Anak-Anak di Jambi Olah Kotoran Gajah Jadi Pupuk, Tanam Bibit Pohon untuk Atasi Konflik Manusia-Gajah
Tim Redaksi
JAMBI, KOMPAS.com –
Sebanyak tiga siswa sekolah dasar terlihat asyik mencampur kotoran
gajah
dengan rumput dan dedaunan. Mereka sedang membuat pupuk kompos di SDN 067 Desa Muaro Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo,
Jambi
.
Pupuk itu digunakan Alfurqon, salah satu siswa, untuk merawat bibit pohon endemik seperti kuduk biawak, kasai, bedaro, dan tampoi. Bibit-bibit tersebut dirawat di pusat pembibitan sekolah.
Sekolah ini mengadopsi Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) sebagai mata pelajaran muatan lokal. Anak-anak sejak dini diajarkan mengenali masalah lingkungan dan mencari solusinya.
“Pohon-pohon ini kalau sudah besar bisa berbuah sepanjang tahun. Buahnya bisa jadi makanan satwa, termasuk gajah,” kata Alfurqon di sekolahnya, Kamis (18/12/2024).
Bibit pohon itu akan ditanam di hutan sekolah seluas 2.500 meter persegi. Hutan sekolah ini berada di kawasan yang sebelumnya terdegradasi karena diubah menjadi kebun sawit.
Perubahan tersebut memicu konflik manusia dan gajah. Data Balai
Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi mencatat, konflik itu menyebabkan tiga gajah dan satu petani tewas sepanjang 2024.
Konflik Manusia dan Gajah
Supriyanto, guru Pendidikan Lingkungan Hidup di SDN 067, mengatakan konflik manusia-gajah berpotensi menimbulkan trauma bagi anak-anak.
“Kita tanamkan rasa cinta terhadap gajah. Mulai dengan mengenalkan bahwa kotorannya saja bisa jadi pupuk dan berguna untuk tanaman,” ujarnya.
Menurutnya, stigma gajah sebagai hama tidak sepenuhnya benar. Anak-anak diajarkan memahami dampak hilangnya tutupan hutan, seperti gajah kehilangan sumber makanan.
Anak-anak kemudian bergotong royong membuat pembibitan pohon endemik dan menanamnya di hutan sekolah. Pohon-pohon ini diharapkan dapat menghasilkan buah untuk makanan gajah.
Pembelajaran di sekolah ini tidak hanya fokus pada ekosistem hutan dan konflik manusia-gajah. Anak-anak juga diajarkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya agar bisa berkontribusi pada masyarakat.
“Mereka juga menanam sayur dalam pot, membibitkan ikan, dan merawat apotek hidup seperti jahe merah, kunyit, kencur, dan tanaman obat lainnya,” kata Supriyanto.
Belajar Kearifan Lokal
Dua siswa dengan pakaian hitam mempraktikkan jurus silat kampung. Silat ini menjadi bagian dari cara sekolah menyambut tamu penting.
Selain itu, anak-anak belajar mengayam rumbia menjadi tikar, membuat ambung dan kunju, serta memainkan alat musik kelintang kayu. Semua ini diajarkan langsung oleh maestro tradisi seperti Nyai Minah dan Kasah.
Namun, kedua maestro itu telah tiada. Anak-anak di sekolah ini menjadi generasi terakhir yang mewarisi kesenian tersebut.
Sekolah juga menerapkan kantin tanpa plastik. Penjual makanan dilarang menggunakan plastik sebagai pembungkus. Langkah ini menjaga kebersihan lingkungan sekolah dari sampah plastik.
Kepala Sekolah SDN 067, Sarjoni, mengatakan Pendidikan Lingkungan Hidup membuka peluang kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah desa dan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia.
“Kita mendapatkan elemen pembelajaran, termasuk buku Pendidikan Lingkungan Hidup dari WWF Indonesia, lalu disesuaikan dengan kurikulum,” ujar Sarjoni.
Program ini bertujuan mengenalkan masalah lingkungan sekitar kepada siswa dan mendorong kreativitas mereka untuk menghadapi tantangan.
