Enam PMI Nonprosedural Dipulangkan dari Suriah ke NTB
Tim Redaksi
SUMBAWA, KOMPAS.com
– Enam Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Barat (NTB) dipulangkan setelah terjebak dalam konflik yang terjadi di Suriah.
Keberangkatan mereka ke Suriah dilakukan secara nonprosedural.
Pemulangan keenam PMI tersebut dijadwalkan tiba di Lombok pada hari ini, Minggu (29/12/2024).
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) NTB,
Noerman Adhiguna
, mengonfirmasi pemulangan tersebut.
“Iya benar. Sebanyak enam orang
PMI nonprosedural
asal NTB dipulangkan. Dan hari ini tiba di bandara Zainuddin Abdul Madjid (Bizam) Lombok. Pemulangan ini masuk kuarter lima,” ungkap Noerman.
Dari enam PMI yang dipulangkan, satu orang berasal dari Kabupaten Sumbawa, tepatnya dari Kecamatan Tarano.
Sementara itu, lima PMI lainnya berasal dari Lombok Tengah, Bima, dan Dompu.
“Kami juga berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sumbawa untuk pemulangan CPMI ke rumah masing-masing. Jika sore tiba di Lombok, maka kami akan inapkan dulu di shelter,” tambahnya.
Noerman menjelaskan bahwa pemulangan PMI tersebut disebabkan oleh konflik yang berkecamuk di Suriah.
“Negara Suriah ini bukan negara penempatan PMI, sehingga kami pastikan mereka berangkat secara nonprosedural. Tetapi sebagai warga negara Indonesia, kami wajib memberikan perhatian terhadap mereka,” jelasnya.
Para PMI tersebut dipulangkan setelah melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang ada di Suriah.
Ketika konflik mulai meningkat, mereka langsung mendatangi KBRI dan meminta untuk dipulangkan.
“Pemulangan para PMI itu tanpa biaya. Jadi tidak ada biaya yang dikeluarkan hingga para PMI itu tiba di desa masing-masing,” terangnya.
Noerman juga mengimbau kepada masyarakat yang ingin menjadi PMI agar berangkat secara prosedural untuk menghindari situasi serupa di masa depan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: BP2MI
-

BP3MI Kepri Tindak Lanjuti Laporan Pemuda Tanjungpinang yang Jadi Korban TPPO di Kamboja
Tanjungpinang, Beritasatu.com – Balai Pelayanan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) segera menindaklanjuti laporan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dialami Agung Hariyadi, warga Tanjungpinang, yang diduga dijual dan disekap di Kamboja.
“Laporan sudah kami terima dari ibu korban pada Selasa (24/12),” ujar Ketua Tim Perlindungan BP3MI Kepri, Darman, di Tanjungpinang, Sabtu (28/12/2024).
Darman menjelaskan, Agung berhasil kabur dari agensi yang membawanya ke Kamboja dan mendapat pertolongan dari warga setempat. Setelah menerima laporan dari ibu korban, BP3MI Kepri berkoordinasi dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk meminta surat pengantar ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh.
“Kami juga sudah memeriksa dokumen identitas korban dan melaporkannya ke BP2MI,” tambahnya.
Darman mengimbau masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran gaji besar bekerja secara nonprosedural, terutama di negara-negara seperti Kamboja yang bukan tujuan resmi pekerja migran Indonesia (PMI). Ia juga meminta masyarakat untuk memverifikasi informasi pekerjaan luar negeri melalui BP3MI atau Dinas Tenaga Kerja setempat agar tidak menjadi korban perdagangan orang.
Menurut data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sekitar 30.000 warga Indonesia bekerja secara nonprosedural di Kamboja. Sebagian besar di antaranya menjadi tenaga pendukung sektor judi online atau terlibat dalam penipuan daring.
Agung Hariyadi, pria asal Kelurahan Senggarang, Kecamatan Tanjungpinang Kota, menjadi salah satu korban. Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, ia mengaku ditipu, dijual, dan dipaksa bekerja sebagai admin judi online.
Pria berusia 25 tahun ini meninggalkan rumah pada 9 Desember 2024 dengan alasan bekerja di Jakarta melalui Batam. Di Batam, ia ditawari pekerjaan di Malaysia dengan iming-iming gaji puluhan juta rupiah per bulan.
“Anak saya dijanjikan bekerja di perkebunan sawit di Malaysia,” ungkap Dessi, ibu Agung, di rumahnya.
Namun, alih-alih ke Malaysia, Agung malah dibawa ke Kamboja menggunakan pesawat. Setibanya di Kota Poipet, Kamboja, Agung mengabarkan ia telah dijual dan sempat disekap di sebuah rumah oleh orang tak dikenal.
“Dia hanya diberi satu botol air mineral tanpa makanan dan ponselnya sempat ditahan,” jelas Dessi.
Agung akhirnya berhasil melarikan diri setelah mobil yang membawanya mengalami kecelakaan lalu lintas. Ia kemudian diselamatkan oleh warga setempat.
Dessi segera melaporkan kejadian ini ke polisi, BP3MI Kepri, dan KBRI Kamboja secara daring. Ia berharap anaknya yang menjadi korban TPPO di Kamboja dapat segera diselamatkan dan kembali ke Indonesia dengan selamat.
“Harapannya cuma satu, anak saya bisa pulang dengan selamat,” tutur Dessi.
-

Dua PMI Asal Malang Meninggal Dunia, DPRD Soroti Sistem Perlindungan
Malang (beritajatim.com) – Dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Malang meninggal dunia pada Desember 2024. Salah satunya adalah Irianto (29), warga Pakisaji, yang meninggal akibat sakit di Korea Selatan. Jenazah Irianto tiba di rumah duka di Pakisaji pada Kamis (26/12/2024) pukul 05.13 WIB.
Anggota DPRD Kabupaten Malang, Ahmad Andi, menjelaskan kronologi kematian Irianto. Almarhum tiba di Korea Selatan pada Selasa (17/12/2024) melalui program re-entry. Saat dijemput pihak perusahaan, Irianto mengeluh tidak enak badan. Kondisinya memburuk pada Rabu (18/12/2024) sore, hingga ia dilarikan ke Rumah Sakit Jeonbuk National University Hospital. Namun, nyawanya tidak tertolong dan ia dinyatakan meninggal dunia pada pukul 19.00 waktu setempat.
Ahmad Andi menyoroti lamanya proses pemulangan jenazah yang memakan waktu hingga sembilan hari. “Irianto meninggal pada 18 Desember, namun jenazah baru tiba di rumah duka hari ini, Kamis 26 Desember 2024. Ini menjadi perhatian bersama,” tegasnya.
Selain itu, Ahmad Andi meminta pemerintah, khususnya Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), untuk memperketat pemeriksaan kesehatan bagi calon PMI sebelum keberangkatan.
“Jika pemeriksaan kesehatan dilakukan dengan ketat, kasus seperti ini mungkin bisa dihindari. Apalagi, Irianto meninggal sehari setelah tiba di Korea, belum sempat bekerja, dan tidak mendapat perlindungan asuransi,” jelasnya.
Ahmad Andi juga mengungkapkan bahwa sebelumnya ada kasus serupa. Seorang PMI perempuan asal Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Malang Selatan, meninggal dunia di Singapura tiga minggu lalu.
Ia berharap pemerintah segera mengevaluasi sistem pengiriman PMI agar keselamatan dan kesejahteraan mereka lebih terjamin. “Perlindungan PMI harus menjadi prioritas, mulai dari keberangkatan hingga kembali ke tanah air,” tutupnya. [yog/beq]
/data/photo/2024/12/29/6770d9fad8bfe.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5070176/original/046913600_1735435656-IMG20241228163105_06.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5041845/original/000928400_1733742512-2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5066303/original/089723500_1735208636-20241226_142904.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5066298/original/064921900_1735207542-20241226_140231.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/12/26/676d196d83b98.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)