk 5.490 penerima prorgram di 143 desa pada 24 kecamatan.
    Masing-masing penerima memperoleh Rp 20 juta untuk program bedah rumah. Rp 17,5 juta untuk pembelian material bangunan, dan Rp 2,5 juta untuk biaya tukang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menimbang Penguatan MPR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    Menimbang Penguatan MPR Nasional 13 Oktober 2025

    Menimbang Penguatan MPR
    Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Anggota DPR RI Periode 2019-2024, Gubernur DKI Jakarta (2017), Wakil Gubernur DKI Jakarta (2014-2017) dan Walikota Blitar (2000-2010). Kini ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Periode 2024-2029.
    SETELAH
    amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selama empat tahap (1999–2002), lanskap ketatanegaraan Indonesia berubah secara fundamental.
    Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang semula menjadi “penjelmaan seluruh rakyat Indonesia” dan disebut secara eksplisit dalam Penjelasan UUD 1945 sebagai lembaga tertinggi negara, kini menempati posisi sederajat dengan lembaga tinggi negara lainnya: Presiden, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
    Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari konsentrasi kekuasaan politik sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru, ketika MPR memiliki kewenangan nyaris absolut—mulai dari menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) hingga mengangkat dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.
    Melalui amandemen tahap pertama hingga keempat UUD 1945, pasal-pasal yang mengatur MPR diubah secara signifikan.
    Pasal 1 ayat (2) yang sebelumnya berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
    Sementara Pasal 3 UUD 1945 kini membatasi kewenangan MPR hanya pada tiga hal: mengubah dan menetapkan UUD, melantik presiden dan wakil presiden, serta memberhentikan presiden/wakil presiden dalam masa jabatannya sesuai ketentuan konstitusi.
    Akibatnya, dalam praktik ketatanegaraan modern, MPR kehilangan fungsi strategisnya sebagai lembaga yang memberikan arah ideologis dan haluan kebijakan jangka panjang.
    Ia menjadi lembaga seremonial: bekerja menjelang Sidang Tahunan, pelantikan presiden, atau ketika wacana amandemen muncul.
    Padahal, sejarah menunjukkan bahwa eksistensi MPR sejak awal kemerdekaan tidak hanya bersifat formal, tetapi konseptual—ia dimaksudkan sebagai wadah tertinggi bagi musyawarah kebangsaan dan penjabaran cita-cita konstitusi.
    Dari sinilah muncul wacana baru: perlu atau tidak MPR diperkuat kembali?
    Dalam konteks hukum tata negara, MPR merupakan lembaga konstitusional yang diatur dalam Bab II UUD 1945.
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) memperjelas strukturnya, yakni terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu.
    Namun, UU MD3 tidak menambah kewenangan substantif MPR sebagaimana diatur dalam UUD. Karena itu, jika ingin memperkuat MPR secara kelembagaan, jalur konstitusional yang tersedia ada dua: melalui Amandemen UUD 1945 atau perubahan terbatas UU MD3.
    Wacana yang berkembang di internal MPR, sebagaimana tercermin dalam Rapat Konsultasi Pimpinan MPR dan DPD (2023–2024), adalah menghidupkan kembali semangat haluan negara dalam bentuk baru yang disebut Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
    Dasar rasionalnya jelas: sistem pemerintahan presidensial tanpa arah pembangunan jangka panjang yang mengikat antarpemerintahan berpotensi menimbulkan disorientasi kebijakan nasional.
    Setiap pergantian pemerintahan membawa prioritas baru, kadang bertentangan dengan visi jangka panjang negara. Dalam jangka panjang, hal ini menciptakan ketidakefisienan pembangunan dan kebingungan birokrasi.
    Gagasan PPHN sebenarnya berakar pada GBHN yang pernah ditetapkan MPR di masa lalu. Bedanya, PPHN tidak dimaksudkan untuk mengintervensi kewenangan eksekutif, tetapi memberi kerangka ideologis dan strategis bagi pembangunan nasional.
    Dengan demikian, PPHN akan menjadi dokumen politik kenegaraan yang memandu arah kebijakan, bukan mengatur teknis pelaksanaan program.
    Kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN dapat dirancang melalui Amandemen kelima secara Terbatas UUD 1945.
    Wacana ini telah dibahas sejak periode MPR 2019–2024, bahkan pernah masuk ke dalam Rekomendasi MPR Tahun 2021 tentang Perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara.
    Secara hukum, rekomendasi ini merujuk pada Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 yang memberi wewenang kepada MPR untuk “mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”
    Artinya, secara konstitusional, MPR dapat memperluas perannya dengan melakukan amandemen yang bersifat terbatas untuk memasukkan kembali kewenangan penetapan haluan negara.
    Selain itu, Pasal 37 UUD 1945 memberikan mekanisme amandemen yang sah: usulan perubahan dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR, disetujui dua pertiga anggota yang hadir, dan disahkan oleh setidaknya separuh dari seluruh anggota MPR.
    Dengan dasar hukum ini, gagasan penguatan MPR tidak melanggar prinsip konstitusionalitas—asal dilakukan secara transparan, bertahap, dan mendapat dukungan politik yang memadai.
