Kementrian Lembaga: BPJS

  • ​Cara Skrining Kesehatan di Aplikasi Mobile JKN, Yuk Coba Sekarang!

    ​Cara Skrining Kesehatan di Aplikasi Mobile JKN, Yuk Coba Sekarang!

    Jakarta: Skrining riwayat kesehatan menjadi salah satu langkah penting yang bisa dilakukan oleh peserta BPJS Kesehatan melalui aplikasi Mobile JKN tanpa harus datang ke fasilitas kesehatan.

    Dikutip dari Instagram BPJS Kesehatan (@bpjskesehatan_ri), mulai 1 September 2025, peserta BPJS Kesehatan yang memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama berupa klinik, praktik dokter, atau dokter gigi perorangan, wajib melakukan skrining terlebih dahulu sebelum bisa mengakses layanan kesehatan.

    Kemudian, mulai 1 Oktober 2025, peserta yang memilih puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama juga diwajibkan melakukan skrining sebelum mendapatkan layanan.

    Namun, untuk peserta BPJS Kesehatan yang belum atau tidak mengakses layanan kesehatan di faskes, skrining tetap bisa dilakukan kapan saja melalui aplikasi Mobile JKN.

    Kenapa Skrining Kesehatan di Aplikasi JKN Penting?

    Banyak penyakit serius seperti diabetes, hipertensi, atau gangguan jantung bisa dicegah lebih dini jika kondisi tubuh rutin diperiksa. Sayangnya, masih banyak orang baru sadar setelah sakitnya sudah berat.

    Skrining riwayat kesehatan bermanfaat karena:

    Membantu tenaga medis memahami kondisi kita secara menyeluruh.
    Memungkinkan deteksi dini agar penanganan lebih cepat dan tepat.
    Praktis, cukup dilakukan lewat HP melalui Aplikasi Mobile JKN.

    Dengan kata lain, skrining adalah langkah kecil yang bisa memberi dampak besar untuk kesehatan jangka panjang.
     

     

    Cara Melakukan Skrining di Aplikasi JKN
    Tenang, caranya mudah dan bisa dilakukan kapan saja:

    Buka aplikasi Mobile JKN (pastikan sudah versi terbaru).
    Login dengan akun peserta.
    Pilih menu “Skrining Riwayat Kesehatan”.
    Jawab pertanyaan sesuai kondisi tubuh.
    Simpan hasil skrining.

    Data yang dimasukkan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk membantu tenaga medis memberikan layanan yang sesuai.

    Selain melalui aplikasi JKN, skrining kesehatan juga bisa dilakukan melalui Website BPJS Kesehatan atau di fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat kamu berobat.

    (Sheva Asyraful Fali)

    Jakarta: Skrining riwayat kesehatan menjadi salah satu langkah penting yang bisa dilakukan oleh peserta BPJS Kesehatan melalui aplikasi Mobile JKN tanpa harus datang ke fasilitas kesehatan.
     
    Dikutip dari Instagram BPJS Kesehatan (@bpjskesehatan_ri), mulai 1 September 2025, peserta BPJS Kesehatan yang memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama berupa klinik, praktik dokter, atau dokter gigi perorangan, wajib melakukan skrining terlebih dahulu sebelum bisa mengakses layanan kesehatan.
     
    Kemudian, mulai 1 Oktober 2025, peserta yang memilih puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama juga diwajibkan melakukan skrining sebelum mendapatkan layanan.

    Namun, untuk peserta BPJS Kesehatan yang belum atau tidak mengakses layanan kesehatan di faskes, skrining tetap bisa dilakukan kapan saja melalui aplikasi Mobile JKN.

    Kenapa Skrining Kesehatan di Aplikasi JKN Penting?

    Banyak penyakit serius seperti diabetes, hipertensi, atau gangguan jantung bisa dicegah lebih dini jika kondisi tubuh rutin diperiksa. Sayangnya, masih banyak orang baru sadar setelah sakitnya sudah berat.
     
    Skrining riwayat kesehatan bermanfaat karena:

    Membantu tenaga medis memahami kondisi kita secara menyeluruh.
    Memungkinkan deteksi dini agar penanganan lebih cepat dan tepat.
    Praktis, cukup dilakukan lewat HP melalui Aplikasi Mobile JKN.

