Kementrian Lembaga: BMKG

  • DKI masih pantau curah hujan sebelum dilakukan modifikasi cuaca

    DKI masih pantau curah hujan sebelum dilakukan modifikasi cuaca

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo masih memantau curah hujan di Jakarta sebelum memutuskan untuk dilakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC).

    “Kalau sekarang ini kita monitor. Karena, namanya cuaca ekstrem ini setiap waktu bisa berubah. kalau diperlukan ya pasti kita modifikasi,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Rabu.

    Modifikasi cuaca dilakukan Pemprov DKI Jakarta melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta sebagai salah satu upaya mengantisipasi banjir.

    Namun, menurut Pramono, kini Jakarta belum butuh untuk melakukan hal tersebut. Sebab setelah dipantau sejak kemarin, Pramono mengatakan curah hujan di Jakarta tidak terlalu tinggi.

    “Di daerah atas masih tinggi. Jadi kalau di atas didorong, kan dorongnya ke Jakarta atau ke laut, nanti malah bebannya jadi beban Jakarta,” kata Pramono.

    Pramono beserta jajaran terus memantau cuaca di Jakarta melalui kerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

    “Untuk modifikasi kapannya, nanti BPBD laporkan kepada saya, saya akan perintahkan. Jadi tentunya semua modifikasi cuaca selalu dilaporkan kepada Gubernur,” kata Pramono.

    Namun, kata Pramono, hingga pagi hari ini, hampir seluruh banjir di Jakarta bisa ditangani dengan baik.

    Beberapa hari ke depan, Pramono memerintahkan agar seluruh dinas terkait bersiap siaga untuk bersama-sama memantau banjir. Sehingga apabila terjadi, Jakarta dapat mengatasinya dengan cepat.

    “Saya menjadikan pengalaman karena di beberapa daerah termasuk di ruas Kuningan. Itu memang ada model air masuk yang gampang sekali tersumbat oleh dahan. Sehingga yang seperti itu saya minta untuk diganti,” kata Pramono.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KNKT Klaim Hampir Rampungkan Data Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya

    KNKT Klaim Hampir Rampungkan Data Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya

    Liputan6.com, Banyuwangi – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengklaim hampir merampungkan pengumpulan data tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, Rabu (2/7/2025).

    KNKT hanya tinggal menunggu data dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) untuk selanjutnya melanjutkan ke tahapan analisa tragedi nahas tersebut.

    “Pengumpulan sudah 70 persen, nanti kalau sudah dapat data dari BKI, data yang terkumpul sudah 100 persen,” kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, Rabu (8/7/2025).

    Data faktual yang sudah terkumpul diantaranya adalah wawancara kru penumpang selamat, data BMKG serta penataan angkutan kendaraan sebelum peristiwa terjadi. Seluruhnya telah dikantongi.

    Sementara data dari BKI berisi seputar rancang bangun dan histori kapal. Data yang diterimanya kapal terakhir doking pada Oktober 2024. Temuan selama doking itu juga menjadi data primer yang dibutuhkan.

    “Kita juga menunggu data catatan apa yang terjadi selama operasional sampai kecelakaan terjadi,” katanya.

    Setelah nanti data terkumpul, KNKT akan melakukan tahap analisa dan simulasi di laboraturium. Dalam proses ini KNKT akan berkolaborasi dengan akademisi dari perguruan tinggi seperti ITS, ITB, UI dan UGM.

    “Ketika analisa sudah dilakukan tahap selanjutnya adalah penyimpulan dan pemberian rekomendasi,” tegasnya.

     

     

  • Sudah Masuk Musim Kemarau, Kok Masih Hujan Lebat? BMKG Bilang Gini

    Sudah Masuk Musim Kemarau, Kok Masih Hujan Lebat? BMKG Bilang Gini

    Jakarta

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut Indonesia menghadapi cuaca ekstrem dalam beberapa pekan terakhir di sebagian besar wilayah. Hal ini dikarenakan adanya dinamika atmosfer yang tak lazim membuat musim kemarau mundur.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut hingga akhir Juni 2025, terpantau baru 30 persen wilayah zona musim yang sudah masuk ke peralihan ke musim kemarau.

    “Padahal secara klimatologis, pada waktu yang sama, biasanya sekitar 64 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau,” beber Dwikorita dalam konferensi pers, Senin (7/7/2025).

    Menurutnya, kemunduran musim kemarau dipicu lemahnya monsun australia serta suhu muka laut di selatan Indonesia meningkat. Walhasil, menyebabkan tingginya kelembapan udara hingga terbentuk awan hujan, bahkan di tengah periode yang seharusnya dalam kondisi kering.

