Kementrian Lembaga: BPJS

  • Bisakah Pemerintah Paksa Gojek-Grab Cs Bayar THR ke Driver Ojol?

    Bisakah Pemerintah Paksa Gojek-Grab Cs Bayar THR ke Driver Ojol?

    Jakarta

    Gabungan driver ojek online (ojol) telah melakukan demo di depan Gedung Kemenaker, Jakarta Selatan, Senin (17/2). Pasukan hijau tersebut meminta pemerintah untuk ‘mendesak’ aplikator seperti Gojek-Grab agar memberikan tunjangan hari raya (THR) ke mereka.

    Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menegaskan, pemerintah tak bisa memaksa aplikator memberikan THR ke mitra driver. Sebab, kata dia, aturan terkait hingga sekarang belum ada.

    “Pemerintah boleh mengimbau, tetapi belum boleh mewajibkan (pembayaran THR ke ojol),” ujar Payaman, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (18/2).

    Wamenaker Temui Ojol yang Demo Foto: Ignacio Geordy Oswaldo

    Menurutnya, serikat pekerja driver ojol harus mendorong pertemuan dengan pemerintah dan manajemen aplikasi. Payaman menyebut penting untuk mendudukkan terlebih dahulu status pekerja aplikasi tersebut.

    Dia meminta pemerintah segera mengatur hubungan kerja antara pengemudi ojek online dengan aplikator. Dengan begitu, hak-hak semacam THR hingga BPJS Ketenagakerjaan tak lagi abu-abu.

    “Jadi, (driver ojol) bukan melakukan demo menuntut THR. Tuntutan THR belum ada landasan hukumnya,” tuturnya.

    “Siapa saja yang berhak mendapat THR? Berapa besaran yang diterima? Banyak pengemudi online kerja sambilan atau kerja tambahan, apakah mereka juga berhak?” tambah Payaman.

    Menaker dan Wamenaker Lesehan Temui Drivel Ojol Foto: Ignacio Geordy Oswaldo

    Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengaku, sebelum ada demo besar-besaran kemarin, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan perwakilan driver ojol untuk membahas rencana pemberian THR. Bukan sekali, pertemuan tersebut digelar hingga tiga kali!

    Selain dengan mitra ojol, Kementerian Ketenagakerjaan juga sudah dua kali bertemu perwakilan pengusaha. Dia mengklaim, pengusaha telah memahami permintaan tersebut.

    “Ya, ini kan kita sudah sampaikan sebenarnya terkait dengan THR kemarin. Pengusaha juga sudah katanya memahami,” ungkapnya.

    Meski sudah berkumpul dan ada kata memahami rencana pemberian THR itu, ia mengatakan sampai saat ini belum ada titik temu, terutama soal penentuan dan formula perhitungan THR bagi driver ojol.

    “Kami mencoba mencari formula terbaiknya itu yang kita tunggu nanti. Karena ini kan masalah keuangan mereka harus ada simulasi yang harus dipersiapkan kan? Kita tunggu nanti dari sini dalam beberapa hari akan finalisasi dengan pengusaha,” kata dia.

    (sfn/dry)

  • Pemerintah Minta Aplikator Beri THR Ojol, Grab Buka Suara

    Pemerintah Minta Aplikator Beri THR Ojol, Grab Buka Suara

    Bisnis.com, JAKARTA — Grab Indonesia merespons aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah pengemudi Ojek Online (Ojol) terkait tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). 

    Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan pihaknya memahami pentingnya momen Idulfitri bagi para mitra pengemudi serta mengapresiasi perhatian pemerintah terhadap isu tersebut. 

    “Perusahaan telah menjalankan berbagai inisiatif untuk mendukung kesejahteraan mitra pengemudi dalam jangka panjang,” kata Tirza saat dikonfirmasi Bisnis, Selasa (18/2/2025).

    Beberapa program yang telah berjalan antara lain GrabBenefits, yang mencakup paket sembako, voucher diskon perawatan kendaraan, serta perlindungan asuransi.

    Selain itu, ada program Dana Santunan bagi keluarga mitra yang menghadapi situasi sulit, serta GrabScholar, beasiswa pendidikan bagi anak mitra dari jenjang SD hingga perguruan tinggi.  

    Tirza juga mengeklaim jika Grab memiliki skema insentif dan bonus yang diberikan untuk membantu mitra meningkatkan pendapatan, terutama di saat perayaan hari besar. 

