Kementrian Lembaga: BPJS

  • Kisah Pilu Bocah Hidrosefalus Koma Lima Hari: Hilangnya Senyum dan Keceriaan Shofa

    Kisah Pilu Bocah Hidrosefalus Koma Lima Hari: Hilangnya Senyum dan Keceriaan Shofa

    Liputan6.com membesuknya Shofa. Noor Efendi, sang ayah, pasrah menunggu mukjizat untuk kesembuhan putra pertamanya itu. Raut sedih tampak jelas di wajah Noor Efendi yang kala itu duduk di kursi di samping tubuh Shofa yang tergolek lemas.  

    Dengan suara pelan, Noor Efendi menceritakan awal mula Shofa harus dirawat di RSUD Loekmonohadi Kudus itu. Minggu(19/10/2025) petang menjelang magrib, Efendi rencananya ingin mengajak Shofa salat jamaah di masjid dekat rumah mereka di lingkungan Dukuh Kepundung RT 02 RW 08 Kelurahan Purwosari Kudus. 

    “Tiba-tiba Shofa ke luar rumah tanpa sepengetahuan saya. Karena tak kunjung masuk ke dalam rumah, akhirnya saya berusaha mencarinya. Ternyata Shofa terjatuh dan kepala bagian belakangnya membentur lantai hingga tak sadarkan diri,” ujar  Noor Effendi. 

    Melihat kondisi putranya sangat mengkhawatirkan, Noor kemudian bergegas membawa Shofa ke UGD RSUD Loekmonohadi Kudus sore itu. Dia pasrah dan tak bisa berbuat banyak melihat  kondisi Shofa yang memilukan itu.

    Untuk menjaga Shofa di rumah sakit, Noor harus bergantian dengan istrinya yakni Mi’anah. Dia mendapat giliran menjaga Shofa saat pagi hingga sore hari. Sebab Mi’anah sambil mengasuh anak keduanya juga menunggui dagangan dengan berjualan es teh di depan rumahnya yang sederhana.

    Selama pengobatan dan perawatan di RSUD Kudus, pembiayaan Shofa  oleh BPJS Penerima Bantuan Iuruan (PBI). Sebab  Noor Efendi tercatat sebagai warga tidak mampu, dimana iuran BPJS Kesehatannya dibayarkan oleh pemerintah. 

    “Alhamdulilah untuk pengobatan Shofa tidak membayar sebab saya merupakan warga penerima BPJS PBI sudah sejak lama,” terang Noor Effendi.

    Shofa menderita Hidrosefalus sejak lahir. Shofa mengalami penumpukan cairan serebrospinal (CSFberlebihan di dalam ventrikel otak yang menyebabkan ventrikel melebar dan memberi tekanan berbahaya pada jaringan otak sejak tahun 2016 silam, atau saat ia dilahirkan.

    Kini Noor Effendi dan Mi’anah pasangan suami istri asal Purwosari Kudus ini hanya bisa berdoa untuk kesembuhan putra pertama mereka. Mereka pun berharap penyakit yang diderita Shofa bisa sembuh dan kembali beraktiftas seperti anak anak normal sebayanya.

  • BPJS Ketenagakerjaan Mau Revisi Target Peserta Gegara Banyak PHK

    BPJS Ketenagakerjaan Mau Revisi Target Peserta Gegara Banyak PHK

    Jakarta

    BPJS Ketenagakerjaan menghadapi tantangan dalam mencapai target jumlah kepesertaan 2026. BPJS Ketenagakerjaan menargetkan jumlah peserta mencapai 70 juta di tahun depan.

    Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro mengatakan pihaknya menghadapi tantangan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif terjadi di awal tahun 2025. Selain itu, pihaknya juga tengah merasionalisasi perusahaan, utamanya di jasa konstruksi.

    “Memang kami tahun ini mengalami beberapa hal, beberapa tantangan terkait dengan kepesertaan ini mulai dari awal tahun kita banyak disibukan dengan adanya PHK-PHK. Kemudian juga ada konteks rasionalisasi dari perusahaan kami terutama di jasa konstruksi. Jadi makanya masih 42 juta,” ujar Pramudya kepada wartawan di Hotel Tentrem Jakarta, Tangerang, Kamis (23/10/2025).