    Dengan kata lain, skrining adalah langkah kecil yang bisa memberi dampak besar untuk kesehatan jangka panjang.
     

     

    Cara Melakukan Skrining di Aplikasi JKN
    Tenang, caranya mudah dan bisa dilakukan kapan saja:

    Buka aplikasi Mobile JKN (pastikan sudah versi terbaru).
    Login dengan akun peserta.
    Pilih menu “Skrining Riwayat Kesehatan”.
    Jawab pertanyaan sesuai kondisi tubuh.
    Simpan hasil skrining.

    Data yang dimasukkan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk membantu tenaga medis memberikan layanan yang sesuai.
     
    Selain melalui aplikasi JKN, skrining kesehatan juga bisa dilakukan melalui Website BPJS Kesehatan atau di fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat kamu berobat.
     
    (Sheva Asyraful Fali)

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • BSU Kemnaker 2025: Panduan Lengkap Syarat dan Cara Cek Penerima – Page 3

    BSU Kemnaker 2025: Panduan Lengkap Syarat dan Cara Cek Penerima – Page 3

    Bantuan Subsidi Upah, atau yang lebih dikenal dengan BSU, merupakan inisiatif pemerintah untuk memberikan subsidi gaji atau upah dalam bentuk uang tunai kepada pekerja dan buruh. Tujuan utama dari program ini adalah untuk membantu meringankan beban ekonomi yang dihadapi oleh para pekerja, terutama di tengah situasi ekonomi yang dinamis dan kenaikan biaya hidup.

    Pada tahun 2025, besaran BSU yang disalurkan adalah Rp300.000 per bulan untuk jangka waktu dua bulan, sehingga total bantuan yang diterima oleh setiap penerima adalah Rp600.000. Dana ini dibayarkan secara sekaligus, memberikan dukungan finansial yang signifikan bagi penerima.

    Program BSU ini merupakan salah satu bentuk jaring pengaman sosial yang disiapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Pelaksanaannya melibatkan kerja sama erat dengan BPJS Ketenagakerjaan dan berbagai bank penyalur milik pemerintah, memastikan proses penyaluran berjalan lancar dan efisien.

  • DPR Kaji Standar Upah & Jaminan Sosial Pekerja Rumah Tangga di RUU PPRT

    DPR Kaji Standar Upah & Jaminan Sosial Pekerja Rumah Tangga di RUU PPRT

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah mematangkan standar upah dan jaminan sosial bagi pekerja rumah tangga yang termasuk dalam Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Golkar, Umbu Kabunang Rudi Yanto mulanya bertanya kepada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengenai keselarasan antara RUU PPRT dengan UU Ketenagakerjaan yang telah berlaku, lantas meminta pendapat perihal standar upah PRT.

    “Karena dalam Undang-undang Ketenagakerjaan kan diatur upah, jam kerja, dan lain-lain. Nah ini ada masukan tifdak buat kita tentang upah minimum atau standarnya upah pekerja rumah tangga,” kata Umbu dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR RI, Jakarta pada Rabu (10/9/2025).

    Umbu kemudian meminta masukan perihal jaminan sosial PRT, antara lain penyediaan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

    Menurutnya, tantangan dalam penyediaan jaminan sosial bagi PRT mencakup aspek sumber daya manusia hingga besaran anggaran yang ditanggung negara.

    “Apakah mungkin PRT ini menjadi otomatis dilindungi negara? Atau ada kemungkinan negara menanggung seluruh biaya BPJS Ketenagakerjaan baik keanggotaanya maupun penjaminannya, karena ini berhubungan langsung dengan hak-hak dasar PRT ini sendiri,” tutur Umbu.

    Menanggapi hal tersebut, Menaker Yassierli menyepakati bahwa penentuan standar upah dan jaminan sosial PRT merupakan hal krusial.

    Terkait standar upah, dia menilai bahwa kajian lebih lanjut perlu diterapkan dalam penentuannya ke depan, mengingat RUU PPRT saat ini hanya menyebutkan bahwa upah ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu kesepakatan atau perjanjian kerja antara pemberi kerja kepada PRT.

    Sementara itu, mengenai penyediaan jaminan sosial, Yassierli menilai perlu ada skema yang disiapkan pemerintah mengenai seberapa besar porsi yang ditanggung.