    Situasi tersebut bahkan diperburuk dengan beragam fenomena atmosfer. Pertama, aktifnya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator (Kelvin dan Rossby Equator). Keduanya mendukung pembentukan awan konvektif dan memperbesar potensi hujan lebat.

    “Kendati ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan akan tetap netral hingga akhir tahun, curah hujan di atas normal masih terus terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia sejak Mei dan diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2025,” wanti-wantinya.

    Seperti yang terjadi belakangan, hujan ekstrem di berbagai daerah terutama di periode 5 dan 6 Juli lalu terjadi di sejumlah Jabodetabek dan memicu banjir, hingga gangguan aktivitas masyarakat lain.

    Prediksi Hujan Sepekan ke Depan

    Fenomena cuaca ekstrem yang terus terjadi ini menurutnya membuat hujan masih terus terjadi meski telah memasuki periode kemarau.

    Berdasarkan hasil analisis BMKG, wilayah yang berpotensi mengalami hujan lebat dalam sepekan ke depan meliputi:

    Jawa bagian barat dan tengah (termasuk Jabodetabek)Kalimantan TimurSulawesi SelatanNusa Tenggara BaratMaluku bagian tengahPapua bagian tengah dan utara.

    “Potensi hujan ini diperkirakan akan bergeser ke wilayah tengah dan timur Indonesia pada periode 10 hingga 12 Juli 2025,” imbuhnya.

    BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca terkini dan memperhatikan peringatan dini guna menghindari dampak yang lebih besar dari bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan gangguan transportasi.

    “Kami mengajak seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk tidak lengah dan selalu waspada terhadap perkembangan cuaca, karena dinamika atmosfer yang terjadi saat ini masih cukup kompleks,” tutup Dwikorita.

    (naf/kna)

  • BMKG Ingatkan Warga Sulut Waspada Potensi Hujan Lebat dan Angin Kencang

    BMKG Ingatkan Warga Sulut Waspada Potensi Hujan Lebat dan Angin Kencang

    Liputan6.com, Manado – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan warga untuk mewaspadai potensi hujan lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang di wilayah Sulut beberapa hari ke depan.

    “BMKG mengeluarkan peringatan dini cuaca hingga Minggu 13 Juli 2025,” ungkap Koordinator Bidang Operasional BMKG Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Astrid Y Lasut pada, Selasa (8/7/2025).

    Dia menjelaskan nilai anomali Sea surface Temperature atau SST di rentang 0 – 1.0 °C menunjukkan penambahan massa uap air di sekitar perairan Sulut. Terdapat daerah potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Sulut akibat adanya belokan angin atau shearline.

    :Secara umum kondisi labilitas udara lokal di wilayah Sulawesi Utara mendukung pertumbuhan awan konvektif,” tuturnya.

    Astrid berharap warga mewaspadai potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, serta peningkatan akumulasi curah hujan harian di wilayah kabupaten dan kota di Sulut.

    “Pada Kamis 10 Juli hujan dan angina kencang diperkirakan terjadi di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan,” ujarnya.

    Sementara di hari Sabtu berpeluang terjadi di Kabupaten Bolaang Mongondow, sedangkan Minggu (13/7/2025), diperkirakan terjadi di Kabupaten Kepulauan Talaud.

    “Sementara cuaca cerah hingga hujan ringan diperkirakan terjadi di hari Jumat 12 Juli,” ujarnya.

  • BMKG Ramal Hujan Lebat di Wilayah RI Ini Sampai Pekan Depan

    BMKG Ramal Hujan Lebat di Wilayah RI Ini Sampai Pekan Depan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hujan lebat dan angin kencang kemungkinan masih akan terjadi hingga 14 Juli 2025 mendatang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan prediksi cuaca selama sepekan ke depan.

    Pada 8-10 Juli umumnya cuaca akan didominasi kondisi berawan hingga hujan ringan. Namun beberapa daerah akan mengalami peningkatan hujan dengan intensitas sedang.

    Begitu juga hujan lebat disertai kilat dan angin kencang juga diprediksi akan terjadi selama periode ini di beberapa daerah.

    Hujan lebat akan terjadi di Jawa Barat dan Maluku. Sementara angin kencang di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku.

    Untuk 11-14 Juli, BMKG menyebutnya umumnya akan berawan hingga hujan ringan. Sejumlah wilayah juga akan mengalami peningkatan hujan dengan intensitas sedang.