    Menurut Pramudya BPJS Ketenagakerjaan akan kembali mengevaluasi target kepesertaannya tahun depan. Pasalnya, perlu melihat kemampuan internal dan kondisi eksternal untuk mencapai target kepesertaan tersebut.

    “Kami coba lihat sebenarnya tahun depan seperti apa, sehingga angka 70-nya mungkin kita coba lihat lagi. Apakah 70 (juta) itu masih on the track atau perlu kita sesuaikan lagi. Karena kami perlu melihat kapasitas dari internal dari BPJS Ketenagakerjaan dan juga kondisi eksternal tadi. Mudah-mudahan komdisinya membaik, sehingga kita bisa Dorong lebih kuat lagi,” jelas Pramudya.

    Sementara saat ini BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana sekitar Rp 860 triliun. BPJS Ketenagakerjaan juga menargetkan dana kelolaan ini sebesar Rp 1.000 triliun di tahun 2026.

    “Insyaallah kalau dana kelolaan masih bisa on the track. Insyaallah. Karena sekarang (targetnya) masih Rp 1.000 triliun,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 42,92 juta hingga tahun 2023. Saat itu, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan jumlah peserta meningkat hingga 70 juta orang dan dana kelolaan mencapai Rp 1.000 triliun di tahun 2026.

    Tonton juga video “550 Staf JPL NASA Kena PHK, Gara-gara Pemerintah AS Shutdown?” di sini:

    (hns/hns)

  • 1
                    
                        Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Berlaku bagi Peserta yang Pindah Komponen
                        Nasional

    1 Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Berlaku bagi Peserta yang Pindah Komponen Nasional

    Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Berlaku bagi Peserta yang Pindah Komponen
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyatakan, kebijakan pemutihan tunggakan peserta BPJS Kesehatan hanya berlaku bagi peserta yang pindah komponen.
    Contohnya adalah peserta BPJS Kesehatan yang dahulu termasuk kategori peserta mandiri dan kini terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
    “Jadi pemutihan itu intinya bagaimana untuk orang yang sudah biasa pindah komponen, dulunya itu katakanlah mandiri, lalu menunggak, padahal dia sudah pindah ke PBI, tetapi masih punya tunggakan,” kata Ghufron di Jakarta, Rabu (22/10/2025), dikutip dari
    Antara
    .
    “Nah, itu dibayari oleh pemerintah daerah misalnya (karena sudah menjadi PBI), tetapi (tercatat di sistem) masih punya tunggakan, maka tunggakan itu dihapus,” imbuh dia.
    Ghufron menegaskan, pemutihan tunggakan ini benar-benar dikhususkan bagi peserta BPJS Kesehatan yang tidak mampu atau miskin.
    Kebijakan pemutihan tunggakan ini juga diklaim tidak akan mengganggu arus kas di lembaga asuransi kesehatan resmi milik pemerintah tersebut.
    Namun, Ghufron menekankan, pemutihan ini harus tepat sasaran, misalnya mengacu pada Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
    “Enggak, tidak akan mengganggu, asal tepat sasaran. Kalau enggak tepat sasaran itu bisa mengganggu, tetapi kalau tepat sasaran saya kira enggak,” kata dia.
    Ghufron juga mewanti-wanti agar pemutihan ini tidak disalahgunakan oleh peserta dengan secara sengaja menunggak iuran.
    “Yang jelas kalau BPJS itu istilahnya negara hadir, kemudian peserta itu bisa akses pelayanan, tetapi tidak disalahgunakan. Orang yang mampu ya bayar itu bukan terus, ‘Wah, saya nunggu nanti biar ada pemutihan lagi’ begitu, enggak, enggak terjadi itu,” ujar dia.
    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan anggaran senilai Rp 20 triliun untuk menghapus tunggakan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
    “Tadi minta dianggarkan Rp 20 triliun, sesuai dengan janji Presiden. Itu sudah dianggarkan,” katanya.
    Meski telah menyiapkan anggaran, Purbaya berharap ada perbaikan tata kelola oleh BPJS Kesehatan agar kebocoran anggaran bisa dicegah, salah satunya dengan mengevaluasi aturan yang sudah tidak relevan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Purbaya Beri Suntikan Rp20 Triliun untuk BPJS Disertai Warning Perbaiki Sistem Klaim

    Purbaya Beri Suntikan Rp20 Triliun untuk BPJS Disertai Warning Perbaiki Sistem Klaim

    GELORA.CO -Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah mengambil langkah sigap dengan mengalokasikan dana jumbo sebesar Rp 20 triliun untuk melunasi tunggakan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 

    Ia mengatakan, anggaran tersebut sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 seperti yang pernah dijanjikan Presiden Prabowo Subianto.

    Meski telah menjamin ketersediaan dana, Purbaya berharap hal ini tidak berhenti pada penyelesaian utang saja. Ia secara tegas menuntut adanya reformasi fundamental dalam tata kelola BPJS Kesehatan agar kebocoran anggaran dapat dicegah.

    Purbaya juga menyoroti aturan-aturan lama yang dianggap tidak lagi relevan, khususnya pasca-pandemi Covid-19. Ia mencontohkan kebijakan Kementerian Kesehatan yang mewajibkan rumah sakit menyediakan 10 persen ventilator.

    “Karena rumah sakit sudah telanjur membeli, akhirnya setiap pasien diarahkan ke alat itu, yang otomatis membuat tagihan ke BPJS membengkak,” kritik Purbaya. Ia lantas meminta BPJS Kesehatan untuk mengevaluasi dan membatasi pembelian alat kesehatan yang tidak esensial. Namun, ia menekankan bahwa revisi kebijakan medis ini harus melibatkan pakar kesehatan agar kualitas layanan tetap terjaga.

    Selain tata kelola, perhatian Menkeu juga tertuju pada optimalisasi sistem Teknologi Informasi (TI) di BPJS Kesehatan. Purbaya terkejut mengetahui BPJS memiliki sekitar 200 tenaga TI.

    “Itu sudah seukuran perusahaan komputer besar. Saya instruksikan agar mereka mengintegrasikan seluruh sistem TI di Indonesia dan mulai menggunakan Artificial Intelligence (AI),” tegasnya.

    Purbaya meyakini integrasi sistem dan pemanfaatan AI akan menjadi alat deteksi dini yang sangat efektif untuk mengurai permasalahan layanan, termasuk mendeteksi klaim-klaim yang mencurigakan atau bermasalah.

    “Itu harus diinvestigasi. Dengan sistem yang baik, masalah seperti ini akan cepat terselesaikan. Saya targetkan enam bulan ke depan, sistem TI ini harus sudah berfungsi. Mereka menyatakan siap,” jelasnya. Ia berharap, jika target ini tercapai, BPJS Kesehatan akan memiliki sistem TI rumah sakit yang terbaik dan terbesar di dunia.

  • Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

    Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah menyiapkan anggaran Rp 20 triliun pada APBN 2026 untuk menghapus atau memutihkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan masyarakat tak mampu.

    “Siap, untuk tahun 2026 sudah siap. Rp 20 triliun itu ada, Rp 20 triliun sudah kita anggarkan,” kata Purbaya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (22/10/2025).

    Di sisi lain, Purbaya meminta BPJS Kesehatan melakukan perbaikan manajemen. Salah satunya terkait pemanfaatan IT hingga mengurangi program-program yang tidak efisien.

    “Harus ada perbaikan juga sedikit di sana. Misalnya mereka sudah kemukakan ada banyak program-program mungkin dari Kementerian Kesehatan yang mewajibkan rumah sakit membeli alat-alat yang kemahalan dan kebanyakan. Jadi saya bilang, sudah diskusi saja dengan Kementerian Kesehatan, kita kurangin begitu-begitu,” terang Purbaya

    “Saya juga minta mereka mengefektifkan IT yang mereka punya. Mereka rupanya punya 200 orang yang bekerja di IT, itu sudah perusahaan komputer sendiri. Gede banget saya bilang, ya sudah lu bikin lebih optimal dengan cara mengintegrasikan seluruh IT mereka di seluruh Indonesia, dan pakai AI sehingga program nanti kalau sudah klaim-klaim yang nggak jelas kelihatan langsung terdeteksi,” sambung mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan itu.

    Purbaya menambahkan perbaikan manajemen BPJS Kesehatan ini dapat terlaksana dalam 6 bulan ke depan, khususnya dalam hal pemanfaatan IT. Dengan begitu dana Rp 20 triliun dari pemerintah tidak akan terbuang sia-sia.

    “Jadi saya harapkan 6 bulan ke depan itu sudah bekerja, mereka bilang bisa. Kalau itu bisa harusnya IT kita, IT BPJS merupakan IT yang nanti sistem rumah sakit bisa terbesar dan terbaik di dunia. Saya maunya itu, jadi Rp 20 triliun nggak apa-apa,” tutur Purbaya.

    (igo/hns)

  • Iuran BPJS Kesehatan Naik Kalau Ekonomi Tumbuh di Atas 6%

    Iuran BPJS Kesehatan Naik Kalau Ekonomi Tumbuh di Atas 6%

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan naik pada 2025 ini. Sebab menurutnya saat ini perekonomian dalam negeri baru mengalami pemulihan.

    “Kalau sekarang belum, sekarang belum,” jawabnya singkat saat ditemui wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Meski begitu, Purbaya mengatakan bahwa besaran iuran BPJS Kesehatan berpotensi dinaikkan jika ekonomi Indonesia berhasil tumbuh di atas 6%. Namun ia juga belum bisa memastikan seberapa besar kenaikan iuran-nya nanti, mengingat hal ini belum dibicarakan lebih jauh.

    “Ini kan ekonomi baru mau pulih, belum lari, kita jangan utak-atik dulu sampai ekonominya pulih, dalam pengertian tumbuhnya di atas 6% lebih dan mereka sudah mulai dapat kerjaan lebih mudah. Baru kita pikir menaikkan beban masyarakat,” terangnya.

    Saat diminta penegasan apakah iuran BPJS Kesehatan berpeluang dinaikkan tahun depan mendatang seperti yang tertuang dalam dengan Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, ia belum bisa memastikan.

    “Tahun depan kalau ekonomi tumbuh di atas 6,5% gimana? Artinya masyarakat cukup kuat untuk menanggung bersama dengan pemerintah,” ucap Purbaya.

    Sebelumnya, Purbaya sempat mengatakan persoalan kenaikan tarif BPJS Kesehatan belum diputuskan. Sebab pihaknya masih menyerahkan perhitungan itu kepada BPJS Kesehatan.

    “Belum itu, biar mereka yang ngitung,” ujar Purbaya saat ditemui di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Purbaya juga mengakui kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu pembahasan saat bertemu Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Keduanya diketahui bertemu membahas pengelolaan BPJS Kesehatan.

    “Ada (pembahasan soal iuran BPJS Kesehatan) tapi belum final, baru permukaannya aja. Jadi belum bisa didiskusikan ke media, belum clear,” tuturnya.

    Selain itu dalam Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pemerintah membuka ruang untuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun depan. Dalam dokumen itu dijelaskan, pemerintah akan melakukan penyesuaian tarif iuran secara bertahap.

    “Penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” tulis dokumen tersebut.

