Kementrian Lembaga: BPJS

  • Pemkot: 14 persen pasien TBC di Jakut putus pengobatan

    Pemkot: 14 persen pasien TBC di Jakut putus pengobatan

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Utara (Jakut) mencatat sebanyak 14 persen pasien tuberkulosis (TBC) di wilayahnya tidak berobat atau putus pengobatan, sehingga berdampak pada jumlah pasien yang sembuh dari penyakit yang menyerang paru-paru tersebut.

    “Pasien yang tidak mulai pengobatan atau putus pengobatan karena sejumlah persoalan. Umumnya karena stigma dari masyarakat,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dr Ratna Sari di Jakarta, Selasa.

    Selain itu, mereka juga khawatir kehilangan pekerjaan akibat mengidap penyakit tersebut dan minimnya dukungan sosial ekonomi kepada penderita penyakit tersebut.

    Ratna menuturkan ada sejumlah kendala ditemukan di lapangan dalam penanganan penyebaran penyakit tuberkulosis, salah satunya kekurangan tenaga kesehatan terlatih di puskesmas dan klinik.

    Tak hanya itu, sejumlah klinik dan dokter praktik mandiri belum secara aktif melaporkan kasus TBC karena keterbatasan sumber daya manusia dan minimnya akses terhadap sarana diagnostik.

    “Kendala lain, partisipasi fasilitas swasta masih rendah meski ada uji coba pembiayaan inovatif non kapitasi BPJS Kesehatan. Ketiadaan insentif juga menjadi kendala dalam penanganan,” ujarnya.

    Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Utara mencatat sebanyak 3.636 kasus tuberkulosis (TBC) ditemukan di wilayahnya sejak Januari hingga Juni 2025.

    “Hingga 11 Juni 2025 tercatat ada 3.636 kasus tuberkulosis di Jakarta Utara,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dr Ratna Sari di Jakarta, Selasa.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rujukan Terlambat Jadi Sorotan, Balita di Bima Diamputasi

    Rujukan Terlambat Jadi Sorotan, Balita di Bima Diamputasi

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus dugaan malapraktik medis di RSUD Bima yang menimpa Arumi, balita 16 bulan asal Desa Tambe, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, terus menyita perhatian publik. Kuasa hukum keluarga Arumi, Dian Wahyuni, angkat bicara mengenai kronologi penanganan medis yang dianggap lalai dan tidak tepat sasaran.

    Menurut Dian Wahyuni, kejadian yang dialami Arumi berawal dari penanganan medis yang lambat dan tidak sesuai standar. Ia menilai, ada indikasi kelalaian dalam prosedur rujukan dan tindakan medis awal yang diterima Arumi mulai dari puskesmas hingga di RSUD Bima.

    “Kalau saya lihat, kasus ini adalah akibat kelalaian dan keterlambatan penanganan. Kalau saja fasilitas tingkat rawatan lanjutan tidak harus melalui berbagai tipe rumah sakit, mungkin kondisi Arumi tak separah ini,” ujar Dian, Selasa (17/6/2025).

    Arumi mengalami pembengkakan pada tangan kanannya setelah diberikan cairan infus. Dian menduga terjadi penumpukan cairan akibat aliran obat yang tidak berjalan dengan baik.

    “Kalau di situ ada pembengkakan, seharusnya dilakukan tindakan cepat. Apakah karena cairan obat yang menumpuk atau memang alirannya tidak jalan, kami tidak bisa berandai-andai. Namun yang jelas, tidak ada dokter yang melakukan tindakan dengan cepat di sana,” tambahnya.

    Dian menyayangkan proses rujukan pasien yang dinilai terlalu lama dan berjenjang tanpa mempertimbangkan kondisi darurat pasien. Ia menekankan, Arumi masuk melalui instalasi gawat darurat (IGD) dan berstatus pasien BPJS, sehingga tidak seharusnya terhambat oleh prosedur administratif.

    “Pasien ini masuk IGD, dan bersifat gawat darurat. Jadi tidak perlu proses panjang. Sayangnya, Arumi ditahan di RSUD Bima sejak 15 Mei 2025 sampai 18 Mei 2025 malam sebelum akhirnya dirujuk ke Mataram. Kenapa tidak langsung saat awal kejadian?” ucapnya.

    Ia juga menyoroti tindakan medis yang dilakukan oleh salah satu dokter di RSUD Bima, yaitu dokter Zaky, yang diduga melakukan pembelahan pada bagian tangan Arumi sebanyak dua hingga tiga kali.

