Prabowo Dengar Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua, Langsung Perintahkan Audit
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kasus ibu hamil bernama Irene Sokoy yang meninggal dunia usai ditolak empat rumah sakit di Papua kini sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto.
Presiden Prabowo
membicarakan kasus tersebut dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (24/11/2025).
Setelah menerima laporan itu, Presiden Prabowo meminta rumah sakit hingga para pejabat di Papua diaudit.
Kepala Negara ingin penyebabnya diketahui karena menyebabkan nyawa melayang.
“Saya melapor pada beliau (Presiden Prabowo). Jadi di antaranya itu, perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan, audit,” kata Tito usai bertemu Presiden Prabowo, Senin.
Ia menyampaikan, audit internal itu menyasar pada rumah sakit dan pejabat-pejabat terkait, termasuk pejabat di dinas kesehatan, pejabat provinsi, hingga kabupaten.
Audit juga termasuk aturan-aturan di Kementerian Dalam Negeri, termasuk peraturan kepala daerah.
“Peraturan Bupati itu kan melibatkan Rumah Sakit Kabupaten Jayapura, kemudian juga aturan dari Peraturan Gubernur karena yang terakhir kan di Rumah Sakit Umum Provinsi,” ujar Tito.
Tito juga sudah berkomunikasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk melakukan audit.
Sebagai tindak lanjut, Menkes Budi dan pihak Kemendagri sudah menuju Jayapura, Papua, kemarin.
“Kemudian Menkes mengirimkan tim khusus juga untuk melakukan audit teknis mengenai masalah layanan kesehatan. Kita enggak ingin terulang lagi. Sama tadi pesan dari Pak Presiden jangan sampai terulang lagi hal yang sama,” kata Tito.
Mendagri juga meminta
Gubernur Papua
Mathius D Fakhiri memberikan bantuan kepada Irene.
“Saya sudah sampaikan, saya sudah komunikasi dengan Gubernur. Saya minta Gubernur, begitu saya dapat informasi, Gubernur Pak Mathius Fakhiri sesegera mungkin ke rumah korban, keluarga korban, semua dibantu,” kataTito.
Sementara itu,Mathius Fakhari telah meminta maaf dan menyebut tragedi tersebut sebagai bukti kebobrokan layanan kesehatan di Papua dan berjanji melakukan evaluasi total.
“Saya mohon maaf atas kebodohan jajaran pemerintah dari atas sampai bawah. Ini contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di Papua,” kata Fakhiri usai mendatangi rumah keluarga Irene di Kampung Hobong, Distrik Sentani, dikutip dari rilis yang diterima, Sabtu (22/11/2025).
Mathius juga mengakui banyak fasilitas kesehatan di Papua tidak dikelola dengan baik, termasuk peralatan medis yang rusak.
Oleh karena itu, ia memastikan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rumah sakit, termasuk mengganti para direktur RS yang berada di bawah pemerintah provinsi.
Ia juga telah meminta bantuan langsung kepada Menteri Kesehatan untuk memperbaiki layanan rumah sakit di Papua.
“Saya mengaku banyak peralatan medis rusak karena tidak dikelola dengan baik,” ujar Mathius.
Peristiwa nahas itu terjadi pada Minggu (16/11/2025) ketika Iren yang sedang hamil mulai merasakan kontraksi dan dibawa menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari.
Sesampainya di RSUD, Irene tidak ditangani cepat padahal kondisinya memburuk.
Proses pembuatan surat rujukan ke rumah sakit lainnya pun sangat lambat.
Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan.
Perjalanan dilanjutkan ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta karena kamar BPJS penuh.
Irene akhirnya meninggal dunia pada Senin (17/11/2025) pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: BPJS
-
/data/photo/2025/11/05/690b81fe65170.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Prabowo Dengar Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua, Langsung Perintahkan Audit Nasional
-

70.244 Orang Kena PHK hingga Oktober 2025, Lebih Banyak dari Tahun Lalu
Jakarta –
Jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) pada tahun 2025 mengalami peningkatan. Kenaikan ini terjadi setelah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merilis data terbaru jumlah PHK untuk bulan Oktober.
Berdasarkan catatan Pusat Data dan Teknologi Informasi Ketenagakerjaan Kemnaker, jumlah orang yang terkena PHK tembus 70.244. Jumlah tersebut merupakan pegawai yang terklasifikasi sebagai peserta program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS Ketenagakerjaan.
