Kementrian Lembaga: BPK

  • KPK Gandeng Auditor BPK ke Arab Saudi untuk Usut Korupsi Kuota Haji

    KPK Gandeng Auditor BPK ke Arab Saudi untuk Usut Korupsi Kuota Haji

    KPK Gandeng Auditor BPK ke Arab Saudi untuk Usut Korupsi Kuota Haji
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melibatkan tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam perjalanan ke Arab Saudi beberapa waktu lalu untuk mengumpulkan barang bukti terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.
    “Jadi ketika tim berangkat ke
    Arab Saudi
    , penyidik juga beserta kawan-kawan auditor dari BPK,” kata Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
    Budi mengatakan, barang bukti yang ditemukan di Arab Saudi dikonfirmasi kepada sejumlah saksi yang diperiksa, termasuk eks Menteri Agama
    Yaqut Cholil Qoumas
    .
    “Tentu ini masih dilakukan analisis atas pemeriksaan semalam,” ujarnya.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan hasil temuan penyidik selama berada di Arab Saudi terkait tahap penyidikan kasus dugaan
    korupsi kuota haji
    2024.
    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, penyidik mendapatkan informasi terkait kepadatan lokasi calon jemaah haji di Arab Saudi dan melihat keterkaitannya dengan alasan Kementerian Agama membagi kuota haji tambahan pada 2024.
    “Karena tentunya kita juga harus memiliki atau menguji setiap nanti informasi yang diberikan. Apakah pembagian kuota itu menyebabkan atau disebabkan karena terjadinya penumpukan di salah satu sektor tersebut. Nah, itu dilihat juga ke sana. Kemudian fasilitas dan lain-lainnya,” kata Asep dalam keterangannya, Selasa (16/2/202).
    Asep juga mengatakan, penyidik juga menemukan dokumen dan barang
    bukti elektronik
    terkait kasus kuota haji.
    Dia mengatakan, kedua alat bukti itu ditemukan dari koordinasi dengan Kementerian Haji di Arab Saudi dan sejumlah perwakilan Indonesia.
    “Karena di sana juga kan ada dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan haji tahun 2024. Kemudian ada temuan lain. Ada temuan, ada BBE, ada kita cek lapangan,” ujar Asep.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Telusuri Kerugian Negara di Kasus Kuota Haji

    KPK Telusuri Kerugian Negara di Kasus Kuota Haji

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya dugaan kerugian negara, karena transaksi jual beli kuota haji khusus dan furoda.

    Kemarin, KPK telah memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, Selasa (16/12/2025) di Gedung Merah putih KPK, Jakarta Selatan. Selain Yaqut, penyidik lembaga antirasuah juga memeriksa 7 pihak dari asosiasi penyelenggara ibadah haji.

    “Fokus pemeriksaan hari ini terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara, sehingga dalam proses pemeriksaan yang dilakukan bersama-sama antara penyidik juga dengan auditor BPK,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

    Budi menjelaskan para terperiksa juga didalami terkait rangkaian proses penyelanggaraan ibadah haji oleh asosiasi. Di sisi lain, Yaqut telah diperiksa sekitar 8 jam oleh penyidik KPK. Dia keluar dari ruang pemeriksaan pukul 20.13 WIB.

    Yaqut irit bicara ketika dicecar oleh wartawan. Dia hanya mengatakan segala meteri penyidikan diajukan kepada penyidik.

    “Saya sudah memberikan keterangan kepada penyidik nanti lengkapnya tolong ditanyakan langsung ke penyidik, ya,” kata Yaqut.

    Setelahnya, dia langsung bergegas menuju mobil untuk pulang. Adapun ini merupakan pemeriksaan ketiga kalinya dari tahap penyelidikan hingga penyidikan.

    Diketahui, kasus ini merupakan dugaan penyelewengan pembagian kuota haji era Presiden ke-7 Joko Widodo. Pada 2023, dia bertemu dengan pemerintah Arab Saudi agar Indonesia memperoleh kuota haji tambahan. Alhasil pemerintah Arab Saudi memberikan 20 ribu kuota haji tambahan.