    “Jadi ini memang harus ada, apakah kemudian ada porsi dari pemerintah, kemudian apakah nanti ada diskon dan seterusnya. Ini perlu memang kita simulasikan dengan mengundang BPJS Ketenagakerjaan,” jelasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto pada peringatan Hari Buruh Internasional mengeklaim bakal mendorong sejumlah kebijakan pro-buruh, salah satunya mengenai percepatan pengesahan sejumlah undang-undang yang menyentuh langsung kehidupan pekerja. Hal ini termasuk komitmen terhadap penyegeraan proses legislasi RUU PPRT.

    Prabowo mengungkapkan bahwa Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad telah melaporkan bahwa pembahasan RUU tersebut dimulai pada pertengahan Mei lalu.

    “Saya berharap dalam waktu tidak lebih dari tiga bulan, undang-undang ini bisa disahkan,” katanya di kawasan Monumen Nasional, Kamis (1/5/2025).

  • Penguatan Rehabilitasi, BNN dan DPD Sepakati P4GN

    Penguatan Rehabilitasi, BNN dan DPD Sepakati P4GN

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) berencana untuk memberantas narkoba dan memperkuat layanan rehabilitasi.

    Hal tersebut dibahas dalam Rapat Kerja. Adapun rapat tersebut bertujuan untuk menginventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya terkait rehabilitasi medis dan sosial, serta menjalin kolaborasi program kerja kedua lembaga.

    Kepala BNN RI, Suyudi Ario Seto memaparkan kondisi terkini penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Pada tahun 2023, angka prevalensi tercatat sebesar 1,73% atau setara dengan 3,33 juta penyalahguna, di mana 2,71 juta di antaranya berasal dari kelompok usia produktif (15–49 tahun).

    “Pada kesempatan tersebut, BNN turut memaparkan peran strategisnya dalam mendukung visi ‘Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045’ melalui Asta Cita ke-7, yang menitikberatkan pada penguatan reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba,” dikutip dari siaran pers, Rabu (10/9/2025).

    Hal ini selaras dengan Program Prioritas ke-6 pemerintah yang juga menekankan pentingnya pencegahan dan pemberantasan narkoba.

    Rapat kerja ini menghasilkan beberapa kesimpulan dan kesepakatan penting, antara lain:

    • Dukungan Anggaran: Komite III DPD RI berkomitmen untuk mendukung peningkatan anggaran BNN dalam mewujudkan Asta Cita ke-7 dan program prioritas pemerintah.

    • ⁠Pembiayaan Rehabilitasi: Komite III DPD RI akan mendorong kebijakan agar BPJS Kesehatan menanggung biaya layanan rehabilitasi bagi pasien korban narkoba.

    • ⁠Regulasi dan Pengawasan: Komite III DPD RI mendukung penetapan regulasi untuk keseragaman pola tarif layanan rehabilitasi dan akan mendorong pemerintah daerah untuk mengawasi standar penyelenggaraan layanan rehabilitasi.

    • ⁠Penambahan Tenaga Ahli: Komite III DPD RI mengusulkan kepada pemerintah untuk menambah jumlah konselor BNN dan petugas layanan rehabilitasi di seluruh provinsi.

    • ⁠Perbedaan Perlakuan: BNN melalui Balai Besar Rehabilitasi BNN didukung untuk memberikan perlakuan yang berbeda antara pasien korban narkoba dengan pelaku/pengedar yang berproses hukum.

    • ⁠Kolaborasi Program: Kedua lembaga sepakat untuk menguatkan kolaborasi dalam advokasi, edukasi, dan pencegahan penyalahgunaan narkoba di daerah. Hal ini juga mencakup usulan agar kurikulum khusus tentang narkoba ditambahkan di sekolah.

    Adapun rapat kerja ini bisa menjadi langkah awal yang kuat dalam sinergi antara BNN dan DPD RI untuk mengatasi permasalahan narkoba dan memperkuat ketahanan masyarakat.

  • Pemkot Cilegon dan BPJS Ketenagakerjaan serahkan santunan kematian

    Pemkot Cilegon dan BPJS Ketenagakerjaan serahkan santunan kematian

    ANTARA – Sekda Kota Cilegon Maman Mauludin, didampingi Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Cilegon, Rabu (10/9), menyerahkan santunan kematian kepada dua ahli waris keluarga nelayan yang merupakan peserta program BPJS Ketenagakerjaan dari sektor pekerja rentan nelayan yang dibiayai pemerintah kota setempat. Pemkot Cilegon juga akan memperluas cakupan pelindungan pekerja rentan dari risiko kecelakaan kerja dan kematian. (Susmiatun Hayati/Andi Bagasela/Gracia Simanjuntak)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ironi Warga Miskin Ekstrem di Palopo, Terlambat Dapat Bantuan Pemerintah karena Masalah Administrasi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        10 September 2025

    Ironi Warga Miskin Ekstrem di Palopo, Terlambat Dapat Bantuan Pemerintah karena Masalah Administrasi Regional 10 September 2025

    Ironi Warga Miskin Ekstrem di Palopo, Terlambat Dapat Bantuan Pemerintah karena Masalah Administrasi
    Tim Redaksi
    PALOPO, KOMPAS.com
    – Di sebuah rumah kontrakan sederhana di Kelurahan Ponjalae, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Asriani (40) berjuang menjalani hidup dengan penuh keterbatasan.
    Sehari-hari ia bekerja sebagai pengikat rumput laut untuk menafkahi lima orang anak dan dua cucunya yang masih kecil.
    Penghasilan dari pekerjaan itu jauh dari cukup.
    “Pendapatanku tidak menentu, kadang ada, kadang juga tidak. Tapi apa boleh buat, harus tetap kerja demi anak-anak,” kata Asriani saat ditemui, Rabu (10/9/2025).
    Anak pertamanya sudah menikah namun masih tinggal bersama di rumah kontrakan seharga Rp 450 ribu per bulan.
    Empat anak lainnya berhenti sekolah karena terkendala biaya.
    “Tidak sekolah karena tidak ada uangku belikan baju sekolah sama keperluan lainnya,” kata Asriani lirih.
    Kondisi makin memprihatinkan ketika anak keempatnya diduga mengalami stunting.
    “Kecil sekali badannya, meski umurnya sudah tujuh tahun. Saya khawatir kesehatannya,” ucap Asriani.
    Di kontrakan kecil itu, ia bersama anak dan cucunya hanya tidur beralaskan matras tipis.
    “Yang penting bisa tidur, walaupun di lantai. Anak-anak sudah biasa begitu,” ujarnya.
    Lurah Ponjalae, Gerhani Djafar, mengakui keluarga Asriani masuk kategori miskin ekstrem. Namun, ia kerap terlewat dalam penyaluran bantuan.
    “Waktu diverifikasi, ternyata dokumennya bermasalah. Ia tidak punya dokumen perkawinan yang lengkap sehingga anaknya hanya tercatat sebagai tanggungan ibu. Akhirnya, kami bantu buatkan SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak) agar bisa terbit Kartu Keluarga,” jelas Gerhani.
    Setelah dokumen diperbaiki, Asriani mulai mendapat akses bantuan, mulai dari pangan hingga BPJS.
    Tetapi hambatan baru muncul. Kuota bantuan beras Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dikurangi drastis.
    Dari semula 430 penerima, kini berkurang sekitar 140 orang.
    “Kami kewalahan. Banyak warga yang memang benar-benar membutuhkan. Tapi setiap ada bantuan tambahan, misalnya dari Polres atau donatur lain, biasanya kami carikan nama warga yang paling layak, termasuk ibu Asrianii,” terang Gerhani.
    Keterbatasan biaya juga membuat anak bungsu Asriani yang berusia tujuh tahun belum bersekolah.
    “Waktu ada program pemberantasan anak putus sekolah, ibunya datang dan cerita kalau anaknya belum sekolah. Alasannya sederhana, tidak ada biaya untuk beli seragam,” imbuh Gerhani.
    Pihak sekolah sebenarnya sudah menerima anak itu meski tanpa seragam, sambil menunggu donasi warga.
    Namun, rasa malu membuat bocah tersebut enggan masuk sekolah dan sudah hampir dua pekan absen.
    Meski dihimpit kemiskinan, Asriani tetap berharap anak-anaknya bisa bersekolah dan memiliki masa depan yang lebih baik.
    “Kalau bisa, ada bantuan supaya anakku bisa lanjut sekolah. Saya tidak mau mereka berhenti sampai di sini saja,” tuturnya.
    Kisah Asriani menunjukkan ironi kemiskinan ekstrem yang masih terjadi di daerah. Bukan hanya soal terbatasnya penghasilan, tetapi juga peliknya urusan administrasi dan keterbatasan kuota bantuan yang membuat keluarga miskin kesulitan mendapat hak mereka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Puluhan Pengemdi Ojol Tuban Sampaikan 5 Tuntutan ke DPRD, Ini Isinya