“Pada periode Januari s.d. Oktober 2025 terdapat 70.244 orang tenaga kerja ter-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang terklasifikasi sebagai peserta program JKP,” tulis situs Satudata Kemnaker, dilihat detikcom Senin (24/11/2025).
Angka tersebut lebih tinggi dibanding periode Januari-Oktober 2024 yang sebanyak 63.947 orang, atau lebih tinggi 6.297.
Lalu, PHK periode Januari-Oktober 2025 naik dibanding PHK periode Januari-September 2025 yang sebanyak 69.064 orang. Artinya ada peningkatan PHK sebanyak 1.180 orang dalam periode satu bulan.
“Pada periode Januari s.d September 2025 terdapat 69.064 orang tenaga kerja ter-PHK yang terklasifikasi sebagai peserta program JKP,” terang Kemnaker.
Kemudian jika dibandingkan periode Januari -Agustus 2025, ada peningkatan PHK sebanyak 4.593 orang. Kemnaker mencatat jumlah PHK periode Januari-Agustus 2025 sebanyak 65.651 orang.
(ily/kil)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5421273/original/025109400_1763885363-Ketum_ICXP.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bukti Indonesia Setara Pemain Dunia
Liputan6.com, Jakarta – Indonesia kembali menunjukkan taringnya di kancah internasional sebagai negara dengan transformasi layanan publik dan digital yang berbasis Customer Experience (CX) atau pengalaman pelanggan yang semakin maju.
Pencapaian ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak organisasi atau institusi nasional untuk berani tampil di panggung global, mempercepat pergerakan bangsa menuju relevansi dan keunggulan.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Umum Indonesia Customer Experience Professional (ICXP), Sri Safitri, menanggapi keberhasilan gemilang tiga institusi nasional–BNI, BPJS Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen)–dalam ajang International Customer Experience Awards (ICXA) 2025.
Untuk diketahui, ICXA dikenal sebagai salah satu kompetisi CX paling ketat dan bergengsi di dunia.
“Di balik prestasi ini terdapat peran strategis dari ICXP, asosiasi industri CX terkemuka di Indonesia dan mitra resmi ICXA. Sebagai penggerak CX di Tanah Air, ICXP memainkan peran vital dalam mempersiapkan organisasi Indonesia agar siap bersaing di level global,” ujar Uni Fitri, sapaan akrabnya, dikutip Minggu (23/11/2025).
ICXP, kata Uni Fitri, melakukan pendampingan secara intensif. Prosesnya meliputi penyelarasan strategi CX, penguatan budaya layanan, hingga benchmarking dan coaching yang dirancang untuk memastikan setiap organisasi mampu mempresentasikan dampak nyata dari transformasi yang mereka lakukan.
“Keberhasilan kami membina organisasi Indonesia hingga masuk dan menang di ICXA membuktikan bahwa standar CX nasional kini telah selevel pemain global. Kemenangan BNI, BPJS Kesehatan, dan Kemendikdasmen membawa dampak yang jauh melampaui piala dan pengakuan seremonial,” tuturnya menjelaskan.
“Ketiganya menunjukkan bahwa Indonesia mampu menghadirkan transformasi CX yang memiliki skala besar, kompleksitas tinggi, dan dampak nyata bagi masyarakat,” Uni Fitri menekankan.
-

Sistem Baru Rujukan BPJS Kesehatan Awal 2026, Ngaruh ke Iuran Naik Nggak?
Jakarta –
Pemerintah tengah menyiapkan perubahan mekanisme rujukan BPJS Kesehatan yang wacananya diterapkan awal 2026. Hal yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah sistem baru tersebut berpengaruh kepada iuran BPJS Kesehatan.
Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes, Ahmad Irsan Moeis, menegaskan reformasi sistem rujukan hanya akan mempengaruhi pola pembayaran BPJS kepada fasilitas kesehatan, bukan iuran peserta.
“Jadi, tarif itu adalah bayaran BPJS ke rumah sakit, bukan iuran yang dibayar masyarakat,” beber Irsan di Kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Menurut Irsan, perubahan sistem rujukan, yang sedang diuji coba sejak Oktober, diproyeksikan akan meningkatkan biaya klaim BPJS Kesehatan kepada rumah sakit. Berdasarkan data 2023 hingga Juni 2024, Kemenkes menghitung kenaikan pengeluaran BPJS berada di kisaran 0,64 persen hingga 1,69 persen.
“Spending diperkirakan naik. Karena itu, untuk memastikan hitung-hitungannya tepat, kami lakukan pilot project terlebih dahulu,” kata Irsan.