    Pembagian kuota berdasarkan aturan sebesar 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. KPK menduga para asosiasi dan travel yang mengetahui informasi itu menghubungi Kementerian Agama untuk mengatur pembagian kuota.

    Pembagian berubah menjadi 50% kuota haji reguler dan 50% kuota haji khusus. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 tahun 2024 yang diteken oleh Yaqut.

    Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji, mulai dari proses pembagian kuota dan aliran dana.

    Setelah melakukan serangkaian penyeledikan, KPK menaikan status perkara menjadi penyidikan pada 9 Agustus 2025. KPK mengendus adanya transaksi jual-beli kuota haji, di mana kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta dan haji furoda mencapai Rp1 miliar.

  • KPK Bakal Panggil Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji Pekan Ini

    KPK Bakal Panggil Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji Pekan Ini

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas bakal dipanggil pekan ini. Dia akan dimintai keterangan terkait dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024.

    “Kemungkinan di minggu ini, kalau tidak salah ya,” kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 15 Desember malam. 

    Asep mengatakan pihaknya sudah mengirim surat panggilan. “Minggu lalu,” tegasnya.

    Meski begitu, Asep belum mau bicara soal kapan waktu pastinya.

    “Pokoknya ditunggu,” ujar dia yang juga menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK.

     

    Adapun dalam kasus ini, Yaqut sudah pernah dimintai keterangan pada 1 September. Waktu itu, ia dicecar terkait beda aturan pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang didapat Indonesia dari pemerintah Arab Saudi tahun 2023-2024.

    Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.

    Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.

    Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah.

    Hanya saja, belakangan pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.

    Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

  • Pulang dari Arab Saudi, Penyidik KPK Kantongi Fakta Baru Kasus Korupsi Kuota Haji

    Pulang dari Arab Saudi, Penyidik KPK Kantongi Fakta Baru Kasus Korupsi Kuota Haji

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan penyidiknya sudah pulang dari Arab Saudi, dan mendapatkan sejumlah fakta untuk penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.

    “Apakah tim sudah pulang dari Arab Saudi? Sudah. Untuk hasilnya bagaimana? Kami menemukan beberapa hal di sana,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK dikutip dari Antara, Selasa (16/12/2025).

    Asep menjelaskan salah satu informasi yang didapat oleh penyidik KPK adalah mengenai kepadatan lokasi di Arab Saudi, dan kaitannya dengan alasan Kementerian Agama untuk membagi 20.000 kuota haji tambahan pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.

    “Tentunya kami juga harus menguji setiap informasi yang diberikan, apakah pembagian kuota itu disebabkan karena akan terjadi penumpukan?” katanya.

    Selain itu, dia mengatakan KPK menemukan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik mengenai penyelenggaraan ibadah haji pada 1445 Hijriah/2024 Masehi.

    Sementara itu, dia mengatakan KPK dalam mencari informasi terkait kasus kuota haji telah berkoordinasi dengan Kementerian Haji Arab Saudi, dan sejumlah perwakilan Indonesia di negara tersebut yang mengurus urusan haji.

    Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji, dan menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.

    Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri.

    Mereka yang dicegah adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus pada era Menag Yaqut Cholil, serta Fuad Hasan Masyhur selaku pemilik biro penyelenggara haji Maktour.

    Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.

    Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.

    Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

    Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

    Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

     

     

  • BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan terkait alasan tertundanya pengenaan pajak karbon meski ketentuan tentang pajak tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP yang disahkan 2021. 

    Usut punya usut, BPK menyimpulkan bahwa Badan Kebijakan Fiskal yang kini berubah menjadi Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menyusun Peta Jalan Pajak Karbon. Kemenkeu juga seolah ‘angkat tangan’ dalam proses penyusunan peta jalan tersebut dengan mengungkapkan 4 alasannya kepada BPK.

    Adapun kesimpulan itu diperoleh BPK setelah mengkaji UU HPP yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat dua pengaturan pajak karbon dalam bentuk PMK. Dua aturan yang seharusnya terbit itu antara lain, tata cara pengenaan pajak karbon serta terkait tarif dan dasar pengenaan pajak karbon.