    “Kenapa tangan Arumi sampai dibelah-belah? Bahkan katanya dilakukan pembelahan pertama di bagian telapak tangan karena katanya ada pembuluh darah. Ini dilakukan tanpa adanya spesialis bedah vaskular,” kata Dian.

    Setelah menjalani perawatan lanjutan dan mengalami amputasi, Arumi dijadwalkan akan menjalani operasi bedah plastik di RSUP NTB pada Selasa (17/6/2025) hari ini. Operasi ini diharapkan dapat membantu proses penyembuhan lebih lanjut dan mengurangi trauma yang dialami korban.

    Namun demikian, keluarga besar Arumi tidak akan tinggal diam jika proses mediasi dengan pihak rumah sakit tidak membuahkan hasil. Dian menegaskan pihaknya siap membawa kasus ini ke jalur hukum.

    “Kalau hasil mediasi antara keluarga Arumi dan pihak tenaga kesehatan tidak menemukan titik terang, maka kami akan ambil langkah hukum. Ini menyangkut nyawa dan masa depan anak,” tegasnya.

    Menanggapi kritik tersebut, Pelaksana Harian Kepala Dinas Kesehatan NTB Tutik Hermawati mengatakan, proses rujukan pasien seperti Arumi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sistem rujukan berjenjang dari fasilitas tipe D hingga ke rumah sakit tipe A telah diterapkan.

    “Kalau dirujuk itu sudah ada kriteria, dan dokter juga punya pedoman untuk menentukan. Rujukannya sudah dilakukan secara berjenjang, mulai dari puskesmas ke rumah sakit tipe D, lalu ke tipe C seperti RSUD Bima, dan akhirnya ke RSUP NTB yang merupakan tipe A,” jelas Tutik.

    Namun begitu, ia tidak menampik perlunya evaluasi internal. Dinkes NTB akan melakukan kajian menyeluruh terhadap prosedur pelayanan yang telah dijalankan guna memastikan tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.

    “Kami akan lakukan evaluasi sistem pelayanannya. Tunggu hasil dari MBP (majelis badan pertimbangan), nanti akan keluar rekomendasi, baik dari sisi sistem maupun profesi. Yang jelas, semua langkah akan mengarah pada perbaikan,” pungkasnya.

    Kasus ini membuka tabir permasalahan yang lebih dalam terkait keterbatasan sumber daya manusia (SDM) medis dan fasilitas kesehatan di daerah seperti Bima. Dian menyebut bahwa di RSUD Bima saat kejadian tidak ada dokter spesialis bedah vaskular yang bisa menangani kasus seperti Arumi.

    “Kalau memang tidak ada SDM-nya, kenapa tidak langsung dirujuk? Kalau tidak ada dokter spesialis yang piket atau tersedia, mestinya langsung dirujuk ke rumah sakit yang lebih siap seperti RSUP NTB atau RSUD Mataram,” sorot Dian.

    Ia menambahkan, keberadaan fasilitas tidak akan berarti jika tenaga medis yang kompeten tidak tersedia secara sigap. Terlebih dalam kasus anak-anak, ketepatan dan kecepatan penanganan sangat krusial.

  • BPJS Kesehatan Mojokerto Gelar Gathering Badan Usaha, Tiga Perusahaan Terima Penghargaan Kepatuhan JKN

    BPJS Kesehatan Mojokerto Gelar Gathering Badan Usaha, Tiga Perusahaan Terima Penghargaan Kepatuhan JKN

    Mojokerto (beritajatim.com) – Sebagai bentuk apresiasi dan penguatan sinergi antara BPJS Kesehatan Cabang Mojokerto dengan badan usaha di wilayah Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang, digelar acara Gathering Badan Usaha bertema ‘Kepatuhan Badan Usaha sebagai Pilar Jaminan Sosial yang Berkelanjutan’ di salah satu hotel di Mojokerto.

    Kegiatan ini dihadiri oleh Wali Kota Mojokerto, perwakilan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mojokerto dan Jombang, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Mojokerto, perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), serta pimpinan atau perwakilan dari 200 badan usaha besar di tiga wilayah tersebut.

