Kementrian Lembaga: BMKG

  • Cek Arah Kiblat dengan Mudah Secara Mandiri pada 15 dan 16 Juli 2025 – Page 3

    Cek Arah Kiblat dengan Mudah Secara Mandiri pada 15 dan 16 Juli 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan bahwa umat Islam dapat dengan mudah mengecek arah kiblat secara mandiri pada 15 dan 16 Juli 2025.

    Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag Arsad Hidayat mengatakan bahwa Selasa, 15 Juli dan Rabu, 16 Juli bertepatan dengan terjadinya fenomena astronomi “Istiwa A‘zam” atau “Rasdhul Qiblah”, yaitu matahari melintas tepat di atas Kakbah.

    “Ini menjadikannya momen ideal bagi siapa saja untuk memastikan arah kiblat sendiri, tanpa perlu memiliki keahlian atau perangkat teknologi tertentu,” kata Arsad, di Jakarta, Sabtu 12 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.

    Ia juga memberikan metode sederhana dan akurat untuk memverifikasi arah kiblat tanpa alat khusus.

    Pertama, pastikan alat bantu (bisa dengan lot atau bandul) yang menjadi patokan arah bayangan berdiri tegak lurus.

    Selanjutnya, pastikan permukaan tempat pengecekan harus datar dan rata, serta waktu pengukuran disesuaikan dengan jam resmi seperti yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), RRI, atau Telkom untuk menghindari kesalahan waktu.

    Arsad mengatakan tepat pada 19 dan 20 Muharam 1447 Hijriah, pukul 16.27 WIB atau 17.27 WITA, bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus pada tanggal tersebut akan menunjukkan arah yang berlawanan dari arah kiblat.

  • BMKG Blak-Blakan, Cuaca Ekstrem Masih Mengintai RI Dalam Sepekan

    BMKG Blak-Blakan, Cuaca Ekstrem Masih Mengintai RI Dalam Sepekan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah. Meski secara klimatologis Indonesia sudah memasuki musim kemarau,

    Hingga akhir Juni 2025, baru 30% zona musim di Indonesia yang benar-benar mengalami kemarau. Sebaliknya, wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua justru masih berisiko diguyur hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang dalam sepekan ke depan.

    “Dinamika atmosfer global dan regional masih cukup aktif, sehingga potensi hujan lebat dan cuaca ekstrem masih tinggi, meski kita berada di musim kemarau,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (13/7/2025).

    BMKG mencatat sejumlah fenomena atmosfer seperti gelombang Rossby, Kelvin, serta zona konvergensi dan sirkulasi siklonik di sekitar Samudra Hindia dan Pasifik masih memicu terbentuknya awan konvektif yang menyebabkan hujan lebat.

    Dalam beberapa hari terakhir, hujan deras dilaporkan mengguyur beberapa wilayah. Pada 9 Juli, intensitas hujan di atas 50 mm tercatat di Nabire dan Kalimantan Barat, sementara sehari sebelumnya hujan sangat lebat terjadi di Papua Barat, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Maluku, dan Papua.

    BMKG memprediksi potensi cuaca ekstrem masih tinggi dalam periode 12-18 Juli 2025. Hujan lebat diperkirakan terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Papua Pegunungan, hingga Papua Selatan, dengan status siaga telah diberlakukan.

    Sementara itu, angin kencang diperkirakan melanda dari barat ke timur Indonesia, termasuk wilayah Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, NTT, hingga Maluku.

    Tak hanya darat, laut pun diprediksi terdampak. Gelombang tinggi akibat angin kencang (>25 knot) berpotensi terjadi di sejumlah perairan, seperti Laut Natuna Utara, Laut Jawa bagian timur, Laut Flores, Laut Arafuru, hingga Samudera Hindia selatan Jawa dan NTT.

    Dwikorita mengingatkan masyarakat agar tidak terlena dengan kalender musim kemarau. Ia menekankan, kondisi cuaca masih sangat labil dan bisa berubah cepat.

    “Masyarakat harus tetap waspada. Jangan anggap remeh cuaca ekstrem. Hindari tempat terbuka saat petir, jauhi pohon atau bangunan tua saat angin kencang, dan tetap jaga kesehatan karena panas terik juga masih bisa terjadi,” tegasnya.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BMKG Wanti-wanti Cuaca Ekstrem Masih Mengintai Sepekan ke Depan, Soroti Wilayah Ini

    BMKG Wanti-wanti Cuaca Ekstrem Masih Mengintai Sepekan ke Depan, Soroti Wilayah Ini

    Jakarta

    Meski secara klimatologis Indonesia sudah memasuki musim kemarau, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah.