    Selain itu, Grab juga menyediakan peluang usaha, pengembangan keterampilan, serta bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan guna memfasilitasi perlindungan sosial bagi mitra pengemudi.  

    Alih-alih THR, saat ini Grab tengah menggodok wacana Bantuan Hari Raya (BHR). Tirza mengungkapkan pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk memberikan informasi yang diperlukan untuk diskusi lebih lanjut. 

    Perusahaan berharap pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang seimbang dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri, sektor ekonomi informal, serta pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.  

    Sebelumnya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menyampaikan dukungan penuh kepada para driver ojol yang tengah berjuang untuk mendapat hak pekerja berupa THR.

    Immanuel memastikan tuntutan yang disampaikan oleh para driver ojol itu bakal mendapat dukungan penuh oleh pemerintah. Dia juga menegaskan tidak akan membiarkan warga negara untuk dieskploitasi oleh para aplikator. 

    “Kalau itu tuntutan berat [diterima aplikator] saya hanya ingin sampaikan bahwa negara sifatnya adalah memaksa, negara tak akan membiarkan warga negaranya di eksploitasi,” kata Wamenaker yang akrab disapa Noel ini saat ditemui di Kantor Kemenaker, Senin (17/2/2025).

    Adapun, driver ojol melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Senin (17/2/2025). Korlap Aksi dan Ketua Serkat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menjelaskan bahwa pihaknya bakal melakukan aksi damai menuntut agar para driver ojol bisa mendapat tunjangan hari raya (THR).

  • Pemerintah Minta Aplikator Beri THR ke Driver Ojol, Grab Bilang Begini

    Pemerintah Minta Aplikator Beri THR ke Driver Ojol, Grab Bilang Begini

    Jakarta

    Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) menggelar demonstrasi menuntut pemberian tunjangan hari raya (THR) oleh pihak aplikator di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Senin kemarin. Aksi itu disambut langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan.

    Pada kesempatan itu, Kemnaker meminta pihak aplikator memberikan THR kepada pengemudi ojol di Lebaran 2025 ini. Pemberian THR ini diharuskan dalam bentuk uang tunai, bukan bantuan sembako seperti tahun-tahun sebelumnya.

    Salah satu aplikator ojol, Grab Indonesia mengatakan masih berkoordinasi dengan pemerintah terkait bantuan hari raya (BHR). Grab menyebutnya BHR, bukan THR.

    “Kami terus berkoordinasi secara konsisten dengan para pemangku kepentingan, termasuk memberikan informasi yang diperlukan sebagai bahan diskusi wacana pemberian BHR untuk Mitra Pengemudi,” kata Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy kepada detikcom, Selasa (18/2/2025).

    Tirza berharap pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang seimbang, tidak hanya bagi mitra pengemudi ojol melainkan juga mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri dan ekonomi informal.

    “Grab memahami bahwa Hari Raya Idul Fitri adalah momen yang sangat penting bagi mayoritas masyarakat Indonesia, tak terkecuali untuk mitra pengemudi. Kami juga mengapresiasi perhatian dan atensi yang telah diberikan pemerintah untuk mitra pengemudi terkait wacana pemberian Bantuan Hari Raya,” jelasnya.

    Selama ini, kata Tirza, Grab juga telah menjalankan berbagai inisiatif dengan mengedepankan aspek kebermanfaatan jangka panjang bagi mitra ojolnya. Pertama, GrabBenefits yang memberikan paket sembako, voucher diskon pemeliharaan kendaraan hingga perlindungan asuransi.

    Kedua, Tirza mengatakan Grab memberikan dana santunan bagi keluarga mitra yang tengah menghadapi situasi sulit. Ketiga, GrabScholar memberikan program beasiswa dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

    Keempat skema insentif dan bonus yang diperuntukkan bagi mitra ojol untuk meningkatkan pendapatan, terutama di saat perayaan hari besar. Kelima, peluang usaha dan pengembangan keterampilan dalam bentuk program pelatihan daring dan luring untuk pengembangan untuk mitra.

    Terakhir, Grab juga telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pada inisiatif program ini, Grab memfasilitasi mitranya untuk mendaftarkan diri dalam asuransi perlindungan sosial.

    Kemarin, Menaker Yassierli mengatakan sedang menyusun aturan terkait pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk pengemudi ojek online alias driver ojol. Aturan ini bisa berupa surat edaran ataupun Peraturan Menteri (Permen).