    Namun, sesuai amanat UU HPP tersebut, penyusunan dua PMK tersebut harus dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Pajak Karbon. Persoalannya, hingga saat itu peta jalan pajak karbon belum ada bentuk alias wujudnya.

    DJSEF yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan Peta Jalan Pajak Karbon dan Rancangan PMK (RPMK) tentang tarif dan dasar pengenaan pajak karbon masih mengalami kendala, kendati saat ini umur UU HPP telah mencapai 4 tahun. 

    “Berdasarkan hasil wawancara BKF (DJSEF) masih mematangkan dan menyempurnakan kerangka konseptual Peta Jalan Pajak Karbon serta naskah akademis pendukung. Naskah akademis tersebut menjelaskan isu-isu utama yang sedang diformulasikan, justifikasi regulasi yang diusulkan, dan dampak yang diharapkan dari regulasi yang diusulkan,” tulis dokumen audit yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    BPK menyebutkan bahwa DJSEF dan DJP sudah menyiapkan hasil draf PMK. Namun draf itu masih perlu ditinjau ulang sesuai peta jalan pajak karbon, “Selain itu, BKF belum dapat menetapkan target waktu terkait penyelesaian penyusunan Peta Jalan Pajak Karbon.”

    Adapun dalam konfirmasi ke Kemenkeu, BPK juga memperoleh jawaban bahwa tujuan utama penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan negara, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

    Oleh karena itu, RPMK tersebut akan diselesaikan setelah BKF memastikan terlebih dahulu kesiapan dari seluruh pelaku ekonomi, menjamin tercapainya prinsip polluters pay principle, serta memastikan untuk mendukung tercapainya NDC (nationally determined contribution).

    4 Kendala Kemenkeu

    BPK menyebutkan bahwa Kemenkeu telah mengungkapkan kepada auditornya mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan kebijakan terkait pungutan pajak karbon.

    Pertama, situasi perekonomian masih belum pulih yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Perekonomian nasional menghadapi risiko global antara lain karena peningkatan harga komoditas energi dan pangan global dan konflik geopolitik di beberapa kawasan  ekonomi yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik.

    Kedua, penerapan pajak karbon di Indonesia berpotensi meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer (IPP) yang pada akhirnya ditanggung oleh belanja APBN melalui skema subsidi dan kompensasi listrik.

    Untuk itu, Pemerintah perlu merevisi terlebih dahulu PMK Nomor 178 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 174 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan  Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang saat ini sedang diproses oleh Direktorat  Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan.

    Ketiga, sesuai amanat UU HPP, Peta Jalan Pajak Karbon salah satunya harus memuat strategi penurunan emisi karbon untuk masing-masing sektor sesuai dengan target NDC dan  NZE. Namun demikian, di dalam dokumen E-NDC terakhir belum terdapat strategi carbon pricing sebagai salah satu strategi untuk mencapai NDC tersebut.

    Keempat, penerapan pajak karbon harus mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk sinkronisasi dengan kebijakan lain, pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor dan institusi, serta kondisi ekonomi terkini.

  • BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan terkait alasan tertundanya pengenaan pajak karbon meski ketentuan tentang pajak tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP yang disahkan 2021. 

    Usut punya usut, BPK menyimpulkan bahwa Badan Kebijakan Fiskal yang kini berubah menjadi Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menyusun Peta Jalan Pajak Karbon. Kemenkeu juga seolah ‘angkat tangan’ dalam proses penyusunan peta jalan tersebut dengan mengungkapkan 4 alasannya kepada BPK.

    Adapun kesimpulan itu diperoleh BPK setelah mengkaji UU HPP yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat dua pengaturan pajak karbon dalam bentuk PMK. Dua aturan yang seharusnya terbit itu antara lain, tata cara pengenaan pajak karbon serta terkait tarif dan dasar pengenaan pajak karbon.

    Namun, sesuai amanat UU HPP tersebut, penyusunan dua PMK tersebut harus dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Pajak Karbon. Persoalannya, hingga saat itu peta jalan pajak karbon belum ada bentuk alias wujudnya.