    Puluhan Pengemdi Ojol Tuban Sampaikan 5 Tuntutan ke DPRD, Ini Isinya

    Tuban (beritajatim.com) – Puluhan pengemudi ojek online (Ojol) yang tergabung dalam Koalisi Komunitas Ojol Tuban (KKOT) “Frontal”, pada Selasa (9/9/2025), mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

    Mereka menggelar audiensi dengan Ketua DPRD Tuban, wakil ketua, Komisi I DPRD, serta sejumlah pejabat terkait, termasuk Kadisnakerin, Kepala DLHP, Kesbangpol, dan Kabag Hukum Pemkab Tuban.

    Ketua DPRD Tuban, Sugiantoro, mengungkapkan bahwa audiensi tersebut bertujuan untuk menampung dan membahas aspirasi yang disampaikan oleh para pengemudi Ojol. “Ada 5 tuntutan aspirasi dari KKOT, dan itu sudah dibahas bersama,” kata Sugiantoro.

    Dalam rapat tersebut, DPRD Tuban berjanji akan merekomendasikan hasil pembahasan tersebut kepada instansi terkait. Sugiantoro juga menyatakan bahwa pembahasan lebih lanjut akan dilakukan dalam rapat internal antara pimpinan, fraksi DPRD, dan OPD terkait.

    Tuntutan Aspirasi KKOT Frontal

    Menurut Hendra Waskitha, juru bicara KKOT Frontal, ada lima tuntutan yang mereka ajukan, yang terbagi menjadi tiga kategori: nasional, regional, dan lokal. Dua tuntutan skala nasional berkaitan dengan kasus yang menimpa Affan Kurniawan, seorang driver Ojol yang meninggal dunia saat terlibat dalam demonstrasi di Jakarta beberapa waktu lalu.

    “Ada 2 tuntutan skala nasional, mengawal Kapolri untuk mengusut tuntas kasus Affan Kurniawan yang meninggal saat peristiwa demonstrasi di Jakarta,” jelas Hendra.

    Selain itu, ada empat tuntutan lainnya yang bersumber dari Forum Diskusi Transportasi Online Indonesia (FDTOI), yang menyangkut perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pekerja transportasi online.

    Beberapa tuntutan tersebut juga mencakup penegakan SK Gubernur Jatim terkait tarif angkutan dan pengawasan biaya jasa transportasi roda 4. “Selain itu, pengawasan dan sanksi terhadap aplikator nakal juga harus ada penindakan,” tambah Hendra.

    Tuntutan Lokal untuk Perlindungan Sosial dan Pelatihan Gratis

    Sementara itu, dua tuntutan lainnya berfokus pada isu lokal di Kabupaten Tuban. Para driver Ojol di Tuban berharap Pemkab Tuban dapat memberikan perlindungan sosial berupa BPJS Ketenagakerjaan gratis, seperti yang sudah diterapkan di Kabupaten Gresik.

    “Pemerintah Kabupaten Gresik memberikan biaya BPJS Ketenagakerjaan gratis kepada para Ojol melalui dana hibah. Kami berharap Pemkab Tuban bisa mengikuti langkah ini,” ujar Hendra.

    Selain itu, mereka juga menginginkan agar Pemkab Tuban memberikan pelatihan gratis kepada para driver Ojol, agar mereka memiliki keterampilan tambahan selain menjadi pengemudi. “Kami berharap Pemkab Tuban bisa menyediakan pelatihan gratis, agar para Ojol ini memiliki keterampilan di luar profesi mereka sebagai driver,” katanya.

    Hendra juga menyampaikan bahwa jumlah driver Ojol yang terdaftar di Kabupaten Tuban mencapai 1.750 orang. Namun, ia menambahkan, tidak semua driver tersebut aktif. Hanya separuh dari total driver yang secara rutin beroperasi. [dya/suf]

  • Daftar 9 Serikat Ojol yang Diajak Rieke Ketemu Dasco di DPR

    Daftar 9 Serikat Ojol yang Diajak Rieke Ketemu Dasco di DPR

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sembilan serikat ojek online (ojol) melakukan audiensi dengan pimpinan DPR RI, termasuk Wakil Ketua Sufmi Dasco Ahmad. Hadir juga anggota DPR Rieke Dyah Pitaloka yang mendampingi para ojol sebagai Ketua Umum Konfederasi Rakyat Bekerja.

    Hadir dalam pertemuan tersebut adalah Serikat Demokrasi Pengemudi Indonesia (SDPI), Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (Serdadu), Serikat Pengemudi Transportasi Indonesia (Sepeta), Serikat Pekerja Bersatu Maluku Nusantara (SPBMN), Serikat Pekerja Pengemudi Daring (Speed), Serikat Pengemudi Platform Daring (SPPD), Serikat Pekerja Angkutan Berbasis Aplikasi (Spasi), Federasi Serikat Pekerja Pengemudi Online Bersatu (FSPPOB), dan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAl).

    Salah satu yang hadir adalah Lili Pujiati selaku Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia meminta untuk ojol bisa dipenuhi hak-haknya, misalnya jaminan sosial.

    “Kami berharap, sambil menunggu dan undang-undang yang sedang digodok, ada langkah maju dari bapak Presiden untuk memberikan kenyamanan bagi kami supaya kami juga mendapatkan hak-hak kami sebagai driver. Karena selama ini, kami ini, driver ini tidak perlu menggabungkan hak apa pun, seperti jangkauan sosial,” jelasnya, Selasa (9/9/2025).

    Dia mengatakan jaminan kecelakaan kerja baru bisa diberikan saat mereka bekerja. Santunan tak akan diberikan jika para driver kecelakaan saat tidak sedang ‘narik’.

    Selain itu muncul juga usulan untuk bisa melibatkan pemerintah daerah. Sebab selama ini pemda tak mengetahui dengan pasti aktivitas para driver online.

    Begitu juga banyak kasus yang melibatkan bentrokan antara driver online dengan angkutan umum di daerah.

    “Disini saya hanya ingin menambahkan dari apa yang sudah ditambahkan dari teman-teman tadi yang sudah dipaparkan agar senantiasa tolong pimpinan nanti pada saat bikin draft undang-undang atau apa gitu kan dilibatkanlah untuk pemerintah daerah,” kata Herman Hermawan dari Speed.

    “Karena selama ini di daerah ya maaf gitu kan driver online berapa kita gak tau jumlahnya pak gitu. Nah kalau di pemerintah daerah dilibatkan otomatis ya kan masyarakat dia berapa, pekerja berapa pembukaan kita berapa. Jangan sampai itu nanti kita bentrok lagi sama angkot yang lain,” dia menambahkan.

    Dia juga mengatakan driver merasa ‘anyep’ pesanan. Karena terlalu banyak jumlah pengemudi yang harus bersaing mendapatkan pesanan dari penumpang.

    “Sehingga teman-teman ya sekarang ada bahasanya anyep apa gitu kan. Banyak nunggu karena berapa terlalu numpuk. Penumpang itu-itu aja. Belum ditambah angkutan umum. Jadi kita agar bisa sejalan lah dengan teman-teman, dengan ojek pangkalan,” jelasnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Rieke juga mengatakan adanya kekosongan hukum untuk driver online. Dia meminta jika memungkinan adanya Peraturan Presiden, khususnya untuk mengakomodir kecelakaan dan kematian.

    Dia mencontohkan provinsi Jawa Barat menyediakan BPJS Ketenagakerjaan untuk tiga juta pekerja informal, termasuk driver online. Padahal ini harusnya diambil pihak operator, namun dialokasikan dari APBD setempat.

    Selain itu juga kembali menyinggung keterlibatan pemerintah daerah. Karena masalah ini tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah pusat dan DPR.

    “Rasanya pembagian tanggung jawab itu juga tidak bisa sepenuhnya hanya dibebankan pada pemerintah pusat dan DPR RI. Kita kan tahu teman-teman di DPR RI Komisi V dan seterusnya terus-terusan kita memperjuangkan,” kata Rieke.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Baleg: RUU PPRT harus adil lindungi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja

    Baleg: RUU PPRT harus adil lindungi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Martin Manurung mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) harus menjadi regulasi khusus (lex specialis) yang benar-benar memberikan jaminan perlindungan, mulai dari jaminan sosial, kesehatan, hingga kepastian kerja bagi para pekerja rumah tangga.

    “RUU PPRT ini sudah belasan bahkan puluhan tahun tidak kunjung selesai karena masih ada kekhawatiran bahwa regulasi ini akan memberatkan pemberi kerja. Maka mekanisme yang diatur harus adil dan seimbang,” kata Martin dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Hal itu disampaikan Martin pada Rapat Dengar Pendapat Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dalam rangka penyusunan RUU PPRT di Ruang Rapat Baleg DPR, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin.

    Martin juga menekankan pentingnya beleid sebagai bentuk affirmative action untuk memberi perlindungan sosial kepada pekerja rumah tangga, namun tanpa membebani pemberi kerja.

    Legislator dari Dapil Sumatera Utara II itu mengatakan keberadaan RUU PPRT bisa menjadi bahan uji bagi perlindungan pekerja sektor informal di Indonesia mengingat perangkat aturan yang ada masih lebih banyak menyasar pekerja formal. Padahal, mayoritas tenaga kerja justru berada di sektor informal.

    “Kalau kita bisa membuat aturan terhadap pekerja rumah tangga maka kita juga punya peluang untuk memperluas norma perlindungan ke pekerja informal lain,” katanya.

    Dalam rapat dengar pendapat tersebut, DPR juga meminta masukan terkait mekanisme iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan untuk pekerja rumah tangga.

    Disebutkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan sudah memiliki skema iuran, sementara data dari BPJS Kesehatan diminta untuk dilengkapi agar bisa menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan norma undang-undang.

    “Ini penting supaya jelas apakah nanti mekanismenya akan dibebankan sepenuhnya ke pemberi kerja atau dilakukan burden sharing. Kami butuh advice konkret dari BPJS,” tambahnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Nestapa Pasien BPJS di Bekasi Dipaksa Pulang Walau Tidak Sadarkan Diri

    Nestapa Pasien BPJS di Bekasi Dipaksa Pulang Walau Tidak Sadarkan Diri

    GELORA.CO -Nestapa pasien BPJS di Kota Bekasi, sudah jatuh tertimpa tangga. Pasien berinisial AR dipaksa pulang oleh RS EMC Pekayon walaupun pasien dalam kondisi tidak sadarkan diri.

    Kasus ini kemudian viral di media sosial dan menuai berbagai komentar pedas. Menanggapi hal itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi secara resmi bakal memanggil manajemen RS EMC Pekayon. 

    Kepala Dinkes Kota Bekasi Satia Sriwijayanti menegaskan sedang mengumpulkan fakta dari kedua belah pihak untuk menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur tersebut. 

    “Hari ini kita berikan klarifikasi, karena nggak boleh kita hanya mendengar dari satu pihak saja. Kita tanya prosesnya bagaimana,” ujar Satia di hadapan awak media, Senin, 8 September 2025.

    Insiden ini bermula ketika keluarga AR melaporkan bahwa pada Rabu, 3 September 2025, ibunya yang masih terbaring lemah dan tanpa perubahan signifikan sejak dirawat di ICU, diminta untuk pulang oleh pihak rumah sakit. 

    “Pihak rumah sakit menyatakan kondisi ibu saya sudah stabil. Tapi kenyataannya, beliau masih tidak sadarkan diri. Kami justru disuruh mengatur rujukan sendiri,” tutur AR, Sabtu, 6 September 2025.

    Menanggapi hal ini, Satia mengingatkan kewajiban rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi dan sesuai standar. 

    “Setiap rumah sakit wajib memberikan pelayanan yang efektif dan efisien. Jika ada pelanggaran, tentu ada sanksi administratif yang berlaku,” tegasnya.

    Satia juga menekankan prinsip praduga tak bersaku tetapi berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua rumah sakit di Kota Bekasi untuk memperjelas Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan. Pemeriksaan oleh Dinkes akan memastikan apakah RS EMC telah melanggar ketentuan yang berlaku.

    *Penulis adalah kontributor RMOL di Bekas