    Kepala BPJS Kesehatan Cabang Mojokerto, Elke Winasari, menyampaikan bahwa kepatuhan badan usaha merupakan kunci utama dalam menjaga keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang adil dan berkelanjutan. “Pemberian sertifikat penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi sekaligus motivasi bagi badan usaha lain,” ungkapnya, Senin (16/06/2025).

    Tujuannya agar terus meningkatkan kepatuhan dan partisipasinya dalam program JKN. Karena di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Mojokerto, sektor Pekerja Penerima Upah (PPU) merupakan peringkat kedua tertinggi pada kontribusi peserta aktif di wilayah Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang.

    Sertifikat penghargaan diberikan kepada badan usaha yang telah diperiksa selama tiga tahun berturut-turut dengan hasil patuh. Kriteria yang dinilai meliputi pendaftaran dan pelaporan gaji seluruh pekerja, kepatuhan pembayaran iuran JKN secara rutin sebelum jatuh tempo selama enam bulan berturut-turut, serta penggunaan aplikasi Edabu untuk pemutakhiran data.

    “Kami memberikan sertifikat penghargaan kepada Badan Usaha di Kota Mojokerto yaitu CV. Bumi Indo, CV. Tirto Agung Motor dan PT. Intidragon Suryatama. Di Kabupaten Mojokerto yaitu PT. Indomarco Prismatama Cabang Jombang, PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia, dan PT. Phalosari Unggul Jaya. Sementara di Kabupaten Jombang yaitu PT. Aice Ice Cream Jatim Industry, PT. Charoend Pokphand Indonesia, dan PT. Surabaya Autocomp Indonesia,” terangnya.

    Selain apresiasi, Elke juga meluruskan sejumlah isu yang beredar di masyarakat, seperti anggapan adanya pembatasan waktu rawat inap BPJS. Dalam kesempatan ini, Elke turut memperkenalkan inovasi dan transformasi layanan JKN yang kini semakin digital, seperti kartu digital JKN berbasis NIK, antrean online, serta layanan Telehealth.

    “Kami harap tidak ada lagi kesalahpahaman di masyarakat, dan peserta semakin yakin akan perlindungan layanan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan. Kami berkomitmen menghadirkan layanan yang semakin mudah, cepat, setara, dan transparan, agar peserta JKN mendapatkan hak pelayanan kesehatan secara optimal tanpa diskriminasi,” tambahnya. [tin/ian]

  • 8
                    
                        Anak 12 Tahun Meninggal Usai Ditolak RS Diduga karena Gunakan Kartu BPJS
                        Regional

    8 Anak 12 Tahun Meninggal Usai Ditolak RS Diduga karena Gunakan Kartu BPJS Regional

    Anak 12 Tahun Meninggal Usai Ditolak RS Diduga karena Gunakan Kartu BPJS
    Tim Redaksi
    BATAM, KOMPAS.com
     – Seorang anak berusia 12 tahun,
    Alif Okto Karyanto
    , meninggal dunia pada Minggu (15/6/2025) dinihari. Ia meninggal setelah diduga ditolak perawatan di
    RSUD Embung Fatimah
    Batam, Kepulauan Riau, karena statusnya sebagai peserta
    BPJS Kesehatan
    .
    Korban dinyatakan meninggal dua jam setelah diduga mengalami
    penolakan perawatan
    di rumah sakit tersebut.
    Peristiwa ini menjadi viral setelah diunggah oleh pengguna media sosial Facebook bernama Suprapto pada hari sebelumnya, yang kini telah dibagikan sebanyak 659 kali.
    Dalam unggahannya, Suprapto menceritakan kronologi saat orang tua Alif membawa anaknya ke RSUD Batam pada Sabtu (14/6/2025) malam sekitar pukul 22.30 WIB.
    Setelah masuk melalui Unit Gawat Darurat (UGD), pihak rumah sakit menginformasikan bahwa mereka tidak dapat merawat Alif karena pasien tidak masuk dalam kategori darurat.
    “Kami tidak tahu kok rumah sakit bisa berkata seperti itu, padahal jika pasien tengah malam ke UGD pasti sudah sakit. Karena orang tuanya warga tidak mampu, jika harus bayar sendiri maka oleh orang tua Minggu 15 Juni 2025 jam 02.30 atau sekitar 4 jam di RSUD dibawa pulang dengan menebus obat bayar sendiri,” ungkap Suprapto dalam postingannya.
    Setelah ditolak, keluarga Alif memutuskan untuk membawa pulang korban setelah membayar semua biaya yang diminta pihak rumah sakit.
    Namun, Alif kemudian dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 04.30 WIB, Minggu (15/6/2025) dinihari.
    “Tapi Naas sampai di rumah ananda pukul 04.30 mengembuskan napas terakhir,” tambahnya.
    Direktur RSUD Embung Fatimah, Sri Widjayanti Suryandari, membantah tuduhan mengenai penolakan perawatan terhadap peserta BPJS Kesehatan.
    Ia menjelaskan bahwa pihak rumah sakit selalu siap membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
    “Saat itu juga langsung kami layani di IGD sesuai keluhan dua jam sebelumnya terlihat sesak di rumah. Akhirnya kami kasih bantuan oksigen, pemeriksaan respirasi, nadi ulang, laboratorium, dan pemeriksaan kadar oksigen,” ujar Sri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (16/6/2025).
    Sri menambahkan, saat tiba di rumah sakit, kondisi Alif stabil dan tidak memenuhi kriteria gawat darurat, sehingga tidak bisa dijamin oleh BPJS.
    Setelah hampir empat jam diobservasi, kondisi pasien tetap stabil dan akhirnya dipulangkan dengan rekomendasi untuk rawat jalan.
    “Jadi kami sudah melayani. Bukan tidak melayani, seperti yang disebarkan,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkot Mojokerto Tegaskan Komitmen Jamin Akses Layanan Kesehatan Lewat Skema PBID