    DJSEF yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan Peta Jalan Pajak Karbon dan Rancangan PMK (RPMK) tentang tarif dan dasar pengenaan pajak karbon masih mengalami kendala, kendati saat ini umur UU HPP telah mencapai 4 tahun. 

    “Berdasarkan hasil wawancara BKF (DJSEF) masih mematangkan dan menyempurnakan kerangka konseptual Peta Jalan Pajak Karbon serta naskah akademis pendukung. Naskah akademis tersebut menjelaskan isu-isu utama yang sedang diformulasikan, justifikasi regulasi yang diusulkan, dan dampak yang diharapkan dari regulasi yang diusulkan,” tulis dokumen audit yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    BPK menyebutkan bahwa DJSEF dan DJP sudah menyiapkan hasil draf PMK. Namun draf itu masih perlu ditinjau ulang sesuai peta jalan pajak karbon, “Selain itu, BKF belum dapat menetapkan target waktu terkait penyelesaian penyusunan Peta Jalan Pajak Karbon.”

    Adapun dalam konfirmasi ke Kemenkeu, BPK juga memperoleh jawaban bahwa tujuan utama penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan negara, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

    Oleh karena itu, RPMK tersebut akan diselesaikan setelah BKF memastikan terlebih dahulu kesiapan dari seluruh pelaku ekonomi, menjamin tercapainya prinsip polluters pay principle, serta memastikan untuk mendukung tercapainya NDC (nationally determined contribution).

    4 Kendala Kemenkeu

    BPK menyebutkan bahwa Kemenkeu telah mengungkapkan kepada auditornya mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan kebijakan terkait pungutan pajak karbon.

    Pertama, situasi perekonomian masih belum pulih yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Perekonomian nasional menghadapi risiko global antara lain karena peningkatan harga komoditas energi dan pangan global dan konflik geopolitik di beberapa kawasan  ekonomi yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik.

    Kedua, penerapan pajak karbon di Indonesia berpotensi meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer (IPP) yang pada akhirnya ditanggung oleh belanja APBN melalui skema subsidi dan kompensasi listrik.

    Untuk itu, Pemerintah perlu merevisi terlebih dahulu PMK Nomor 178 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 174 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan  Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang saat ini sedang diproses oleh Direktorat  Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan.

    Ketiga, sesuai amanat UU HPP, Peta Jalan Pajak Karbon salah satunya harus memuat strategi penurunan emisi karbon untuk masing-masing sektor sesuai dengan target NDC dan  NZE. Namun demikian, di dalam dokumen E-NDC terakhir belum terdapat strategi carbon pricing sebagai salah satu strategi untuk mencapai NDC tersebut.

    Keempat, penerapan pajak karbon harus mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk sinkronisasi dengan kebijakan lain, pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor dan institusi, serta kondisi ekonomi terkini.

  • Kasus Dugaan Korupsi BUMD Bangun Banua, Kejati Kalsel Minta Mantan Petinggi Kooperatif

    Kasus Dugaan Korupsi BUMD Bangun Banua, Kejati Kalsel Minta Mantan Petinggi Kooperatif

    BANJARBARU – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) mengingatkan mantan petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bangun Banua agar kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik Asisten Pidana Khusus terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi.

    “Kami mengharapkan setiap undangan pemeriksaan dapat dipenuhi untuk mendukung kelancaran proses penyidikan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kalsel Yuni Priyono di Banjarbaru, Antara, Minggu, 14 Desember.

    Yuni mengungkapkan, pada pemanggilan perdana yang dilakukan pada Jumat lalu, dari tiga mantan direksi PT Bangun Banua periode 2021–2023 yang dipanggil, hanya dua orang yang hadir, yakni BB selaku mantan Direktur Utama dan KA selaku mantan Direktur Teknis dan Operasional.

    Sementara itu, YH yang merupakan mantan Direktur Umum dan Keuangan tidak memenuhi panggilan penyidik.

