Kementrian Lembaga: BPJS

  • Kemenkes Ungkap 4 Hasil Investigasi Bumil-Calon Bayinya Meninggal usai Ditolak 4 RS

    Kemenkes Ungkap 4 Hasil Investigasi Bumil-Calon Bayinya Meninggal usai Ditolak 4 RS

    Jakarta

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes RI Azhar Jaya mengungkap hasil investigasi kematian ibu hamil dan calon bayinya pasca ditolak empat RS di Papua. Sedikitnya ada empat penyebab di balik kejadian tersebut termasuk kelangkaan dokter spesialis.

    Ibu tersebut tidak bisa ditangani karena satu dokter spesialis obgyn tengah menjalani seminar. Sementara dokter lainnya tengah menjalani pendidikan.

    Kondisinya saat itu hanya tersedia bidan, sementara ibu Irene membutuhkan persalinan caesar karena indikasi kekhawatiran komplikasi jika persalinan normal, lantaran ukuran bayi relatif besar.

    Persoalan lain yang ditemukan di rumah sakit lain, adalah minimnya sarana dan prasarana.

    “Ada empat ruangan operasi, di RS Adipura, semuanya sedang direnovasi, jadi ini jelas tidak bisa dilakukan operasi,” bebernya.

    Aco kemudian melaporkan dugaan salah satu pelanggaran yang dilakukan RS saat menolak menangani ibu Irene, padahal termasuk pasien gawat darurat.

    RS Bhayangkara menolak ibu Irene lantaran kelas 3 BPJS Kesehatan penuh, sehingga diarahkan ke VIP dengan mengurus administrasi terlebih dahulu sebelum ditangani, yakni membayar Rp 4 juta.

    “Di mana seharusnya pasien dalam keadaan emergency tidak boleh lagi dilakukan administrasi dahulu, tetap harus ditolong dulu,” sorotnya.

    Pihak terkait dipastikan bisa diberikan sanksi sesuai dengan amanah Undang Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

    (naf/naf)

  • BPJS Kesehatan Minta Masyarakat Mengadu Jika Terima Pelayanan Tak Sesuai

    BPJS Kesehatan Minta Masyarakat Mengadu Jika Terima Pelayanan Tak Sesuai

    Video: BPJS Kesehatan Minta Masyarakat Mengadu Jika Terima Pelayanan Tak Sesuai

    2,224 Views |

    Rabu, 26 Nov 2025 20:17 WIB

    Dwi Putri Aulia – 20DETIK

  • Tragedi Bocah di Sukabumi Diseret Jambret, Sang Kakak Dianiaya Saat Cari Pelaku

    Tragedi Bocah di Sukabumi Diseret Jambret, Sang Kakak Dianiaya Saat Cari Pelaku

    Liputan6.com, Jakarta Peristiwa bocah berinisial AH (11) di Kabupaten Sukabumi yang terseret sejauh 200 meter saat mempertahankan handpone (HP) dari jambret belum berakhir. R (18), kakak korban menjadi korban pengeroyokan saat mencari pelaku penjambretan.

    Insiden beruntun ini bermula pada Minggu (23/11/2025). Setelah kejadian yang dialami sang adik, R berinisiatif mendatangi lokasi terduga pelaku di Kampung Cipaku, Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, pada hari yang sama sekira pukul 12.00 WIB.

    R datang bersama 10 temannya dengan tujuan untuk mencari konfirmasi identitas terduga pelaku.

    Namun, upaya konfirmasi tersebut berujung ricuh. Saat rombongan R hendak diarahkan menuju rumah ketua RT setempat, terjadi cekcok yang memicu pengeroyokan oleh warga sekitar.

    “Saya dipukuli dikeroyok oleh tetangganya yang di warung dekat daerah situ, teman saya yang lain juga ada yang ditendang, sampai ada yang diancam pakai golok (sajam) kata teman saya, cuma saya enggak lihat karena keburu pingsan,” kata R di RSUD R Syamsudin Sh, Rabu (26/11/2025).

    Akibat pengeroyokan itu, R mengalami luka parah, terutama di bagian rahang dan wajah, serta harus menjalani operasi bedah mulut. Dia kini dirujuk ke RS Hermina.

    Tragisnya, selain menghadapi trauma dan luka fisik, keluarga korban juga dibebankan pembayaran Rp 15 juta untuk penanganan medis R dan adiknya. Dia juga menyebut proses operasi bedah mulut terhambat karena kendala biaya.

    “Saya minta keadilan, saya juga enggak bisa pakai BPJS untuk perawatan dan pengobatan. Jadi bingung untuk biaya sebesar itu,” tutur R.

    Terpisah, Kapolsek Sukaraja AKP Aguk Khusaini menjelaskan penyebab pengeroyokan diduga karena miskomunikasi.

    “Diduga miskomunikasi karena konfirmasi, sedangkan yang dikonfirmasi belum hafal kronologisnya. Masih didalami (jumlah terduga pelaku pengeroyokan),” singkatnya.

    Sementara itu, pelaku begal berinisial MA (28) telah diamankan di Mapolsek Sukaraja kurang dari 24 jam setelah kejadian. Dia dijerat dengan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.

  • Komisi IX DPR Minta 4 RS Tolak Ibu Hamil sampai Meninggal di Papua Disanksi

    Komisi IX DPR Minta 4 RS Tolak Ibu Hamil sampai Meninggal di Papua Disanksi

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengaku prihatin atas peristiwa yang terjadi pada ibu hamil, Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya meninggal usai ditolak 4 rumah sakit (RS) di Jayapura, Papua. Charles meminta 4 RS tersebut untuk diberi sanksi.

    Hal itu disampaikan Charles dalam rapat panja bersama Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes, Direktur Pelayanan BPJS, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025). Charles mengatakan peristiwa yang terjadi pada Irene dan bayinya merupakan gambaran layanan kesehatan yang masih tidak merata.

    “Kalau kita melihat kejadian yang menimpa ibu Irene Sokoy di Papua yang meninggal dalam kondisi hamil ditolak untuk bisa berobat di 4 RS, ini adalah gambaran yang sangat akurat menurut saya, gambaran yang akurat betapa layanan kesehatan untuk rakyat masih jauh dari kata merata masih ada ketimpangan khususnya di wilayah-wilayah 3T,” kata Charles.

    Dia mengaku miris isu tersebut muncul usai ramai di media sosial. Dia lantas menyinggung kebijakan pemerintah kerap reaktif terhadap isu yang viral di media sosial.

    “Harapan saya tentunya dengan kejadian yang menimpa Ibu Irene dan anaknya yang masih dalam kandungan, kebijakan yang akan dijalankan bukan hanya sekedar kebijakan reaktif, tetapi termasuk kehadiran kita di sini, kita ingin membangun atau mendorong kebijakan komprehensif, yang tujuannya telah membangun sistem, sehingga kedepan tidak ada lagi kejadian-kejadian Ibu Irene di kemudian hari,” paparnya.

    Charles lantas mempertanyakan kebijakan yang akan dilakukan Kemenkes dalam waktu dekat di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) agar kasus serupa tak terulang kembali. Khususnya, kata dia, dalam ketersediaan tenaga kesehatan untuk membantu persalinan.

    “Kita gak usah lagi bicara rasio, karena kalau bicara rasio kita taulah, rasio dokter spesialis itu jauh dari cukup, tetapi anak atau ibu hamil yang mau melahirkan itu tidak bisa menunggu,” ujarnya.

    “Mencetak dokter spesialis mungkin butuh 3 tahun, tapi ibu yang mengandung dan mau melahirkan itu setiap hari pasti ada, setiap beberapa menit mungkin ada, jadi apa nih dalam waktu dekat yang dilakukan Kemenkes untuk bisa mencarikan solusi agar ibu-ibu hamil atau pasien yang membutuhkan layanan spesialis khususnya di wilayah 3T bisa ditangani dengan baik,” sambung dia.

    Charles menekankan kebijakan yang dikeluarkan bukan hanya solusi sementara, namun harus bersifat jangka panjang dan adanya perbaikan sistemik.

    “Undang-undangnya kan jelas kita bahas di sini, kita yang buat, rumah sakit, faskes tidak boleh menolak pasien apabila dalam keadaan emergency, jadi ke depan seperti apa sanksinya, ada nggak untuk empat rumah sakit tersebut?” ujar Charles.

    Lebih lanjut, Charles juga mempertanyakan layanan BPJS dalam kasus Irene tersebut. Dia mengatakan BPJS harus melakukan evaluasi pelayanan agar kejadian serupa tak terulang.

    “Informasinya pasien Irene ditolak karena ada status kepesertaan juga, bagaimana BPJS memastikan status peserta tidak lagi menjadi penghalang akses layanan, termasuk dari evaluasi BPJS, kasus ini seperti apa? Apa yang terjadi? Dan apa yang akan dilakukan di kemudian hari?” tanya Charles.

    “Jadi sekali lagi menurut saya kejadian Ibu Irene ini menggambarkan bahwa masih ada kelalaian, negara lalai. Jadi ke depan harapan saya, apalagi adanya panja ini kita bisa menghadirkan solusi yang komprehensif,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes Yuli Farianti mengatakan, saat ini tenaga kesehatan di rumah sakit memang masih mengalami kekurangan. Yuli mengatakan pihaknya, telah mengirimkan rekomendasi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan-RB terkait penerimaan ASN.

    “Barang kali ini pak Charles, gak mungkin dalam waktu 10 menit kita bisa mencari solusi yang terbaik, saya sebenarnya sudah ada beberapa rekomendasi, apa yang perlu kita ke BKN, MenPAN-RB,” ujarnya.

    Yuli mengatakan ASN di rumah sakit saat ini masih cukup minim. Dia mengatakan banyak dokter yang gagal lolos saat mengikuti ujian calon ASN.

    “Mohon maaf bapak, saat ini yang diterima ASN itu cuma 2,6% yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan kita yang lainnya,” jelas Yuli.

    “Sorry banyak dokter spesialis yang sudah maju menjadi calon PNS, pada saat tes TKD atau kompetensi dasar tidak ada yang lulus bahkan ada yang melamar itu nol, itu adalah hal-hal yang memang ini juga saya sedang jajaki bersama,” sambungnya.

    Sementara itu, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan berdasarkan laporan yang diterimanya, permasalahan utama yang terjadi pada kasus Irene ialah tidak tersedianya dokter serta keterbatasan ruangan perawatan, termasuk fasilitas penting seperti Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Dia menjelaskan sejak terbitnya Perpres Nomor 59 Tahun 2024, BPJS Kesehatan memiliki mekanisme evaluasi berbasis kelas terhadap rumah sakit.

    “Kalau rumah sakit tidak menyediakan fasilitas yang sesuai, kita berdasarkan review kelas pak, bisa kita bayar satu tingkat lebih rendah,” ujarnya.

    Sedangkan, kata dia, persoalan pada rumah sakit terakhir ialah ruangan kelas yang penuh. Dia mengatakan dalam aturan yang ada, seharusnya jika ruangan kelas penuh maka pasien dapat dititip pada kelas di atasnya.

    “Kemudian RS terakhir, kan seharusnya dia PBI (penerima bantuan iuran) kelas 3, di dalam regulasi yang ada, sebetulnya kalau kelas sesuai kelasnya penuh, peserta dapat dititipkan di kelas atasnya tanpa dipungut biaya, harusnya seperti itu, itu sudah ada aturannya,” tuturnya.

    “Maka kami yang mendorong masyarakat juga memperkuat untuk mengadukan, apabila ada hal-hal yang tidak sesuai tadi untuk segera diadukan kepada kami agar segera ditindaklanjuti,” imbuh dia.

    Halaman 2 dari 2

    (amw/wnv)

  • BPJS Kesehatan: 454 Puskesmas Tidak Punya Dokter Umum, 2.735 Tak Punya Dokter Gigi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 November 2025

    BPJS Kesehatan: 454 Puskesmas Tidak Punya Dokter Umum, 2.735 Tak Punya Dokter Gigi Nasional 26 November 2025

    BPJS Kesehatan: 454 Puskesmas Tidak Punya Dokter Umum, 2.735 Tak Punya Dokter Gigi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengungkapkan, sebanyak 454 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di Indonesia tidak memiliki dokter umum. Selain itu, 26,98 persen atau 2.735 puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter gigi.
    Data tersebut disampaikan Lily dalam rapat panitia kerja (Panja) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan Komisi IX DPR, Rabu (26/11/2025).
    “454
    Puskesmas
    tidak memiliki
    dokter umum
    , sementara 2.735 Puskesmas tidak memiliki
    dokter gigi
    . Kekurangan dokter gigi disebut sebagai salah satu persoalan paling menonjol dalam penguatan layanan primer,” ujar Lily.
    Selain itu, terdapat 3,63 persen atau 241 klinik pratama yang hanya memiliki satu dokter umum. Kemudian, 17,84 persen atau 1.183 klinik pratama tidak tersedia dokter gigi.
    Lily mengatakan, data tersebut menunjukkan tidak meratanya dokter maupun tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
    “Jadi secara umum memang ketersediaan dokter gigi masih dirasakan kurang,” ujar Lily.
    Oleh karena itu,
    BPJS Kesehatan
    melakukan lima upaya untuk menguatkan fasilitas kesehatan yang tersebar di wilayah Indonesia.
    Pertama, koordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk pemenuhan sarana, prasarana, dan tenaga kesehatan, khususnya puskesmas.
    Kedua, advokasi pemerintah daerah untuk menambah jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di daerah terpencil dan kepulauan.
    “(Ketiga) Koordinasi dengan organisasi profesi dan asosiasi fasles untuk peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, khususnya dokter,” ujar Lily.
    Keempat, penyesuaian kredensialing/rekredensialing sesuai dengan regulasi yang terbaru. Terakhir, peningkatan promotiv preventif di FKTP.
    Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) kesehatan, terutama untuk posisi dokter gigi dan dokter spesialis.
    “Kekurangan terbesar masih terjadi untuk dokter gigi dan dokter-dokter spesialis di seluruh fasilitas kesehatan ini,” ujar Budi dalam sambutannya ketika menjadi pembina upacara pada Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-61 yang digelar di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).
    Budi mengatakan, jumlah tenaga kesehatan di setiap puskesmas di Indonesia belum mencukupi dan distribusinya juga belum merata.
    “(Baru) 61 persen puskesmas yang memiliki jenis tenaga kesehatan sesuai standar dan 74 persen RSUD telah dilengkapi dengan tujuh dokter spesialis dasar,” ujar Budi.
    Kata Menkes, Presiden Prabowo Subianto menargetkan sebanyak 500 pembangunan rumah sakit penyelenggara pendidikan utama (dokter spesialis) di seluruh kabupaten/kota.
    “Ditargetkan Bapak Presiden 500 di seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia agar memudahkan dan memurahkan akses pendidikan untuk menjadi dokter spesialis yang sangat kurang untuk mengisi kebutuhan rumah sakit-rumah sakit di seluruh pelosok Indonesia,” ujar Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saat Presiden Turun Tangan di Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 November 2025

    Saat Presiden Turun Tangan di Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua Nasional 26 November 2025

    Saat Presiden Turun Tangan di Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Nasib pilu menimpa seorang ibu bernama Irene Sokoy yang meninggal dunia bersama bayi yang sedang dikandungnya setelah ditolak empat rumah sakit di Jayapura, selama pergantian hari Senin–Rabu (16-19/11/2025) pekan lalu.
    Kelahiran buah hati
    Irene Sokoy
    yang semestinya menjadi suka cita dan dinantikan oleh keluarga, justru menjadi duka.
    Hal ini memicu keprihatinan banyak pihak, hingga membuat Presiden RI
    Prabowo Subianto
    turun tangan memerintahkan untuk melakukan audit layanan kesehatan.
    Perintah audit dan perbaikan dari Prabowo itu disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian usai rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 24 November 2025.
    “Saya melapor pada beliau (Presiden Prabowo). Jadi di antaranya itu, perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan, audit,” ujar Tito.
    Menjalankan perintah Kepala Negara, Tito mengaku sudah berkomunikasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk menuju Jayapura melakukan investasi terhadap peristiwa tersebut.
    Tito pun mengungkapkan, audit internal itu menyasar pada rumah sakit dan pejabat-pejabat terkait. Termasuk, pejabat di dinas kesehatan, pejabat provinsi, hingga kabupaten.
    “Menkes mengirimkan tim khusus juga untuk melakukan audit teknis mengenai masalah layanan kesehatan. Kita enggak ingin terulang lagi. Sama tadi pesan dari Pak Presiden jangan sampai terulang lagi hal yang sama,” ujarnya.
    Bukan hanya itu, Tito menyebut, audit bakal dilakukan terhadap aturan-aturan di Kemendagri, termasuk peraturan kepala daerah.
    Senada dengan Tito, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa Kemenkes telah mengirim tim untuk mengusut kasus meninggalnya ibu hamil di Papua.
    “Sekarang kami sudah kirim tim, sudah sampai di sana, ya, untuk menganalisa masalahnya di mana,” kata Budi Gunadi usai agenda Sinergi dalam Menjaga Mutu dan Komperensi Tenaga Media dan Tenaga Kesehatan, di The Grand Platinum Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).
    Budi mengungkapkan, ia sudah berkomunikasi dengan Gubernur Papua Matius Derek Fakhiri agar segera menangani kasus tersebut sekaligus memperbaiki kualitas kesehatan di semua wilayahnya.
    “Saya juga sudah ngomong sama Pak Gubernur. Niatnya baik. Ini kan ada di bawah pemerintah daerah, jadi kita harus sowan ke mereka. Tapi Pak Gubernur tuh niatnya baik, beliau ingin agar ini diperbaiki,” ujarnya.
    Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus memastikan bahwa pemerintah bakal memberikan sanksi tegas kepada fasilitas kesehatan yang terbukti melalaikan kewajibannya.
    “Ya pasti dong (kena sanksi), Pak Presiden saja sudah manggil, tanya kenapa bisa terjadi. Maka kita melakukan investigasi dan itu kewajiban Kementerian Kesehatan menginvestigasi kenapa kok bisa,” kata Ben dalam kesempatan yang sama.
    Ben menjelaskan kronologi Irene ditolak empat rumah sakit (RS) hingga akhirnya meninggal dunia berdasarkan hasil penelusuran sementara Kemenkes.
    Saat Irene mendatangi rumah sakit pertama karena sudah mulai merasakan kontraksi, ternyata tidak ada dokter yang berjaga karena pada saat itu dokter sedang cuti.
    “Kami sudah mendapatkan sedikit bahwa ada pelayanan, pasien datang ke rumah sakit pertama, dokternya sedang cuti, tidak ada, dirujuk lagi ke tempat kedua,” ujar Ben.
    Ben menjelaskan bahwa Irene tidak bisa melahirkan normal atau pervaginam karena memiliki panggul yang kecil, sementara berat bayinya cukup besar.
    “Berat badannya (bayi) itu sudah besar, pada waktu itu sudah disarankan bahwa pasien ini harus operasi, enggak bisa lahir pervaginam karena berat bayi lebih gede daripada panggulnya,” tutur Ben.
    Berdasarkan hasil pengecekan itu, Irene berpindah lagi ke rumah sakit lain yang memiliki alat penanganan medis memadai.
    “Nah itulah yang terjadi, waktu dia pindah lagi ke rumah sakit yang lainnya, terjadi gawat janin, akhirnya terjadi itu (meninggal),” tuturnya.
    Ben mengakui bahwa akses fasilitas kesehatan di Papua belum memadai. Ia membandingkan standar waktu tempuh menuju sarana kesehatan antara Pulau Jawa dan di Papua.
    “Orang datang ke Sarana Kesehatan kurang dari dua jam di Jawa itu, harus kurang dari dua jam itu di Jawa 99 persen. Di Papua masih 70 persen, ada yang 30 persen, daerah yang lebih dari dua jam,” katanya.
    “Nah itu yang menjawabkan risiko meninggal pada pasien-pasien yang membutuhkan kecepatan pelayanan ke Sarana Kesehatan,” ujar Ben melanjutkan.
    Irene Sokoy, meninggal pada Senin (17/11/2025) pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.
    Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey, yang juga mertua almarhum, menceritakan bahwa Irene mulai merasakan kontraksi pada Minggu siang (16/11/2025).
    Keluarga akhirnya membawa Irene menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari.
    Namun, kondisi Irene yang memburuk tidak segera ditangani karena dokter tidak ada di tempat dan pembuatan surat rujukan pun sangat lambat.
    “Pelayanan sangat lama. Hampir jam 12 malam surat belum dibuat,” ujar Abraham.
    Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan.
    Perjalanan dilanjutkan ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta karena kamar BPJS penuh.
    Ada empat rumah sakit yang menolak Irene, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, RSUD Abepura, RS Bhayangkara, dan RS Dian Harapan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Apindo dorong dialog bipartit dalam penyesuaian upah

    Apindo dorong dialog bipartit dalam penyesuaian upah

    Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan perlu adanya penguatan dialog bipartit antara perusahaan dan pekerja agar penyesuaian upah mencerminkan kondisi riil usaha di tanah air.

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam di Jakarta, Selasa, menyampaikan kesejahteraan pekerja tidak dapat bergantung pada upah minimum semata, namun berlandaskan ekosistem pengupahan yang komprehensif yang sejalan dengan peningkatan produktivitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM).

    “Kenaikan upah yang berkelanjutan hanya mungkin terjadi jika dibarengi peningkatan produktivitas. Pekerja yang kompetensinya meningkat akan memiliki mobilitas karir lebih baik dan kemampuan earning yang lebih tinggi, sekaligus memperkuat daya saing perusahaan,” ucap dia.

    Pihaknya menegaskan fungsi dasar upah minimum sebagai jaring pengaman bagi pekerja berpendapatan terendah, bukan standar upah universal.