    Hingga akhir Juni 2025, baru 30 persen zona musim di Indonesia yang benar-benar mengalami kemarau. Sebaliknya, wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua justru masih berisiko diguyur hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang dalam sepekan ke depan.

    “Dinamika atmosfer global dan regional masih cukup aktif, sehingga potensi hujan lebat dan cuaca ekstrem masih tinggi, meski kita berada di musim kemarau,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan resminya, Jumat (11/7/2025).

    BMKG mencatat sejumlah fenomena atmosfer seperti gelombang Rossby, Kelvin, serta zona konvergensi dan sirkulasi siklonik di sekitar Samudra Hindia dan Pasifik masih memicu terbentuknya awan konvektif yang menyebabkan hujan lebat.

    Dalam beberapa hari terakhir, hujan deras dilaporkan mengguyur beberapa wilayah. Pada 9 Juli, intensitas hujan di atas 50 mm tercatat di Nabire dan Kalimantan Barat, sementara sehari sebelumnya hujan sangat lebat terjadi di Papua Barat, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Maluku, dan Papua.

    Akibatnya, terjadi sejumlah bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, genangan, hingga pohon tumbang dan kerusakan infrastruktur.

    BMKG memprediksi potensi cuaca ekstrem masih tinggi dalam periode 12-18 Juli 2025. Hujan lebat diperkirakan terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Papua Pegunungan, hingga Papua Selatan, dengan status siaga telah diberlakukan.

    Sementara itu, angin kencang diperkirakan melanda dari barat ke timur Indonesia, termasuk wilayah Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, NTT, hingga Maluku.

    Tak hanya darat, laut pun diprediksi terdampak. Gelombang tinggi akibat angin kencang (>25 knot) berpotensi terjadi di sejumlah perairan, seperti Laut Natuna Utara, Laut Jawa bagian timur, Laut Flores, Laut Arafuru, hingga Samudera Hindia selatan Jawa dan NTT.

    Dwikorita mengingatkan masyarakat agar tidak terlena dengan kalender musim kemarau. Ia menekankan, kondisi cuaca masih sangat labil dan bisa berubah cepat.

    “Masyarakat harus tetap waspada. Jangan anggap remeh cuaca ekstrem. Hindari tempat terbuka saat petir, jauhi pohon atau bangunan tua saat angin kencang, dan tetap jaga kesehatan karena panas terik juga masih bisa terjadi,” tegasnya.

    (naf/naf)

  • Prakiraan Cuaca di Provinsi Bali Hari Ini

    Prakiraan Cuaca di Provinsi Bali Hari Ini

    Liputan6.com, Bandung – Provinsi Bali pada hari ini, Minggu, 13 Juli 2025 diprediksi mengalami cuaca yang cukup bervariasi. Sebagian besar wilayahnya memiliki prakiraan cuaca cerah sementara beberapa daerah lainnya berpotensi berawan.

    Kondisi ini menggambarkan cuaca di pertengahan tahun yang belum sepenuhnya stabil meskipun seharusnya telah memasuki musim kemarau. Adapun masyarakat dan wisatawan yang sedang berada di Bali perlu mempersiapkan diri dengan melakukan langkah antisipasi.

    Misalnya membawa payung atau jas hujan bisa menjadi pilihan untuk bisa menjalani aktivitas di luar ruangan tanpa terganggu oleh cuaca. Bagi mereka yang memiliki agenda perjalanan wisata, informasi cuaca juga penting untuk menentukan destinasi yang akan dikunjungi.

    Bali yang terkenal dengan keindahan alamnya mulai dari pantai, sawah, hingga pegunungan tentu akan lebih maksimal dinikmati saat cuaca mendukung. Saat cuaca cerah berawan, pengunjung bisa tetap menikmati suasana alam yang indah.

    Sementara itu, jika hujan turun maka aktivitas bisa dialihkan ke tempat wisata indoor seperti museum, galeri seni, atau pusat kuliner khas Bali. Para pelaku usaha pariwisata juga dapat menyesuaikan layanan dan aktivitas yang ditawarkan kepada para tamu.

    Meskipun prediksi cuaca tidak selalu seratus persen akurat data dari BMKG tetap menjadi acuan penting bagi banyak pihak. Terutama dalam menghadapi cuaca yang tidak menentu seperti saat ini.

  • BMKG prakirakan mayoritas wilayah alami berawan-hujan ringan

    BMKG prakirakan mayoritas wilayah alami berawan-hujan ringan

    Logo BMKG

    BMKG prakirakan mayoritas wilayah alami berawan-hujan ringan
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 12 Juli 2025 – 10:15 WIB

    Elshinta.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini berupa potensi hujan ringan, sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat dan angin kencang di berbagai kota besar di Indonesia pada Sabtu. 

    Dikutip dari laman resmi BMKG di Jakarta, prakirawan Andika Hapsari menerangkan secara umum daerah konvergensi memanjang di Laut Filipina, perairan barat Sumatera Barat, perairan utara Aceh, Selat Karimata, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Laut Sawu, Laut Maluku, Laut Banda dan Laut Arafuru.  

    Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sepanjang daerah yang dilewati konvergensi atau konfluensi.

    Oleh karena itu, pihaknya memprakirakan beberapa kota besar akan berpotensi mengalami hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang, di antaranya Pekanbaru, Tanjung Pinang, Tanjung Selor, Mamuju, dan Nabire. 

    Sementara itu, beberapa kota besar lainnya akan mengalami hujan ringan hingga sedang, yaitu Medan, Palembang, Pangkal Pinang, Mataram, Samarinda, Banjarmasin, Palu, Manado, Makassar, Kendari, Ternate, Manokwari, Jayawijaya, Jayapura, dan Merauke.

    Adapun beberapa kota besar yang lain diprakirakan hanya akan mengalami kondisi berawan pada hari ini, meliputi Banda Aceh, Padang, Bengkulu, Jambi, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Kupang, Palangka Raya, Pontianak, Gorontalo, Ambon, dan Sorong.

    Untuk prakiraan tinggi gelombang air laut di wilayah Indonesia, BMKG memprakirakan umumnya berada di kisaran 0.5 hingga 2.5 m, sementara gelombang tinggi hingga 4 m berpotensi terjadi di sekitar perairan Utara Aceh, Laut Cina Selatan, Laut Natuna Utara, Laut Jawa bagian timur, Laut Flores, Laut Arafuru, Laut Timur, Laut Banda, Laut Seram, Samudra Hindia sebelah barat daya Banten dan sebelah selatan NTT.

    Pihaknya juga menghimbau agar masyarakat mewaspadai potensi banjir rob di pesisir Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Banten hingga Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara.

    Sumber : Antara

  • RI Dibayangi Megathrust, Cek Zona Merahnya

    RI Dibayangi Megathrust, Cek Zona Merahnya

    Jakarta, CNBC Indonesia — Wilayah Indonesia yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana gempa dan tsunami. Setidaknya, terdapat 13 segmen Megathrust yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air dan menjadi sumber potensi gempa besar.

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa dari 13 segmen tersebut, ada dua yang memiliki potensi risiko tertinggi. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono sudah memberikan peringatan bahwa gempa dari 2 zona Megathrust tinggal menunggu waktu.

    Masing-masing adalah Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Pasalnya, 2 zona itu sudah lama tak mengalami gempa atau seismic gap, yakni berabad-abad. Biasanya, gempa besar memiliki siklus sendiri dalam rentang hingga ratusan tahun.

    Belum lama ini, pada Rabu (7/5), gempa berkekuatan M5,2 yang mengguncang wilayah Nias Barat dikaitkan dengan Megathrust Mentawai-Siberut.

    Daryono mengatakan, gempa di Nias Barat merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).

    “Murni gempa berpusat di zona Megathrust Mentawai Siberut,” kata Daryono dalam keterangannya.

    Gempa Dahsyat Ancam Jawa Barat

    Terpisah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan perlu diwaspadai dampak Megathrust untuk selatan Jawa Barat yang memanjang hingga Selat Sunda.

    Para peneliti memperingatkan, energi yang terkunci di zona subduksi ini terus bertambah seiring waktu. Jika energi ini dilepaskan sekaligus, dampaknya bisa memicu gempa besar hingga magnitudo 8,7.

    Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa menjelaskan, pelepasan energi ini tidak hanya memicu guncangan kuat, tapi juga menggerakkan kolom air laut dan membentuk tsunami besar.