    Lebih jauh, secara filosofis, penguatan MPR dapat dipahami sebagai usaha untuk menyambung kembali tradisi permusyawaratan dan ideologisasi negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: “…yang berkedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”
    Dalam kerangka itu, MPR bukan sekadar lembaga administratif, melainkan lembaga ideologis yang menjaga agar arah bangsa tetap sejalan dengan cita-cita kemerdekaan.
    Gagasan memperkuat MPR tentu tidak lepas dari kekhawatiran akan kemunduran demokrasi. Kritik paling keras datang dari kalangan yang khawatir bahwa penguatan MPR akan membuka jalan bagi kembalinya sistem otoritarian seperti masa Orde Baru—terutama bila diikuti gagasan agar presiden kembali dipilih oleh MPR.
    Namun, pandangan semacam ini tidak seluruhnya berdasar. Penguatan MPR yang kini dibicarakan tidak dimaksudkan untuk mengurangi legitimasi rakyat, melainkan untuk memperkuat fondasi ideologis dan keberlanjutan kebijakan negara.
    Dalam sistem demokrasi modern, lembaga semacam State Policy Council atau National Planning Commission lazim ditemukan di banyak negara.
    Di China, peran arah kebijakan jangka panjang dipegang oleh National Development and Reform Commission.
    Di Singapura, fungsi itu diemban oleh Ministry of National Development yang merumuskan Strategic National Directions lintas pemerintahan.
    Bahkan di Amerika Serikat, National Security Council dan Office of Management and Budget menjadi penentu arah kebijakan lintas presiden.
    Dengan kata lain, memiliki lembaga yang mengawal arah negara bukanlah hal yang bertentangan dengan demokrasi, selama lembaga itu tidak mengambil alih kedaulatan rakyat, melainkan menjaganya dalam bingkai konsistensi nasional.
    Jika MPR diberi kembali mandat untuk menetapkan PPHN, maka arah pembangunan nasional akan memiliki kesinambungan lintas pemerintahan.
    Visi jangka panjang seperti pembangunan sumber daya manusia, kedaulatan pangan, penguatan pertahanan nasional, serta transformasi energi dan teknologi, tidak akan lagi bergantung pada selera politik lima tahunan.
    Lebih dari itu, MPR dapat berperan sebagai penjaga konsensus kebangsaan. Dalam situasi politik yang makin fragmentaris dan pragmatis, keberadaan lembaga yang memiliki fungsi ideologis dan kebangsaan menjadi penting. Ia bisa menjadi ruang musyawarah nasional yang melampaui kepentingan partai politik.
    Sesuai amanat Pasal 3 UUD 1945 dan UU MD3, MPR juga berwenang menyampaikan rekomendasi hasil kajian konstitusional kepada lembaga negara lain.
    Kewenangan ini dapat diperluas melalui revisi undang-undang agar MPR dapat memantau pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi dalam setiap kebijakan nasional.
    Dengan begitu, MPR kembali menjadi lembaga moral konstitusional yang tidak sekadar bersidang, tetapi juga berhikmat dalam memandu bangsa.
    Namun, penguatan MPR harus dilakukan dengan prinsip keterbatasan konstitusional. Artinya, MPR tidak boleh mengintervensi pelaksanaan pemerintahan harian (eksekutif), tidak boleh menjadi lembaga politik praktis.
    Selain itu, MPR tidak boleh memiliki kewenangan yang tumpang tindih dengan Mahkamah Konstitusi atau DPR. Ia harus berdiri sebagai lembaga penjaga arah, bukan pengendali kekuasaan.
    Dalam konteks politik kekinian, penguatan MPR justru bisa menjadi momentum rekonsolidasi nasional.
    Ketika polarisasi politik semakin tajam dan ideologi negara sering dipelintir oleh kepentingan pragmatis, MPR dapat menjadi rumah besar kebangsaan yang meneguhkan kembali nilai dasar persatuan.
    Seperti ditegaskan Ketua MPR dalam Sidang Tahunan 2024, “Penguatan MPR bukan untuk mengambil kekuasaan, tetapi untuk menjaga arah dan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.”
    Pada akhirnya, bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu ke mana ia menuju. Dalam kerangka itu, penguatan MPR bukan nostalgia masa lalu, melainkan penegasan peran masa depan.
    Ia bukan antitesis dari demokrasi, tetapi fondasi bagi demokrasi yang berhaluan dan makin bermartabat.
    Dua puluh tahun lebih setelah amandemen UUD 1945, bangsa ini telah belajar banyak dari dinamika demokrasi yang cair. Namun, demokrasi tanpa arah dapat kehilangan substansi kebangsaannya.
    Dalam situasi dunia yang kian tidak pasti, Indonesia membutuhkan lembaga yang menjaga kesinambungan, arah, dan jiwa bangsa.
    MPR, dengan sejarah dan landasan konstitusionalnya, memiliki potensi untuk mengisi kekosongan itu.
    Penguatan MPR bukan berarti menghidupkan kembali supremasi lembaga, tetapi membangun kembali kesadaran bersama bahwa negara memerlukan haluan—sebuah kompas moral dan ideologis yang menuntun setiap pemerintahan agar tidak tersesat dalam pragmatisme politik jangka pendek.
    Jika bangsa ini ingin bertahan dalam arus globalisasi dan gejolak ideologis, maka memperkuat MPR berarti memperkuat kompas bangsa itu sendiri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.