Meski begitu, ia memastikan kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) tetap berada dalam batas aman, sehingga tidak ada konsekuensi bagi besaran iuran peserta
“Angka di situ perhitungan kita Dana Jaminan Sosial (DJS)-nya belum terganggu, masih aman dalam batas kesehatan keuangannya.”
Selama ini, sistem rujukan BPJS berjalan secara berjenjang, dari rumah sakit kelas D, naik ke C, kemudian B, hingga A. Mekanisme tersebut sering dikeluhkan pasien karena waktu mendapatkan layanan spesifik menjadi lebih panjang akibat harus berpindah-pindah fasilitas.
Melalui sistem baru, rujukan tidak lagi ditentukan oleh kelas rumah sakit, melainkan kompetensi layanan yang dibutuhkan pasien. Dengan begitu, pasien bisa langsung dirujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan menangani kondisi medisnya, tanpa harus melewati tahapan berjenjang.
Kemenkes menilai pendekatan ini juga mengurangi antrean rujukan tidak perlu dan mempercepat penanganan pasien.
“Rasionalisasi tarif yang kami lakukan juga bertujuan meningkatkan kualitas layanan rumah sakit,” tambah Irsan.
(naf/naf)
-

Warga Kritis Terganjal BPJS, Nurhadi Semprot Pemkab Blitar
Blitar (beritajatim.com) – Wajah pelayanan kesehatan di Kabupaten Blitar kembali tertampar oleh realitas pahit di lapangan. Di saat pemerintah mendengungkan jargon jaminan kesehatan, Endang Susianis, seorang warga miskin asal Desa Gembongan, Kecamatan Ponggok, justru harus bertaruh nyawa melawan birokrasi yang kaku dan anggaran daerah yang diklaim habis.
Kasus memilukan ini terungkap saat keluarga Endang mengadu kepada Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, pada Jumat (21/11/2025). Endang yang dalam kondisi kritis membutuhkan pertolongan medis segera namun terbentur administrasi jaminan kesehatan.
Derita Endang bermula dari ketidakmampuan ekonomi. Upaya keluarganya mendapatkan hak kesehatan seolah menemui jalan buntu di setiap lini.
Endang sempat mencoba untuk mendaftar PBI (Pusat) namun proses pendaftaran memakan waktu lama, tidak relevan dengan urgensi penyakit yang dialaminya. Perempuan itu pun juga sempat mendaftar PBID (Daerah) namun harapan mendapat bantuan iuran dari Pemkab Blitar pupus seketika. Alasannya klasik yakni kuota habis dan tidak ada anggaran.
Akhirnya Endang mau tidak mendaftar kepesertaan BPJS Mandiri. Namun dalam keputusasaan, keluarga memaksakan diri mendaftar mandiri. Sayangnya, mereka kembali terpukul oleh regulasi bahwa kepesertaan baru aktif setelah masa tunggu 14 hari.
Bagi pasien kritis seperti Endang, waktu 14 hari adalah pertaruhan hidup dan mati. Ia hanyalah satu dari sekian banyak potret warga Kabupaten Blitar yang menjadi korban dari apa yang dinilai sebagai “kealpaan” pemerintah daerah dalam memprioritaskan kesehatan warganya.
Merespons aduan tersebut, Nurhadi tidak bisa menyembunyikan kegeramannya. Politisi Partai Nasdem yang dikenal dekat dengan wong cilik ini menilai Pemkab Blitar gagal hadir di tengah kesulitan warganya.
Menurutnya, kasus Endang tidak akan terjadi jika Kabupaten Blitar sudah mencapai status Universal Health Coverage (UHC). Dengan status UHC, warga miskin yang sakit bisa langsung didaftarkan dan aktif kepesertaannya hari itu juga (non-cut off), tanpa harus menunggu 14 hari.
“Saya kira Pemkab harus mengupayakan supaya bisa tercapai UHC. Supaya ketika masyarakat miskin sakit, tidak perlu menunggu 14 hari untuk bisa ditangani. Ini masalah nyawa,” kritik Nurhadi tajam.
Nurhadi lantas membandingkan Kabupaten Blitar dengan daerah tetangga yang dinilai lebih peduli pada kesehatan warganya. Kota Blitar, serta Kota dan Kabupaten Kediri, telah sukses mencapai UHC, sehingga warganya terlindungi.
Ketimpangan ini, menurut Nurhadi, bukan semata-mata soal kemampuan anggaran, melainkan niat dan keberpihakan politik (political will) kepala daerah.
“Ini kan soal niat, soal kemauan untuk menolong warganya. Buktinya daerah tetangga bisa. Kalau alasannya anggaran tidak cukup, ya itu masalah political will. Bisa di-refocusing anggaran yang tidak urgent,” tegasnya.
Legislator Senayan ini mendesak Pemkab Blitar segera menata ulang prioritas anggaran. Ia mengingatkan bahwa kesehatan adalah hak dasar yang tidak bisa ditawar.
“Kesehatan itu nomor satu, utama. Kalau orang sehat, orang bisa bekerja, bisa memiliki penghasilan. Jangan sampai ada lagi warga miskin yang harus meregang nyawa hanya karena menunggu aturan administrasi 14 hari,” pungkas Nurhadi. [owi/beq]
-
/data/photo/2025/11/21/692049be5f094.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Ibu dan Bayinya Meninggal Ditolak 4 RS, Gubernur Papua: Mohon Maaf atas Kebodohan Pemerintah Regional
Ibu dan Bayinya Meninggal Ditolak 4 RS, Gubernur Papua: Mohon Maaf atas Kebodohan Pemerintah
Tim Redaksi
KOMPAS.com – Gubernur Papua Matius Derek Fakhiri menyampaikan permohonan maaf mendalam kepada keluarga Irene Sokoy, ibu hamil yang meninggal bersama bayi yang dikandungnya setelah ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.
Ia menyebut tragedi tersebut sebagai bukti kebobrokan layanan kesehatan di Papua dan berjanji melakukan evaluasi total.
“Saya mohon maaf atas kebodohan jajaran pemerintah dari atas sampai bawah. Ini contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di Papua,” kata Fakhiri usai mendatangi rumah keluarga Irene di Kampung Hobong, Distrik Sentani,
dikutip dari rilis yang diterima, Sabtu (22/11/2025).
Ia mengakui banyak fasilitas kesehatan di Papua tidak dikelola dengan baik, termasuk peralatan medis yang rusak.
Karena itu, ia memastikan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rumah sakit, termasuk mengganti para direktur RS yang berada di bawah pemerintah provinsi.
“Saya mengaku banyak peralatan medis rusak karena tidak dikelola dengan baik,” ujarnya.
Fakhiri menyebut dirinya telah meminta bantuan langsung kepada Menteri Kesehatan untuk memperbaiki layanan rumah sakit di Papua.
“Saya pastikan akan membenahi semua ini,” tegas mantan Kapolda Papua tersebut.
Ia juga menegaskan komitmennya menyatukan seluruh direktur rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, untuk mengutamakan keselamatan pasien di atas semua prosedur administrasi.
“Layani dulu pasien, baru urus yang lain. Tidak ada alasan,” katanya.
Dari data yang dihimpun Kompas.com, Irene Sokoy meninggal pada Senin (17/11/2025) pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.
Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey yang juga mertua almarhum menceritakan Irene mulai merasakan kontraksi pada Minggu siang (16/11).
Keluarga membawanya menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari.
“Pelayanan sangat lama. Hampir jam 12 malam surat belum dibuat,” ujar Abraham.
Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan.
Perjalanan dilanjutkan ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta karena kamar BPJS penuh.
“Bukan pertolongan yang diberikan, tapi kami diminta bayar uang muka,” ungkap Abraham.
Ada empat rumah sakit yang menolak Irene, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, RSUD Abepura, RS Bhayangkara, dan RS Dian Harapan.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Yowari, Maryen Braweri kemudian memberikan larifikasi terkait kejadian tersebut.
Maryen mengatakan, pasien diantar oleh keluarga ke RSUD Yowari pada Minggu (16/11/2025) sore dan rencananya melahirkan secara normal di RSUD Yowari.
“Pada saat pasien datang itu sudah pembukaan lima dan sampai 22.10 WIT baru pembukaan lengkap dan bayi sudah kelihatan. Namun karena kondisi jantung janin menurun, maka dokter menyarankan untuk operasi,” katanya ketika dikonfirmasi pada Jumat (21/11/2025).
Namun, karena dokter kandungan di RSUD Yowari tak berada ditempat, pihak rumah sakit merujuk pasien ke RS Dian Harapan.
“Untuk dokter kandungan di rumah sakit Yowari hanya ada satu orang, namun sedang ada kegiatan di luar kota, sehingga kami koordinasi dengan RS Dian Harapan untuk dirujuk ke sana,” kata dia.
Dari koordinasi itu, pasien Irine Sokoy dirujuk ke RS Dian Harapan didampingi oleh dua perawat bersama keluarga menggunakan ambulans RSUD Yowari.
Namun dalam perjalanan, kata dia, RS Dian Harapan mengabarkan melalui sambungan telephone bahwa ruang untuk BPJS Kesehatan kelas III sedang penuh dan dokter spesialis anastesi juga tidak ada.
“Makanya pasien dibawa ke RSUD Abepura dengan alasan lokasi terdekat,” ucap dia.
Saat pasien tiba di RSUD Abepura, ia ditolak dengan alasan ruang operasi sedang direnovasi, sehingga pasien dibawa ke RS Bhayangkara.
Keluar dari RSUD Abepura, pasien dibawa ke RS Bhayangkara dengan pertimbangan lokasi terdekat dan pasien harus segera ditangani.
Namun, saat sampai di sana, ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh dan hanya tersedia ruang VIP, tetapi pasien harus membayar uang muka sebesar Rp 4 juta.
“Di satu sisi keluarga tidak bawa uang, sehingga petugas kami minta untuk dilakukan tindakan, tetapi karena tidak terima akhirnya pasien dibawa menuju ke rumah sakit RSUD Jayapura,” kata dia.
Dalam perjalanan ke RSUD Jayapura, pasien mengalami kejang-kejang sehingga mobil kembali ke RS Bhayangkara. Namun, dalam perjalanan itu, pasien menghembuskan nafas terakhir.
Maryen Braweri mengaku bahwa seluruh prosedur sudah dilaksanakan oleh RSUD Yowari dalam menangani pasien.
“Kita sudah melaksanakan sesuai prosedur yang ada. Di sini memang hanya ada 1 dokter dan saat itu berada di luar kota, namun petugas kita terus berkoordinasi dengan dokter dalam menangani pasien hingga akhirnya dirujuk ke rumah sakit lain,” ucap dia.
Sementara, pihak Rumah Sakit Dian Harapan membantah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari.
Pihak RSDH mengaku sudah menyampaikan kondisi layanan dan ketersediaan dokter dan ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien dibawa.
Saat itu, ruang NICU telah terisi penuh oleh delapan bayi, ruang kebidanan penuh, dan dokter spesialis Obgyn sedang cuti.
Adapun dokter spesialis anastesi mitra yang akan dipanggil membutuhkan waktu koordinasi tambahan jika harus melakukan operasi darurat.
Namun, saat pemberitahuan ini disampaikan, petugas RSUD Yowari sudah dalam perjalanan membawa pasien ke RS Dian Harapan.
Petugas RSUD Yowari yang tiba di RS Dian Harapan sekitar pukul 01.10 WIT, kemudian meminta dokter jaga RS Dian Harapan memberikan cap rumah sakit dan mengedukasi keluarga pasien bahwa dokter Obgyn dan anestesi tidak siaga dan ruang perawatan penuh.
Setelah penjelasan diterima, pihak keluarga memutuskan melanjutkan rujukan ke rumah sakit lain.
Manajemen RS Dian Harapan menegaskan bahwa seluruh prosedur sudah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien.
Direktur RS Bhayangkara, AKBP dr Romy Sebastian, memberikan klarifikasi bahwa rujukan Irene dari RSUD Yowari tidak melalui Sistem Rujukan (Sisrut), sehingga pihaknya tidak mendapat informasi riwayat keluhan pasien.
“Saat dibawa ke RS Bhayangkara kami langsung melakukan pemeriksaan dan pasien Irene Sokoy termasuk dalam pasien BPJS PBI,” jelasnya.
Romy menegaskan rumah sakit tidak menolak pasien, namun ruang kelas 3 penuh dan yang tersedia hanya kamar VIP.
“Kami menawarkan pasien untuk sebagai pasien umum,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/21/691fc91bc5924.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kisah Syarif, Buka Jasa Servis KTP Kilat di Tangerang Tanpa Birokrasi Rumit Megapolitan 22 November 2025
Kisah Syarif, Buka Jasa Servis KTP Kilat di Tangerang Tanpa Birokrasi Rumit
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com
– Kelihaian jemari Syarif (47) menjadi penopang hidup dan sumber nafkah bagi dirinya sebagai tukang servis KTP kilat di Jalan Irigasi Sipon, Cipondoh, Kota Tangerang.
Berbekal meja kecil dengan peralatan sederhana, Syarif dengan terampil memperbaiki KTP warga yang rusak.