    Menurut Yuni, pihaknya akan segera melayangkan pemanggilan kedua terhadap pihak yang tidak hadir, mengingat keterangan yang bersangkutan sangat dibutuhkan untuk melengkapi berkas pemeriksaan dalam tahap penyidikan.

    Sebelumnya, penyidik Asisten Pidana Khusus Kejati Kalsel telah menggeledah kantor PT Bangun Banua di Jalan Yos Sudarso, Banjarmasin, dan menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan perkara tersebut.

    Proses penegakan hukum ini merupakan tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah dari PT Bangun Banua.

    BUMD tersebut memiliki kewajiban menyetorkan penerimaan dividen, yang seharusnya sebagian masuk ke kas daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

    Kepala Kejati Kalsel Tiyas Widiarto sebelumnya menyatakan bahwa fokus penyidikan dugaan korupsi tersebut mencakup rentang tahun anggaran 2009 hingga 2023.

  • Temuan BPK Dinilai Cukup Tetapkan Eks Menag Yaqut Tersangka Kuota Haji

    Temuan BPK Dinilai Cukup Tetapkan Eks Menag Yaqut Tersangka Kuota Haji

    GELORA.CO – Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menilai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah cukup kuat digunakan sebagai dasar penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), dalam dugaan penyimpangan kuota haji.

    Temuan tersebut merujuk pada 17 permasalahan penyelenggaraan ibadah haji 1445H/2024M, termasuk pengisian kuota jemaah yang tidak sesuai aturan untuk 4.531 orang. Ketidaksesuaian ini membebani keuangan haji hingga Rp596,88 miliar.

    “Menurut saya hasil audit BPK bukan sekadar prima facie (bukti awal), tapi dapat dijadikan bukti utama dalam menetapkan tsk bagi pejabat tinggi di kementrian atau mantan menteri,” kata Hudi kepada Inilah.com, Rabu (10/12/2025).

    Hudi juga mempertanyakan lambannya langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Yaqut sebagai tersangka, mengingat lembaga tersebut sudah mencegahnya bepergian ke luar negeri.

    “Seyogyanya KPK tidak perlu ragu tetapkan tsk kepada ybs berdasarkan audit BPK,” ujarnya.

    Sebelumnya, BPK mengungkap 17 permasalahan terkait penyelenggaraan haji, yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2025. Salah satu temuan utama adalah kuota jemaah yang diisi melampaui ketentuan, sehingga mengakibatkan subsidi jemaah tidak berhak mencapai 4.531 orang.

    Menurut dokumen tersebut, ketidaksesuaian terjadi dalam tiga kategori:

    61 jemaah yang sudah pernah berhaji dalam 10 tahun terakhir tetap diberangkatkan,3.499 jemaah kategori penggabungan mahram tidak memenuhi syarat,971 jemaah kategori pelimpahan porsi tidak sesuai ketentuan.

    Total nilai ketidakpatuhan mencapai Rp596,88 miliar. Selain itu, BPK juga mencatat penggunaan sebagian anggaran yang tidak sesuai dasar hukum, dokumen pertanggungjawaban yang tidak lengkap, pelaporan keuangan yang belum mengikuti standar akuntansi pemerintah, hingga penyimpangan prosedur pengadaan barang/jasa.

    Temuan tersebut diperparah oleh kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) serta temuan 3E (efektivitas, efisiensi, ekonomis) dengan nilai Rp779,27 juta.

    Di sisi lain, KPK telah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025 melalui surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1 triliun dan masih dalam pendalaman.

    Tiga pihak telah dicegah ke luar negeri:

    Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ),Mantan Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz (IAA) alias Gus Alex,Pemilik Maktour Travel Fuad Hasan Masyhur (FHM).

    Pencegahan berlaku enam bulan, sejak 11 Agustus 2025 hingga 11 Februari 2026, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

  • Bantuan Kemanusiaan Kemenbud Disalurkan, Aksi Solidaritas Budaya untuk Aceh Bergerak

    Bantuan Kemanusiaan Kemenbud Disalurkan, Aksi Solidaritas Budaya untuk Aceh Bergerak

    BANDA ACEH – Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk warga terdampak banjir dan longsor di Aceh, Rabu, 10 November. Bantuan disalurkan melalui Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I ke Aceh Tamiang, Kota Langsa, dan Aceh Timur, tiga wilayah dengan dampak bencana paling berat.