    Sementara hujan lebat diperkirakan terjadi di Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Papua Pegunungan. Untuk angin kencang akan melanda Aceh, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Papua Selatan.

    BMKG juga mengatakan hingga akhir Juni lalu, baru 30% zona musim Indonesia yang masuk ke periode musim kemarau. Capaian tersebut setengah dari kondisi normal pada waktu yang sama, yakni 64% wilayah biasanya sudah masuk kemarau saat akhir Juni.

    Anomali curah hujan yang sudah terjadi sejak Mei diperkirakan berlanjut hingga Oktober mendatang. Ini terjadi salah satunya karena Monsun Australia yang melemah membuat suhu muka laut di selatan Indonesia tetap hangat.

    Monitoring gelombang ekuator dan angin streamline menunjukkan Gelombang Kelvin dan Ekuatorial Robby melintas di sejumlah wilayah Indonesia.

    “Kombinasi faktor-faktor ini menunjukkan bahwa meskipun indikator iklim global berada dalam kondisi netral, dinamika regional tetap mendukung terbentuknya pola hujan di wilayah Indonesia,” tulis BMKG di laman resminya, dikutip Rabu (9/7/2025).

    BMKG juga mengingatkan masyarakat dan pihak terkait tetap waspada dengan potensi cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat hingga gelombang tinggi. Khususnya pada daerah yang rentan dengan cuaca ekstrem.

    “Dengan kondisi atmosfer yang masih sangat dinamis, BMKG mengimbau masyarakat serta pihak-pihak terkait untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai kilat atau petir, angin kencang, dan gelombang tinggi di wilayah perairan Indonesia. Kewaspadaan ini penting, khususnya di wilayah yang masih rentan terhadap kejadian cuaca ekstrem, meskipun sebagian wilayah Indonesia telah memasuki periode kemarau,” jelas BMKG.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BMKG Ungkap Penyebab Anomali Hujan Ekstrem Padahal Musim Kemarau

    BMKG Ungkap Penyebab Anomali Hujan Ekstrem Padahal Musim Kemarau

    Jakarta

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa dinamika atmosfer yang tidak lazim telah menyebabkan mundurnya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, sekaligus meningkatkan potensi cuaca ekstrem dalam beberapa pekan terakhir.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa hingga akhir Juni 2025, baru sekitar 30% wilayah Zona Musim yang mengalami peralihan ke musim kemarau.

    “Padahal secara klimatologis, pada waktu yang sama, biasanya sekitar 64% wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau,” ungkap Dwikorita, dikutip dari situs BMKG.

    Kemunduran musim kemarau tahun ini, lanjutnya, merupakan dampak dari lemahnya Monsun Australia dan tingginya suhu muka laut di selatan Indonesia. Kedua faktor ini menyebabkan tingginya kelembapan udara yang memicu terbentuknya awan hujan, bahkan di tengah periode yang seharusnya kering.

    Kondisi ini diperburuk oleh berbagai fenomena atmosfer seperti aktifnya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator (Kelvin dan Rossby Equator) yang mendukung pembentukan awan konvektif dan memperbesar potensi hujan lebat.

    “Kendati ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan akan tetap netral hingga akhir tahun, curah hujan di atas normal masih terus terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia sejak Mei dan diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2025,” paparnya.

    Membentuk Hujan Ekstrem

    Dampak dari kondisi ini, sudah mulai terasa dalam bentuk hujan ekstrem yang terjadi di berbagai daerah, terutama pada 5 dan 6 Juli lalu. Hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari tercatat di Bogor, Mataram, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai, serta sejumlah wilayah di Jabodetabek, menyebabkan banjir, longsor, pohon tumbang, dan gangguan aktivitas masyarakat.

    “BMKG telah memberikan peringatan dini cuaca mingguan dan diupdate secara berkala 3 hingga 6 jam sebelum kejadian berlangsung. Peringatan dini tersebut disebarluaskan melalui aplikasi InfoBMKG, media sosial, WhatsApp Group, dan kanal komunikasi lainnya,” kata Dwikorita.

    BMKG juga terus berkoordinasi dengan BNPB, BPBD, operator transportasi, serta instansi teknis lainnya guna mengantisipasi risiko lanjutan.

    Fenomena cuaca ekstrem yang terus terjadi ini menunjukkan bahwa dinamika atmosfer masih sangat aktif meskipun Indonesia telah memasuki periode kemarau. Berdasarkan hasil analisis terkini, wilayah yang berpotensi mengalami hujan lebat dalam sepekan ke depan meliputi Jawa bagian barat dan tengah (termasuk Jabodetabek), Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku bagian tengah, dan Papua bagian tengah dan utara.

    “Potensi hujan ini diperkirakan akan bergeser ke wilayah tengah dan timur Indonesia pada periode 10 hingga 12 Juli 2025,” imbuhnya.

    BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca terkini dan memperhatikan peringatan dini guna menghindari dampak yang lebih besar dari bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan gangguan transportasi.

    “Kami mengajak seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk tidak lengah dan selalu waspada terhadap perkembangan cuaca, karena dinamika atmosfer yang terjadi saat ini masih cukup kompleks,” tutup Dwikorita.

    (rns/rns)

  • Cuaca Indonesia Hari Ini Rabu 9 Juli 2025, BMKG: Mayoritas Kota Besar Hujan hingga Berawan – Page 3

    Cuaca Indonesia Hari Ini Rabu 9 Juli 2025, BMKG: Mayoritas Kota Besar Hujan hingga Berawan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan sebagian besar kota besar di Indonesia akan mengalami cuaca berawan hingga hujan ringan pada Rabu (9/7/2025), bahkan disertai petir di sejumlah wilayah. Masyarakat pun diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang mungkin terjadi.

    Melansir dari Antara, Prakirawati BMKG, Indah Fitrianti menjelaskan bahwa hujan ringan dengan curah hujan di bawah 2,5 mm per jam diperkirakan turun di sejumlah kota seperti Padang, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Bengkulu, Palembang, Serang, Mamuju, Palu, Kendari, Ambon, Sorong, Ternate, Manokwari, dan Jayawijaya.

    Sementara itu, hujan sedang diprakirakan mengguyur Medan, Nabire, Jayapura, dan Merauke. Kota Tanjung Selor dan Gorontalo berpotensi mengalami hujan lebat disertai petir dengan curah hujan lebih dari 5,0 mm per jam.

    Adapun kota-kota seperti Banda Aceh, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, Denpasar, Kupang, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Manado, dan Makassar diprakirakan mengalami cuaca berawan tebal atau berkabut sepanjang hari, dengan suhu udara berkisar antara 25 hingga 30 derajat Celcius.

     

  • Jika Juli Saja Banjir, Bagaimana Nasib Jakarta di Musim Hujan?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Juli 2025

    Jika Juli Saja Banjir, Bagaimana Nasib Jakarta di Musim Hujan? Megapolitan 9 Juli 2025

    Jika Juli Saja Banjir, Bagaimana Nasib Jakarta di Musim Hujan?
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Hujan
    deras yang mengguyur wilayah Jabodetabek sejak Sabtu (5/7/2025) hingga Senin, (7/7/2025) memicu
    banjir
    di berbagai titik
    Jakarta
    , meski bulan Juli biasanya termasuk puncak musim kemarau.
    Genangan air mencapai ketinggian 210 cm di beberapa titik, menenggelamkan pemukiman warga dan memaksa ratusan jiwa mengungsi. Sejumlah ruas jalan pun lumpuh karena tak bisa dilalui kendaraan.
    Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana bisa banjir terjadi saat musim kemarau?
    Lebih penting lagi, jika di periode yang seharusnya kemarau saja Jakarta sudah banjir, lantas bagaimana nasib Jakarta saat musim
    hujan
    tiba?
    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, bahwa Indonesia saat ini mengalami anomali iklim yang disebut “
    kemarau basah
    ”.
    Artinya, meski secara kalender seharusnya musim kering, curah hujan tetap tinggi akibat sejumlah faktor atmosferik dan laut.
    Beberapa penyebab utama antara lain:
    “Anomali curah hujan ini diprediksi akan berlangsung hingga Oktober 2025,” ujar Dwikorita.
    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyebut banjir kali ini tergolong luar biasa karena disebabkan oleh tiga sumber sekaligus:
    Kondisi ini membuat pompa-pompa pengendali banjir sempat tidak bisa difungsikan karena saluran pembuangan lebih rendah dari permukaan laut. Bahkan, 10 dari 600 unit pompa rusak akibat beban air yang terlalu tinggi.
    Meski cuaca menjadi pemicu utama, para ahli menilai, bahwa penyebab mendasar
    banjir Jakarta
    tidak bisa dilepaskan dari masalah tata ruang dan tata kota yang belum optimal.
    “Lahan terbuka di Jakarta terus menyusut setiap tahun. Ini berdampak pada peningkatan suhu dan gangguan pola hidrologi,” jelas Kepala BMKG, Dwikorita.
    Dwikorita bahkan mengungkapkan, bahwa curah hujan ekstrem pada tahun 2020 sempat mencapai 300 mm, lebih tinggi dari 2025 yang hanya sekitar 200 mm.
    Namun, dampak banjir kali ini justru lebih luas. Artinya, infrastruktur dan kondisi lingkungan kota memiliki peran besar.
    Dilansir dari Kompas TV, pakar tata kota Nirwono Joga menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta fokus pada tiga strategi utama:
    1. Penataan Bantaran Kali
    Banjir kiriman dari hulu menyebabkan seluruh bantaran kali rawan terendam. Penertiban dan penataan bantaran sungai menjadi langkah pertama yang harus diprioritaskan.
    2. Pembangunan Rusunawa Mixed-Use
    Untuk merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai, dibutuhkan hunian yang tidak hanya layak tetapi juga terjangkau dan strategis. Nirwono menyarankan Rusunawa Mixed-Use:
    “Pemerintah bisa memanfaatkan aset seperti sekolah negeri, kantor kelurahan, atau aset pemda lainnya tanpa perlu pembebasan lahan,” jelas Nirwono.
    3. Benahi 13 Sungai Secara Bertahap
    Jakarta memiliki 13 sungai utama yang semuanya berpotensi meluap saat hujan deras.
    Nirwono menyarankan agar Pemprov Jakarta tidak menargetkan semua sekaligus, melainkan cukup satu sungai per tahun. Dalam lima tahun, lima sungai besar bisa selesai ditangani.
    “Belum ada satu pun gubernur yang mampu melakukan itu. Padahal ini realistis dan bisa dicapai jika ada kemauan politik,” tegasnya.
    Banjir Jakarta
    bukan sekadar soal cuaca. Tata kota yang berantakan, alih fungsi lahan, dan lambatnya penanganan sungai turut memperparah krisis setiap kali hujan turun.
    Jika Juli saja sudah banjir, pertanyaannya, siapkah Jakarta menghadapi musim hujan akhir tahun nanti?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Banjir Belum Surut, Dua RT di Kapuk Muara Masih Terendam hingga Rabu Pagi – Page 3

    Banjir Belum Surut, Dua RT di Kapuk Muara Masih Terendam hingga Rabu Pagi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta- Genangan air akibat banjir masih merendam dua Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, hingga Rabu pagi (9/7/2025). Hal ini disampaikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, yang terus memantau kondisi banjir di wilayah ibu kota.

    Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji, mengungkapkan bahwa ketinggian air di dua RT tersebut tercatat masih berada di kisaran 25–30 sentimeter (cm) per pukul 04.00 WIB.

    “Hingga Rabu pagi, genangan air masih terjadi di dua RT di Kapuk Muara. Kondisi ini masih dalam pemantauan intensif tim di lapangan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (9/7/2025), seperti dikutip dari Antara.

    Meski masih tergenang, kondisi banjir di Kapuk Muara sudah mengalami penurunan. Pada Selasa pagi (8/7), tinggi air sempat mencapai 65 cm. Sementara itu, genangan yang sebelumnya terjadi di satu RT di Kelurahan Pluit dilaporkan telah surut sepenuhnya.

    Penyebab Banjir: Rob dan Curah Hujan Tinggi

    BPBD DKI menyebutkan, banjir yang terjadi di kawasan pesisir Jakarta Utara dipicu oleh kombinasi curah hujan tinggi dan fenomena banjir rob.

    BMKG sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini potensi banjir pesisir (rob) yang berlaku selama periode 4 hingga 13 Juli 2025. Fenomena ini terjadi akibat pasang maksimum air laut yang bertepatan dengan fase Bulan Baru dan Perigee, sehingga memicu kenaikan air laut di pesisir utara Jakarta.

    “Pintu Air Pasar Ikan pada Senin (7/7) pukul 14.00 WIB sudah berada di status Siaga 2,” ungkap Isnawa.

     

  • Gempa Magnitudo 5,4 Guncang Sumur Banten

    Gempa Magnitudo 5,4 Guncang Sumur Banten

     

    Liputan6.com, Jakarta – Gempa Magnitudo 5,4 mengguncang wilayah Sumur Banten, Rabu (9/7/2025), pukul 06.50.39 WIB. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, lokasi gempa Sumur Banten ini berada pada koordinat 6.52 LS,104.73 BT, dengan episenter gempa berada di lait 95 km barat laut Sumur Banten.

    “Kedalaman gempa 24 km,” tulis BMKG.

    BMKG juga menyebutkan gempa tidak berpotensu tsunami.

    Belum ada laporan kerusakan akibat gempa, namun warga diimbau tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa susulan.