    Dirinya juga mendorong dukungan pemerintah terhadap sarana prasarana pekerja seperti transportasi publik, perumahan terjangkau dekat kawasan industri, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan.

    “Investasi pemerintah pada infrastruktur pekerja dapat menurunkan biaya hidup secara signifikan tanpa membebani biaya upah perusahaan secara langsung,” kata Bob lagi.

    Ia juga menekankan perlunya penguatan sistem jaminan sosial dan kebijakan perpajakan yang mendukung pekerja berpenghasilan rendah, termasuk peningkatan kualitas layanan BPJS tanpa menambah beban iuran tenaga kerja.

    Apindo menilai penataan kebijakan upah minimum yang lebih proporsional dan berbasis data pasar tenaga kerja penting untuk mengembalikan Kaitz Index ke level sehat di bawah 1, sebagaimana karakteristik negara berkembang yang masih perlu memperluas lapangan kerja formal.

    “Penyesuaian ini diperlukan untuk meningkatkan inklusi pasar kerja, memperkuat daya saing tenaga kerja, dan memastikan penciptaan lapangan kerja formal tetap berkelanjutan,” kata dia.

    Dari catatan Apindo, produktivitas nasional dalam lima tahun terakhir hanya tumbuh 1,5-2 persen, sementara tekanan kenaikan upah minimum berada pada kisaran 6,5-10 persen.

    Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan tengah menyusun konsep pengupahan upah minimum provinsi (UMP) pada 2026 yang besarannya tidak satu angka seperti tahun lalu, serta tidak diumumkan pada 21 November 2025 sebagaimana amanat PP 36/2021.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan dalam menyusun konsep ini, pihaknya menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2023 secara menyeluruh yang mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dalam penetapan upah.

    “Di situ ada amanat terkait dengan, misalnya bagaimana upah itu mempertimbangkan kebutuhan hidup layak, sehingga kita membentuk tim untuk merumuskan, dan menghitung, mengestimasi kira-kira kebutuhan hidup layak itu berapa,” ucapnya.

    Menaker juga mengungkapkan bahwa pemerintah menyadari masih terdapat disparitas upah minimum antarwilayah, baik antarkota, kabupaten, maupun provinsi.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ibu Hamil Meninggal di Papua, Wamenkes Bandingkan Akses ke Fasilitas Kesehatan di Jawa dan Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    Ibu Hamil Meninggal di Papua, Wamenkes Bandingkan Akses ke Fasilitas Kesehatan di Jawa dan Papua Nasional 25 November 2025

    Ibu Hamil Meninggal di Papua, Wamenkes Bandingkan Akses ke Fasilitas Kesehatan di Jawa dan Papua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus membandingkan akses ke fasilitas kesehatan di Pulau Jawa dan Papua saat bicara terkait kasus kasus kematian ibu hamil di Papua.
    Diketahui, seorang ibu di
    Papua
    bernama Irene Sokoy meninggal pada Senin, 17 November 2025, setelah tidak mendapatkan pelayanan memadai dari empat rumah sakit rujukan di Jayapura, Papua.
    Menurut Ben, akses masyarakat ke fasilitas kesehatan di Papua memang belum memadai dibandingkan dengan Pulau Jawa.
    Dia menjabarkan, dibutuhkan kurang dari dua jam menjangkau fasilitas kesehatan di Pulau Jawa. Hal itu dikatakan berbanding jauh dengan di Papua.
    “Orang datang ke Sarana Kesehatan kurang dari dua jam di Jawa itu, harus kurang dari dua jam itu di Jawa 99 persen. Di Papua masih 70 persen, ada yang 30 persen, daerah yang lebih dari dua jam,” kata Ben di The Grand Platinum Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).
    Ben lantas menyebut, lamanya waktu menuju fasilitas kesehatan tersebut yang meningkatkan risiko pasien meninggal.
    “Nah itu yang menjawabkan risiko meninggal pada pasien-pasien yang membutuhkan kecepatan pelayanan ke Sarana Kesehatan,” ujar Ben.
    Namun, Ben mengatakan, Kementerian Kesehatan (
    Kemenkes
    ) telah mengirimkan tiga orang ke Papua, guna melakukan investigasi terkait kasus ibu hamil tersebut.
    “Tim dari tim Kemenkes, tiga orang, dari hasilnya apa, kita bisa tahu nanti,” katanya.
    Kemudian, dia memastikan bakal ada sanksi jika hasil investigasi terbukti ada kelalaian dari fasilitas kesehatan sehingga menyebabkan Irene meninggal dunia.
    “Ya pasti dong (kena sanksi), Pak Presiden saja sudah manggil, tanya kenapa bisa terjadi. Maka kita melakukan investigasi dan itu kewajiban Kementerian Kesehatan menginvestigasi kenapa kok bisa,” ujarnya.
    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan sudah berkomunikasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin terkait kasus
    ibu hamil meninggal
    dunia karena ditolak empat rumah sakit di Papua.
    Menurut Tito, Menkes dan perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah menuju Jayapura untuk melakukan audit.
    “Kemudian, Menkes mengirimkan tim khusus juga untuk melakukan audit teknis mengenai masalah layanan kesehatan. Kita enggak ingin terulang lagi. Sama tadi pesan dari Pak Presiden jangan sampai terulang lagi hal yang sama,” kata Tito usai rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 24 November 2025.
    Tito mengatakan, perintah audit itu berasal langsung dari Presiden
    Prabowo
    Subianto.
    Dia menjelaskan bahwa Prabowo membicarakan kasus itu dengan dirinya dalam kesempatan ratas usai mendapatkan laporan.
    Kemudian, Presiden meminta rumah sakit hingga para pejabat di Papua diaudit. Kepala Negara ingin penyebabnya diketahui karena menyebabkan nyawa melayang.
    “Saya melapor pada beliau (Presiden Prabowo). Jadi di antaranya itu, perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan, audit,” ujar Tito.
    Dia pun mengungkapkan, audit internal itu menyasar pada rumah sakit dan pejabat-pejabat terkait. Termasuk, pejabat di dinas kesehatan, pejabat provinsi, hingga kabupaten.
    Tak hanya itu, Tito menyebut, audit bakal dilakukan terhadap aturan-aturan di Kemendagri, termasuk peraturan kepala daerah.
    “Peraturan Bupati itu kan melibatkan Rumah Sakit Kabupaten Jayapura, kemudian juga aturan dari Peraturan Gubernur karena yang terakhir kan di Rumah Sakit Umum Provinsi,” katanya.
    Sebagaimana diberitakan, Irene Sokoy meninggal dunia pada Senin, 17 November 2025, pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.
    Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey, yang juga mertua korban, mengungkapkan bahwa Irene mulai merasakan kontraksi pada Minggu, 16 November 2025, siang.
    Kemudian, Irene dibawa menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari.
    Namun, di RSUD tersebut, Irene tidak ditangani cepat karena dokter tidak ada di tempat dan proses pembuatan surat rujukan berlangsung sangat lambat.
    Padahal, saat itu, kondisi Irene disebut sudah mulai memburuk.
    Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan.
    Perjalanan dilanjutkan ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta karena kamar BPJS penuh.
    Setelah empat kali harus berpindah tempat pelayanan kesehatan dan tak mendapatkan pelayanan memadai, Irene akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menkes Akui Masih Banyak Warga +62 Berobat ke Negara Tetangga, Soroti soal Ini

    Menkes Akui Masih Banyak Warga +62 Berobat ke Negara Tetangga, Soroti soal Ini

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya mengevaluasi kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Ia menilai, kenyataan banyak masyarakat yang masih memilih berobat ke luar negeri merupakan indikator fasilitas kesehatan dan mutu layanan dalam negeri masih harus dibenahi.

    Budi menyebut fenomena masyarakat berobat ke Malaysia, Singapura, atau Thailand bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja. Menurutnya, angka tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara persepsi tenaga kesehatan di Indonesia dan persepsi masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan.

    “Kalau masih lebih banyak orang Indonesia yang merasa tenaga kesehatan di Malaysia lebih bagus, berarti tugas kita belum selesai. Kita tidak bisa hanya bilang kita bagus, sementara kenyataannya masyarakat banyak pergi ke luar negeri,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/11/2025).

    Ia mencontohkan prosedur seperti bone marrow transplant yang sebenarnya sudah tersedia di Indonesia, tetapi sebagian pasien tetap memilih Thailand karena menganggap kualitasnya lebih meyakinkan.

    Budi menegaskan fenomena ini harus dipandang sebagai kritik konstruktif, bukan sesuatu yang perlu ditolak atau disangkal.

    “Kita harus menerima itu sebagai koreksi untuk perbaikan diri, bukan untuk denial,” katanya.

    Namun, Menkes juga melihat tren positif yang mulai muncul. Ia menyebut sejumlah warga negara asing sudah datang ke Indonesia untuk layanan tertentu.