    Logistik yang diberikan mencakup pangan, kebutuhan dasar, perlengkapan sanitasi, hingga dukungan pengungsian. Penyerahan dilakukan Kepala BPK Wilayah I Piet Rusdi kepada pemerintah daerah dan unsur penanganan bencana.

    Tak berhenti pada bantuan fisik, BPK Wilayah I juga gelar Aksi Solidaritas Kebudayaan untuk Aceh—program pemulihan psikososial berbasis seni tradisi. Sasaran utamanya mahasiswa asal daerah terdampak yang kini berkuliah di Banda Aceh. Banyak dari mereka kehilangan akses komunikasi dan kiriman dana sejak bencana 26 November 2025.

    “Kami berpikir cepat soal nasib mahasiswa di Banda Aceh. Komunikasi dengan keluarga pasti terputus, begitu juga kiriman dana,” ujar Piet Rusdi. Ia mengatakan, aksi mahasiswa menggalang donasi kemudian menginspirasi BPK untuk turun langsung. “Kami memberi ruang bagi mereka menampilkan seni tradisi sambil mengumpulkan donasi,” lanjutnya.

    Sebanyak 17 himpunan mahasiswa dari berbagai kabupaten/kota terlibat, mulai dari Pidie, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Tamiang, Gayo Lues, hingga Subulussalam. Piet menilai antusiasme tinggi ini menegaskan budaya sebagai kekuatan bertahan di masa krisis.

    Kementerian Kebudayaan berharap kolaborasi lintas daerah ini mempercepat pemulihan Aceh, bukan hanya fisik tetapi juga psikososial dan solidaritas sosial yang mengikat masyarakat.

  • Perjalanan Reformasi Polisi Dalam 4 Dekade

    Perjalanan Reformasi Polisi Dalam 4 Dekade

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia telah mengalami transformasi dan dinamika dalam empat tahun terakhir. Reformasi menjadi cara untuk meningkatkan peran dan pelayanan di masyarakat.

    Saat Orde Baru, Angkatan Bersenjata Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Polri pernah menjadi satu bagian. Namun, pada masa masa Reformasi, Polri dan ABRI dipisahkan, sehingga Polri menjadi lembaga sipil. Setelah ABRI berpisah dari Polri, maka ABRI berganti nama menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia).

    Pemisahan tersebut ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. VI/MPR Tahun 2000 dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, sekaligus menjadi titik tolak besar bagi institusi kepolisian untuk berubah menjadi organisasi sipil yang profesional, akuntabel, dan menghormati hak asasi manusia. TAP MPR 2000 juga mengatur tentang Peran TNI dan Peran Polri.

    Reformasi polisi di Indonesia, dibagi ke dalam tiga kategori perubahan yaitu, struktural, instrumental dan kultural. Dikatakan sebagai perubahan struktural jika menyangkut perubahan posisi dalam pemerintahan dimana Polri berada atau ditempatkan. Instrumental jika menyangkut perubahan berbagai piranti lunak terkait visi, misi, peraturan internal kepolisian serta kurikulum di berbagai lembaga pendidikan Polri. 

    Reformasi polisi merupakan bagian dari reformasi sektor keamanan. Reformasi polisi didefinisikan sebagai transformasi organisasi kepolisian agar lebih profesional dan akuntabel dalam memberikan pelayanan, tanggap dalam merespon ancaman, serta responsif dalam memahami kebutuhan masyarakat.

    Setelah pada bertransformasi pada pada 2002, Polri berharap tingkat kepercayaan masyarakat bisa semakin pulih. Namun, sangat tidak disangka bahwa Polri berpolemik dengan KPK. Polemik ini membuat SBY turun tangan untuk mengurai seteru yang sempat meruncing hingga di kalangan masyarakat. SBY menilai bahwa KPK dan Polri adalah penegak hukum yang bisa bersama-sama menjalankan tugas pemberantasan korupsi.