    “Tadi kata kuncinya THR ini adalah budaya kita, dan kedua adalah kita janjikan momentum THR ini sebagai bukti bahwa pengusaha dan kemudian driver itu memang harmonis bersama-sama,” kata Yassierli di Kantor Kemnaker.

    “Bisa Permen, bisa SE (Surat Edaran),” jawab Yassierli saat diminta kepastian jenis aturan yang akan dikeluarkan Kemnaker terkait pemberian THR untuk driver ojol ini.

    Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan mewajibkan aplikator ojol untuk memberi THR pada momen Lebaran tahun 2025. Pria yang akrab disapa Noel itu menegaskan THR yang dimaksud akan berbentuk uang bukan barang.

    “Kan kemarin kita coba menyampaikan soal tunjangan hari raya (ke aplikator). Tapi kemudian kita negosiasi soal teknisnya seperti apa, entah itu bonus hari raya atau bantuan hari raya, tapi itu bentuknya uang,” ucap pria yang akrab disapa Noel.

    (fdl/fdl)

  • Driver Ojol Demo di Kemnaker, Tuntut Aturan THR dan Pembenahan Sistem Kemitraan yang Tak Adil

    Driver Ojol Demo di Kemnaker, Tuntut Aturan THR dan Pembenahan Sistem Kemitraan yang Tak Adil

    PIKIRAN RAKYAT – Pengemudi ojek online atau driver ojol yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menggelar aksi demo di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (17/2/2025). Salah satu tuntutan mereka adalah diberikannya Tunjangan Hari Raya (THR).

    Ketua SPAI Lily Pujiati mengungkapkan, aksi ini dilakukan sebagai respons terhadap sistem kemitraan yang dinilai tidak adil bagi pengemudi ojol, taksi online (taksol), dan kurir. Disebutkan, platform digital selama ini meraup keuntungan besar dari tenaga kerja mereka, tetapi menghindari kewajiban untuk memberikan hak-hak dasar pekerja, termasuk upah minimum, jam kerja yang layak, hingga tunjangan seperti THR.

    “Fleksibilitas dalam kemitraan hanya dalih platform untuk menghindari tanggung jawab terhadap kesejahteraan pengemudi. Sementara bisnis platform menikmati keuntungan besar, para pengemudi justru terjebak dalam kondisi kerja yang tidak pasti dengan penghasilan yang rendah dan tidak menentu,” ujar Lily.

    Terkait mekanisme pembayaran THR, dia menyerahkan sepenuhnya kepada Kemnaker. “Itu kita serahkan ke Kemnaker karena beliau yang punya aturan dan punya rumusan,” katanya.

    Selain THR, para driver juga menuntut dihapusnya sistem tarif aceng dan slot yang dianggap merugikan. “Kami merasa diperbudak dengan adanya aceng dan slot ini karena tarifnya begitu murah dan ada pengkotak-kotakan wilayah,” ucapnya menambahkan.

    Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli berharap para pengusaha ojol dapat memenuhi aspirasi mitranya, khususnya dalam memperoleh THR.

    “Kita sudah sampaikan sebenarnya terkait dengan THR kemarin kan pengusaha juga sudah katanya mereka memahami dan mencoba mencari formula terbaiknya itu yang kita tunggu nanti,” ujarnya.

    Yassierli yakin pengusaha akan memahami aspirasi pengemudi ojol mengenai pemberian THR. Dia berharap penyelesaian formulasi pemberian THR dari pengusaha dapat dilakukan segera mungkin.

    “Saya berharap sesegera mungkin karena ini kan masalah keuangan mereka harus ada simulasi yang harus dipersiapkan kan? Kita tunggu nanti dari sini dalam beberapa hari akan finalisasi dengan pengusaha,” tuturnya.

    Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar mengatakan, kehadiran pekerja kemitraan berbasis digital seperti pekerja ojol sangat mendukung percepatan pergerakan barang dan jasa di masyarakat, yang akan mendukung peningkatan perekonomian Indonesia seperti pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pajak untuk mengisi pundi-pundi APBN.

    Perdebatan tentang status kerja Pekerja kemitraan ini terus terjadi. Pemerintah masih memposisikan pekerja kemitraan ini sebagai pekerja di luar hubungan kerja, yang tidak memiliki tiga unsur yaitu upah, perintah dan pekerjaan. “Dampak tidak diakuinya Pekerja Kemitraan tersebut sebagai pekerja dalam hubungan kerja (atau pekerja formal) adalah minimnya perlindungan bagi mereka,” kata Timboel.

    Harus diakui bahwa selama ini pemerintah tidak memiliki regulasi yang melindungi pekerja di luar hubungan kerja seperti pekerja ojol ini. Pemerintah terlalu sibuk mengatur pekerja di dalam hubungan kerja, yang memposisikan pekerja di luar hubungan kerja terus termarjinalkan dalam meraih kesejahteraannya.

    Pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) mengamanatkan Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan, salah satunya, adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan. Kemudian pada Pasal 1 angka 31 UU Ketenagakerjaan dengan sangat jelas memposisikan Pembangunan Ketenagakerjaan juga menyasar bagi pekerja di luar hubungan kerja.

    Secara lengkap isi Pasal 1 angka 31 tersebut adalah Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. “Atas amanat regulasi tersebut di atas maka pemerintah seharusnya sudah meregulasikan tentang pekerja di luar hubungan kerja seperti pekerja kemitraan berbasis digital,” kata Timboel.

    Disebutkan, ada kekhasan bagi pekerja kemitraan berbasis digital ini dibandingkan dengan pekerja di luar hubungan kerja lainnya yang memang hanya melibatkan dua pihak. Pekerja kemitraan ini melibatkan tiga pihak yaitu perusahaan aplikator (penyedia aplikasi), konsumen dan pekerja. “Ketiga pihak ini sangat terkait satu sama lain yang mendapat nilai tambah dari relasi yang dibangunnya. Namun ada ketimpangan dalam memperoleh nilai tambah pendapatan dari relasi tersebut antara pekerja dan aplikator yang menyebabkan kesejahteraan pekerja ojol tidak membaik,” ujarnya.

    Perusahaan aplikator memegang kekuasaan untuk mengatur pekerja ojol yang tertuang dalam Perjanjian Kemitraan, termasuk tidak memasukkan kewajiban mendaftarkan pekerja ojol ke jaminan sosial ketenagakerjaan (Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian) seperti yang diamanatkan Pasal 34 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2021, ke dalam Perjanjian Kemitraan.

    Oleh karenanya untuk mendukung kesejahteraan pekerja kemitraan berbasis digital seperti pekerja ojol, sesuai amanat Pasal 1 angka 31 dan Pasal 4 UU Ketenagakerjaan, maka penting hadirnya intervensi positif Pemerintah untuk menyeimbangkan antara aplikator dan pekerja ojol.

    Untuk masalah ketenagakerjaan yang sudah ada regulasinya, pemerintah harus tegas ke seluruh aplikator untuk memasukan kewajiban mendaftarkan jaminan sosial di Perjanjian Kemitraan, dan memastikan aplikator benar-benar mendaftarkan seluruh pekerja kemitraan berbasis digital ke BPJS Ketenagakerjaan.

    Selain jaminan sosial, penting diregulasikan tentang pembagian pendapatan antara pekerja dan aplikator termasuk THR, jam kerja pekerja, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) termasuk Alat pelindung diri, hak berserikat dan bernegosiasi, dsb.

    Pemerintah telah menjanjikan akan melindungi pekerja kemitraan tersebut namun sampai saat ini tidak ada regulasi yang terbit sebagai dasar yuridis perlindungan tersebut. Saya mendapat informasi bahwa draf regulasi tersebut sudah ada namun Pemerintah cq. Kementerian Ketenagakerjaan belum menandatanganinya.

    “Saya berharap pemerintah benar-benar mau melindungi pekerja kemitraan tersebut, dan untuk jangka waktu dekat menjelang Hari Raya Idul Fitri pemerintah seharusnya sudah merilis ketentuan THR untuk pekerja kemitraan seperti pekerja ojol ini. Bukankah Kementerian Ketenagakerjaan sudah pernah menjanjikan THR dan berkeinginan untuk mengaturnya dalam regulasi.

    Kehadiran THR bagi pekerja kemitraan ini sangat penting untuk mendukung kesejahteraan pekerja dan keluarganya dalam merayakan hari Raya Idulfitri, dan pemberian THR ini pun akan mendukung peningkatan daya beli Masyarakat sehingga perekonomian semakin meningkat.

    “Saya mendesak pemerintah berani dan tegas kepada perusahaan aplikator sehingga pembayaran THR di tahun 2025 ini segera terealisasi, dan hal ini akan menjadi momentum baik bagi Pemerintahan Prabowo merealisasikan janji kampanyenya untuk kalangan pekerja/buruh khususnya pekerja ojol dan pekerja kemitraan berbasis digital lainnya,” kata Timboel.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ratusan Tenaga Honorer Bangkalan Demo Tuntut Kenaikan Gaji

    Ratusan Tenaga Honorer Bangkalan Demo Tuntut Kenaikan Gaji

    Bangkalan (beritajatim.com) – Para tenaga honorer di Kabupaten Bangkalan, mendesak DPRD setempat untuk bisa menaikkan gaji yang telah ditetapkan. Sebab, gaji mereka sampai saat ini masih di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK).

    Salah satu honorer, Andi Azis mengatakan pihaknya menuntut pemerintah agar gaji honorer bisa disetarakan dengan UMK Bangkalan.

    Sebab, saat ini gaji mereka hanya sebanyak Rp 1,2 juta. Nilai itu cukup rendah dibandingkan UMK Bangkalan sebesar Rp 2,3 juta.

    “Gaji kami sudah kecil masih harus bayar BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Sebulan kami hanya menerima Rp 992 ribu,” terangnya, Senin (17/2/2025).

    Selain menuntut kenaikan gaji, mereka juga meminta agar pemerintah tidak lagi membuka rekrutmen CPNS dan PPPK untuk umum. Sebab, masih banyak honorer yang seharusnya diangkat terlebih dahulu menjadi PNS atau PPPK.

    “Kami minta pemerintah prioritaskan honorer apalagi kita rata-rata 20 tahun mengabdi tidak kunjung diangkat menjadi PNS ataupun PPPK,” keluhnya.

    Selain itu, ia juga meminta BPJS Ketenagakerjaan segera membayarkan Jaminan Hari Tua (JHT). Apalagi, honorer saat ini MoU antara Pemkab Bangkalan dan BPJS telah berakhir.

    “Kami juga keberatan atas pembayaran premi asuransi di BPJS karena sepenuhnya dibebankan kepada kami,” tegasnya.

    Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD Bangkalan, Nur Hakim mengatakan pihaknya telah membaca aturan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya seharusnya JHT bisa dibayarkan.

    “Kami akan panggil BPJS untuk mengupayakan segera cair,” ujarnya.

    Sayangnya Hakim tidak memiliki kewenangan terkait rekrutmen CPNS dan PPPK, sebab hal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat.

    “Untuk rekrutmen itu kewenangan pusat, namun aspirasi para tenaga honorer ini akan kami tindaklanjuti,” janjinya.[sar/ted]

  • Menaker sebut PP 6/2025 bentuk kepedulian pemerintah kepada pekerja

    Menaker sebut PP 6/2025 bentuk kepedulian pemerintah kepada pekerja

    Itu adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap teman-teman pekerja. Banyak hal ketika kemudian industri kita daya saingnya turun, ada yang kena PHK dan seterusnya

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 yang mengatur bahwa pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendapat manfaat uang tunai sebesar 60 persen dari upah selama enam bulan merupakan bentuk kepedulian pemerintah terkait kesejahteraan pekerja.

    “Itu adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap teman-teman pekerja. Banyak hal ketika kemudian industri kita daya saingnya turun, ada yang kena PHK dan seterusnya,” kata Menaker Yassierli saat ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin.

    Yassierli mengatakan bahwa penambahan uang kompensasi dari sebelumnya hanya 45 persen dari upah menjadi 60 persen diharapkan bisa memberikan kesempatan yang lebih luas untuk bagi korban PHK untuk berwirausaha, hingga mempelajari keahlian baru yang dibutuhkan industri atau dunia kerja.

    Hal ini, lanjut dia, diharapkan para korban PHK bisa segera bangkit dan kembali bekerja dengan keahlian baru dan melakukan pekerjaan barunya dengan baik.

    “Kita berharap bisa digunakan untuk segera melakukan upskilling, reskilling atau kemudian untuk menjadi wirausaha yang baru,” ujar Yassierli.

    Aturan kompensasi korban PHK diatur dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas PP 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

    Dalam pasal tersebut, turut diatur bahwa upah yang menjadi dasar pembayaran manfaat JKP adalah upah terakhir yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan batas maksimal Rp5 juta.

    Jika upah pekerja melebihi batas atas upah maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai adalah sebesar batas atas upah, demikian dikutip dari Pasal 21 PP 6/2025.

    Dalam beleid yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 7 Februari 2025 tersebut, terdapat beberapa pasal yang mengalami perubahan.

    Perubahan itu, antara lain, dalam Pasal 11, besaran iuran JKP juga diubah. Sebelumnya, iuran ditetapkan sebesar 0,46 persen dari upah per bulan, kini diturunkan menjadi 0,36 persen bersumber dari iuran yang dibayarkan Pemerintah Pusat dan sumber pendanaan JKP.

    Iuran dari pemerintah pusat, yaitu 0,22 persen dari upah sebulan. Sementara sumber pendanaan JKP hanya berasal dari rekomposisi iuran Program JKK sebesar 0,14 persen dari upah sebulan.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • CKG Mencakup Skrining Gangguan Mental, Warga RI Diharapkan Sehat Jasmani-Rohani

    CKG Mencakup Skrining Gangguan Mental, Warga RI Diharapkan Sehat Jasmani-Rohani

    Jakarta

    Cek kesehatan gratis (CKG) untuk seluruh masyarakat Indonesia sebagai bagian dari Program Presiden Prabowo Subianto sudah mulai dilaksanakan sejak Senin, (10/2), di seluruh Puskesmas di Indonesia.

    Program ini menyasar seluruh kelompok usia, mulai dari bayi baru lahir, balita, remaja, dewasa, hingga lanjut usia. Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof dr Dante Saksono Harbuwono menegaskan program ini tak hanya untuk pemeriksaan kesehatan, tetapi juga bertujuan mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya deteksi dini penyakit dan perubahan gaya hidup sehat.

    “Banyak penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan jantung yang bisa dicegah jika diketahui sejak dini. Melalui cek kesehatan gratis ini, masyarakat dapat memahami kondisi tubuhnya lebih awal, sehingga langkah-langkah pencegahan bisa segera dilakukan,” jelas Wamenkes, dikutip dari laman Kemenkes RI.

    dr Dante juga mengingatkan bahwa pemeriksaan ini tidak hanya untuk fisik, tetapi juga kesehatan mental. Berdasarkan evaluasi Kementerian Kesehatan, 34,6 persen remaja mengalami penurunan kesehatan mental, sehingga skrining kesehatan mental turut dimasukkan dalam layanan ini.

    “Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kita ingin memastikan masyarakat Indonesia sehat secara jasmani dan rohani,” tambahnya.

    Ia juga menambahkan Masyarakat yang berulang tahun pada Januari dan Februari masih bisa mendapatkan layanan ini hingga 30 April 2025, dengan kemudahan pendaftaran melalui SATUSEHAT Mobile.

    “Dengan pemeriksaan gratis ini, kita tidak hanya membantu masyarakat menjaga kesehatan, tetapi juga mengurangi angka perawatan di rumah sakit dan menurunkan beban pembiayaan kesehatan oleh BPJS. Semakin dini penyakit terdeteksi, semakin mudah ditangani,” jelas Wamenkes.

    Merujuk pada data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, secara nasional, prevalensi depresi di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 1,4 persen. Adapun prevalensi depresi paling tinggi ada pada kelompok anak muda berusia 15-24 tahun, yaitu sekitar 2 persen.

    (suc/kna)

  • PP Nomor 6 Tahun 2025 Mengenai Tunjangan PHK 60 Persen dari Upah Bisa Jaga Daya Beli Masyarakat

    PP Nomor 6 Tahun 2025 Mengenai Tunjangan PHK 60 Persen dari Upah Bisa Jaga Daya Beli Masyarakat

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 mengenai Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang berlaku mulai 7 Februari 2025, memiliki ketentuan yang lebih baik dibandingkan regulasi sebelumnya. Dalam aturan ini, pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendapatkan kepastian berupa tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.

    “Alhamdulillah, aturan ini lebih menguntungkan bagi pekerja dibandingkan dengan PP sebelumnya. Artinya, pekerja yang mengalami PHK dapat menerima uang tunai sebesar 60% dari upah selama enam bulan. Kebijakan ini jelas mendukung pekerja dan berkontribusi dalam menjaga daya beli masyarakat, yang merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi,” ungkap Jumhur dalam pernyataan resminya di Jakarta, Minggu (16/2/2025).

    Lebih lanjut, Jumhur menjelaskan, pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan keberpihakannya terhadap kelompok yang rentan, termasuk para pekerja.

    Ia menekankan bahwa membela pekerja bukan berarti mengabaikan kepentingan dunia usaha, melainkan membangun sinergi untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih menguntungkan.

    “Yang perlu disingkirkan adalah hambatan ekonomi, seperti korupsi, praktik impor ilegal, serta keserakahan yang menghambat pertumbuhan usaha,” tambahnya dalam menanggapi korban PHK yang mendapatkan tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.

    Sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, terjadi pengurangan pesangon yang signifikan bagi pekerja. Jika sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pesangon dapat mencapai 32 kali upah bagi pekerja dengan masa kerja puluhan tahun, kini jumlahnya dibatasi maksimal 19 kali upah.

    Sebagai kompensasi, pekerja yang mengalami PHK diberikan manfaat tambahan berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

    Sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, pekerja yang terkena PHK sebelumnya hanya memperoleh 45 persen dari upah selama tiga bulan pertama dan 25 persen dari upah untuk tiga bulan berikutnya, ditambah manfaat berupa pelatihan kerja agar mereka dapat beralih ke sektor lain.

    Dengan diterbitkannya PP Nomor 6 Tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto menetapkan perubahan yang lebih menguntungkan bagi pekerja. Pasal 21 dalam regulasi ini menyatakan bahwa pekerja yang terkena PHK berhak mendapatkan tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.

    Selain itu, upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat JKP adalah upah terakhir yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan batas maksimum Rp 5 juta. Jika upah pekerja melebihi batas tersebut, pembayaran manfaat tetap mengacu pada batas maksimal yang telah ditetapkan.

    Perubahan lainnya dalam PP ini termasuk revisi pada Pasal 11, yang mengatur besaran iuran JKP. Sebelumnya, iuran ditetapkan sebesar 0,46 persen dari upah bulanan, tetapi kini diturunkan menjadi 0,36 persen. Iuran tersebut bersumber dari kontribusi Pemerintah Pusat dan dana JKP. Pemerintah menyumbang 0,22 persen dari upah pekerja per bulan, sedangkan 0,14 persen berasal dari rekomposisi iuran Program JKK.

    Selain itu, PP ini juga menambahkan Pasal 39A yang menyatakan bahwa jika suatu perusahaan dinyatakan pailit atau tutup sesuai ketentuan perundang-undangan dan menunggak iuran hingga enam bulan, manfaat JKP tetap akan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

    Namun, ketentuan ini tidak menghapus kewajiban pengusaha untuk melunasi tunggakan dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39A ayat (2).

    Dengan adanya perubahan dengan PP terkait pekerja yang di-PHK mendapatkan tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan, diharapkan daya beli masyarakat tetap terjaga, sekaligus memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja yang mengalami PHK.

  • Prabowo Terbitkan Aturan Buruh PHK Dapat Upah 60 Persen Selama 6 Bulan, KSPSI: Alhamdulillah – Halaman all

    Prabowo Terbitkan Aturan Buruh PHK Dapat Upah 60 Persen Selama 6 Bulan, KSPSI: Alhamdulillah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, memang terjadi potongan yang luar biasa bagi penerima pesangon.

    Bila UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan bisa memberi maksimum 32 kali upah saat sudah puluhan tahun bekerja, namun dalam UU Cipta Kerja maksimum hanya 19 kali upah dengan sedikit tambahan berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan.

    Dalam PP No. 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), mereka yang di PHK berhak mendapat 45 persen dari upah dalam 3 bulan pertama dan 25 persen  dari upah untuk 3 bulan berikutnya, di samping ada manfaat lagi seperti pelatihan-pelatihan untuk beralih pada bidang pekerjaan yang lain.

    Menurut Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Moh Jumhur Hidayat, penerbitan PP No. 6 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang mulai berlaku 7 Februari 2025 ini jauh lebih baik dari PP sebelumnya.

    Setidaknya ada kepastian menerima uang tunai sebesar 60 persen dari upah terakhir selama 6 bulan.

    “Ya alhamdulillah karena pastinya lebih menguntungkan buruh bila dibandingkan PP sebelumnya. Artinya kan selama 6 bulan sejak di PHK para pekerja bisa menerima uang tunai 60 persen dari upah selama 6 bulan.”

    “Ini jelas pro buruh dan akan bermanfaat juga untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai penyumbang utama dalam pertumbuhan ekonomi,” kata Jumhur, Minggu (16/2/2025).

    Selanjutnya Jumhur juga menjelaskan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto, sejauh ini menunjukkan keberpihakan kepada orang-orang lemah termasuk kaum buruh. Untuk itu momentum seperti ini harus dijaga.

    “Membela kaum yang lemah itu bukan berarti menafikkan dunia usaha. Justru sebaliknya bersama-sama dunia usaha membangun kegiatan ekonomi yang menguntungkan dan memberi manfaat untuk banyak orang.”