    Menurut hitungannya, jika Megathrust di wilayah Pangandaran pecah, gelombang tsunami setinggi 20 meter bisa terjadi dan menjalar ke berbagai wilayah, termasuk Banten, Lampung, bahkan sampai ke Jakarta.

    “Semua pesisir Banten akan terdampak, hanya saja tinggi tsunaminya berbeda-beda,” ujar Rahma kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

    Di kawasan pesisir Banten, tsunami diprediksi bisa mencapai ketinggian antara 4 hingga 8 meter. Sementara di pesisir Lampung, kata ia, seluruh wilayah yang menghadap Selat Sunda disebut akan terkena dampaknya.

    Untuk Jakarta, tsunami diperkirakan mencapai pesisir utara dengan ketinggian sekitar 1 hingga 1,8 meter. Namun, waktu kedatangannya lebih lambat dibanding daerah lain, tsunami baru diperkirakan tiba di Jakarta setelah 2,5 jam sejak gempa terjadi.

    “Kalau di selatan Jawa, tsunami sampai dalam waktu 40 menit, bahkan di Lebak hanya 18 menit. Tapi di Jakarta Utara, tsunami datang 2,5 jam setelah gempa,” jelas Rahma.

    BRIN pun mengajak masyarakat Indonesia untuk waspada terhadap risiko Megathrust. Risiko Megathrust bukan hanya gempa dan tsunami, tapi juga kerusakan infrastruktur, gangguan layanan dasar, dampak sosial ekonomi, hingga korban jiwa.

    Kapan Megathrust Hantam RI?

    BMKG menyebut belum dapat memastikan kapan bencana alam besar tersebut akan terjadi. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut pihaknya terus membicarakan isu ini agar masyarakat bersiap menghadapi efek dari megathrust di Indonesia.

    “Sebetulnya isu Megathrust itu bukan isu yang baru. Itu isu yg sudah sangat lama. Tapi kenapa BMKG dan beberapa pakar mengingatkan? Tujuannya adalah untuk ‘ayo, tidak hanya ngomong aja, segera mitigasi (tindakan mengurangi dampak bencana),” ujar Dwikorita, dikutip dari CNN Indonesia.

    “Jadi tujuannya ke sana; mitigasi dan edukasi, persiapan, kesiapsiagaan,” imbuh dia.

    Dwikorita melanjutkan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah antisipasi megathrust. Pertama, menempatkan sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust.

    “InaTEWS itu sengaja dipasang untuk menghadap ke arah megathrust. Aslinya tuh di BMKG hadir untuk menghadapi, memitigasi megathrust,” jelasnya.

    Kedua, edukasi masyarakat lokal dan internasional. Salah satu bentuk nyatanya adalah mendampingi pemerintah daerah (pemda) buat menyiapkan berbagai infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, hingga shelter tsunami.

    Selain itu, bergabung dengan Indian Ocean Tsunami Information Center, yang juga berkantor di kompleks BMKG. Komunitas ini bertujuan buat mengedukasi 25 negara di Samudra Hindia dalam menghadapi gempa dan tsunami.

    “Kami edukasi publik bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemda sebelum terjadi gempa dengan kekuatan tinggi yang menyebabkan tsunami,” kata dia.

    Ketiga, mengecek secara berkala sistem peringatan dini yang sudah dihibahkan ke pemda.

    “Sirine [peringatan tsunami] harusnya tanggung jawab pemerintah daerah, hibah dari BNPB, hibah dari BMKG, tapi pemeliharaan dari pemerintah daerah, kan otonomi daerah. Ternyata sirine selalu kita tes tanggal 26 [tiap bulan], kebanyakan bunyi tapi yang macet ada,” bongkarnya.

    Keempat, menyebarluaskan peringatan dini bencana. Menurut Dwi, jika masyarakat harus siap, berarti harus ada penyebarluasan informasi. “Kami dibantu Kominfo,” pungkasnya.

    13 Segmen Megathrust di RI

    Daftar 13 Segmen Megathrust Ancam Wilayah RI

    Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, berikut daftar 13 segmen megathrust yang mengancam Indonesia:

    1. Megathrust Mentawai-Pagai dengan potensi gempa M8,9

    2. Megathrust Enggano dengan potensi gempa M8,4

    3. Megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa M8,7

    4. Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dengan potensi gempa M8,7

    5. Megathrust Jawa Timur dengan potensi gempa M8,7

    6. Megathrust Sumba dengan potensi gempa M8,5

    7. Megathrust Aceh-Andaman dengan potensi gempa M9,2

    8. Megathrust Nias-Simeulue dengan potensi gempa M8,7

    9. Megathrust Batu dengan potensi gempa M7,8

    10. Megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa M8,9

    11. Megathrust Sulawesi Utara dengan potensi gempa M8,5

    12. Megathrust Filipina dengan potensi gempa M8,2

    13. Megathrust Papua dengan potensi gempa M8,7.

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Gempa Bumi Magnitudo 4,6 Berpusat di Pacitan, Guncangan Kuat Terasa di Trenggalek
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        12 Juli 2025

    Gempa Bumi Magnitudo 4,6 Berpusat di Pacitan, Guncangan Kuat Terasa di Trenggalek Surabaya 12 Juli 2025

    Gempa Bumi Magnitudo 4,6 Berpusat di Pacitan, Guncangan Kuat Terasa di Trenggalek
    Tim Redaksi
    TRENGGALEK, KOMPAS.com

    Gempa bumi
    magnitudo 4.6 mengguncang Kabupaten
    Trenggalek
    , Jawa Timur, pada Sabtu (12/7/2025).
    Meski guncangan terasa kuat, warga tidak beranjak dari dalam ruangan, dan disebutkan tidak berpotensi tsunami.
    Sesuai informasi resmi dari laman Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (
    BMKG
    ), tercatat
    gempa bumi
    terjadi 52 kilometer barat daya Kabupaten
    Pacitan
    , Jawa Timur, pada kedalaman 38 kilometer.
    Gempa terjadi pada pukul 10.25 WIB, dan guncangan dirasakan di Trenggalek sekitar pukul 10.27 WIB.
    Di Kabupaten Trenggalek, guncangan langsung terasa kencang, meski berlangsung singkat.
    Seiring guncangan tersebut, terdengar suara gemuruh dari atas bangunan rumah.
    “Gempa bumi terasa
    kenceng
    tapi sangat singkat,” kata salah satu warga Kelurahan Ngantru, Helga Primake (40), yang tengah beraktivitas di wilayah Kelutan Trenggalek.
    Akibat guncangan tersebut, sebagian masyarakat kaget dan spontan berteriak bahwa ada gempa bumi.
    Namun, tidak sedikit masyarakat yang tampak tetap diam di tempat sambil memastikan bahwa guncangan tidak lagi terasa. “Ada gempa, lumayan keras ini,” terang Helga.
    Setelah dipastikan guncangan tidak lagi terasa, masyarakat kembali melakukan aktivitas.
    Hingga saat ini, belum ada laporan kerusakan bangunan maupun korban jiwa yang masuk di Posko Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek.
    “Gempa bumi tidak berpotensi tsunami,” terang Kepala Pelaksana BPBD Trenggalek, Triadi Atmono, melalui pesan singkat.
    Sesaat setelah terjadi gempa, tim reaksi cepat (TRC) BPBD Trenggalek serta relawan di masing-masing wilayah melakukan pemantauan.
    “Kami imbau masyarakat tidak panik, tetap tenang namun waspada, mengingat tidak menutup kemungkinan terjadi gempa susulan,” ujar Triadi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BMKG Ungkap Baru 30 Persen Wilayah Indonesia yang Masuk Musim Kemarau

    BMKG Ungkap Baru 30 Persen Wilayah Indonesia yang Masuk Musim Kemarau

    BMKG Ungkap Baru 30 Persen Wilayah Indonesia yang Masuk Musim Kemarau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
    BMKG
    ) memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia.
    Kepala BMKG,
    Dwikorita Karnawati
    , menuturkan bahwa baru sekitar 30 persen zona musim di Indonesia yang memasuki musim kemarau.
    “Meski sudah memasuki pertengahan musim kemarau, berbagai faktor atmosfer global dan regional masih mendukung terjadinya hujan lebat dan cuaca ekstrem di banyak wilayah,” ujar Dwikorita dalam keterangan yang diterima, Sabtu (12/7/2024).
    Dwikorita menegaskan, dinamika atmosfer yang kompleks masih memicu terbentuknya awan-awan konvektif penyebab hujan deras.
    Wilayah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua juga masih berisiko tinggi mengalami hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang dalam sepekan ke depan.
    Hal ini disebabkan oleh gelombang ekuatorial Rossby dan Kelvin, zona konvergensi dan pertemuan angin, serta potensi sirkulasi siklonik di sekitar Samudra Hindia dan Pasifik, yang terus mendorong pembentukan awan hujan.
    “Dalam beberapa hari terakhir, intensitas hujan yang signifikan telah tercatat di sejumlah wilayah,” ucapnya.
    BMKG memprakirakan bahwa
    potensi cuaca ekstrem
    masih tinggi dalam periode 12-18 Juli 2025.
    “Hujan lebat berisiko terjadi di berbagai wilayah, termasuk Aceh, Sumatera Utara, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan, dengan status siaga yang telah dikeluarkan,” paparnya.
    Selain itu, angin kencang berpotensi melanda wilayah barat hingga timur Indonesia, termasuk Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
    Kecepatan angin lebih dari 25 knot diprediksi akan memicu gelombang tinggi di beberapa perairan, seperti Perairan Utara Aceh, Laut Cina Selatan, Laut Natuna Utara, Laut Jawa bagian timur, Laut Flores, Laut Arafuru, Laut Timor, Laut Banda, dan Laut Seram.
    Gelombang tinggi juga diperkirakan terjadi di Samudera Pasifik sebelah utara Maluku Utara, serta Samudera Hindia sebelah barat daya Banten, sebelah selatan Jawa, dan sebelah selatan NTT.
    Dwikorita mengimbau masyarakat untuk tidak menganggap enteng potensi cuaca ekstrem yang bisa datang tiba-tiba.
    “Jauhi area terbuka saat terjadi petir, hindari pohon atau bangunan tua saat angin kencang, serta tetap menjaga kesehatan karena cuaca terik masih mungkin terjadi di tengah pola hujan yang aktif,” imbaunya.
    Masyarakat harus tetap waspada meskipun secara kalender, Indonesia berada di musim kemarau.
    “Jangan lengah. Cuaca bisa berubah cepat dan membawa dampak besar,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fenomena Bediding Diprediksi Sampai Oktober, Suhu Semarang Tembus 19 Derajat Celsius
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 Juli 2025

    Fenomena Bediding Diprediksi Sampai Oktober, Suhu Semarang Tembus 19 Derajat Celsius Regional 12 Juli 2025

    Fenomena Bediding Diprediksi Sampai Oktober, Suhu Semarang Tembus 19 Derajat Celsius
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com –
    Beberapa hari terakhir, masyarakat Jawa Tengah merasakan suhu yang lebih dingin saat pagi hari.
    Kota
    Semarang
    yang dikenal panas bahkan mencapai suhu dingin 19 derajat di pagi hari.
    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ahmad Yani Semarang menyebut, ini merupakan fenomena tahunan yang disebut Bediding.
    Diperkirakan suhu dingin di pahi hari akan dirasakan hingga Oktober 2025, tergantung dari pola angin dan kondisi cuaca.
    Prakirawan BMKG Ahmad Yani Semarang, Haris Syahid Hakim mengatakan, turunnya suhu udara pada malam hingga pagi hari mencapai 19 derajat celcius di Kota Semarang, seperti daerah Tembalang, Mijen, dan Kabupaten Semarang, Ungaran.
    “Suhu di kota sendiri, mungkin lebih cenderung biasanya Semarang Selatan, lalu daerah Ungaran dan sekitarnya itu, Mijen dan dekat perbukitan itu antara 18–19 derajat,” tutur Haris saat dikonfirmasi, Sabtu (12/7/2025).
    Dia menuturkan, suhu dingin ini terjadi karena beberapa faktor klimatologis, seperti embusan angin musim dingin dari Australia.
    Angin tersebut membawa massa udara dingin ke Indonesia bagian selatan, termasuk Jawa Tengah.
    “Fenomena ini merupakan fenomena yang berulang hampir di setiap tahun terjadi hampir di antara musim kemarau, antara bulan Juli sampai September ataupun Oktober cuma lebih sering terjadi di bulan Juni, Juli, kemudian Agustus,” katanya.
    Selain itu, kondisi ini dipicu oleh minimnya tutupan awan di langit Jawa Tengah selama musim kemarau.
    Akibatnya, panas dari bumi yang dilepaskan pada malam hari langsung menguap ke angkasa tanpa terperangkap oleh awan, dan suhu permukaan turun drastis.
    “Di musim kemarau ini kan sudah berkurang, bahkan mungkin kalau dilihat hari ini bahkan tidak ada awan. Jadi sinar matahari yang nyampai ke bumi pada malam hari itu langsung dilepaskan. Jadi tidak tertahan lagi oleh awan,” imbuhnya.
     
    Menurut Haris, daerah terdingin di Jawa Tengah saat ini adalah kawasan pegunungan, seperti Dieng, wilayah Gunung Merbabu, dan Gunung Slamet.
    Bahkan di kawasan Dieng, suhu dapat mencapai nol derajat dan menimbulkan fenomena embun upas, yakni butiran es tipis yang menyelimuti permukaan tanaman.
    “Cuma yang biasa terekspos itu Dieng karena sudah terkenal dengan fenomena embun upas. Suhunya bisa di bawah nol derajat,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BMKG: Musim Kemarau Belum Dominan, Potensi Cuaca Ekstrem Mengintai di Berbagai Wilayah

    BMKG: Musim Kemarau Belum Dominan, Potensi Cuaca Ekstrem Mengintai di Berbagai Wilayah

    BMKG: Musim Kemarau Belum Dominan, Potensi Cuaca Ekstrem Mengintai di Berbagai Wilayah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
    BMKG
    ) memperingatkan bahwa
    cuaca ekstrem
    masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun
    musim kemarau
    secara klimatologis telah dimulai.
    Pasalnya, hingga akhir Juni 2025, baru sekitar 30 persen zona musim di Indonesia yang benar-benar memasuki musim kemarau.
    “Meskipun kita sudah memasuki pertengahan musim kemarau, berbagai faktor atmosfer global dan regional masih mendukung terjadinya
    hujan lebat
    dan cuaca ekstrem di banyak wilayah,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dikutip dari siaran pers BMKG, Sabtu (12/7/2025).
    Sebagian besar wilayah, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, masih berisiko tinggi mengalami hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang dalam sepekan ke depan.
    Dwikorita menegaskan, hal ini terjadi lantaran dinamika atmosfer yang kompleks.
    Dinamika tersebut masih memicu terbentuknya awan-awan konvektif penyebab hujan deras.
    Fenomena seperti gelombang ekuatorial Rossby dan Kelvin, zona konvergensi dan pertemuan angin, serta potensi sirkulasi siklonik di sekitar Samudra Hindia dan Pasifik, terus mendorong pembentukan awan hujan dalam skala luas.
    Dwikorita mengemukakan, intensitas hujan yang signifikan telah tercatat di sejumlah wilayah dalam beberapa hari terakhir.
    Pada 9 Juli, hujan harian di atas 50 mm terjadi di Nabire dan Kalimantan Barat.
    Sementara pada 8 Juli, hujan sangat lebat tercatat di Papua Barat, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Maluku, dan Papua.
    Kondisi ini telah menyebabkan bencana hidrometeorologis, seperti banjir, tanah longsor, genangan air, pohon tumbang, hingga kerusakan infrastruktur.
    BMKG, kata dia, memprakirakan bahwa potensi cuaca ekstrem masih tinggi dalam periode 12–18 Juli 2025.
    Hujan lebat
    berisiko terjadi di berbagai wilayah, termasuk Aceh, Sumatera Utara, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan, dengan status siaga yang telah dikeluarkan.
    Selain itu, angin kencang berpotensi melanda wilayah barat hingga timur Indonesia, termasuk Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
    Di lautan, kecepatan angin lebih dari 25 knot diprediksi akan memicu gelombang tinggi di beberapa perairan, seperti perairan utara Aceh, Laut Cina Selatan, Laut Natuna Utara, Laut Jawa bagian timur, Laut Flores, Laut Arafuru, Laut Timor, Laut Banda, Laut Seram, Samudera Pasifik sebelah utara Maluku Utara, serta Samudera Hindia sebelah barat daya Banten, sebelah selatan Jawa, dan sebelah selatan NTT.
    Oleh karenanya, ia mengimbau masyarakat untuk tidak menganggap enteng potensi cuaca ekstrem yang bisa datang tiba-tiba.
    Ia juga meminta masyarakat menjauhi area terbuka saat terjadi petir, menghindari pohon atau bangunan tua saat angin kencang, serta tetap menjaga kesehatan karena cuaca terik masih mungkin terjadi di tengah pola hujan yang aktif.
    “Masyarakat harus tetap waspada, meskipun secara kalender kita berada di musim kemarau. Jangan lengah. Cuaca bisa berubah cepat dan membawa dampak besar,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.