    Saat itu, SBY tahu, kapan presiden harus ambil alih dalam penegakan hukum. Menurutnya, peran presiden yang paling tepat adalah menengahi dan memediasi agar permasalahan itu bisa diatasi. SBY juga pernah menengahi ketika ada perselisihan antara lain KPK dengan MA, itu sekitar tahun 2006, BPK dengan MA tahun 2007, KPK dan Polri tahun 2009.

    Namun, Presiden tidak bisa mengintervensi apa yang dilakukan penegak hukum dalam menangani UU yang bukan kewenangan presiden. Hal yang sama dalam menangani kewenangan penyidik itu juga berlaku bagi Jaksa Agung, KPK, kecuali ada kewenangan yang diatur dalam UU.

    SBY menjelaskan bahwa presiden memiliki 4 kewenangan yaitu pemberian grasi dan amnesti dan abolisi dengan mendengarkan DPR. Permasalahan ini menyangkut permasalah KPK-Polri merupakan yang kedua kalinya.

    “Saya ingat perselisihan KPK dengan lembaga yang lain dan saya ikut memediasinya. Ini yang ketiga kalinya. Saya tidak pernah melakukan pembiaran atau melakukan mediasi. Tetapi harus dihindari presiden terlalu sering untuk urusan penegakan hukum ini. Lima tahun lalu saya punya inisiatif untuk pemberantasan korupsi, banyak yang kritik saya itu tidak tepat karena itu mencampuri penegakan hukum,” ungkap SBY.

    Presiden ke-6 RI ini sadar bahwa presiden tidak boleh mencampuri urusan penegakan hukum. Dia juga menegaskan bahwa sinergi KPK dan Polri sangat penting dalam melakukan penegakan hukum dan memberantas korupsi di Indonesia.

    Tim Reformasi Percepatan Polri

    Pembenahan di tubuh Polri terus dilakukan agar bisa melayani dan mengayomi masyarakat dengan baik. Pemerintah lantas membentuk Tim Percepatan Reformasi Polri dengan harapan berkurangnya aksi kekerasan terhadap masyarakat.

    Salah satu pemicu terbentuknya Tim Percepatan Reformasi Polri adalah peristiwa demonstrasi di Jakarta dan beberapa kota-kota besar. Hingga puncaknya adalah seorang driver online meninggal dunia karena dilindas oleh mobil rantis milik Brimob. Peristiwa ini memancing kemarahan masyarakat di Indonesia dan menimbulkan aksi demo hingga hampir 2 minggu.

    Kelompok masyarakat sipil, tokoh nasional, hingga mahasiswa menuntut agar adanya reformasi di tubuh Polri. Kemudian Presiden RI Prabowo juga memerintahkan untuk membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri dan mengemukakan sejumlah rencana kerja selama tiga bulan ke depan usai resmi dibentuk.

    Seiring dengan semakin banyaknya aksi massa di masyarakat, Polri harus belajar untuk beradaptasi dengan cara yang lebih humanis dan responsif. Insiden-insiden kekerasan dalam penegakan hukum, seperti yang terjadi selama demonstrasi, mendorong perlunya pelatihan tambahan dan pendekatan baru dalam menghadapi protes yang berlangsung. Reformasi kebijakan pertemuan dengan masyarakat juga diperlukan untuk memperbaiki citra Polri.

    Seluruh masyarakat Indonesia kini berharap agar Tim Percepatan Reformasi Polri bisa mengayomi masyarakat, menciptakan keamanan, dan tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Masyarakat berhadap mendapatkan perlindungan kepolisian tanpa melalui kekerasan.

    Kini Reformasi Polri dalam 40 tahun terakhir menunjukkan kemajuan yang signifikan. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Polri juga bisa meningkatkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan, serta penguatan undang-undang yang ada. Masyarakat Indonesia berharap agar Polri diharapkan mampu menjadi institusi yang lebih akuntabel dan prima dalam melindungi masyarakat.

    Perjalanan reformasi Polri selama 40 tahun terakhir adalah cerminan dari usaha masyarakat untuk menuntut institusi penegakan hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel.