Kementrian Lembaga: BPJS

  • Ketua IDAI Tak Boleh Layani Pasien BPJS di RSCM, Kemenkes Beri Penjelasan

    Ketua IDAI Tak Boleh Layani Pasien BPJS di RSCM, Kemenkes Beri Penjelasan

    Jakarta

    Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso mulai Jumat (22/8/2025), tak lagi diperkenankan menangani pasien anak dengan cover BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

    Dalam sebuah video yang diunggah melalui akun Instagram pribadinya, dokter spesialis jantung anak itu menjelaskan keputusan tersebut merupakan arahan dari Direksi RSCM dan Kementerian Kesehatan.

    “Kepada seluruh orang tua pasien saya, anak-anak dengan penyakit jantung bawaan maupun didapat, mohon maaf sebesar-besarnya. Mulai hari ini saya tidak bisa lagi melayani putra-putri bapak ibu yang menggunakan BPJS di PJT atau di Kiara RSCM. Atas arahan Direksi RSCM, saya hanya bisa melayani pasien di Poli Swasta Kencana RSCM,” ujar dr Piprim.

    Ia menambahkan, kondisi ini berimbas pada biaya yang harus ditanggung pasien. Salah satunya adalah pemeriksaan echocardiography (echo). “Sehingga untuk bisa berobat dan diperiksa echo sekarang Bapak Ibu harus membayar sekitar Rp 4 juta rupiah karena di sana tidak dicover BPJS,” ucapnya.

    Menanggapi pemberitaan tersebut, Kementerian Kesehatan menyampaikan klarifikasi. Sejak April 2025, dr Piprim disebut sudsh resmi dimutasi untuk bertugas di RSUP Fatmawati Jakarta. Dengan penugasan baru itu, dr Piprim tetap dapat memberikan pelayanan kesehatan, termasuk bagi pasien pengguna BPJS.

    “Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), seorang dokter memang harus siap ditugaskan di manapun. Mutasi ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mempertimbangkan kebutuhan institusi dan pengembangan layanan kesehatan bagi masyarakat,” demikian penjelasan Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, Sabtu (23/8).

    Kemenkes memastikan, pasien yang selama ini mendapatkan perawatan dari dr Piprim masih bisa mengakses layanannya di RSUP Fatmawati. Skema pembiayaan yang tersedia disebut tetap beragam, mulai dari mandiri, asuransi swasta, hingga Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan.

    Pemindahan tenaga kesehatan senior seperti dr Piprim diklaim Kemenkes sebagai bagian dari strategi memperkuat layanan rujukan di rumah sakit pusat.

    Dengan fasilitas dan kapasitas RSUP Fatmawati, Kemenkes berharap pelayanan kesehatan anak, terutama pada kasus-kasus kompleks, dapat lebih optimal dan tetap terjangkau bagi masyarakat.

    (naf/naf)

  • IDAI Soroti Masalah di Balik Kematian Balita Sukabumi Pasca Kecacingan

    IDAI Soroti Masalah di Balik Kematian Balita Sukabumi Pasca Kecacingan

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai kasus balita meninggal akibat cacingan di Sukabumi menjadi pengingat pentingnya upaya promotif dan preventif kesehatan anak. Edukasi pola hidup bersih dan sehat (PHBS) serta akses layanan kesehatan dasar dinilai krusial untuk mencegah kejadian yang sama terulang.

    Ketua Umum IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan persoalan kecacingan tidak bisa dilihat semata dari aspek medis, melainkan juga berkaitan dengan faktor sosial.

    “Kalau masalah kecacingan, kita tidak bisa melihatnya dari satu aspek saja, yaitu penyakit. Ini masalah sosial juga,” ujar Piprim di Jakarta, Jumat, (22/8/2025).

    IDAI memiliki program Pediatrician Social Responsibility, yakni inisiatif saat satu dokter anak menjadi relawan untuk mendampingi dua puskesmas. Menurut Piprim, pendekatan ini bisa diperluas ke tenaga kesehatan dan kader untuk memastikan edukasi PHBS berjalan efektif.

    Ia mencontohkan, edukasi dasar seperti cara mencuci tangan yang benar, pemberian obat cacing secara berkala setiap enam bulan, serta pengawasan langsung kader menjadi langkah nyata yang bisa dilakukan.

    “Kalau pemberian obatnya diawasi dengan baik, lalu ada balita yang tidak datang kemudian didatangi, maka pencegahannya bisa berjalan optimal,” katanya.

    Selain itu, ia menilai program Bina Keluarga Balita (BKB) perlu digiatkan kembali sebagai bagian dari pencegahan. Piprim menekankan, pembangunan kesehatan seharusnya dimulai dari hulu, yakni melalui edukasi dan pengobatan preventif, bukan sekadar hilirisasi kesehatan gedung-gedung RS belasan lantai dan cathlab miliaran rupiah.

    Sebelumnya, seorang balita bernama Raya dibawa ke RSUD Syamsudin, Sukabumi, pada 13 Juli 2025 karena dalam kondisi kritis. Saat penanganan, cacing sempat keluar dari hidung balita tersebut.

    Hasil pemeriksaan medis menunjukkan Raya terkena ascariasis, yakni infeksi akibat cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

    Ibunya disebut mengalami masalah mental sehingga kesulitan mengasuh, sementara ayah-nya mengidap tuberkulosis (TB). Keluarga juga tidak memiliki kepesertaan BPJS Kesehatan, sehingga sulit mengakses layanan medis.

    Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025. Menanggapi kasus ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjatuhkan sanksi administratif kepada Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi. Ia memutuskan menghentikan sementara pencairan dana desa karena menilai perangkat desa lalai dalam menjalankan tanggung jawab terhadap warganya.

    (naf/kna)

  • Iuran BPJS Kesehatan 2026 Naik atau Tidak, Ini Penjelasan Kemenkeu

    Iuran BPJS Kesehatan 2026 Naik atau Tidak, Ini Penjelasan Kemenkeu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kabar soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan secara bertahap pada 2026 mendatang sempat menjadi sorotan publik. Informasi tersebut beredar setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan pemerintah perlu menaikkan iuran demi menjaga agar kas negara tetap sehat.

    “Dalam kerangka pendanaan, skema pembiayaan perlu disusun secara komprehensif untuk menjaga keseimbangan kewajiban antara tiga pilar utama yakni masyarakat/peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah,” kata Sri Mulyani.

    “Untuk itu, penyesuaian [kenaikan] iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program,” ia menambahkan.

    Namun, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Luky Alfirman kemudian menegaskan bahwa tidak ada kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan pada 2026 mendatang. Ia menjelaskan rencana kenaikan BPJS Kesehatan bukan terkait penyesuaian tarif iuran kepada masyarakat.

    “Kenaikan anggarannya ada. Bukan tarifnya, perbaikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” ujar Luky kepada wartawan saat ditemui di Gedung DPR RI, Jumat (22/8) kemarin.

    Menurutnya, kenaikan justru terjadi di sisi anggaran kesehatan secara keseluruhan. Adapun tambahan anggaran tersebut tercatat dalam pos belanja fungsi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan.

    “Iya, fungsi kesehatan. Kenaikan anggarannya ada,” tegasnya lagi.

    Dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026 pun juga dijelaskan bahwa anggaran kesehatan ditetapkan sebesar Rp244 triliun. Angka ini melonjak 15,8% dibanding outlook 2025 sebesar Rp210,6 triliun.

    Dari total alokasi tersebut, Rp123,2 triliun disiapkan untuk layanan kesehatan masyarakat. Porsi terbesar dialokasikan bagi subsidi iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang mencakup 96,8 juta penerima bantuan iuran (PBI) serta 49,6 juta peserta PBPU, dengan total anggaran mencapai Rp69 triliun.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kasus Ananda Raya Jadi Alarm Nasional, Menko PMK: Keselamatan Anak Nomor Satu

    Kasus Ananda Raya Jadi Alarm Nasional, Menko PMK: Keselamatan Anak Nomor Satu

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan tragedi meninggalnya balita di Sukabumi sebagai alarm nasional yang harus memicu gerakan bersama.

    “Kita wajib introspeksi diri dan bergerak. Kasus ini adalah alarm nasional. Keselamatan anak nomor satu. Kehilangan satu nyawa anak adalah kehilangan yang tak ternilai. Kasus ini tidak boleh terulang lagi bagi anak-anak Indonesia lain, di manapun,” ujar Menko PMK Pratikno saat memimpin Rapat Tingkat Menteri membahas Penanganan Penyakit dan Peningkatan Kualitas Kesehatan Balita, Jumat, 22 Agustus 2025.

    Respon Cepat Setelah menggelar rapat bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pada Kamis malam (21/8), Menko PMK langsung mengadakan rapat lanjutan pada Jumat pagi (22/8) dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, BPJS Kesehatan, serta Badan Gizi Nasional.

    “Pemerintah tanggap dan segera bergerak. Lebih penting lagi, kita membangun sistem pencegahan agar hal ini tidak pernah terjadi lagi. Kita cegah, jangan sampai terlambat,” tegas Pratikno.
     

    Bangun Sistem Pencegahan Dini Menko PMK menekankan pentingnya data yang tepat sebagai dasar intervensi dini, demi melindungi anak-anak sejak awal. “Pendataan yang benar akan memastikan kita bisa bergerak cepat dan tepat. Kita cegah, jangan menyesal kemudian,” tegasnya. 

    Aksi Tegas dan Komprehensif Menko PMK menuturkan bahwa persoalan kesehatan anak harus dicegah dan ditangani secara lintas sektor. Bukan hanya dari aspek pelayanan medis, melainkan juga sanitasi, gizi, literasi keluarga, perumahan layak, dan perlindungan sosial.

    Pratikno menegaskan pemerintah akan memperkuat layanan dasar anak, mulai dari memperbaiki SOP layanan kesehatan dan pemberian obat, menguatkan peran Posyandu dan Puskesmas, meningkatkan sanitasi dan kelayakan perumahan, hingga memastikan anak dari keluarga miskin terlindungi lewat identitas resmi dan BPJS Kesehatan PBI.

    “Kasus Ananda Raya adalah alarm nasional. Jawaban Pemerintah jelas: perbaikan SOP layanan, pendataan dan jaminan kesehatan, hingga penguatan Posyandu dan Puskesmas. Alarm ini harus kita jawab dengan aksi nyata agar tidak ada lagi anak Indonesia yang menjadi korban,” tegas Pratikno. 

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan tragedi meninggalnya balita di Sukabumi sebagai alarm nasional yang harus memicu gerakan bersama.
     
    “Kita wajib introspeksi diri dan bergerak. Kasus ini adalah alarm nasional. Keselamatan anak nomor satu. Kehilangan satu nyawa anak adalah kehilangan yang tak ternilai. Kasus ini tidak boleh terulang lagi bagi anak-anak Indonesia lain, di manapun,” ujar Menko PMK Pratikno saat memimpin Rapat Tingkat Menteri membahas Penanganan Penyakit dan Peningkatan Kualitas Kesehatan Balita, Jumat, 22 Agustus 2025.
     
    Respon Cepat Setelah menggelar rapat bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pada Kamis malam (21/8), Menko PMK langsung mengadakan rapat lanjutan pada Jumat pagi (22/8) dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, BPJS Kesehatan, serta Badan Gizi Nasional.

    “Pemerintah tanggap dan segera bergerak. Lebih penting lagi, kita membangun sistem pencegahan agar hal ini tidak pernah terjadi lagi. Kita cegah, jangan sampai terlambat,” tegas Pratikno.
     

     
    Bangun Sistem Pencegahan Dini Menko PMK menekankan pentingnya data yang tepat sebagai dasar intervensi dini, demi melindungi anak-anak sejak awal. “Pendataan yang benar akan memastikan kita bisa bergerak cepat dan tepat. Kita cegah, jangan menyesal kemudian,” tegasnya. 
     
    Aksi Tegas dan Komprehensif Menko PMK menuturkan bahwa persoalan kesehatan anak harus dicegah dan ditangani secara lintas sektor. Bukan hanya dari aspek pelayanan medis, melainkan juga sanitasi, gizi, literasi keluarga, perumahan layak, dan perlindungan sosial.
     
    Pratikno menegaskan pemerintah akan memperkuat layanan dasar anak, mulai dari memperbaiki SOP layanan kesehatan dan pemberian obat, menguatkan peran Posyandu dan Puskesmas, meningkatkan sanitasi dan kelayakan perumahan, hingga memastikan anak dari keluarga miskin terlindungi lewat identitas resmi dan BPJS Kesehatan PBI.
     
    “Kasus Ananda Raya adalah alarm nasional. Jawaban Pemerintah jelas: perbaikan SOP layanan, pendataan dan jaminan kesehatan, hingga penguatan Posyandu dan Puskesmas. Alarm ini harus kita jawab dengan aksi nyata agar tidak ada lagi anak Indonesia yang menjadi korban,” tegas Pratikno. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bukan Solusi!

    Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bukan Solusi!

    Jakarta

    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menyampaikan pandangan kritis terhadap rencana pemerintah pusat yang ingin menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Ia pun meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang direncanakan berlaku pada 2026.

    “Apabila iuran BPJS Kesehatan benar-benar dinaikkan, apakah masyarakat juga akan mendapatkan peningkatan kualitas pelayanan?. Saya menilai kebijakan menaikkan iuran bukanlah solusi tunggal, apalagi jika dampaknya justru menambah beban ekonomi masyarakat, terutama kalangan pekerja, pedagang kecil, dan kelompok rentan yang sudah menghadapi kesulitan ekonomi akibat tingginya biaya hidup di Jakarta,” tegas Kenneth dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).

    Bang Kent -sapaan akrab Hardiyanto Kenneth- itu mengkritisi pernyataan Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, yang mengatakan, jika penyesuaian iuran dilakukan, akan tercipta keseimbangan antara biaya pelayanan kesehatan dengan sumber pembiayaan yang sepenuhnya dari iuran yang dikumpulkan oleh BPJS Kesehatan, seperti berdampak pada pembayaran fasilitas kesehatan makin lancar, cashflow faskes terjaga. Faskes bisa fokus melayani peserta, bisa meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan tenaga kesehatan.

    “Jaminannya apa? sebab yang selama ini terjadi, meskipun masyarakat sudah rutin membayar iuran, keluhan tetap saja muncul. Antrean panjang di rumah sakit, keterbatasan kamar rawat inap, obat yang tidak tersedia, hingga perbedaan perlakuan antara pasien BPJS dan pasien umum masih sering kita temui di lapangan. Artinya, problem utama BPJS Kesehatan bukan hanya soal defisit anggaran, melainkan juga tata kelola layanan yang belum maksimal,” ketus Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta itu.

    Menurutnya, kesehatan merupakan hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Oleh sebab itu, keberadaan BPJS Kesehatan harus dipandang sebagai instrumen negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar badan usaha yang menutupi kekurangan anggarannya dengan menaikkan iuran peserta. Pemerintah bersama BPJS Kesehatan perlu terlebih dahulu melakukan pembenahan internal yang serius, termasuk meningkatkan transparansi pengelolaan dana, mengurangi potensi kebocoran, serta memperbaiki tata kelola klaim dan pelayanan rumah sakit.

    Sebelum opsi kenaikan iuran diputuskan, sambung Kent, pemerintah pusat seharusnya mengoptimalkan skema subsidi silang serta meningkatkan kontribusi negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pemerintah Daerah, termasuk Provinsi DKI Jakarta, juga dapat dilibatkan lebih jauh untuk membantu menutup kekurangan melalui alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

    “Dalam hal ini, pentingnya peran pemerintah pusat maupun daerah ikut menanggung beban defisit. Skema subsidi silang harus lebih diperluas, di mana peserta mampu bisa berkontribusi lebih besar untuk menolong kelompok masyarakat miskin dan rentan. Pemerintah Daerah, termasuk Pemprov DKI Jakarta, juga perlu diberi ruang lebih besar untuk membantu menutup kekurangan anggaran tersebut melalui alokasi APBD, sehingga hak masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan tetap terjamin tanpa menambah penderitaan finansial mereka. Dengan begitu keberlanjutan BPJS Kesehatan tetap terjaga tanpa membebani masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah dan masyarakat tidak mampu,” beber Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI itu.

    “Saya mendorong pemerintah pusat, BPJS Kesehatan, dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari solusi komprehensif, bukan sekadar langkah instan yang berpotensi menimbulkan keresahan sosial. Dibutuhkan solusi menyeluruh, mulai dari pembenahan tata kelola, peningkatan efisiensi, transparansi laporan keuangan, hingga sinergi lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan begitu, masyarakat tetap merasa terlindungi, dan kepercayaan publik terhadap BPJS dapat kembali meningkat,” pungkasnya.

    (mpr/ega)

  • BPJS Kesehatan Pastikan Penjaminan Obat Peserta Sesuai Fornas Kemenkes – Page 3

    BPJS Kesehatan Pastikan Penjaminan Obat Peserta Sesuai Fornas Kemenkes – Page 3

    Sejak bergulirnya Program JKN sejak tahun 2014 lalu, sudah banyak peserta yang merasakan manfaat yang diberikan. Dari kemudahan akses hingga penjaminan terhadap pelayanan, kini Program JKN sudah menjadi kebutuhan penjaminan bagi peserta dalam mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan.

    Kisah nyata datang dari Siswanto, warga Desa Sidomulya, Kabupaten Kediri. Putranya, Diego, harus menjalani perawatan thalassemia di RSUD Simpang Lima Gumul, Kediri. Perjalanan panjang ini tentu berat secara fisik maupun finansial. Namun, keberadaan Program JKN menjadi penyelamat bagi keluarganya. Semua kebutuhan medis, termasuk obat-obatan, ditanggung penuh oleh JKN.

    “Saya bersyukur kepada Tuhan, saya dan anak saya didaftarkan sebagai peserta JKN, itu sangat membantu kami. Biaya transfusi, pemeriksaan, hingga obat juga diberikan secara lengkap. Kami merasa sangat dihargai dan diperhatikan, dan itu sangat berarti bagi kami. Program JKN memang sangat membantu, memberikan harapan baru dan meringankan beban hidup kami,” kata Siswanto.

  • Kemenkeu Pastikan Tak Ada Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di 2026

    Kemenkeu Pastikan Tak Ada Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di 2026

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tidak ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan di 2026. Demikian disampai oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman.

    Luky menjelaskan pemerintah ke depan menetapkan kenaikan anggaran kesehatan untuk perbaikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kenaikan anggaran ini masuk dalam Kementerian Kesehatan.

    “Nggak ada kenaikan (iuran BPJS Kesehatan), kenaikan anggaran (fungsi kesehatan) ada,” kata dia ditemui di DPR RI, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

    “Di anggaran Kemenkes, ya,” tambahnya.

    Untuk diketahui, dalam Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pemerintah membuka ruang untuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun depan. Dalam dokumen itu dijelaskan, pemerintah akan melakukan penyesuaian tarif iuran secara bertahap. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan juga kondisi fiskal pemerintah.

    “Penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” tulis dokumen tersebut.

    Pendekatan kenaikan iuran bertahap disebut penting dilakukan demi meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    Selain itu, dalam rangka menjaga kondisi likuiditas Dana Jaminan Sosial Kesehatan perlu melakukan pembiayaan kreatif seperti supply chain financing dan instrument pembiayaan lainnya.

    Dalam dokumen yang sama disebut kondisi aset DJS Kesehatan hingga akhir tahun 2025 diperkirakan masih cukup terkendali. Meskipun menunjukkan tren penurunan yang perlu dimitigasi.

    Salah satu indikator yang perlu menjadi perhatian adalah peningkatan rasio klaim pada Semester I 2025 yang mengindikasikan tekanan terhadap ketahanan DJS Kesehatan di tahun 2026.

    (kil/kil)

  • Penyedia jasa konstruksi di Jaksel diminta lindungi pekerja

    Penyedia jasa konstruksi di Jaksel diminta lindungi pekerja

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Selatan (Pemkot Jaksel) meminta kepada para penyedia jasa konstruksi di wilayah itu untuk memberikan perlindungan kerja kepada para tenaga kerjanya.

    “Diharapkan para perusahaan/penyedia jasa konstruksi yang telah terundang dalam acara hari ini dapat memastikan perlindungan bagi tenaga kerja sebagai perlindungan dari risiko di tempat kerja,” kata Sekretaris Kota (Sekko) Administrasi Jakarta Selatan, Mukhlisin dalam Monitoring dan Evaluasi Kepesertaan Jamsostek Ketenagakerjaan Sektor Jasa Konstruksi yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, Jumat.

    Mukhlisin menyampaikan, berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan terdapat 110 perusahaan/penyedia jasa sektor jasa konstruksi dari 12 Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) di Jakarta Selatan.

    Pada kesempatan itu, pihaknya bersama BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta dan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Kelas I Jakarta Menara Jamsostek selalu berupaya memberikan perlindungan, khususnya bagi pekerja konstruksi yang memiliki risiko kerja tinggi, termasuk kecelakaan kerja hingga kematian.

    Hal itu karena itu semua tanggung jawab banyak pihak yang harus ditindaklanjuti bersama.

    “Bagaimana perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk para pekerja di sektor jasa konstruksi ini bisa terlaksana dengan baik demi kelancaran pembangunan, khususnya di Jakarta Selatan,” katanya menambahkan.

    Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta Selatan, penduduk Jakarta Selatan yang bekerja sebanyak 1,08 juta orang, turun sebanyak 16,98 ribu orang dari Agustus 2023.

    Jumlah penduduk Jakarta Selatan hingga 2024 diperkirakan mencapai lebih dari 2,1 juta jiwa.

    Penduduk paling banyak bekerja di sektor jasa, yaitu sejumlah 964,58 ribu orang.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menko PMK Pratikno, Kasus Kematian Siti Rayya Jadi Alarm Nasional Kesehatan

    Menko PMK Pratikno, Kasus Kematian Siti Rayya Jadi Alarm Nasional Kesehatan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa kasus kematian anak bernama Siti Rayya di Sukabumi menjadi peringatan keras atau “alarm nasional” bagi pemerintah. 

    Dia menyebut peristiwa tersebut harus menjadi momentum untuk memperkuat sistem pencegahan dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan anak di seluruh Indonesia.

    “Kasus kematian ananda Siti Rayya ini adalah bagi kami menjadi alarm nasional. Alarm nasional yang mengingatkan kita semua untuk bersama-sama mencegah kejadian ini tidak terulang lagi, serta terus meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia di mana pun berada,” ujar Pratikno saat menghadiri Pembekalan Guru dan Kepala Sekolah Rakyat, di Jiexpo Kemayoran, Jumat (22/8/2025).

    Pratikno menjelaskan, sejak Kamis sore (21/8/2025), Kemenko PMK telah menggelar rapat internal, dan pagi harinya dilanjutkan dengan rapat tingkat menteri yang menghadirkan Menteri Kesehatan beserta jajarannya, Kepala BKKBN Wihaji, Dirut BPJS Kesehatan, serta perwakilan Kementerian PUPR. Tim gabungan juga langsung diturunkan ke lapangan untuk meninjau kondisi keluarga korban.

    Hasil temuan awal, kata Pratikno, menunjukkan sejumlah persoalan mendasar di lingkungan tempat tinggal korban, mulai dari sanitasi yang buruk, ketiadaan jamban keluarga, hingga anggota keluarga lain yang menderita penyakit kronis.

    Dia menegaskan pemerintah akan melakukan intervensi untuk memperbaiki kualitas hunian, penyediaan MCK, hingga pemenuhan gizi keluarga. Selain itu, pemerintah juga mengevaluasi prosedur operasional standar (SOP) layanan kesehatan.

    Pratikno menyebut ada kelemahan dalam mekanisme pemberian obat serta rujukan pasien ke rumah sakit.

    “Obat cacing yang seharusnya diberikan langsung kepada anak malah dibawa pulang. Puskesmas pun selama ini hanya memberi surat rujukan, tanpa memastikan pasien benar-benar sampai ke rumah sakit. SOP ini akan diperbaiki,” jelasnya.

    Soal keanggotaan BPJS, Pratikno mengungkap keluarga korban ternyata tidak terdaftar sebagai peserta. Dia menegaskan, mulai sekarang petugas lapangan harus memastikan seluruh warga masuk dalam kepesertaan BPJS, baik melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Kementerian Sosial maupun dengan dukungan dana desa dan APBD. 

    “Dana desa sesuai Permendes bisa digunakan untuk pelayanan kesehatan, termasuk membayar iuran BPJS, memperbaiki sanitasi, hingga mendukung pencegahan stunting,” katanya.

    Menurut Pratikno, langkah-langkah ini tidak hanya berlaku di Sukabumi, melainkan bersifat nasional. 

    Dia menegaskan pentingnya penguatan peran posyandu, puskesmas, kader keluarga berencana, dan pendamping desa agar dapat melakukan deteksi dini terhadap potensi gangguan kesehatan anak.

    “Sekali lagi, ini bukan hanya kasus di Sukabumi, tapi peringatan untuk seluruh Indonesia. SOP kita perbaiki, program yang ada diaktifkan lebih kuat, agar tidak ada lagi anak Indonesia yang meninggal karena masalah kesehatan dasar,” pungkas Pratikno.

  • Iuran BPJS Kesehatan Berpeluang Naik Tahun Depan

    Iuran BPJS Kesehatan Berpeluang Naik Tahun Depan

    Jakarta

    Pemerintah membuka ruang untuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun depan. Rencana ini tertuang dalam Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026.

    Dalam dokumen itu dijelaskan, pemerintah akan melakukan penyesuaian tarif iuran secara bertahap. Namun, hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan juga kondisi fiskal pemerintah.

    “Penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” tulis dokumen tersebut, Jumat (22/8/2025).

    Pendekatan kenaikan iuran bertahap disebut penting dilakukan demi meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    Selain itu, dalam rangka menjaga kondisi likuiditas Dana Jaminan Sosial Kesehatan perlu melakukan pembiayaan kreatif seperti supply chain financing dan instrument pembiayaan lainnya.

    Dalam dokumen yang sama disebut kondisi aset DJS Kesehatan hingga akhir tahun 2025 diperkirakan masih cukup terkendali. Meskipun menunjukkan tren penurunan yang perlu dimitigasi.

    Salah satu indikator yang perlu menjadi perhatian adalah peningkatan rasio klaim pada Semester I 2025 yang mengindikasikan tekanan terhadap ketahanan DJS Kesehatan di tahun 2026.

    “Untuk menjaga stabilitas program JKN, diperlukan bauran kebijakan dan langkah-langkah pengendalian yang komprehensif, terutama dalam hal kepesertaan, kolektabilitas iuran, dan pengelolaan klaim manfaat jaminan kesehatan,” tulis dokumen yang sama.

    Tonton juga video “BPJS Kesehatan Tegaskan Tak Batasi Rawat Inap Peserta JKN” di sini:

    (acd/acd)