Pengemis yang Simpan Uang Rp 10 Juta di Magetan Enggan Dirawat di Panti Lansia
Tim Redaksi
MAGETAN, KOMPAS.com
– Mbah Wagimun (79), warga Desa Sumberagung, Kecamatan Plaosan, Kabupaten
Magetan
, Jawa Timur, yang kedapatan menyimpan uang Rp 10 juta hasil mengemis selama 5 tahun terakhir menolak dirawat di rumah lansia.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Magetan Parminto Budi Utomo mengatakan, Mbah Wagimun mengaku masih memiliki rumah di Desa Sumberagung dan masih memiliki sanak keluarga.
“Dia mengaku masih punya rumah dan masih memiliki keponakan sehingga menolak ketika kita tawari untuk dirawat di panti lansia,” ujarnya melalui sambungan telepon, Minggu (3/8/2025).
Parminto menambahkan, meski masih memiliki rumah, Mbah Wagimun diduga memiliki kecenderungan untuk kembali menjalani aktivitas sebagai pengemis mengingat sudah cukup lama kegiatan mengemis itu dilakukan.
Dinas Sosial Kabupaten Magetan memastikan akan memberikan intervensi terhadap keberadaan Mbah Wagimun.
“Sudah kebiasaannya seperti itu, seperti sudah mental jadi agak sulit. Kita akan upayakan agar tidak kembali, peran serta lingkungan sangat penting terutama dari keluarganya,” imbuhnya.
Dinas Sosial, menurut Parminto, akan mengupayakan sejumlah bantuan seperti BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang akan ditanggung oleh pemerintah.
Mbah Wagimun juga akan diupayakan untuk mendapat bantuan sosial lainnya.
“Kalau memang kondisinya dipandang layak kita koordinasi dengan desa untuk diusulkan. Minimal mendapat BPJS PIB,” ucapnya.
Sebelumnya, Dinas Sosial Kabupaten Magetan mengamankan pengemis tajir yang mengemis di depan minimarket di Jalan Diponegoro.
Dari kantong baju dan celana serta karung yang dibawa Wagimun didapati berbagai uang pecahan Rp 1.000, Rp 5.000, hingga Rp 10.000 dengan jumlah mencapai Rp 10.402.000.
Dari pengakuannya, uang tabungan tersebut dikumpulkan selama 5 tahun terakhir. Uang tersebut rencananya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari nanti jika sudah renta, mengingat Mbah Wagimun tak memiliki anak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: BPJS
-
/data/photo/2025/08/03/688f8b5ca970a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengemis yang Simpan Uang Rp 10 Juta di Magetan Enggan Dirawat di Panti Lansia
-

Bantuan Insentif Rp1,2 Juta untuk Guru Non ASN Bakal Meluncur, Simak Syaratnya
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menyalurkan bantuan insentif sebesar Rp1,2 juta per penerima per tahun kepada 341.248 guru non aparatur sipil negara (ASN). Pencairan bantuan akan dilakukan sekaligus mulai Agustus-September 2025.
Subkordinator Aneka Tunjangan Puslapdik Kemendikdasmen Sri Lestariningsih menyampaikan, bantuan insentif ini ditujukan untuk guru non ASN di semua jenjang, yakni guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
Guru non ASN harus memenuhi sejumlah syarat untuk dapat menerima insentif sebesar Rp1,2 juta. Persyaratan itu yakni belum memiliki sertifikat pendidik, memenuhi kualifikasi D4 atau S1, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), memenuhi beban kerja sesuai aturan, terdata dalam Dapodik, dan tidak berstatus sebagai ASN.
Selain itu, calon penerima bantuan bukan penerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial (Kemensos), tidak menerima bantuan dari BPJS Ketenagakerjaan, dan tidak bertugas pada Satuan Pendidikan Kerjasama dan Satuan Pendidikan Indonesia Luar Negeri.
Terkait mekanisme penyaluran bantuan, Lestariningsih menuturkan bahwa Dinas Pendidikan tidak lagi mengusulkan guru sebagai calon penerima bantuan insentif melalui aplikasi SIM-ANTUN.
“Pada petunjuk teknis penyaluran bantuan insentif tahun 2025 ini, Puslapdik bersama-sama dengan Ditjen Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru melakukan sinkronisasi dan verifikasi data guru melalui Dapodik,” jelas Lestariningsih, mengutip laman resmi Puslapdik Kemendikdasmen, Minggu (3/8/2025).
Kemudian, pemerintah dalam petunjuk teknis terbaru mengatur bahwa Puslapdik membukakan Nomor Rekening bagi seluruh Guru Formal calon penerima bantuan insentif.
Dia mengatakan, guru penerima bantuan insentif diberikan kesempatan hingga 30 Januari 2025 untuk melakukan aktivasi rekening.
“Kalau lewat dari waktu itu, uangnya akan dikembalikan ke kas negara,” ungkapnya.
Proses belajar mengajar di salah satu sekolah
Sementara itu, tidak ada perubahan persyaratan penerima bantuan bagi pendidik PAUD non-formal. Dia mengatakan, persyaratannya masih sama yakni harus memiliki masa kerja sedikitnya 13 tahun secara terus menerus pada Januari 2025.
Selain itu, memiliki ijazah paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau sederajat, bertugas pada KB/TPA di bawah pembinaan dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya, terdata dalam Dapodik, dan tidak berstatus sebagai ASN.
Khusus untuk pendidik PAUD non-formal, besaran insentif yang diberikan pemerintah yakni Rp2,4 juta per penerima per tahun dan dibayar sekaligus.
“Nominasi penerima bantuan insentif bagi Pendidik PAUD Non-Formal ada di SIM ANTUN, dan harus diusulkan oleh Dinas Pendidikan,” pungkasnya.
Berikut syarat lengkap penerima bantuan insentif untuk Guru Formal Non-ASN dan pendidik PAUD Non-Formal:
Syarat penerima untuk Guru Formal Non-ASN:1.Belum memiliki sertifikat pendidik
2.Memenuhi kualifikasi D4 atau S1
3.Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK)
4.Memenuhi beban kerja sesuai aturan
5.Terdata dalam Dapodik
6.Tidak berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
7.Bukan penerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial
8. Bukan penerima bantuan dari BPJS ketenagakerjaan
9.Tidak bertugas pada Satuan Pendidikan Kerjasama dan Satuan Pendidikan Indonesia Luar Negeri
Syarat penerima untuk pendidik PAUD Non-Formal:
1.Memiliki masa kerja sedikitnya 13 tahun secara terus menerus pada Januari 2025
2.Memiliki ijazah paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau sederajat
3.Bertugas pada KB/TPA di bawah pembinaan dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya
4.Terdata dalam Dapodik
5.Tidak berstatus sebagai ASN
-

Jadwal Pencairan Tunjangan Guru 2025, Bisa Cek di Sini
Bisnis.com, JAKARTA – Bantuan insentif untuk guru non-ASN tahun 2025 akan segera dicairkan pada Agustus hingga September.
Tahun ini, jumlah penerima naik drastis menjadi 341.248 orang, jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya yang hanya 67.000 penerima.
Guru Non-ASN, baik guru formal maupun non formal yang belum memiliki sertifikat pendidik, kembali akan menerima bantuan insentif pada tahun 2025 ini. Namun, ada perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya, baik dalam nominal bantuan, persyaratan penerima, maupun mekanisme pengusulan.
Bagi guru formal, yakni guru TK, SD, SMP, SMA dan SMK, kriteria yang sama dengan aturan sebelumnya adalah belum memiliki sertifikat pendidik, memenuhi kualifikasi D4 atau S1, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), memenuhi beban kerja sesuai aturan, terdata dalam Dapodik, dan tidak berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Perubahan dalam pemberian bantuan insentif tahun 2025 ini adalah tidak adanya persyaratan harus memiliki masa kerja paling sedikit 17 tahun. Namun, ada dua persyaratan terbaru, yakni tidak sebagai penerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial, tidak menerima bantuan dari BPJS ketenagakerjaan, dan tidak bertugas pada Satuan Pendidikan Kerjasama dan Satuan Pendidikan Indonesia Luar Negeri.
Dalam hal mekanisme penyaluran, pada petunjuk terbaru tahun 2025, dinas pendidikan tidak lagi mengusulkan guru sebagai calon penerima bantuan insentif melalui aplikasi SIM-ANTUN.
Jadwal Pencairan Bantuan Insentif Guru Non-ASN 2025
Pencairan bantuan insentif guru non-ASN tahun 2025 direncanakan pada bulan Agustus hingga September 2025. Dana akan disalurkan sekaligus, tidak lagi per semester seperti tahun sebelumnya.
Selain itu, guru penerima akan diberikan kesempatan untuk aktivasi rekening untuk menerima dana tersebut hingga 30 Januari 2026. Jika tidak diaktivasi sampai batas waktu tersebut, dana akan dikembalikan ke kas negara.