    Pendekatan kenaikan iuran bertahap disebut penting dilakukan demi meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    (igo/fdl)

  • 8
                    
                        Pemutihan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Anggota DPR Tekankan Verifikasi Ketat
                        Nasional

    8 Pemutihan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Anggota DPR Tekankan Verifikasi Ketat Nasional

    Pemutihan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Anggota DPR Tekankan Verifikasi Ketat
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menekankan pentingnya verifikasi ketat dan transparansi dalam pelaksanaan pemutihan tunggakan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
    Pasalnya, pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini harus benar-benar ditujukan untuk menanggung beban bagi kelompok yang benar-benar tidak mampu.
    “Pemutihan boleh dilakukan untuk yang memang tidak mampu, tetapi data peserta yang mendapat keringanan harus diverifikasi dengan baik dan terbuka. Pemerintah harus memastikan tidak ada potensi penyalahgunaan atau fraud dalam proses penghapusan tunggakan,” ujar Netty dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).
    Menurutnya, kebijakan ini perlu dilaksanakan dengan sangat berhati-hati agar tidak menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang disiplin membayar iuran BPJS Kesehatan.
    “Prinsip keadilan sosial harus dijaga. Peserta yang benar-benar tidak mampu tentu harus dibantu, tetapi pemerintah juga perlu memastikan agar kebijakan ini tidak menurunkan semangat kepatuhan peserta lain,” ujar Netty.
    Di samping itu, ia menyoroti tunggakan senilai lebih dari Rp 10 triliun yang berasal dari peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).
    Hal tersebut menunjukkan perlunya pembenahan dalam sistem pembayaran, terutama bagi kelompok pekerja sektor informal yang tidak memiliki pemotongan otomatis iuran.
    “Masalah tunggakan ini bukan hanya soal kemampuan ekonomi, tetapi juga kesadaran dan literasi. Pemerintah bersama BPJS perlu memperkuat edukasi publik agar masyarakat memahami bahwa iuran adalah bentuk gotong royong menjaga kesehatan bersama,” ujar Netty.
    Tegasnya, kebijakan pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan tidak boleh dimaknai sebagai penghapusan tanggung jawab.
    Kebijakan tersebut harus dipandang sebagai langkah kemanusiaan yang diikuti dengan pembenahan sistemik dari penyelenggara JKN.
    “BPJS Kesehatan adalah instrumen penting bagi perlindungan sosial nasional. Karena itu, setiap kebijakan yang diambil harus menjamin keberlanjutan program, menjunjung keadilan, dan bebas dari praktik kecurangan,” ujar Netty.
    Diketahui, pemerintah berancang-ancang memutihkan tunggakan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang nominalnya mencapai lebih dari Rp 10 triliun.
    Tujuannya, agar rakyat miskin yang tidak mampu melunasi tunggakan jaminan kesehatan tetap bisa mendapatkan layanan BPJS Kesehatan itu.
    “Mengenai triliunnya yang jelas itu lebih dari Rp 10 triliun. Dulunya di Rp 7,6 triliun, Rp 7,691 (triliun) ya, tapi itu belum masuk yang lain-lain. Itu baru yang pindah komponen,” kata Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron, dilansir dari Antara, Minggu (19/10/2025).
    Keputusan mengenai rencana pemutihan ini bakal disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto atau Menteri Koordinator bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) setelah pembahasan di tingkat pemerintah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terbaru! Tarif BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, 3 Berlaku 22 Oktober 2025

    Terbaru! Tarif BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, 3 Berlaku 22 Oktober 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3, secara bertahap. Penerapan sistem ini akan mengubah besaran iuran BPJS Kesehatan. Namun, hingga saat ini, iuran masih tetap sama.

    Ini sesuai dengan aturan lama, yaitu Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022. Skema perhitungan iuran peserta terbagi ke dalam beberapa aspek. Pertama ialah bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.

    Kedua, iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.

    Ketiga, iuran bagi peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% dibayar oleh Peserta.

    Keempat, iuran untuk keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

    Kelima, iuran bagi kerabat lain dari PPU seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya, peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta iuran peserta bukan pekerja ada perhitungannya sendiri, berikut rinciannya:

    1. Sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

    – Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp 25.500. Sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.

    – Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.

    2. Sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

    3. Sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

    Keenam, iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

    Dalam skema iuran terakhir yang termuat dalam Perpres 63/2022 pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016. Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap.

    Berdasarkan Perpres 64/2020, besaran denda pelayanan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak dengan ketentuan:

    1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan.

    2. Besaran denda paling tinggi Rp 30.000.000.

    3. Bagi Peserta PPU pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.

    Kenaikan Tarif Belum Jelas

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan hingga saat ini belum ada besaran pasti soal kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan pada tahun depan. Hal ini disampaikannya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/10/2025).

    Seperti diketahui, Purbaya sempat disambangi oleh Menteri Kesehatan di kantornya, Rabu (8/10/2025). “Belum itu (kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan). Biar mereka yang ngitung,” papar Purbaya.

    Dia memastikan formulanya belum jelas dan tidak bisa diungkap kepada publik saat ini.

    “Ada, tapi belum final. Baru permukaannya aja jadi belum bisa dibawa, didiskusikan ke media, jadi belum clear,” tegasnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Cara Jitu Atur Keuangan Saat Cuti Kerja Tanpa Gaji – Page 3

    Cara Jitu Atur Keuangan Saat Cuti Kerja Tanpa Gaji – Page 3

    Langkah Utama yang harus dilakukan adalah mengajukan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang di kelola oleh BPJS, proses nya mungkin butuh waktu, jadi selama menunggu mungkin kamu bisa melengkapi dokumen yang nanti akan diminta.

    Kedua atur ulang anggaran bulanan, Fokus pada kebutuhan pokok seperti makan, tempat tinggal dan transportasi. Kurangi pengeluaran tidak penting seperti langganan hiburan, belanja Online atau nongkrong.

    Langkah ketiga yang harus dilakukan adalah hubungi Kreditor atau Bank, apabila kamu memiliki cicilan kartu kredit, KPR, pinjaman kendaraan segera hubungi pihak kreditur. Banyak lembaga keuangan menyediakan program keringanan bagi bagi nasabah yang terdampak. keempat cari penghasilan tambahan misalnya, kerja freelance, membuka jasa kecil- kecilan atau jualan Online.

    Tetap Tenang Dan Terencana

    Dirumahkan memang tidak mudah, apalagi jika berlangsung lama. tapi masa sulit ini bisa kamu lalui dengan strategi yang matang. Mulailah dengan mengatur keuangan, perencanaan keuangan yang bijak dan sikap tenang kamu bisa menjaga kestabilan finansial hingga akhirnya bekerja kembali.

     

     

  • Perlindungan Driver Ojol Tanggung Jawab Aplikator, Pengguna, dan Pemerintah

    Perlindungan Driver Ojol Tanggung Jawab Aplikator, Pengguna, dan Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA— Langkah Presiden Prabowo Subianto yang menyerukan persaingan sehat antara Gojek, Grab, dan Maxim perlu diiringi dengan upaya konkret memperkuat kesejahteraan mitra pengemudi.

    Ekonom Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan sejatinya masalah kesejahteraan mitra pengemudi ojek online sudah berulang kali disuarakan, salah satunya melalui dorongan agar mereka mendapatkan jaminan sosial.

    “Jaminan sosial ini menjadi tanggung jawab platform, driver, konsumen, dan juga pemerintah. Semuanya perlu ada porsi yang pas bagi masing-masing pemain,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Selasa (21/10/2025). 

    Menurut dia, perlindungan sosial bagi mitra pengemudi minimal harus mencakup jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja. Selain itu, skema-skema perlindungan perlu disesuaikan dengan karakteristik para pengemudi yang sering kali memiliki lebih dari satu pemberi kerja.

    “Mitra driver yang bisa mempunyai lebih dari satu pemberi kerja misalkan, harus bisa diakomodir dalam sistem pemberian jaminan oleh BPJS. Peran dari aplikator juga patut dirumuskan,” kata Huda.

    Huda juga menilai sejauh ini belum terdapat hambatan masuk (entry barriers) yang signifikan di industri transportasi daring, meski sejumlah pemain besar seperti Gojek dan Grab masih mendominasi pasar. 

    Dia menyampaikan dalam lima tahun terakhir mulai bermunculan berbagai platform baru selain Gojek dan Grab, seperti Maxim, InDrive, hingga aplikator ride-hailing di daerah. Namun, menurutnya hal yang perlu diwaspadai adalah praktik predatory pricing.

    “Predatory pricing bisa terjadi ketika ada ketimpangan modal. Maka, tugas KPPU untuk melakukan pengawasan pembentukan harga oleh platform,” tegasnya.

    Sebelumnya, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menyatakan dukungan atas pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya persaingan sehat antarperusahaan platform transportasi daring seperti Gojek, Grab, Maxim, dan lainnya. SPAI juga mendesak pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelindungan Pekerja Transportasi Online.

    Ketua SPAI, Lily Pujiati, menilai regulasi tersebut mendesak diterbitkan karena praktik di lapangan menunjukkan perusahaan platform justru saling berlomba memeras pengemudi dengan berbagai skema yang merugikan.

    “Regulasi ini diperlukan karena selama ini platform justru berlomba-lomba untuk memeras pengemudi ojol, taksol dan kurir dengan berbagai cara seperti potongan platform yang tinggi hingga 70%, skema tarif hemat, double order, slot, hub, aceng [argo goceng], prioritas dan skema lainnya,” kata Lily dalam keterangan tertulis, Selasa (21/10/2025).

    Pengemudi Ojol menunggu penumpang

    Sementara itu, Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia juga menyambut baik pernyataan Presiden Prabowo yang mendorong persaingan sehat dan peningkatan perlindungan bagi pengemudi. Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, menilai kekacauan ekosistem transportasi digital terjadi akibat persaingan antarperusahaan aplikator yang berfokus pada profit semata.

    “Carut marutnya ekosistem transportasi digital saat ini karena antar perusahaan-perusahaan aplikator lebih mementingkan persaingan tarif, promo dan profit sebesar-besarnya sehingga mengabaikan regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah sebelumnya yang tercantum dalam Kepmenhub KP No.1001 tahun 2022,” kata Igun saat dihubungi Bisnis, Selasa (21/10/2025).

    Dia juga menyoroti lemahnya peran pemerintah dalam mengatur perusahaan aplikator yang dinilai justru mampu memengaruhi kebijakan publik. Garda berharap pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo dapat mengambil langkah tegas dengan menerbitkan aturan yang berpihak kepada pengemudi.

    “Segera saja Presiden Prabowo keluarkan Perpres Perlindungan Bagi Pengemudi Ojol, karena sudah bertahun-tahun kami menantikan ketegasan dan perlindungan pemerintah terhadap pengemudi ojol,” ujarnya.

    Adapun Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan pentingnya menciptakan persaingan sehat antarperusahaan ojek daring dalam sambutannya di acara Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Fasilitas Ekspor CPO dan Turunannya pada Industri Kelapa Sawit, di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).

    “Kami sedang berdiskusi dengan perusahaan-perusahaan besar ojek daring untuk mencari solusi terbaik bagi para pengemudi, demi efisiensi dan perlindungan agar tidak terjadi persaingan yang merusak. Kami ingin menciptakan lapangan kerja yang terjamin untuk para pengemudi online,” ujar Prabowo.

    Meski tidak menyebut nama secara spesifik, dua perusahaan yang dimaksud diyakini merujuk pada Gojek dan Grab, yang selama ini mendominasi pasar ojek daring di Indonesia. Isu kesejahteraan pengemudi ojek online memang terus menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir, di tengah meningkatnya protes terhadap rendahnya pendapatan dan minimnya jaminan kerja.

    Pada Mei lalu, aksi demonstrasi juga sempat digelar di sejumlah kota besar menuntut kebijakan yang lebih berpihak pada pekerja. Sementara itu, perusahaan aplikator mengklaim telah menjalankan sistem komisi sesuai regulasi yang berlaku. Namun, isu mengenai persaingan tidak sehat dan potensi monopoli, termasuk rumor akuisisi Gojek oleh Grab, masih menjadi sorotan dalam pembahasan regulasi sektor transportasi daring di Tanah Air.