    Pemkot Mojokerto Tegaskan Komitmen Jamin Akses Layanan Kesehatan Lewat Skema PBID

    Mojokerto (beritajatim.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto kembali menunjukkan keseriusannya dalam menjamin akses layanan kesehatan bagi seluruh warganya. Hal ini ditegaskan langsung oleh Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari, dalam acara Gathering Badan Usaha bertema “Kepatuhan Badan Usaha sebagai Pilar Jaminan Sosial yang Berkelanjutan” pada Senin (16/6/2025).

    Dalam sambutannya, Ning Ita—sapaan akrab Wali Kota Mojokerto—menyampaikan apresiasi terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan seluruh badan usaha atas dukungannya terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ia menegaskan bahwa Kota Mojokerto telah mencapai Universal Health Coverage (UHC) sejak 2018.

    “Artinya, seluruh penduduk Kota Mojokerto telah terjamin dalam kepesertaan program JKN dan memiliki akses penuh terhadap layanan kesehatan,” ungkap Ning Ita.

    Ning Ita juga menyoroti bahwa mayoritas peserta JKN di Mojokerto terdaftar melalui skema Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID), yakni iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan langsung oleh pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    “Saat ini, sekitar 43 persen dari total peserta BPJS Kesehatan di Mojokerto berasal dari kelompok PBID. Ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah daerah dalam menjamin perlindungan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan,” tegasnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Ning Ita juga menekankan bahwa kontribusi badan usaha dalam program JKN merupakan bagian penting dari tanggung jawab sosial yang berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat.

    “Keberhasilan program JKN tak lepas dari peran strategis badan usaha dalam menjamin kesehatan para pekerja mereka. Sinergi dan kolaborasi ini harus terus dipertahankan bahkan ditingkatkan,” lanjutnya.

    Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, masyarakat, badan usaha, maupun BPJS Kesehatan, untuk terus menjaga komitmen bersama dalam membangun sistem jaminan kesehatan nasional yang adil dan berkelanjutan.

    “Butuh komitmen kolektif dari semua pihak untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera. Ini adalah wujud konkret kita membangun Indonesia dari daerah kita,” pungkasnya. [tin/beq]

  • Syarat Dokumen dan Cara Daftar BSU BPJS Ketenagakerjaan untuk Dapat Rp600.000

    Syarat Dokumen dan Cara Daftar BSU BPJS Ketenagakerjaan untuk Dapat Rp600.000

    Bisnis.com, JAKARTA – Bantuan Subsidi Upah (BSU) masih menunggu proses verifikasi sebelum akhirnya dicairkan untuk para penerimanya.

    Pemerintah menargetkan pencairan BSU bisa dilakukan mulai minggu kedua bulan Juni 2025. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli.

    “Sebelum minggu kedua kita berharap sudah disalurkan,” kata Yassierli ketika ditemui di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    Meskipun begitu, masih banyak pekerja yang mengatakan belum menerima bantuan hingga hari ini. Pekerja diminta untuk aktif melakukan pengecekan di situs resmi https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id. 

    Pada situs tersebut, terdapat tahapan pencairan BSU. Misalnya apakah anda sudah terdaftar, atau anda tinggal menunggu uang bantuan masuk ke rekening.

    Lantas bagaimana dengan pekerja yang belum terdaftar mendapat BSU? Berikut caran lengkapnya.

    Cara Daftar BSU BPJS Ketenagakerjaan

    Salah satu syarat mendapatkan BSU adalah pekerja yang sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, pastikan Anda sudah terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan.

    Seperti dikutip dari laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, pendaftaran dilakukan oleh pemberi kerja jika Anda termasuk golongan penerima upah.

    Pemberi Kerja (Perusahaan/Badan/Sejenisnya) dapat melakukan pendaftaran melalui kanal fisik dan kanal non fisik yang telah disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

    Setelah Pemberi Kerja telah terdaftar menjadi peserta, maka proses lanjutan yaitu dengan mendaftarkan seluruh pekerja dengan menyerahkan data jumlah dan upah melalui formulir yang disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

    Pekerja juga bisa melakukan pendaftaran BSU BPJS Ketenagakerjaan melalui link https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id.

    Kemudian klik tabel “Pendaftaran Peserta”. Setelah itu pilih jenis “Penerima Upah” dan masukkan data yang dibutuhkan.

    Daftar BPJS Ketenagakerjaan sebagai Penerima Upah

    Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan dilakukan oleh pemberi kerja (Perusahaan/Badan/Sejenisnya) melalui kanal fisik dan non fisik.

    1. Kanal Fisik

    Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan
    Kantor SPO (Service Point Office) Bank kerjasama
    Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
    Perisai (Mitra BPJS Ketenagakerjaan)

    2. Kanal Non Fisik

    Pendaftaran Online Mandiri melalui website BPJS Ketenagakerjaan
    Portal Bersama melalui www.bpjs.go.id
    Online Single Submission (OSS)

    Syarat Mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan

    Fotokopi E-KTP
    Fotokopi Kartu Keluarga
    Fotokopi NPWP
    Surat ijin usaha dan/atau bukti sementara pengurusan izin usaha dari pihak yang berwenang

    Kemudian khusus pekerja asing (WNA) dibutuhkan syarat tambahan yakni bekerja paling singkat 6 bulan dengan melampirkan paspor sebagai data pendukung.

  • Utang BPJS Pemprov Jabar Bisa Naik ke Rp 360 M, Ini Rencana Bayarnya
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        16 Juni 2025

    Utang BPJS Pemprov Jabar Bisa Naik ke Rp 360 M, Ini Rencana Bayarnya Bandung 16 Juni 2025

    Utang BPJS Pemprov Jabar Bisa Naik ke Rp 360 M, Ini Rencana Bayarnya
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memanfaatkan perubahan APBD 2025 untuk membayar tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang nilainya mencapai Rp 311 miliar.
    Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat,
    Dedi Mulyadi
    , mengatakan saat ini pihaknya masih menghitung alokasi anggaran yang akan digunakan untuk melunasi kewajiban tersebut.
    “Yang pasti APBD murni sudah lewat. Nah kemungkinan nanti perubahan APBD 2025. Mungkin di situ beliau (gubernur) akan memprioritaskan untuk pembayaran utang, konsekuensinya yang bukan belanja prioritas akan disesuaikan,” kata Dedi saat dihubungi, Senin (16/5/2025).
    Dedi menjelaskan, tunggakan utang tersebut berasal dari iuran BPJS Kesehatan untuk kabupaten dan kota yang belum dibayarkan selama periode 2023/2024.
    “Yang Rp 311 miliar itu tagihan ke kabupaten/kota. Jumlahnya dinamis karena sebelum bayar kami konsolidasi dulu dengan BPJS sama kabupaten/kota itu di angka Rp 311 miliar, sempat bisa jadi nambah ke Rp 360 miliar. Tapi nggak akan turun dari angka tersebut,” ujarnya.
    Setiap tahun, menurut Dedi,
    Pemprov Jabar
    mengalokasikan sekitar Rp 900 miliar untuk membayar iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat.
    Dari total tersebut, Rp 460 miliar disetor ke pusat untuk warga dalam kategori Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sedangkan sisanya digunakan untuk warga non-DTKS yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten dan kota.
    “Kalau DTKS kita setor ke pusat ke Kementerian Keuangan nanti ke BPJS pusat. Kalau yang Rp 400 miliar lainnya setor ke kabupaten/kota, porsinya Pemprov 40 persen, 60 persen usulan daerah,” jelas Dedi.
    Tunggakan itu pertama kali diungkap Gubernur Jabar Dedi Mulyadi saat mendampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Rabu (11/6/2025).
    Dalam kesempatan itu, Dedi menyinggung besarnya dana hibah di masa pemerintahan sebelumnya yang dianggap mengabaikan kewajiban pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
    “Dalam hal ini, pemerintah punya kewajiban atas akses kesehatan warganya ketimbang belanja hibah,” pungkasnya.
    Penulis: Kontributor Bandung, Faqih Rohman Syafei
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Utang BPJS Pemprov Jabar Bisa Naik ke Rp 360 M, Ini Rencana Bayarnya
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        16 Juni 2025

    Tunggakan BPJS Kesehatan Jabar Capai Rp 311 Miliar Sejak 2023, Pemprov Janji Bayar Bandung 16 Juni 2025

    Tunggakan BPJS Kesehatan Jabar Capai Rp 311 Miliar Sejak 2023, Pemprov Janji Bayar
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat memastikan jumlah tunggakan utang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat kepada BPJS Kesehatan mencapai Rp 311 miliar.
    Kepala Bappeda Jabar
    Dedi Mulyadi
    mengatakan, utang tersebut berasal dari kewajiban pembayaran
    iuran BPJS Kesehatan
    untuk kabupaten dan kota yang belum dibayarkan pada periode 2023/2024.
    “Yang Rp 311 miliar itu tagihan ke kabupaten/kota. Jumlahnya dinamis karena sebelum bayar kami konsolidasi dulu dengan BPJS sama kabupaten/kota itu di angka Rp 311 miliar, sempat bisa jadi nambah ke Rp 360 miliar. Tapi nggak akan turun dari angka tersebut,” ujar Dedi saat dihubungi, Senin (16/5/2025).
    Menurut Dedi, setiap tahun
    Pemprov Jabar
    harus membayar iuran BPJS Kesehatan sekitar Rp 900 miliar. Dari jumlah itu, Rp 460 miliar dialokasikan untuk masyarakat dalam kategori Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan sisanya untuk masyarakat non-DTKS yang diusulkan oleh kabupaten dan kota.
    “Kalau DTKS kita setor ke pusat ke Kementerian Keuangan nanti ke BPJS pusat. Kalau yang Rp 400 miliar lainnya setor ke kabupaten/kota, porsinya Pemprov 40 persen, 60 persen usulan daerah,” jelasnya.
    Ia menyebutkan, saat ini Pemprov Jabar sedang menghitung alokasi anggaran untuk melunasi tunggakan tersebut.
    “Yang pasti APBD murni sudah lewat. Nah kemungkinan nanti perubahan APBD 2025. Mungkin di situ beliau (gubernur) akan memprioritaskan untuk pembayaran utang, konsekuensinya yang bukan belanja prioritas akan disesuaikan,” kata Dedi.
    Diketahui, tunggakan utang Pemprov Jabar kepada BPJS Kesehatan pertama kali diungkap oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi saat mendampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Rabu (11/6/2025).
    Dalam kesempatan itu, Dedi menyoroti besarnya dana hibah di masa kepemimpinan gubernur sebelumnya, yang dinilainya telah mengabaikan kewajiban pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
    Ia menegaskan, pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap akses layanan kesehatan masyarakat yang tidak bisa diabaikan.
    “Dalam hal ini, pemerintah punya kewajiban atas akses kesehatan warganya ketimbang belanja hibah,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Survei 100 Hari Fawait-Djoko: Wadul Gus e dan UHC Tempati Kepuasan Tertinggi Warga Jember

    Survei 100 Hari Fawait-Djoko: Wadul Gus e dan UHC Tempati Kepuasan Tertinggi Warga Jember

    Jember (beritajatim.com) – Platform aduan warga Wadul Gus’e dan Universal Health Coverage (UHC Prioritas) menjadi program dengan kepuasan tertinggi dari warga Kabupaten Jember, Jawa Timur.

    Demikian hasil survei terhadap seratus hari pertama kinerja Bupati Muhammad Fawait dan Wakil Bupati Djoko Susanto, yang dilaksanakan lembaga The Republic Institute terhadap 800 responden di 31 kecamatan, pada 15-22 Mei 2025.