    “Orang Singapura kalau beresin gigi datang ke Bali, orang Singapura kalau mau estetik datang ke Batam. Itu menunjukkan tren bagus,” ungkapnya.

    Budi berharap tren serupa dapat meluas ke layanan penyakit berat. Ia membayangkan suatu saat Indonesia mampu menjadi rujukan kesehatan untuk kawasan Pasifik dan Asia Tenggara. “Kalau nanti pasien kanker dari negara tetangga memilih pengobatan di Indonesia, atau pasien jantung dari Filipina lebih memilih terbang ke Manado, itu baru bukti nyata kualitas kita diakui dunia.”

    Meski begitu, ia mengakui masih banyak keluhan masyarakat terkait pelayanan rumah sakit di dalam negeri. Dari proses yang lambat hingga pasien yang harus berpindah-pindah rumah sakit tanpa memperoleh perawatan optimal. Budi menilai ini adalah bukti bahwa pekerjaan rumah masih besar.

    “Kalau masih ada yang komplain sudah pindah empat rumah sakit dan tidak terlayani sampai meninggal, berarti kita masih harus terus memperbaiki diri,” tegasnya.

    Menkes menutup dengan pesan bahwa pembenahan sistem kesehatan tidak bisa dilakukan sendiri. Perbaikan fasilitas, peningkatan kualitas SDM, dan penataan sistem pembiayaan harus dilakukan secara kolektif.

    “Artinya memang ada yang harus kita beresin. Dan kita harus beresin itu bersama-sama,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Pernyataan Menkes Usul BPJS Tak Usah Cover Orang Kaya”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Anggota DPR Desak Perbaikan Layanan Kesehatan, Usai Ibu Hamil Meninggal di Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    Anggota DPR Desak Perbaikan Layanan Kesehatan, Usai Ibu Hamil Meninggal di Papua Nasional 25 November 2025

    Anggota DPR Desak Perbaikan Layanan Kesehatan, Usai Ibu Hamil Meninggal di Papua
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi IX DPR Neng Eem Marhamah Zulfa mendesak perbaikan layanan di fasilitas kesehatan.
    Desakan tersebut disampaikan setelah adanya peristiwa Irene Sokoy,
    ibu hamil
    yang meninggal bersama bayi yang dikandungnya setelah ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.
    Menurutnya, kejadian tersebut menunjukkan masih buruknya pelayanan
    kesehatan
    di Indonesia, terutama di kawasan timur.
    “Kami berduka atas meninggalnya seorang ibu dan bayinya yang ditolak empat rumah sakit di Jayapura. Peristiwa ini menjadi cermin retaknya pelayanan kesehatan, khususnya di kawasan Indonesia Timur. Kami berharap kasus ini diusut tuntas untuk menemukan akar masalah dan mencegah kejadian serupa,” ujar Neng Eem dalam keterangannya, Selasa (25/11/2025).
    Peristiwa yang menimpa Irene Sokoy itu juga menunjukkan rendahnya kepedulian dari
    fasilitas kesehatan
    .
    “Kasus ini membuka mata bahwa kepedulian dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil masih sangat rendah. Dalam kondisi darurat, seharusnya korban segera mendapat tindakan medis, bukan mengalami penolakan berulang saat berjuang menyelamatkan nyawanya,” ujar Neng Eem.
    Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk memastikan pemerataan fasilitas kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.
    Termasuk dalam memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan, dokter spesialis, serta prosedur penanganan pasien.
    “Ini momentum bagi pemerintah untuk memastikan tidak ada lagi daerah yang tertinggal dalam pelayanan kesehatan. Semua warga Indonesia berhak mendapatkan layanan tanpa kesenjangan dan tanpa penolakan. Jangan biarkan kasus seperti ini terulang,” ujar Neng Eem.
    Dari data yang dihimpun Kompas.com, Irene Sokoy meninggal pada Senin (17/11/2025) pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.
    Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey yang juga mertua almarhum menceritakan Irene mulai merasakan kontraksi pada Minggu siang (16/11).
    Keluarga membawanya menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari.
    Namun, kondisi Irene yang memburuk tidak segera ditangani karena dokter tidak ada di tempat. Proses pembuatan surat rujukan pun sangat lambat.
    Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan.
    Perjalanan dilanjutkan ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta karena kamar BPJS penuh.
    “Bukan pertolongan yang diberikan, tapi kami diminta bayar uang muka,” ungkap Abraham.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.