Penyaluran dana dilakukan melalui rekening yang dibuat khusus untuk guru formal calon penerima bantuan. Ini merupakan perubahan penting agar proses penyaluran lebih transparan dan tepat sasaran.
Pada petunjuk teknis terbaru, Puslapdik membukakan Nomor Rekening bagi seluruh Guru Formal calon penerima bantuan insentif. Pencairan akan dilakukan sekitar Bulan Agustus September tahun 2025.
Guru penerima bantuan insentif diberi kesempatan melakukan aktivasi rekening sampai tanggal 30 Januari 2026, kalau lewat dari waktu itu, uangnya akan dikembalikan ke kas negara.
Nominal atau besaran bantuan insentif, bila tahun sebelumnya sebesar Rp3.600.000 pertahun dan dibayarkan per semester, maka tahun 2025 ini, bantuan insentifnya sebesar Rp 2.100.000 pertahun dan dibayarkan sekaligus.
Untuk info tunjangan guru selengkapnya bisa cek di https://info.gtk.dikdasmen.go.id/.
Syarat Penerima Bantuan Insentif Guru Non-ASN 2025
Berikut ini adalah beberapa syarat utama bagi guru non-ASN untuk menerima bantuan insentif tahun 2025:
Tidak berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Belum memiliki sertifikat pendidik.
Memiliki kualifikasi pendidikan minimal D4 atau S1.
Terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan memenuhi beban kerja sesuai aturan.
Tidak menerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan.
Tidak bertugas pada Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) atau Satuan Pendidikan Indonesia Luar Negeri (SPILN).Syarat Khusus Guru PAUD Nonformal
Bagi guru PAUD nonformal, syarat penerima bantuan insentif tetap sama seperti tahun sebelumnya, yakni:
Masa kerja minimal 13 tahun dibuktikan dengan SK pengangkatan.
Ijazah minimal SMA/SMK atau sederajat.
Bantuan sebesar Rp2,4 juta per tahun, dibayarkan sekaligus.
Data nomor penerima ada di SIM ANTUN dan harus diajukan oleh dinas pendidikan setempat
Perubahan Penting Bantuan Insentif Guru Non-ASN Tahun 2025
Penghapusan Syarat Masa Kerja Minimal 17 Tahun
Salah satu perubahan besar tahun ini adalah penghapusan syarat masa kerja minimal 17 tahun. Hal ini memperluas akses bantuan insentif kepada lebih banyak guru non-ASN di seluruh Indonesia.
Kuota dan Besaran Insentif
Kuota penerima bantuan meningkat hingga 341.248 guru, naik signifikan dibandingkan tahun lalu yang hanya 67.000 penerima. Besaran insentif pun berubah dari Rp3,6 juta per tahun yang dibayar per semester menjadi Rp2,1 juta per tahun yang dibayarkan sekaligus. -

Nasib 10 Startup RI, Dulu Terkenal Sekarang Tinggal Kenangan
Jakarta, CNBC Indonesia — Sejumlah startup ternama di Indonesia terpaksa menyerah dan gulung tikar. Sebut saja Zenius, Airy Room, hingga JD.ID.
Alasan mereka gulung tikar pun beragam, mulai dari kehabisan modal hingga terpukul oleh kondisi pasar yang nyaris kolaps akibat pandemi Covid-19.
Berikut CNBC Indonesia merangkum beberapa startup terkenal yang akhirnya tutup.
1. Zenius
Awal tahun 2024, startup edutech Zenius tutup untuk sementara. Perusahaan penyedia platform pendidikan online dan pemilik jaringan bimbingan belajar Primagama tersebut mengaku harus menghentikan kegiatan karena “tantangan operasional.”
Penghentian operasi untuk sementara diumumkan oleh Zenius, antara lain, lewat pernyataan resmi kepada mitra pemilik lokasi bimbingan belajar offline Primagama.
“Kami mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasi untuk sementara, tetapi kami menjamin bahwa kami tidak akan berhenti berusaha untuk meenjalankan dan mewujudkan visi untuk merangkai Indonesia yang cerdas, cerah, asik,” tulis pernyataan resmi Zenius.
2. Rumah.com
PropertyGuru mengumumkan penutupan platform marketplace properti Rumah.com pada Agustus tahun lalu. Sebanyak 61 pegawai Rumah.com terkena kebijakan pemutusan hubungan kerja atau PHK.
CEO PropertyGuru, Hari V. Krishnan, mengumumkan rencana penutupan Rumah.com lewat siaran pers yang dipublikasikan di situs resmi perusahan.
“Secara bertahap mengakhiri bisnis marketplace di Indonesia [Rumah.com], akan berhenti pada 30 November 2023. Keputusan ini tidak kami ambil dengna mudah dan kami menyadari dampaknya terhadap karyawan Rumah.com dan pelanggan kami yang berharga,” ujarnya.
3. JD.ID
JD.ID resmi menutup seluruh layanannya per 31 Maret 2023. Hal ini pertama kali diketahui dari laman resmi JD.ID. Saat itu, ketika membuka layanan e-commerce tersebut, terpampang pengumuman penting ini untuk diketahui pelanggan.
“Ini adalah keputusan strategis dari JD.COM untuk berkembang di pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya,” kata Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID, Setya Yudha Indraswara dalam keterangannya saat itu.
Setya mengonfirmasi penutupan layanan pada 31 Maret 2023. Sementara itu dalam laman resminya, JD.ID akan menyetop penerimaan pesanan per 15 Februari 2023.
4. Airy Rooms
Airy Rooms resmi menghentikan operasional tanggal 31 Mei 2020. Penyebabnya adalah adanya keadaan yang berbeda dari sebelum pandemi.
Bisnis hotel aggregator sempat naik daun sebelum pandemi Covid-19 merebak. Para perusahaan bekerja sama dengan pemilik properti dari hotel hingga motel kecil dalam rangka menawarkan tempat menginap seperti yang ditawarkan platform online.
CEO Airy Rooms Indonesia Louis Alfonso Kodoatie mengatakan alasan di balik keputusan menutup bisnisnya karena mempertimbangkan banyak hal. Termasuk keadaan pasar yang nyaris tumbang akibat pandemi Covid-19.
5. Fabelio
Fabelio, startup desain furnitur dan interior, dinyatakan pailit. Hal ini diketahui dari pengumuman di surat kabar berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.47/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.JKT.PST, tertanggal 5 Oktober 2022, yang mengabulkan putusan pailit terhadap PT. Kayu Raya Indonesia atau Fabelio.
Sementara itu akhir tahun 2021, Fabelo dikabarkan tidak membayar tunggakan gaji karyawan sejak bulan Oktober. Perusahaan juga dituding belum membayar BPJS Ketenagakerjaan karyawan sejak 2020 namun tetap memotong dana dari gaji mereka dan memaksa pegawai mengundurkan diri dengan menggunakan anggota organisasi massa tertentu.
6. Sorabel
Sorabel resmi tutup pada 30 Juli 2020 lalu. Surat pemimpin kepada karyawannya, menyatakan startup e-commerce itu telah melakukan usaha terbaik untuk menyelamatkan perusahaan. Namun dengan berat hati harus menempuh jalur likuidasi.
“Oleh karena proses likuidasi yang ditempuh, hubungan kerja harus berakhir di tahap ini untuk semua orang tanpa terkecuali, tepatnya efektif di tanggal 30 Juli 2020. Saya yakin tidak ada satunya pun orang yang berharap hal ini untuk terjadi,” tulis surat tersebut.
Kabarnya, Sorabel harus berhenti beroperasi karena kehabisan modal dan kesulitan menggalang pendanaan baru di tengah pandemi.
7. Stoqo
Stoqo juga menutup layanannya pada pada 2020. Startup ini menjalankan usaha business to busines, yang bekerja untuk memasok bahan makanan segar seperti cabai, telur hingga ampas kopi ke gerai makanan, atau restoran.
Pandemi-lah yang merusak bisnis itu. Per tanggal 22 April 2020 jadi hari terakhir Stoqo berakhir. Sehari sebelumnya, manajemen telah mengumpulkan karyawan yang mengabarkan penghentian operasional Stoqo.
Sekitar 250 orang dipekerjakan sejak Stoqo berdiri. Startup ini juga didanai sejumlah investor termasuk Alpha JWC Ventures, Mitra Accel, Insignia Ventures Partners dan Monk’s Hill Ventures.
8. Qlapa
Qlapa tutup pada 2019 karena erusahaan ini tidak mampu bersaing bersaing dengan e-commerce lain seperti Tokopedia dan Bukalapak Cs.
“Hampir 4 tahun yang lalu, kami memulai Qlapa dengan misi memberdayakan perajin lokal. Banyak pasang surut yang kami alami dalam perjalanan yang luar biasa ini. Kami sangat berterima kasih atas semua tanggapan positif dari para penjual, pelanggan, dan media. Dukungan yang kami terima sangat luar biasa dan membesarkan hati,” tulis manajemen Qlapa merilis pernyataan di situs resminya.
9. CoHive
CoHive, startup penyedia ruang kerja berbagi (co-working space), diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Keputusan pailit tersebut berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Register No: 231/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Jkt.Pst, tertanggal 18 Januari 2023.
CoHive didirikan pada 2015 sebagai proyek internal perusahaan modal ventura East Ventures yang diberi nama EV Hive sebagai lokasi kerja bersama dan komunitas untuk perusahaan rintisan, baik portofolio mereka maupun bukan. EV Hive punya dua lokasi ruang kerja, yaitu di Jakarta Selatan dan BSD.
10.Beres.id
Startup asal Malaysia Kaodim telah mengumumkan bahwa mereka menghentikan semua operasi layanan pada 1 Juli 2022. Penutupan ini mencakup anak usaha mereka di Indonesia, Beres.id.
Kaodim adalah startup yang menyediakan marketplace jasa yang menghubungkan konsumen dengan penyedia jasa servis AC, kebersihan rumah, hingga pekerja konstruksi. Selain Beres.id di Indonesia, Kaodim juga mengoperasikan Kaodim.sg di Singapura dan Gawin.ph di Filipina. Semua anak usaha tersebut juga tutup pada bulan depan.
Sejak berdiri pada 2015, Kaodim telah mengumpulkan pendanaan US$17,6 juta.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
-

Terbaru! Daftar Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1,2,3 per 2 Agustus 2025
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah akan merubah skema iuran BPJS Kesehatan mulai 2 Agustus 2025. Hal ini sejalan dengan diterapkannya sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3.
Sistem kelas rawat inap akan mengacu pada Peraturan Presiden yang merevisi aturan Nomor 59 Tahun 2024 terkait ketentuan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) bagi peserta BPJS Kesehatan.
Namun, besaran iurannya belum ditetapkan dalam Perpres itu, sebab dalam Pasal 103B Ayat (8) Perpres 59/2024 hanya disebutkan penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan diberikan tenggat waktu hingga 1 Juli 2025.
Pada masa transisi ini, peraturan mengenai iuran yang berlaku masih sama dengan aturan lama, yaitu Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022.
Dalam ketentuan iuran Perpres 63/2022, skema perhitungan iuran peserta terbagi ke dalam beberapa aspek. Pertama ialah bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.
Kedua, iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
Ketiga, iuran bagi peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% dibayar oleh Peserta.
Keempat, iuran untuk keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
Kelima, iuran bagi kerabat lain dari PPU seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya, peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta iuran peserta bukan pekerja ada perhitungannya sendiri, berikut rinciannya:
1. Sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
– Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp 25.500. Sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.
– Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.
2. Sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
3. Sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Keenam, iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Dalam skema iuran terakhir yang termuat dalam Perpres 63/2022 pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016. Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
-
/data/photo/2023/10/12/65276d0ca3bb9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK Nasional 2 Agustus 2025
Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
PEMBLOKIRAN
rekening masyarakat sipil yang tidak aktif (dormant) mulai dilonggarkan. Namun, jangan buru-buru spontan memuji.
Pelonggaran ini bukanlah tanda bahwa kebijakan membaik, melainkan merupakan pengakuan diam-diam atas logika serampangan yang pernah, dan mungkin masih, dijalankan negara atas nama intelijen keuangan (
financial intelligence
).
Kita pernah, dan tampaknya masih, hidup dalam rezim pengawasan keuangan yang menyamakan rekening pasif dengan potensi kriminal, menukar prinsip kehati-hatian dengan paranoia institusional.
Tak pernah terbesitkah di benak
PPATK
bahwa sebagian rekening yang mereka blokir itu mungkin milik seseorang yang sedang sakit dan tengah menyimpan dana untuk membayar tagihan medis?
Sebab, sekalipun menggunakan BPJS, tetap ada biaya tambahan (
out of pocket
) yang harus ditanggung sendiri.
Bagaimana jika rekening itu adalah tempat orang menabung untuk kuliah anaknya lima tahun ke depan? Atau dana darurat yang memang sesuai namanya tidak akan digunakan dalam waktu dekat?
Negara, melalui PPATK, tampak menjalankan kebijakan seolah semua orang wajib menjadi makhluk transaksional harian agar tidak dianggap menyimpan uang jahat.
Logika sekelas lembaga negara ini bukan hanya tidak manusiawi, tapi juga tidak mengenal atau pura-pura tidak paham kompleksitas perilaku ekonomi warga.
Pemerintah menolak realitas bahwa dalam realitasnya, orang tidak hidup untuk bertransaksi setiap minggu. Ada kehati-hatian, ada perencanaan, ada jeda. Dan jeda semacam itu bukanlah sebuah kejahatan.
PPATK berdalih bahwa pemblokiran ini merupakan respons atas lonjakan transaksi judi online. Namun, hingga kini, tidak ada data resmi yang dirilis ke publik.
Sementara di lapangan, rekening milik pelajar, ibu rumah tangga, petani, dan pensiunan turut dibekukan.
Apakah mereka semua penjudi, atau justru korban dari logika administratif yang malas membedakan mana kehati-hatian dan mana pelanggaran hukum?
Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin memerangi judi online, maka yang dibutuhkan adalah penelusuran berbasis bukti, audit menyeluruh terhadap sistem pembayaran ilegal, pemantauan digital yang cermat, serta koordinasi lintas aparat penegak hukum.
Bukannya justru menyebar jaring besar ke seluruh nasabah pasif dan berharap pelaku kejahatan tertangkap di antara jutaan warga yang bersih.
Hingga Mei 2025, PPATK melaporkan telah memblokir 31 juta rekening nasabah yang berstatus dormant dengan nilai total Rp 6 triliun, sebagai tindak lanjut atas data yang dilaporkan oleh 107 bank.
Dari jumlah itu, sebanyak 10 juta rekening penerima bantuan sosial tidak pernah digunakan, dengan dana mengendap sebesar Rp 2,1 triliun.
Sementara lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran juga dinyatakan dormant, dengan total dana hampir Rp 500 miliar (
Kompas.id
, 30/7/2025).
Namun angka-angka ini seolah tak punya bobot, karena dalam logika PPATK, yang dinilai bukan siapa yang menyalahgunakan, tetapi siapa yang tidak bergerak.
Rekening-rekening ini dibekukan hanya karena terlalu “diam”, terlalu lama tidak menyentuh ATM, terlalu jarang bertransaksi, terlalu sunyi bagi algoritma yang mencurigai apa pun yang tak bergerak.
Kini, PPATK menyatakan rekening pasif bisa diaktifkan kembali jika tidak terindikasi tindak pidana, seolah melupakan bahwa negara pernah merasa berhak membekukan dana yang secara hukum bukan miliknya, hanya atas dasar kecurigaan massal.
Inilah kekacauan logika yang kini kita hadapi, kehati-hatian finansial dianggap sebagai penyamaran kriminal; tabungan disamakan dengan pencucian uang; dan warga dipaksa membuktikan bahwa keheningan rekening bukanlah konspirasi jahat.
Negara tidak lagi bekerja berdasarkan asas praduga tak bersalah (
presumption of innocence
), melainkan dengan logika curiga dahulu, mengumpulkan bukti kemudian (
presumption of suspicion
).
Dan seperti biasa, yang paling mudah dicurigai adalah yang paling lemah, rakyat biasa yang hanya menabung, bukan terikat pencucian uang.
Dari semua yang terjadi, satu pertanyaan paling mengganggu dan tak bisa dihindari, mengapa PPATK begitu cepat dan berani memblokir rekening milik rakyat biasa, tapi begitu lamban dan hati-hati, bahkan tidak bernyali saat berhadapan dengan rekening milik pejabat, politisi, atau tokoh berpengaruh?
Bukankah pada tahun 2024 PPATK telah melaporkan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 80,1 triliun yang melibatkan partai politik, calon anggota legislatif, petahana, dan pejabat aktif? (
Kompas.id
, 27 Juni 2024).
Laporan itu bahkan telah diserahkan ke aparat penegak hukum, tapi tidak ada pemblokiran. Tidak ada pembekuan rekening. Tidak ada tindakan langsung. Hanya menjadi laporan yang dibiarkan menguap di antara kepentingan.
Sementara itu, jutaan rekening milik masyarakat sipil dibekukan secara cepat dalam hitungan minggu, tanpa perlindungan hukum, tanpa pembuktian, dan tanpa ruang klarifikasi.
Dalam wajah kebijakan yang seperti ini, kita tak sedang melihat lembaga intelijen keuangan yang profesional, melainkan lembaga yang menjalankan logika ketakutan vertikal dan keberanian horizontal.
Takut ke atas, berani ke bawah, tajam ke bawah tumpul ke atas.
Terhadap pejabat yang memutar uang dalam gelap, PPATK cukup mengirim dokumen. Terhadap rakyat kecil yang diam menabung, PPATK langsung bertindak.
Jika standar keberanian ditentukan oleh posisi sosial, maka yang sedang dijalankan bukan lagi analisis risiko, melainkan politik kepatuhan yang pincang.
PPATK, yang seharusnya menjadi benteng akuntabilitas dalam lalu lintas keuangan nasional, justru berpotensi menjadi alat seleksi siapa yang layak ditekan dan siapa yang aman dibiarkan.
Lebih parah dari sekadar salah logika, tindakan PPATK juga menabrak batas kewenangan yang secara eksplisit telah diatur oleh hukum.
Dalam konstruksi hukum positif Indonesia, PPATK bukanlah aparat penegak hukum. Ia bukan polisi, bukan jaksa, bukan hakim.
Ia adalah lembaga intelijen keuangan yang tugas utamanya adalah menganalisis, melaporkan, dan memberikan rekomendasi. Bukan mengambil tindakan pemblokiran sepihak atas rekening warga negara tanpa prosedur hukum yang sah.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK hanya dapat meminta pemblokiran kepada lembaga keuangan apabila terdapat dugaan kuat keterkaitan dengan tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Itu pun bersifat sementara, dibatasi waktu maksimal 30 hari, dan harus ditindaklanjuti oleh penyidik melalui mekanisme hukum yang benar.
Artinya, PPATK sebenarnya tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengeksekusi pemblokiran rekening secara mandiri, apalagi terhadap jutaan rekening milik warga sipil yang bahkan tidak sedang diperiksa dalam perkara pidana.
Jika pemblokiran dilakukan tanpa keterlibatan aparat penegak hukum dan tanpa perintah pengadilan, maka itu bukan sekadar pelanggaran administratif, itu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang.
Apa yang dilakukan PPATK tidak hanya keliru secara hukum nasional, tetapi juga menyimpang dari prinsip-prinsip internasional yang mengatur kerja lembaga intelijen keuangan.
Dalam bukunya,
Anti-Money Laundering: A Comparative and Critical Analysis
, Alhosani (2016) mengingatkan bahwa Financial Intelligence Unit (FIU), termasuk seperti PPATK, bukanlah lembaga penegak hukum, melainkan unit analitik yang tugas utamanya adalah mengolah data, menyusun laporan intelijen keuangan, dan menyerahkannya kepada penegak hukum yang berwenang.
Memberi kewenangan langsung kepada FIU untuk membekukan rekening tanpa perintah pengadilan atau proses yuridis adalah penyimpangan struktural yang membuka ruang bagi otoritarianisme finansial.
Lebih lanjut, Alhosani menyebutkan bahwa banyak negara yang kini justru terjebak dalam kecenderungan menyerahkan kewenangan eksekutif kepada FIU dengan dalih efisiensi, padahal yang sebenarnya terjadi adalah perampasan prosedur hukum atas nama pencegahan kejahatan.
Inilah yang disebutnya sebagai “function creep”, saat sebuah lembaga yang semestinya berperan sebagai penganalisis, justru perlahan-lahan berubah menjadi eksekutor, mengaburkan garis batas antara intelijen dan penegakan hukum.
Dalam konteks Indonesia, tindakan PPATK memblokir 31 juta rekening, tanpa prosedur hukum, tanpa pembuktian, tanpa mekanisme klarifikasi adalah bentuk paling ‘konyol’ dari penyalahgunaan wewenang administratif yang melampaui batas fungsi kelembagaan.
Ini bukan lagi kerja intelijen keuangan, ini adalah penghakiman sepihak yang diselubungi jargon keamanan.
Negara seolah sedang membangun logika, “Kami curiga, maka Anda bersalah, dan kami tak perlu pengadilan untuk membenarkannya”.
Padahal, dalam logika negara hukum, bahkan terhadap seorang tersangka korupsi pun negara tetap wajib memberikan proses yang sah, ruang pembelaan, dan kesempatan untuk menjelaskan.
Mengapa prinsip yang sama tidak berlaku bagi, perintis usaha kecil, pengemudi ojek online, ibu rumah tangga, pensiunan, atau pelajar yang hanya sebatas menabung? Mengapa asas praduga tak bersalah hanya berlaku bagi pejabat, tapi justru tidak bagi rakyat biasa?
Inilah yang menjadikan kebijakan pemblokiran massal terhadap
rekening dormant
bukan hanya ngawur secara ekonomi, tapi juga cacat secara hukum.
Negara tidak boleh bertindak atas dasar asumsi sambil mengabaikan prosedur hukum yang menjadi fondasi perlindungan hak sipil.
Jika PPATK bisa membekukan dana seseorang hanya karena tidak aktif bertransaksi, tanpa indikasi tindak pidana dan tanpa proses hukum, maka kita sedang berhadapan dengan lembaga yang menjelma menjadi hakim, jaksa, dan algojo sekaligus, tanpa pengawasan yudisial.
Negara hukum tidak memberi tempat bagi logika bahwa dugaan bisa menggantikan bukti, dan kekuasaan administratif bisa menggantikan proses peradilan.
Bahkan dalam konteks kejahatan keuangan yang kompleks sekalipun,
legal authority
tidak pernah lahir dari otoritas fungsional semata.
Tidak cukup bahwa PPATK tahu, atau menduga, atau mengamati, mereka harus tunduk pada proses, harus tunduk pada pembuktian, harus tunduk pada hukum.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5302903/original/072381000_1754038371-Depositphotos_491464610_L__1_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Fitur My Bills DANA Bikin Pembayaran Tagihan Online Jadi Praktis dan Cepat – Page 3
DANA tidak hanya memungkinkan pembayaran tagihan listrik, tetapi Anda juga bisa membayar berbagai tagihan lainnya seperti tagihan air, internet, BPJS Kesehatan, cicilan dan kartu kredit. Integrasi DANA dengan banyak layanan membuat aplikasi ini fleksibel dan sangat direkomendasikan untuk digunakan.
Selanjutnya, dengan koneksi internet yang stabil, seluruh transaksi dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, menjadikan DANA solusi utama bagi mereka yang ingin transaksi tanpa batas tetapi tetap aman dan efisien.
Dengan kemudahan dan keuntungan yang diberikan oleh fitur DANA My Bills membayar tagihan online menjadi lebih mudah, aman, dan efisien. Fitur ini adalah solusi tepat bagi mereka yang ingin mengelola finansial pribadi dengan lebih baik. DANA hadir sebagai partner yang memudahkan kehidupan sehari-hari melalui satu genggaman.
Download DANA sekarang dan nikmati berbagai kemudahan transaksi secara digital!
(*)
-

Pansel sampaikan nama-nama calon ketua dan anggota DK LPS ke Presiden
Jakarta (ANTARA) – Panitia Seleksi (Pansel) telah menyampaikan tiga nama calon ketua dan tiga nama calon anggota Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2025-2030 kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
Penyampaian nama calon DK LPS itu tertuang dalam Pengumuman Nomor PENG-4/PANSEL-LPS/2025 tanggal 31 Juli 2025 tentang Hasil Seleksi Kelayakan dan Kepatutan Periode Kedua Pemilihan Calon Ketua dan Anggota DK LPS Periode 2025-2030.
“Panitia Seleksi telah menyampaikan Calon Ketua dan Anggota DK LPS Periode 2025-2030 yang lulus Seleksi Kelayakan dan Kepatutan Periode Kedua kepada Presiden Republik Indonesia,” tulis Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menjabat Ketua Panitia Seleksi DK LPS dalam pengumuman tertulis di Jakarta, dikutip Jumat.
Pada Kamis (31/7), Panitia Seleksi menetapkan nama-nama calon yang lulus seleksi kelayakan dan kepatutan periode kedua. Keputusan Panitia Seleksi ini bersifat final, mengikat, dan tidak dapat diganggu gugat.
Berikut nama-nama calon DK LPS yang diajukan kepada Presiden.
Calon Ketua DK LPS periode 2025-2030:
1. Dwityapoetra Soeyasa Besar (Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan dan Statistik LPS)
2. Muhammad Iman Nuril Hidayat Budi Pinuji (Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan)
3. Purbaya Yudhi Sadewa (Ketua DK LPS)
Calon Anggota DK LPS yang membidangi Program Penjaminan dan Resolusi Bank periode 2025-2030:
1. Agresius R. Kadiaman (Risk Management and Compliance Director PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk)
2. Ferdinan Dwikoraja Purba (Komisaris Independen PT Asuransi Jasa Tania Tbk)
3. Teguh Supangkat (Deputi Komisioner Pengawas Konglomerasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan)
Sebelumnya, Panitia Seleksi telah menyelenggarakan rangkaian seleksi yang dimulai dari tahap administratif, dengan 26 calon dinyatakan lulus. Tahap berikutnya yaitu seleksi kelayakan dan kepatutan periode pertama yang meloloskan 12 calon. Kini, nama-nama calon DK LPS mengerucut menjadi total enam orang.
Adapun seleksi kelayakan dan kepatutan periode kedua terdiri dari asesmen kompetensi yang dilaksanakan pada 22 Juli 2025 serta wawancara pada 28-29 Juli 2025.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

/data/photo/2025/06/11/6848dbdc32131.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)