    Direktur The Republic Institute Sufyanto mengatakan, secara umum kinerja Pemerintah Kabupaten Jember mendapatkan respons dan citra positif dari masyarakat.

    “Sekitar 82,8 persen masyarakat Jember nenilai kinerja Bupati Fawait dan Wabup Djoko Susanto dalam seratus hari memuaskan,” katanya, dalam konferensi pers di Jo Cafe, Jember, Minggu (15/6/2025). Hanya 10,5 persen responden yang menyatakan tidak puas dan 6,7 responden tidak menjawab.

    Kepuasan tertinggi 19,5 persen ada pada komitmen terhadap peningkatan di sektor pelayanan publik dan 16,2 persen pada konsistensi janji dan program yang dibawa saat kampanye. Sementara itu, 13,2 persen menyatakan puas pada kecepatan dalam merespon isu dan masalah yang terjadi di masyarakat.

    Sebanyak 83,5 persen responden menyatakan puas terhadap platform aduan warga Wadul Gus’e dan 82 persen puas terhadap program Universal Health Coverage (UHC Prioritas) yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan. Sementara itu, 80.9 persen puas terhadap perbaikan infrastruktur melalui Unit Reaksi Cepat (URC),

    Wadul Gus e diluncurkan pada 14 Maret 2025 untuk membuka saluran informasi langsung antara pemerintah dan masyarakat. Sufyanto memaparkan, program ini mendapat respons positif baik dari masyarakat Jember dan masyarakat umum. “Program ini pun mendapatkan penghargaan sebagai pemerintah yang mendukung keterbukaan informasi pblik,” katanya.

    Sementara program Universal Health Coverage (UHC Prioritas) mulai diluincurkan pada 1 April 2025. Program ini memungkinkan masyarakat yang beridentitas warga Jember dapat mengakses fasilitas kesehatan secara merata di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

    Selama seratus hari, kepuasan tertinggi terhadap kinerja pemerintah daerah adalah pada bidang pelayanan publik, yakni 87,2 persen. Bidang ini meliputi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan.

    Sementara kepuasan terendah ada pada bidang lingkungan hidup yakni 71,3 persen. Bidang ini meliputi Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan untuk program penghijauan dan ketahanan pangan.

    Ketidakpuasan tertinggi ada pada bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi dan bidang pembangunan infrastruktur, yakni masing-masing 14 persen. Bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi meliputi Dinas Sosial, Dinas Koperasi dan UMKM, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Sementara bidang pembangunan dan ibfrastruktur meliputi Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya. [wir]

  • BSU Rp 600.000 Tak Kunjung Cair, Kemnaker Buka Suara – Page 3

    BSU Rp 600.000 Tak Kunjung Cair, Kemnaker Buka Suara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) masih melakukan proses validasi data untuk penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) tahun 2025.

    Bantuan ini akan diberikan sebesar Rp600 ribu sekaligus, mencakup subsidi Rp300 ribu per bulan untuk dua bulan, yaitu Juni dan Juli 2025.

    “Belum, masih validasi data. Nilainya Rp 300.000/ bulan dan akan diberikan 2 bulan untuk Juni dan Juli dan dibayarkan sekaligus sebesar Rp 600.000,” ujar Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi Manampiar Sinaga saat dikonfirmasi terkait progres penyaluran BSU oleh Liputan6.com, Minggu (15/6/2025).

    Ia menegaskan bahwa, Bantuan Subsidi Upah (BSU) tahun ini ditujukan bagi para pekerja dan buruh yang memenuhi sejumlah kriteria, di antaranya:

    Warga Negara Indonesia (WNI) dan memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK);
    Merupakan peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025;
    Menerima gaji atau upah maksimal Rp3.500.000 per bulan;
    Untuk wilayah dengan UMP atau UMK di atas Rp3.500.000, batas gaji mengacu pada UMP/UMK yang dibulatkan ke atas hingga ratus ribuan penuh;
    Bukan Aparatur Sipil Negara (ASN), prajurit TNI, maupun anggota POLRI;
    Memiliki rekening aktif di bank atau kantor pos penyalur;
    Tidak sedang menerima manfaat dari Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun anggaran berjalan sebelum BSU disalurkan.

    Landasan hukum pemberian BSU ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2025, yang merupakan perubahan atas Permenaker Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh.