BNPT Ungkap Jaringan Teroris Kini Rekrut Anggota Lewat Game Online dan TikTok
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Eddy Hartono mengungkapkan, jaringan terorisme era sekarang merekrut anggota melalui game online hingga media sosial.
Hal itu diketahui BNPT usai Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Polri mengungkap 110 anak berusia 10 hingga 18 tahun yang direkrut oleh salah satu
jaringan terorisme
.
“Jaringan teroris bernama Jamaah Ansharut Daulah melakukan rekrutmen terhadap anak-anak di bawah umur melalui media
game online
atau media YouTube,” ujar Eddy di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
Eddy menjelaskan bahwa ada dua metode yang digunakan.
Pertama, melalui game online yang memiliki fitur percakapan pribadi dan
voice chat
, sehingga para pemain dapat saling berkomunikasi.
“Nah itulah yang digunakan sebagai media untuk rekrutmen,” ungkap Eddy.
Metode kedua dilakukan melalui pola yang disebut memetik.
Cara ini umumnya memanfaatkan platform seperti TikTok, dengan penyebaran simbol-simbol tertentu untuk menjaring individu yang memiliki kesamaan pandangan.
Setelah dianggap berada dalam satu frekuensi, mereka kemudian diarahkan untuk masuk ke grup tertutup di Telegram atau WhatsApp.
“Nah disitulah tahapan doktrin, kalau istilah psikologi itu namanya normalisasi perilaku. Nah disitulah dimasukkan,” kata dia menjelaskan.
Diberitakan sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa 110 anak berusia 10 hingga 18 tahun dari 23 provinsi diduga telah terekrut oleh jaringan terorisme.
“Hingga saat ini, Densus 88 AT Polri mencatat ada sekitar 110 anak-anak yang memiliki usia antara 10 hingga 18 tahun, tersebar di 23 provinsi yang diduga terekrut oleh jaringan terorisme,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Trunoyudo menjelaskan bahwa anak-anak tersebut diduga terekrut melalui
media sosial
(medsos).
Atas temuan tersebut, Polri telah menangkap dua tersangka dewasa di Sumatera Barat dan Jawa Tengah yang berperan sebagai perekrut dan pengendali komunikasi kelompok.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: BNPT
-

BNPT Dorong Pemkab Blora Susun Rencana Aksi Daerah Cegah Ekstremisme
Jakarta –
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendorong Pemerintah Kabupaten Blora segera menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan. Langkah itu dinilai penting untuk memperkuat kesiapsiagaan daerah terhadap ancaman radikalisme dan terorisme.
Kepala BNPT Eddy Hartono menegaskan bahwa penyusunan RAD PE akan menjadi bagian dari pelaksanaan kebijakan nasional dari pusat hingga daerah.
“Makanya hari ini kami hadir di Blora karena Pemda juga nanti diharapkan membuat Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme,” tutur Eddy, dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/11/2025)
Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Penandatanganan Nota Kesepakatan antara Kabupaten Blora dengan BNPT dan Perjanjian Kerja Sama antara BNPT dengan Perguruan Tinggi se-Kabupaten Blora di Blora pada Jumat (21/11).
Lebih lanjut Eddy menjelaskan RAD PE tersebut akan menjadi turunan langsung dari RAN PE Nasional, sehingga pelaksanaan pencegahan ekstremisme dapat berjalan terstruktur dari pusat, provinsi, hingga kabupaten-desa. Melalui dorongan ini, ia berharap Pemkab Blora dapat memperkuat sistem kewaspadaan dini, meningkatkan mitigasi ancaman, serta memperkuat daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme sebagai bagian dari kesiapsiagaan nasional.
“Blora yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah gerbang paling timur Jawa Tengah. Posisi ini sangat strategis, termasuk dalam upaya mencegah potensi masuknya paham radikal maupun terorisme dari berbagai arah,” jelasnya.
(akn/ega)
-
/data/photo/2021/04/01/60655c0acad4f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mengintip Celah Perekrutan Teroris di Gim Online
Mengintip Celah Perekrutan Teroris di Gim Online
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pola baru dalam perekrutan anak-anak dan pelajar ke dalam jaringan terorisme dengan memanfaatkan gim online mulai menjadi perhatian.
Karopenmas Polri Brigjen (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko sebelumnya mengatakan, dari asesmen Polri, faktor psikologis dan sosial anak juga memengaruhi proses perekrutan, misalnya anak-anak yang kurang perhatian orangtua atau berasal dari keluarga broken home.
“Modus rekrutmen anak dan pelajar dengan memanfaatkan ruang digital, termasuk di antaranya media sosial,
gim online
, aplikasi perpesanan instan, dan situs-situs tertutup,” kata Karopenmas Polri Brigjen (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah menilai upaya penegakan hukum yang dilakukan tidak hanya mencegah meluasnya dampak buruk bagi anak-anak, tetapi juga menunjukkan komitmen kuat negara dalam melindungi anak dari ancaman radikalisasi dan kekerasan.
“Apa yang terjadi pada anak-anak menunjukkan bahwa dunia digital semakin rentan terhadap manipulasi karena keterpaparan anak terhadap internet yang tinggi, penggunaan internet tanpa pendampingan, serta minimnya literasi digital tentang bahaya jaringan terlarang,” kata Margaret.
Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSRec) sekaligus pengamat teknologi, Pratama Persadha, menilai ada banyak pola dan celah yang dimanfaatkan perekrut teroris lewat dunia digital, termasuk gim online.
Menurut Pratama, apa yang terjadi saat ini merupakan fenomena ancaman yang berevolusi. Menurut dia, menangani ancaman dalam ekosistem digital modern adalah hal yang paling sulit ditangani.
“Ruang permainan daring yang awalnya dibangun sebagai sarana hiburan, komunikasi, dan kolaborasi lintas negara telah berubah menjadi ruang sosial baru yang memungkinkan interaksi anonim, intens, dan tanpa batas,” jelas Pratama.
Di tengah ekosistem virtual ini, kelompok teroris dinilai melihat peluang besar untuk menyusup, membangun kepercayaan, dan menanamkan narasi ekstrem secara perlahan tanpa menimbulkan kecurigaan.
“Gim online bukan lagi sekadar platform bermain, tetapi telah menjadi medium komunikasi yang memadukan percakapan suara, pesan teks, hingga ruang komunitas privat yang relatif sulit dipantau oleh penegak hukum,” jelas Pratama.
Menurut Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini ratusan anak yang teridentifikasi direkrut kelompok teroris lewat gim online dan media sosial merupakan alarm keras bagi kita semua, bukan hanya bagi aparat penegak hukum, tetapi juga bagi pemerintah, platform digital, sekolah, dan orang tua.
“Dari perspektif Komisi I, kami memandang persoalan ini tidak bisa disederhanakan menjadi ‘gim itu berbahaya’, tetapi bagaimana ruang digital, termasuk gim online, dipelihara agar tidak menjadi kanal rekrutmen bagi jaringan teror,” kata Amelia.
Amelia mendorong agar kementerian dan lembaga terkait, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), BNPT, Polri, dan BSSN, ada di beberapa level sekaligus, yakni penguatan regulasi, pengawasan, dan edukasi publik.
“Regulasi harus menempatkan kewajiban yang jelas bagi platform dan penerbit game, mekanisme pelaporan yang mudah, sistem moderasi dan safety yang serius terhadap ajakan kekerasan dan konten radikal, batasan usia yang benar-benar ditegakkan, serta kerja sama yang cepat dengan aparat ketika ada indikasi rekrutmen,” tegas Amelia.
Pratama mengatakan bahwa kelompok teroris memanfaatkan karakteristik unik dunia game. Kelompok teroris beroperasi dengan pendekatan human-centric, yakni mendekati pemain muda yang sedang berada dalam fase pencarian identitas, rentan terhadap bujukan emosional, dan terbiasa membangun hubungan digital tanpa mengenali risiko.
“Proses radikalisasi dilakukan secara bertahap, mulai dari membangun kedekatan dalam tim permainan, memanfaatkan ruang obrolan privat, hingga mengarahkan target bergabung ke platform lain yang lebih tertutup untuk melanjutkan proses indoktrinasi,” ujar Pratama.
Dalam beberapa kasus luar negeri, Pratama bilang, percakapan di dalam gim bahkan digunakan untuk menyamarkan instruksi logistik atau koordinasi tindakan ilegal.
“Meskipun belum banyak kasus yang terpublikasi secara terbuka di Indonesia, pola ancaman seperti ini telah diperingatkan oleh berbagai lembaga keamanan internasional dan tidak dapat dipandang remeh,” lanjutnya.
Senada, Margaret dari KPAI menilai para pelaku perekrutan teroris memanfaatkan ruang digital yang tidak terawasi untuk membangun kedekatan, mengajak anak bergabung dalam grup eksklusif, dan memberi tugas-tugas tertentu yang berbahaya.
“Skema rekrutmen ini sering kali dibungkus dengan narasi permainan, tantangan, atau aktivitas yang terlihat tidak berbahaya. Padahal kenyataannya, anak sedang dimasukkan ke dalam lingkaran eksploitasi yang mengancam keselamatan fisik maupun mental mereka,” ujar Margaret.
Menurut Margaret, pendekatan pemulihan bagi anak korban menekankan tiga hal penting, yakni keselamatan anak, stabilitas emosional, dan pemulihan hubungan anak dengan keluarga dan lingkungannya.
“Karena anak adalah korban eksploitasi, semua proses hukum dan penanganan harus menempatkan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas utama,” ujar dia.
Dia menekankan bahwa negara wajib memastikan bahwa setiap anak yang pernah tereksploitasi tidak mengalami stigma, diskriminasi, maupun labelisasi, agar mereka dapat kembali tumbuh, belajar, dan berkembang secara aman.
Di sisi lain, meningkatnya kasus ini menunjukkan bahwa peran orang tua dan keluarga sebagai support system utama belum berjalan optimal. Untuk itu, dia menilai penting agar memperkuat hubungan kekeluargaan, terutama dalam hal pendampingan dan pengawasan aktivitas anak baik di dunia nyata maupun dunia siber.
“Setidaknya ada tiga langkah sederhana yang dapat dilakukan keluarga secara konsisten. Pertama, membangun komunikasi yang terbuka dan penuh kepercayaan agar anak merasa aman bercerita tentang apa yang ia lihat, alami, atau temui di internet,” ujarnya.
“Kedua, mengawasi grup-grup pertemanan anak di media sosial, memastikan bahwa grup tersebut benar-benar terkait dengan kegiatan keluarga, sekolah, atau aktivitas belajar,” lanjutnya.
Terakhir, melakukan pengecekan gadget anak secara berkala, termasuk jejak percakapan, aplikasi, dan riwayat pencarian, dengan pendekatan yang tetap menghormati hak anak, tetapi memberikan perlindungan yang memadai.
Pratama juga menilai peran orang tua dalam membangun komunikasi terbuka penting, agar ideologi negatif di dunia maya tidak mudah diserap anak.
“Orang tua perlu terlibat aktif dengan membangun budaya komunikasi terbuka, mengenal gim yang dimainkan anak, dan sesekali memantau jenis interaksi yang dilakukan tanpa bersikap represif,” kata Pratama.
Namun demikian, dia tak menyarankan pendekatan yang terlalu keras, yang menurutnya bisa berpotensi membuat anak menutup diri.
“Pendekatan yang terlalu keras justru sering membuat anak menutup diri dan berpindah ke ruang digital yang lebih tersembunyi,” tegasnya.
Amelia dari pihak DPR megatakan bahwa literasi digital, pendampingan orang tua, dan kapasitas sekolah juga penting untuk membaca tanda-tanda kerentanan pada anak. Seperti perubahan perilaku, ketertarikan pada konten kekerasan, atau masuk ke grup-grup tertutup yang mencurigakan.
“Dalam pembahasan anggaran maupun rapat kerja, Komisi I akan terus mendorong program literasi digital yang menyasar keluarga dan sekolah, bukan hanya kampanye formal di level pusat,” kata dia.
“Jadi intinya, kami di Komisi I mendorong ekosistem, negara (harus) hadir lewat regulasi dan penegakan hukum yang jelas, platform dan penerbit game tidak bisa lepas tangan, dan keluarga tidak dibiarkan sendirian. Targetnya adalah ruang digital kita tetap terbuka dan kreatif, tetapi tidak boleh dibiarkan menjadi ladang rekrutmen teroris yang merenggut masa depan anak-anak Indonesia,” tegasnya.
Selain penguatan keluarga, pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh regulasi dan kebijakan perlindungan anak di dunia digital berjalan secara efektif. Undang-undang dan peraturan yang ada harus diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, mulai dari pencegahan, deteksi dini, hingga penanganan dan pemulihan anak korban.
Regulasi untuk melakukan take down terhadap konten, platform, atau gim yang berbahaya bagi anak menjadi sangat penting di tengah meningkatnya ancaman eksploitasi dan rekrutmen digital khususnya terhadap konten yang mengandung unsur radikalisme, kekerasan, atau manipulasi yang menyasar anak.
“KPAI mendukung penuh penguatan regulasi yang memungkinkan pemerintah melakukan take down terhadap konten, platform, atau gim yang membahayakan anak,” lanjut dia.
Dia menegaskan bahwa upaya ini juga butuh dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan aparat penegak hukum, dalam memastikan tidak ada satu pun anak yang menjadi sasaran jaringan berbahaya.
“Ruang digital harus menjadi ruang yang aman, ramah anak, dan bebas dari ancaman eksploitasi. Dengan langkah yang terkoordinasi, pendekatan yang berpusat pada anak, serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, Indonesia dapat memastikan bahwa setiap anak terlindungi dari ancaman jaringan
terorisme
dan dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung potensi terbaik mereka,” tegas dia.
Pratama menilai untuk mencegah masyarakat terjerumus dalam perekrutan teroris melalui game online, upaya pertama yang perlu dibangun adalah kesadaran digital yang matang.
“Masyarakat perlu memahami bahwa dunia game tidak selalu sama aman seperti yang terlihat,” kata Pratama.
Dia menegaskan bahwa pengguna, terutama anak muda, perlu mampu mengenali pola pendekatan mencurigakan seperti ajakan bergabung ke grup khusus, pembicaraan yang mulai memuat isu ideologis atau kekerasan, serta upaya seseorang membangun hubungan terlalu personal dalam waktu singkat.
Selain peningkatan literasi digital, masyarakat juga dinilai perlu mengembangkan ketahanan psikologis agar tidak mudah dimanipulasi oleh narasi ekstrem.
“Kelompok teroris hampir selalu memanfaatkan celah emosional seperti rasa tidak dihargai, kemarahan, atau kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar,” ujarnya.
“Ketahanan emosional dan sosial dapat menjadi benteng penting agar seseorang tidak mudah dimasuki oleh ideologi yang menawarkan solusi semu maupun makna palsu,” lanjut dia.
Dia menegaskan bahwa ruang pendidikan formal dan informal berperan penting untuk menanamkan kemampuan berpikir kritis dan skeptisisme sehat terhadap ajakan yang tidak jelas identitas dan tujuannya.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Alexander Sabar menegaskan bahwa pihaknya memiliki Game Rating System yakni sistem klasifikasi konten dan usia yang bertujuan untuk membantu pemain memilih permainan yang sesuai dan melindungi anak-anak dari konten yang tidak pantas.
“Jadi kita sudah punya Indonesia Game Rating System. Indonesia Game Rating System kita kan sudah lama, aturan lama. Januari 2026 akan berlaku full,” kata Alexander Rabu (19/11/2025).
Dia mengatakan bagi platform yang tidak tunduk pada aturan – aturan yang dibuat pemerintah, pihaknya tidak segan untuk melakukan tindakan tegas.
“Sehingga gim online yang tidak comply terhadap akuran akan ada sanksi administrasi. Modelnya surat pemberitahuan, teguran, sampai yang paling ujung (langkah terakhir) adalah pemblokiran,” ujar Alex.
Dia menegaskan bahwa seluruh penyelenggara sistem elektronik (PSE) wajib menaati aturan untuk melindungi pengguna dari konten negatif.
“Seluruh penyelenggaraan sistem elektronik harus comply terhadap aturan kita. Termasuk kalau mereka ada konten-konten negatif di tempat mereka dan mereka tidak mematuhi permintaan dari Komdigi untuk melakukan take down konten negatifnya itu,” ujarnya.
“Sanksi administratifnya ada. Jadi kita kan mengaturnya sanksi administratif. Jadi berjenjang mulai dari surat teguran sampai ke pemutusan akses,” tegasnya.
Menanggapi itu, Pratama menilai bahwa menjaga ruang digital agar tidak dikotori oleh aktivitas kriminal seperti perekrutan teroris perlu kolaborasi menyeluruh antara masyarakat, pemerintah, industri gim, dan penyedia platform.
“Industri gim perlu memiliki mekanisme moderasi yang lebih kuat, terutama pada ruang percakapan publik dan privat. Teknologi deteksi berbasis kecerdasan buatan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi berbahaya tanpa melanggar privasi pengguna,” kata dia.
Dia bilang, pemerintah dapat menyediakan pedoman keamanan digital yang jelas, memperkuat kanal pelaporan, serta membangun sistem peringatan dini lintas platform untuk mendeteksi potensi radikalisasi sejak dini.
“Masyarakat sendiri perlu berperan aktif dalam menjaga kebersihan ruang digital dengan cara berani melaporkan akun atau percakapan yang mencurigakan, tidak menormalisasi candaan kekerasan, dan tidak memberikan ruang toleransi bagi ideologi ekstrem di komunitas daring,” jelas dia.
“Dalam dunia gim yang sangat bergantung pada interaksi sosial, budaya komunitas menjadi benteng pertama yang sering kali lebih efektif daripada kebijakan formal. Ketika komunitas digital memiliki standar etika yang jelas, ruang bagi kelompok teroris untuk masuk akan semakin menyempit,” tegasnya.
Amelia Anggraini menambahkan, dalam fungsi pengawasan Komisi I mendorong adanya early warning system yang terintegrasi, jadi pola rekrutmen lewat game, chat room, atau komunitas daring tidak hanya diketahui setelah terjadi, tetapi bisa dideteksi sejak dini melalui patroli siber dan kolaborasi data antar lembaga.
“Ini juga termasuk mendorong Komdigi untuk lebih tegas kepada platform global, karena banyak server game dan aplikasi berada di luar negeri tetapi dampaknya langsung menyentuh anak-anak Indonesia,” kata Amelia.
“Pada saat yang sama, kami selalu ingatkan bahwa kebijakan tidak boleh hanya bersifat represif ke anak atau sekadar menakut-nakuti gamer. Anak-anak tetap berhak bermain dan belajar di ruang digital,” tambahnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

BNPT-Pertamina kolaborasi tingkatkan kesiapsiagaan kilang Balikpapan
Kami bersinergi dan berkolaborasi untuk sama-sama membangun sistem supaya objek vital strategis ini terlindungi dari pada ancaman terorisme
Jakarta (ANTARA) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) memperkuat kolaborasi dalam melindungi objek vital nasional sekaligus meningkatkan kesiapsiagaan di lingkungan Kilang PT KPI Balikpapan, Kalimantan Timur.
Saat menghadiri kegiatan Penguatan Wawasan Kebangsaan di Balikpapan, Senin (17/11), Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono menegaskan pentingnya berkolaborasi dalam meningkatkan kesiapsiagaan nasional, khususnya perlindungan objek vital dari potensi serangan terorisme.
“Kami bersinergi dan berkolaborasi untuk sama-sama membangun sistem supaya objek vital strategis ini terlindungi dari pada ancaman terorisme,” kata Eddy, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Maka dari itu, penguatan kolaborasi dilakukan dengan menggelar kegiatan Penguatan Wawasan Kebangsaan yang mengangkat tema Strategic Security Partnership for National Energy Resilience.
Kegiatan Penguatan Wawasan Kebangsaan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan kecintaan warga negara terhadap identitas nasional, sejarah, budaya, serta berbagai prinsip dasar negara Indonesia.
Tujuannya, yakni untuk memupuk persatuan, memelihara keutuhan bangsa, dan memperkuat rasa nasionalisme di antara masyarakat.
Eddy menjelaskan ancaman terorisme kini berkembang ke ranah fisik maupun siber. Karena itu, penguatan sumber daya manusia (SDM) menjadi elemen penting untuk mencegah penyusupan paham radikal terorisme.
Aset dan SDM, kata dia, perlu dijaga lantaran termasuk bagian utuh tidak terpisahkan yang sama-sama harus dilindungi dan ditingkatkan, sehingga serangan terorisme dapat dicegah sejak dini.
Dukungan penuh pun datang dari pihak Pertamina. Manager Security PT KPI Rully Andyka menyampaikan kolaborasi strategis tersebut menjadi pilar penting dalam menjaga operasional energi nasional.
“Harapan kami kegiatan ini akan semakin memperkuat semangat kolaborasi antara Pertamina dan BNPT dalam ekosistem pengamanan objek vital nasional sehingga operasi energi nasional berlangsung secara aman handal dan berkelanjutan,” ujar Rully.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kilang Pertamina Balikpapan Bambang Harimurti menekankan pentingnya wawasan kebangsaan bagi seluruh pekerja Pertamina sebagai garda terdepan menjaga energi nasional.
“Kami sebagai insan Pertamina juga harus berpartisipasi menjaga keamanan kilang,” tutur Bambang.
Dirinya berharap dengan sosialisasi wawasan kebangsaan yang diberikan bisa menggugah insan Pertamina kembali mengisi kembali kesadaran berbangsa dan bernegara serta menjaga aset bangsa.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5407065/original/098087200_1762665210-1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BNPT: Pelaku Ledakan SMAN 72 Pernah Akses Grup True Crime Community Isinya Konten Ekstrem
Liputan6.com, Jakarta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara diduga kuat meniru aksi ekstrem dari grup True Crime Community (TCC) yang pernah dia akses. Akibat terpapar konten ekstrem secara terus menerus, dia mencoba tanpa berpikir panjang risiko dari aksi tersebut.
“Jadi dia bisa meniru ide perilaku apa yang terjadi, sehingga dia meniru supaya bisa dibilang hebat ya, supaya ada kebanggaan. Nah itu dari segi psikologis,” kata Kepala BNPT, Komjen Eddy Hartono, dalam keterangannya dikutip, Rabu (19/11/2025).
BNPT menggandeng Kementerian PPPA, KPAI, Kemensos, hingga para ahli psikologi untuk menganalisis lebih jauh temuan itu. Tim ini sedang memetakan kondisi psikologis para pelajar yang terpapar.
“Nah itulah yang kami sekarang dengan Kementerian PPA, dengan KPAI, kemudian Kemensos, melibatkan ahli-ahli psikologis untuk tadi itu, memetakan. Sehingga ketika diketahui secara psikologis apa yang terjadi, baru kita melakukan rehabilitasi,” ucap dia.
Hasil kajian itu nantinya akan menentukan rehabilitasi yang paling tepat untuk ABH itu.
“Kira-kira rehab apa yang pas ketika orang atau anak-anak ini mengalami tekanan secara psikologis. Nah itu yang sekarang kita kembangkan,” katanya.
-

Komdigi Tindak 8.320 Konten Radikal di Media Sosial Sepanjang 2025
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) telah menindak 8.320 konten terkait radikalisme selama Oktober 2024 hingga November 2025.
Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar mengatakan penindakan itu merupakan bagian dari patroli siber dan aduan dari sejumlah pihak terkait.
“Dari 20 Oktober 2024 sampai 16 November 2025 kemarin, ada 8.320 konten radikal terorisme yang sudah masuk atau kita tangani,” ujarnya di Mabes Polri, Selasa (18/11/2025).
Dia menambahkan, konten terbanyak berasal dari platform media sosial Meta. Selanjutnya, Google, TikTok, X, Snack Video hingga Telegram.
“Jadi dalam periode 1 tahun ini ada 8.320 dengan posisi terbesar ada di platform Meta, diikuti Google, TikTok, X, Telegram, file sharing, Snack Video, dan ada situs, 10 situs juga kita tindak lanjut,” imbuhnya.
Kemudian, Alexander memerinci dari penindakan ribuan konten ini sebagian besar berasal dari aduan dari Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait.
Misalnya, dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri sebesar 6.426 aduan konten; BNPT 1.836 konten; Intelijen 11; TNI 1 dan Pusat Sandi dan Siber Angkatan Darat 1 aduan.
“Untuk melaksanakan tugas ini untuk menjamin bahwa apa yang kita lakukan, tindakan yang kita lakukan itu adalah berdasarkan legalitas, berdasarkan hukum, dan tentunya proporsional,” imbuhnya.
Sementara itu, Alexander menyatakan untuk menekan paparan radikalisme terhadap anak di internet tidak hanya dilakukan oleh pemerintah. Namun, orang tua juga diharapkan melakukan upaya pencegahan.
Pencegahan itu lebih kepada pengawasan orang tua terhadap anak saat berjejaring di internet. Di samping itu, orang tua diharapkan dapat lebih peka terhadap anak yang memiliki perubahan sikap secara drastis.
“Orang tua juga memiliki peran untuk bisa menangani awal, untuk berbicara, untuk berkomunikasi dengan anaknya, sehingga di sini terlihat bahwa memang ada peran dari keluarga maupun orang tua yang begitu besar,” pungkasnya.
/data/photo/2025/12/01/692d2c2133e5f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/01/692d1a0e9a9cd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5422203/original/036125100_1763973280-Brigjen_Eko_Hadi_Santoso.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/05/06/6819e25f648cb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2019/10/14/5da42c1f371ba.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)