Dengan meja kecil dan peralatan sederhana, Syarif menawarkan layanan
servis KTP
yang cepat, rapi dan aman. Dia bisa membantu warga memperbaiki kartu identitas rusak tanpa mengubah data asli.
Jemari Syarif bergerak secara hati-hati saat menggosok KTP pelanggan. Tangan kiri menahan kartu agar tak bergeser dan tangan kanan membersihkan noda di lapisan plastik.
Bagi warga yang harus segera mengurus bank, BPJS, sekolah anak, atau sekadar membuktikan identitas diri, layanan cepat seperti yang dijalankan Syarif menjadi penyelamat tanpa birokrasi yang rumit.
Sebelum menggeluti pekerjaan ini, Syarif adalah seorang satpam. Namun, karena faktor usia membuatnya nekat banting setir dan memilih membuka usaha sendiri.
“Umur sudah agak sedikit tua lah ya. Jadi saya pikir mending buka usaha saja,” ujar Syarif saat ditemui di lokasi, Jumat (21/11/2025).
Layanan jasa yang dikerjakannya ini awalnya hanya untuk membantu warga sekitar memperbaiki KTP rusak.
Namun, permintaan pelanggan terus meluas setelah melihat hasilnya memuaskan dan proses begitu cepat.
“Yang penting kami tidak mengubah data, foto, dari Dukcapil langsung, front sesuai KTP. Kita cuma perbaiki yang rusak,” kata Syarif.
Tarif layanannya dimulai dari Rp 15.000 untuk antigores, servis foto dan tulisan Rp 70.000, servis full daerah Rp 150.000, dan servis full Jabodetabek Rp 100.000.
Setelah enam tahun beroperasi, Syarif berhasil membuka cabang usaha di Curug, Pasar Rantu, dan beberapa titik lain di wilayah Jabodetabek.
Pendapatan hariannya bisa menyentuh angka Rp 400.000 di kala sepi dan mencapai Rp 10 juta dalam sebulan. Jerih payah ini didapat lewat layanan yang bisa dilakukannya untuk 4-10 pelanggan per hari.
Keahlian ini tentu dilatih secara giat dan otodidak dengan modal Rp 10 juta. Pada proses belajar itu, Syarif menjelajahi internet untuk menonton tutorial di Google dan YouTube.
Perlahan, Syarif mempelajari dan memahami cara mengekstrak data foto dari chip, mencetak ulang, hingga melapisi kartu.
“Perpindahan dari komputer ke handphone saja, saya belajar tiga hari,” ungkap dia.
Ia memastikan, layanan ini hanya diperuntukkan memperbaiki KTP yang chip-nya masih terbaca.
Setiap menemui KTP dengan chip rusak, Syarif menyarankan pelanggan untuk pergi ke kecamatan. Cara ini juga untuk menghindari kesalahpahaman warga dari dugaan membuat KTP palsu.
Padahal, keamanan data akan selalu menjadi prioritas. Sebelum memulai, Syarif akan menunjukkan chip KTP pelanggan dan menjelaskan proses pengerjaan untuk memberi kepastian tidak ada pengubahan data.
Setelah pengerjaan selesai, semua data dihapus dari perangkat.
“Dulu saya ngalamin sendiri betapa susahnya urus birokrasi. Jadi kalau sekarang bisa bantu orang, ya saya kerjain,” kata Syarif.
Jasa servis KTP milik Syarif juga telah mengantongi sertifikat resmi dari Dinas Perizinan Kota Tangerang.
“Jatuhnya ini perizinan Digital Printing 3G dari satu pintu. Tahun 2022 penerbitan, percetakan di tahun 2023 dari Dinas Perizinan,” ujar Syarif.
Proses ini ia tempuh untuk membantunya mematahkan stigma dan kecurigaan warga pada jasanya.
Apalagi, jasa yang digelutinya ini bergerak di bidang yang bersentuhan langsung dengan identitas dan data pribadi warga.
“Tulisan tangan itu enggak berlaku di birokrasi. Banyak yang datang ke saya karena fotonya ditempel, tulisannya pudar. Itu enggak akan diterima di instansi mana pun,” ujar Syarif.
Syarif menyadari risiko usaha ini bukan sekedar memperbaiki plastik kecil, melainkan identitas paling fundamental bagi warga Indonesia.
Oleh karena itu, selama bergelut pada jasa servis KTP, Syarif memegang prinsip untuk tidak mengotori pekerjaannya dengan menyalahgunakan data pelanggan.
“Banyak data orang yang saya pegang. Tapi enggak ada saya pakai buat kepentingan pribadi. Enggak ada. Ini amanah. Penghasilan saya dari sini, masa saya rusakin usaha saya sendiri,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kemenkes Kecualikan Rujukan Baru bagi Peserta BPJS dengan Kondisi Ini
Jakarta –
Kementerian Kesehatan menegaskan skema rujukan baru BPJS Kesehatan berbasis kompetensi tidak akan membatasi akses layanan kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi gawat darurat. Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes RI, Obrin Parulian, memastikan seluruh fasilitas kesehatan tetap wajib menerima pasien tanpa melihat tingkat kompetensi rumah sakit.
“Untuk kondisi gawat darurat, masyarakat tetap bisa mengakses layanan ke fasilitas kesehatan terdekat, apa pun tipenya,” ujar Obrin dalam konferensi pers, Jumat (21/11/2025).
Obrin menjelaskan, aturan rujukan berbasis kompetensi akan berlaku hanya untuk kondisi non-gawat darurat. Pada kasus gawat darurat, pasien tidak boleh dipersulit, apalagi dengan pertanyaan soal kecocokan kompetensi fasilitas kesehatan.
“Tidak mungkin di gawat darurat kita tanya dulu kompetensi siapa yang cocok. Akses harus dibuka seluas-luasnya. Mau klinik, rumah sakit kelas A, B, C, atau D, semua wajib melayani,” tegasnya.
Menurutnya, prinsip utama layanan kegawatdaruratan adalah keselamatan pasien terlebih dahulu. Rumah sakit tetap harus menerima pasien, melakukan penanganan awal, stabilisasi, hingga asesmen kebutuhan medis.
Setelah pasien stabil, barulah dilakukan asesmen apakah rumah sakit tersebut memiliki kompetensi yang sesuai untuk melanjutkan perawatan.
“Jika kompetensinya sesuai, pasien dapat dirawat hingga selesai. Jika tidak sesuai, pasien dirujuk ke rumah sakit dengan kompetensi lebih tinggi,” kata Obrin.
Jika kondisi pasien membutuhkan kompetensi lebih rendah, RS kompetensi tinggi tetap dapat menanganinya, karena fasilitas unggulannya mencakup layanan untuk kondisi di bawahnya.
“Rumah sakit akan melakukan triase, lalu assessment. Bila membutuhkan kompetensi lebih tinggi, pasien dirujuk. Jika kompetensinya cukup, rawatan dilanjutkan,” jelas Obrin.
Obrin mengingatkan prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berlaku, setiap warga negara memiliki hak memperoleh layanan kesehatan yang aman dan tepat waktu. Karena itu, rujukan berbasis kompetensi tidak boleh dipahami sebagai pembatasan, melainkan sebagai upaya agar pasien mendapat penanganan paling tepat sesuai kemampuan fasilitas kesehatan.
“Pasien tetap berhak mengakses layanan. Rujukan berbasis kompetensi ini justru memastikan terapi yang diberikan sesuai kemampuan klinis fasilitas tersebut,” pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
(naf/kna)
-
/data/photo/2025/11/21/692049be5f094.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Klarifikasi 3 Rumah Sakit Jayapura atas Kematian Ibu dan Bayinya Setelah Dioper Sana-sini Regional 21 November 2025
Klarifikasi 3 Rumah Sakit Jayapura atas Kematian Ibu dan Bayinya Setelah Dioper Sana-sini
Tim Redaksi
JAYAPURA, KOMPAS.com
– Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Yowari, Maryen Braweri memberikan klarifikasi atas meninggalnya pasien Irene Sokoy dan bayinya karena lambatnya penanganan oleh rumah sakit.
Maryen Braweri mengatakan, pasien diantar oleh keluarga ke RSUD Yowari pada Minggu (16/11/2025) sore dan rencananya melahirkan secara normal di RSUD Yowari.
“Pada saat pasien datang itu sudah pembukaan lima dan sampai 22.10 WIT baru pembukaan lengkap dan bayi sudah kelihatan. Namun karena kondisi jantung janin menurun, maka dokter menyarankan untuk operasi,” katanya ketika dikonfirmasi pada Jumat (21/11/2025).
Namun, karena dokter kandungan di RSUD Yowari tak berada ditempat, pihak rumah sakit merujuk pasien ke RS Dian Harapan.
“Untuk dokter kandungan di rumah sakit Yowari hanya ada satu orang, namun sedang ada kegiatan di luar kota, sehingga kami koordinasi dengan RS Dian Harapan untuk dirujuk ke sana,” kata dia.
Dari koordinasi itu, pasien Irine Sokoy dirujuk ke RS Dian Harapan didampingi oleh dua perawat bersama keluarga menggunakan ambulans RSUD Yowari.
Namun dalam perjalanan, kata dia, RS Dian Harapan mengabarkan melalui sambungan telephone bahwa ruang untuk
BPJS Kesehatan
kelas III sedang penuh dan dokter spesialis anastesi juga tidak ada.
“Makanya pasien dibawa ke RSUD Abepura dengan alasan lokasi terdekat,” ucap dia.
Saat pasien tiba di RSUD Abepura, ia ditolak dengan alasan ruang operasi sedang direnovasi, sehingga pasien dibawa ke RS Bhayangkara.
Keluar dari RSUD Abepura, pasien dibawa ke RS Bhayangkara dengan pertimbangan lokasi terdekat dan pasien harus segera ditangani.
Namun, saat sampai di sana, ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh dan hanya tersedia ruang VIP, tetapi pasien harus membayar uang muka sebesar Rp 4 juta.
“Di satu sisi keluarga tidak bawa uang, sehingga petugas kami minta untuk dilakukan tindakan, tetapi karena tidak terima akhirnya pasien dibawa menuju ke rumah sakit RSUD
Jayapura
,” kata dia.
Dalam perjalanan ke
RSUD Jayapura
, pasien mengalami kejang-kejang sehingga mobil kembali ke RS Bhayangkara. Namun, dalam perjalanan itu, pasien menghembuskan nafas terakhir.
Maryen Braweri mengaku bahwa seluruh prosedur sudah dilaksanakan oleh RSUD Yowari dalam menangani pasien.
“Kita sudah melaksanakan sesuai prosedur yang ada. Di sini memang hanya ada 1 dokter dan saat itu berada di luar kota, namun petugas kita terus berkoordinasi dengan dokter dalam menangani pasien hingga akhirnya dirujuk ke rumah sakit lain,” ucap dia.
Sementara itu, Direktur RS Bhayangkara, Rommy Sebastian mengatakan, pihaknya tak pernah menolak pasien rujukan.
Hanya saja, pihak RSUD Yowari tak melalui prosedur rujukan yakni mengisi Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE).
“Kami tak pernah menolak pasien, tapi yang jadi pertanyaan kenapa RSUD Yowari apakah rujukan itu sudah melalui prosedur? Karena setiap pasien rujukan harus mengisi SISRUTE agar bisa terbaca oleh kami, nah ini tidak dilakukan, jadi jangan salahkan kami,” katanya ketika dikonfirmasi pada Jumat sore.
Selain itu, kata Rommy, pihaknya sudah memberikan edukasi kepada keluarga pasien bahwa ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh.
“Pada saat itu, ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh. Nah berdasarkan aturan bahwa maka tidak bisa naik kelas lagi. Artinya bahwa yang bersangkutan akan menjadi pasien umum, sehingga kami edukasi bahwa jika menjadi pasien umum, maka akan dikenakan tarif,” ucap dia.
Senada dengan itu, pihak Rumah Sakit Dian Harapan membantah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari.
Pihak RSDH mengaku sudah menyampaikan kondisi layanan dan ketersediaan dokter dan ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien dibawa.
Saat itu, ruang NICU telah terisi penuh oleh delapan bayi, ruang kebidanan penuh, dan dokter spesialis Obgyn sedang cuti.
Adapun dokter spesialis anastesi mitra yang akan dipanggil membutuhkan waktu koordinasi tambahan jika harus melakukan operasi darurat.
Namun, saat pemberitahuan ini disampaikan, petugas RSUD Yowari sudah dalam perjalanan membawa pasien ke RS Dian Harapan.
Petugas RSUD Yowari yang tiba di RS Dian Harapan sekitar pukul 01.10 WIT, kemudian meminta dokter jaga RS Dian Harapan memberikan cap rumah sakit dan mengedukasi keluarga pasien bahwa dokter Obgyn dan anestesi tidak siaga dan ruang perawatan penuh.
Setelah penjelasan diterima, pihak keluarga memutuskan melanjutkan rujukan ke rumah sakit lain.
Manajemen RS Dian Harapan menegaskan bahwa seluruh prosedur sudah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3599992/original/091630200_1634027150-024081800_1633662455-BSU.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)