    “Yang harus disingkirkan itu ya parasit-parasit ekonomi yang membuat dunia usaha sulit berkembang seperti korupsi, importir ilegal dan sifat serakah,” pungkas Jumhur. (*)

  • Aturan Baru, Korban PHK Dapat 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan

    Aturan Baru, Korban PHK Dapat 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 yang merupakan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Aturan baru itu ditandatangi Presiden Prabowo Subianto pada 7 Februari 2025.

    Ada sejumlah perubahan dalam PP tersebut seperti di pasal 11 terkait iuran wajib JKP setiap bulan dari sebelumnya 0,46 persen menjadi 0,36 persen dari upah sebulan. Dalam Pasal 21 Ayat (1) menjelaskan, pekerja yang terkena PHK yang terdaftar dalam Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dapat menerima manfaat uang tunai setiap bulan dengan besaran 60 persen dari upah untuk paling lama 6 bulan.

    Pada aturan sebelumnya, korban PHK juga mendapatkan upah selama 6 bulan. Namun besarannya yang dibayarkan yaitu 45 persen dari gaji untuk 3 bulan pertama dan 25 persen untuk 3 bulan berikutnya.

    “Upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai merupakan upah terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas upah yang ditetapkan,” bunyi ayat (2) Pasal 21 PP tersebut, yang dikutip di Jakarta, Minggu, 16 Februari 2025.

    Kemudian, batas atas upah yang ditetapkan Rp 5 juta. Apabila upah melebihi batas atas, maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai sebesar batas atas upah. Selain itu, ada tambahan di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 pasal yakni Pasal 39A.

    Ayat 1 Pasal 39A berbunyi dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau tutup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menunggak iuran paling lama 6 bulan, maka manfaat JKP tetap dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

    “Ketentuan pembayaran manfaat JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus kewajiban Pengusaha untuk melunasi tunggakan iuran dan denda jaminan sosial ketenagakerjaan,” bunyi Pasal 39A Ayat 2.

    Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menyebutkan, terdapat sejumlah untung rugi yang bakal dirasakan oleh para pekerja maupun pengusaha usai terbitnya aturan tersebut. Bagi pekerja, aturan tersebut sejatinya justru mendatangkan sejumlah keuntungan. Mulai dari mendapat manfaat uang tunai hingga Rp3 juta selama 6 bulan, informasi pasar kerja hingga pelatihan kerja yang dapat meningkatkan keahlian para pekerja.

    Akan tetapi, Timboel menyebut implementasi aturan itu belum akan sepenuhnya efektif. Mengingat pekerja yang memenuhi syarat untuk mendapat klaim JKP 60% dari upah maksimal Rp 5 juta itu saat ini baru sekitar 14% – 15% dari total pekerja formal yang mencapai 50 juta orang.

    “Jadi yang saya harapkan sebenarnya PP 6/2025 ini mengatur juga tentang persyaratan menjadi peserta eligible tanpa melibatkan JKN,” kata Timboel yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch.

    Di sisi lain, aturan itu juga dinilai belum merata lantaran klaim uang tunai 60% selama 6 bulan itu hanya berlaku bagi pekerja yang kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)-nya diputus. Sedangkan, pekerja yang PKWT-nya habis dan tak diperpanjang tak akan mendapat fasilitas klaim hingga pelatihan kerja.

    “Dengan adanya perpanjangan masa kontrak dari 3 tahun menjadi 5 tahun, maka jumlah pekerja yang menjadi pekerja dengan kontrak kerja itu semakin banyak, nah ketika PKWT-nya jatuh tempo pekerja yang banyak ini tidak berhak mendapat JKP,” tambahnya.

    Sementara bagi pengusaha, aturan tersebut dinilai tidaklah membawa pengaruh yang signifikan mengingat iuran JKP itu tidak ada lagi baik pekerja, pengusaha tidak membayarkan iuran tambahan. Sementara, sumber pendanaan JKP itu berasal dari rekomposisi iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan APBN.

    “Iuran JKK yang direkomposisi 0,14% dan iuran APBN 0,22%, jadi pengusaha yang mendaftarkan pekerja di JKK dan JKM ketika membayar JKM misalnya yang paling rendah 0,24% dari upah ke BPJS Ketenagakerjaan, nah BPJS Ketenagakerjaan merekomposisi mengambil 0,14% dari 0,24% itu diserahkan ke jaminan kehilangan pekerjaan dengan maksimal upah Rp 5 juta,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News