Dalam jangka panjang, siswa diharapkan menjadi agen perubahan yang mampu hidup berdampingan dengan satwa dan melestarikan lingkungan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: BKSDA
-
/data/photo/2024/12/25/676bc4b772cfb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Anak-Anak di Jambi Olah Kotoran Gajah Jadi Pupuk, Tanam Bibit Pohon untuk Atasi Konflik Manusia-Gajah Regional 26 Desember 2024
-

Mengenal Molly, Viral Gajah 2,5 Ton di Bali Zoo Mati Terseret Arus Sungai, Tergeletak di Bebatuan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Mengenal sosok Molly, gajah peliharaan Bali Zoo yang hanyut terbawa air sungai.
Gajah betina Bali Zoo ditemukan mati pada Selasa (17/12/2024) pagi, di sungai kawasan Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali.
Evakuasi Molly pun memerlukan waktu cukup lama, hingga mendapatkan pengawalan dari personil Polsek Sukawati.
Pawas Ipda I Nengah Widiana mengatakan, pihaknya langsung menuju TKP bersama anggota gabungan piket fungsi ketika mendapatkan informasi penemuan gajah.
Namun, sesampainya di TKP, gajah itu, sudah dalam keadaan tidak bernyawa.
Kronologi Penemuan Molly
Dikutip dari Tribun-Bali.com, crew Bali Zoo inisial NMK (35) mengungkapkan, Molly hanyut karena air sungai yang sangat besar lantaran hujan lebat.
NMK menyebut, sebelumnya sudah dilakukan pencarian terhadap Molly pada Senin (16/12/2024) sampai pukul 22.00 Wita.
Namun, tak membuahkan hasil. Pencarian pun dilanjutkan pada Selasa ini, bersama crew Bali Zoo.
Beberapa saat kemudian, Molly ditemukan dalam keadaan mati di wilayah aliran sungai/tukad Cengcegan Banjar Tegal, Desa Guwang, sekira pukul 06.43 Wita,
Penemuan itu, lantas dilaporkan ke pihak Bali Zoo.
Gajah seberat kurang lebih 2,5 ton itu, ditemukan dalam posisi kepala menghadap ke utara dengan belalai masuk ke dalam batu. Sedangkan kaki gajah keduanya menghadap ke barat.
Selanjutnya, team dari BKSDA Gianyar merapat di lokasi untuk melakukan pengecekan.
Pihak Bali Zoo dan BKSDA Gianyar pun melakukan koordinasi dengan pihak desa setempat. Hal itu, dilakukan guna mengevakuasi Molly.
Berdasarkan rencana awal, akan dilakukan evakuasi terhadap bangkai gajah itu.
Nantinya, bangkai gajah akan dibawa ke Bali Zoo, di Banjar Apuan, Desa Singapadu.
Ketika Ditemukan, Molly Tergeletak di Bebatuan
Kapolsek Sukawati, Kompol I Ketut Suaka Purnawasa, mengatakan evakuasi gajah berjalan lancar.
Menurutnya, gajah dalam keadaan mati dan tergeletak di antara bebatuan sungai.
“Gajah telah ditemukan dalam keadaan mati di kawasan sungai. Saat ditemukan, sungai airnya dangkal, dan gajah tergeletak di bebatuan sungai,” terangnya.
Tentang Gajah Molly
Gajah Molly merupakan salah satu hewan milik Bali Zoo. Molly termasuk jenis Gajah Sumatera yang didatangkan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah.
Kini, Molly telah berusia 45 tahun. Moly sempat belajar di Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas, Lampung.
Gajah sumatera adalah subspesies gajah asia, nama ilmiahnya Elephas maximus sumatranus.
Di alam bebas, gajah sumatera hanya hidup di pulau Sumatera.
Saat ini, kondisinya sangat mengkhawatirkan dan digolongkan ke dalam daftar merah IUCN.
Sebagai informasi, daftar merah IUCN adalah daftar yang berisi status konservasi berbagai jenis makhluk hidup, seperti hewan, jamur, dan tumbuhan.
Habitat Gajah Sumatera
Gajah Sumatera hidup di hutan-hutan dataran rendah di bawah 300 meter dpl.
Namun, gajah ini juga sering ditemukan merambah ke dataran yang lebih tinggi.
Populasinya tersebar di 7 provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul BREAKING NEWS: Gajah Bali Zoo Yang Hanyut Ditemukan Tewas Di Kawasan Guwang Sukawati
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Tribun-Bali.com/I Wayan Eri Gunarta)
-

Buaya 4 Meter Berjemur di Pinggir Sungai Gegerkan Warga Tulang Bawang
Tulang Bawang, Beritasatu.com – Warga Rawapitu, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung digegerkan dengan kemunculan seekor buaya muara dengan panjang hampir 4 meter. Buaya muara tersebut terlihat oleh warga saat sedang berjemur di pinggiran sungai yang tidak jauh dari permukiman warga.
Seekor buaya muara berukuran hampir 4 meter terlihat di pinggir aliran sungai yang tidak jauh dari permukiman warga di Desa Andalas Cermin, Kecamatan Rawapitu, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
Buaya sungai tersebut dilihat oleh warga saat berjemur di pinggir sungai sambil membuka mulutnya, Rabu (11/12/2024). Kemunculan buaya muara ini menggegerkan warga setempat karena lokasi sungai berjarak hanya 15 meter dari permukiman warga.
Warga khawatir buaya tersebut akan menyerang mereka saat melintas di dekat sungai yang menjadi lokasi kemunculan buaya muara.
Meskipun belum ada laporan warga setempat yang diserang buaya, kemunculan buaya muara di Tulang Bawang tersebut membuat warga setempat resah karena mereka sering beraktivitas di pinggiran sungai.
Suyitno (47), salah seorang warga Desa Andalas Cermin mengatakan, kemunculan buaya muara tersebut bukan kali pertama terjadi.
“Kalau ada orang mancing, buaya muara itu sering menampakan diri. Terkadang malam dan terkadang siang hari,” kata Suyitno saat ditemui di lokasi munculnya buaya muara, Kamis (12/12/2024).
Menurut Suyitno, meski tidak ada warga yang diserang oleh buaya muara tersebut, semua warga resah dan khawatir suatu saat buaya tersebut akan menyerang warga.
“Warga resah dan khawatir karena warga sering beraktivitas di sekitar sungai seperti mencari rumput pakan ternak dan mencari ikan,” ujar Suyitno.
Warga berharap pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkartan) Kabupaten Tulang Bawang turun ke lokasi untuk mengevakuasi buaya 4 meter tersebut.
-

BRGM Targetkan Rehabilitasi 6.000 Hektar Lahan Mangrove di Sumut Tuntas 2027
Jakarta –
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menargetkan rehabilitasi lahan mangrove seluas 6.000 hektar di Sumatera Utara (Sumut) tuntas pada 2027. Percepatan rehabilitasi penanaman itu dilakukan melalui program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR).
“Kalau 6.000 kita jenjang sampai tahun 2027 ya, jenjang daya manusia itu sendiri, dari tahun 2024,” kata Asisten Rehabilitasi Mangrove PPIU M4CR Sumatera Utara, Sigit Prasetyo di Swiss-Belinn Hotel, Medan, Sumatera Utara, Minggu (1/12/2024).
Sigit mengatakan target rehabilitasi 6.000 hektar lahan mangrove itu merupakan data indikatif. Dia menuturkan pihaknya masih berupaya mencapai target tersebut hingga tahun 2027.
“Untuk target M4CR sendiri seperti yang kita tahu sejak awal, untuk di Sumatera Utara berdasarkan data indikatif di angka 6.000 (hektar). Perlu kita ketahui bersama juga bahwa data ini merupakan data indikatif sebelum dilakukan identifikasi dan inventarisasi sehingga untuk sampai detik ini, kita masih berprogres untuk menuju angka yang sudah ada,” ujarnya.
Dia mengatakan percepatan rehabilitasi mangrove di Sumut dilakukan dengan penambahan kurikulum mangrove di tingkat SMA. Kemudian, peningkatan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi secara formal dan informal, serta kerja sama dengan perguruan tinggi dalam menyusun rancangan kegiatan.
“Dan untuk progress tersebut kita melaksanakan beberapa strategi pelaksanaan percepatan rehabilitasi mangrove di Sumut. Mulai dari peningkatan kesadaran masyarakat melalui penambahan kurikulum mangrove tingkat SMA, sosialisasi baik formal dan informal, kita juga melaksanakan kerja sama dengan universitas dalam rangka penyusunan rancangan kegiatan untuk pencapaian target kita, juga baru-baru ini coba membentuk tim rehabilitasi mangrove dengan rekan-rekan yang ada di BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) utamanya untuk wilayah konservasi,” tuturnya.
“Kerusakan mangrove sendiri banyak mempengaruhi mulai dari mata pencarian dari nelayan dan yang lain, mempengaruhi juga kepada banjir rob karena seperti yang kita tahu mangrove sendiri menjadi benteng utama atau penahan dari arus-arus banjir rob. Apabila sistem mangrove itu hilang akan mempengaruhi permukiman yang berada di sekitar pesisir,” ujarnya.
Sebagai informasi, Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) adalah program konservasi yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan World Bank. Program ini bertujuan untuk merehabilitasi ribuan hektar mangrove yang terdegradasi di 4 fokus lokasi yakni Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Program ini juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam aksi iklim global. Tujuannya yakni untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir terhadap bencana alam melalui pendekatan konservasi yang terpadu.
(mib/idn)
-

Buaya Peliharaan Warga Seberat 100 Kg Dievakuasi dari Kali Winongo
Yogyakarta, Beritasatu.com – Petugas pemadam kebakaran (damkar) Yogyakarta mengevakuasi seekor buaya sepanjang sekitar empat meter dengan berat 100 kilogram di Kali Winongo, Bener, Tegalrejo. Buaya tersebut merupakan hewan peliharaan warga yang lepas dari kandangnya.
Proses evakuasi dimulai setelah warga RT 11 Bener, Tegalrejo, melaporkan keberadaan buaya tersebut pada pukul 07.25 WIB. Warga merasa takut dan tidak berani menangkapnya sendiri.
“Awalnya buaya berada di pekarangan dekat ruang terbuka hijau. Buaya ini diduga milik warga yang terlepas dari kandangnya,” ujar Perirula, komandan regu damkar Yogyakarta kepada Beritasatu.com, Jumat (29/11/2024).
Menurut keterangan warga, buaya yang berumur sekitar 10 tahun itu telah dipelihara oleh salah satu warga di bak penampungan di belakang rumahnya. Sebelumnya, buaya ini sudah dua kali lepas, tetapi tidak pernah menyerang warga.
Evakuasi berjalan cukup sulit karena ukuran buaya yang besar. Tujuh petugas pemadam kebakaran dikerahkan dan membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk menjinakkan buaya tersebut.
Saat ini, buaya yang lepas ke Kali Winongo itu telah diamankan di Mako Induk Damkar Kota Yogyakarta. Rencananya, buaya tersebut akan diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
-
/data/photo/2024/11/29/674928c784dab.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Seekor Buaya Muncul di Pinggir Sungai Kota Yogyakarta, Liar? Yogyakarta 29 November 2024
Seekor Buaya Muncul di Pinggir Sungai Kota Yogyakarta, Liar?
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Warga Bener, Tegalrejo, RW 3, RT 11 Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dihebohkan dengan penemuan buaya berukuran 2,5 meter yang muncul di pinggir sungai dekat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bener, Jumat (29/11/2024) pagi.
Kejadian ini langsung dilaporkan kepada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Yogyakarta.
Komandan Regu Evakuasi, Petrilula, menjelaskan bahwa laporan mengenai buaya tersebut diterima pada Jumat (29/11/2024) sekitar pukul 07.25 WIB.
“Ada warga yang datang ke kami laporan langsung ke Mako Mojo. Terus kita datang ke lokasi untuk evakuasi,” ujarnya Jumat (29/11/2024).
Dia mengungkapkan buaya muncul di pinggir sungai yang dekat dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bener.
Menurutnya kemungkinan buaya tersebut merupakan peliharaan.
“Itu peliharaan kayaknya. Tapi belum tahu siapa yang punya,” kata dia.
Proses evakuasi lanjut Petrilula membutuhkan waktu 30 menit dengan melibatkan 7 orang personel.
Sewaktu proses evakuasi, buaya sempat berontak dan kabur.
“Sempat lari berontak. Tadi satu regu 7 orang. Evakuasi setengah jam,” kata dia.
Saat ini, buaya tersebut ditempatkan di Mako Induk Damkarmat Kota Yogyakarta dan menunggu evakuasi dari pihak BKSDA.
“Sudah ditelponkan BKSDA,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Damkarmat Kota Yogyakarta, Adik yang turut melakukan evakuasi mengatakan evakuasi buaya baru pertama kali dilakukan.
“Proses evakuasi buaya memang begitu pakai tali, kita di Jogja belum pernah menangani,” kata dia.
“Buaya sekitar 2,5 meter beratnya lebih dari 100 (kilogram), gendut itu buayanya sampai diangkut 4 orang,” kata dia.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Nggak Melulu soal Cuan, Pertamina Dukung Bisnis Berkelanjutan via 5 Ton Lebih Sampah Anorganik
Jakarta: Perusahaan-perusahaan BUMN didorong untuk terus menciptakan bisnis yang berkelanjutan. Tidak melulu soal mencari cuan tetapi juga untuk menjaga lingkungan.
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat (JBB) melalui Integrated Terminal (IT) Jakarta menyelenggarakan kegiatan Coastal Clean-Up di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut dengan berkolaborasi bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta.
Pulau Rambut merupakan pulau yang menjadi rumah bagi lebih dari 50 spesies burung, termasuk Bangau Bluwok. Dengan tubuh besar, kaki dan leher panjang serta sayap lebar, burung Bangau Bluwok yang menjadi ikon Pulau Rambut saat ini tengah menghadapi ancaman serius akibat pencemaran lingkungan pesisir oleh sampah anorganik seperti plastik, logam dan bahan-bahan lain yang sulit terurai.
Melalui kegiatan ini, Pertamina Patra Niaga Regional JBB mengajak berbagai pihak untuk aktif melindungi kebersihan kawasan konservasi demi memastikan habitat burung air tetap lestari.
Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Regional Jawa Bagian Barat Eko Kristiawan mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi bukti komitmen perusahaan dalam mendukung keberlanjutan lingkungan melalui kolaborasi yang nyata.
“Kegiatan Coastal Clean-Up ini menjadi bagian penting dalam upaya melestarikan ekosistem pesisir di Pulau Rambut. Sampah anorganik tidak hanya merusak keindahan alam namun juga mengancam keberlangsungan hidup spesies burung langka seperti Bangau Bluwok,” kata Eko dalam keterangan tertulis, Selasa, 26 November 2024.
Menjaga kawasan konservasi
Menurutnya, melalui aksi ini dapat mendorong kesadaran kolektif untuk menjaga kawasan konservasi ini sebagai warisan ekologi yang berharga.
Kegiatan aksi bersih pantai ini merupakan bagian dari program Konservasi Bangau Bluwok, yang bertujuan untuk mendukung pelestarian ekosistem pesisir sekaligus melindungi habitat burung air langka Bangau Bluwok (Mycteria cinerea).
Lebih lanjut, hasil dari kegiatan ini adalah terkumpulnya 5.200 kg (5,2 ton) sampah anorganik menggunakan 1.100 karung dalam kurun waktu enam hari.
Sebagai bagian dari program Konservasi Bangau Bluwok, Integrated Terminal Jakarta PT Pertamina Patra Niaga bertekad untuk menjadikan kegiatan ini sebagai agenda rutin tahunan.
Selain itu, perusahaan juga akan terus mendorong edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah berbasis komunitas untuk memastikan bahwa upaya pelestarian tidak hanya berhenti pada aksi bersih-bersih, namun juga menjadi kegiatan berkelanjutan sehingga dapat menciptakan dampak jangka panjang bagi lingkungan.
“Program ini tidak hanya mencerminkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan namun menjadi langkah nyata dalam mendukung ekosistem pesisir yang lebih sehat dan berkelanjutan. Kami percaya bahwa untuk menjaga kelestarian alam tidak cukup hanya dengan mengandalkan upaya satu pihak saja tapi dengan berkolaborasi bersama kita dapat menciptakan dampak yang lebih besar demi keseimbangan lingkungan,” tutur Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(ANN)
-

Kamalludin Ikhlas Lepas Beruang yang 3 Tahun Dirawatnya, Ogah Dibeli Jutaan Rupiah, Asuh Sejak Bayi
TRIBUNJATIM.COM – Pasangan suami istri bernama Kamalludin dan Wahyu Pitri Ningsih sudah 3 tahun merawat beruang madu.
Beruang madu itu mereka asuh sejak bayi.
Kini mereka ikhlas menyerahkan beruang madu itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng pada Jumat (8/11/2024).
Awal mula mereka merawat beruang madu itu pun terkuak.
Pasutri ini merawat dan memperlakukan satwa dilindungi itu seperti anak sendiri di rumahnya yang terletak di Desa Sikui, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah.
Kamalludin kembali mengenang saat-saat pertama kali bertemu dengan beruang madu, persisnya di awal tahun 2022.
Awalnya, kakak Kamalludin yang bernama Edy Susanto (38) menemukan bayi beruang saat tengah bekerja memotong kayu di PT Austral Bina, perusahaan pengusahaan hutan di desa setempat.
“Waktu beliau menebang kayu di areal hutan perusahaan, terdengar suara teriakan, beliau datangi sumber suara, eh ternyata ada bayi beruang,” ungkap Kamalludin berbincang-bincang melalui sambungan telepon, Jumat (15/11/2024), melansir dari Kompas.com.
Sang kakak mencoba memastikan apakah bayi beruang tersebut memiliki induk atau tidak.
Setelah berjam-jam menunggu, tangis bayi beruang tak kunjung reda, sang induk pun tidak terlihat juga batang hidungnya.
“Beliau dekati lagi, bayi beruang itu ternyata masih ada tali pusarnya, kemungkinan kurang dari satu minggu dilahirkan, dilihat-lihat tidak ada induknya, langsung dibawa pulang,” ujar pria berusia 33 tahun ini.
Edy hanya bisa merawat bayi beruang itu selama tiga hari karena kesibukan bekerja.
Dia akhirnya memercayakan hewan dengan nama latin Helarctos malayanus itu untuk dirawat oleh Kamalludin dan sang istri.
Meski beruang itu sempat ditawar untuk dibeli seharga Rp 1,5 juta-3 juta, sang kakak bersikukuh tak ingin menjual beruang itu.
“Meski ditawar, beliau nggak mau menjual, khawatir beruang itu terjadi apa-apa. Karena kebetulan kami juga senang merawat binatang, jadi beliau memercayakan kami untuk merawatnya,” ungkap ayah dua anak ini.
Kamalludin dan istri sepakat memberikan nama “Lutung” kepada beruang tersebut.
Dalam bahasa Dayak Bakumpai, ujar dia, Lutung berarti hitam.
Selaras dengan kondisi fisik beruang madu berjenis kelamin laki-laki tersebut yang diselimuti bulu hitam.
“Tapi lama kelamaan, nama Lutung tadi berubah jadi sapaan yang lebih akrab, yakni Untung, setelah itu beruangnya kami panggil Untung, itu panggilan manis dia,” ungkap Kamalludin.
Sempat bingung bagaimana cara memberi makan si beruang, Kamalludin dan istri pun berinisiatif untuk memperlakukan beruang itu selayaknya bayi manusia.
Beruang diberikan sayur-sayuran dan nasi seiring pertumbuhannya.
Dengan niat merangsang tumbuh kembang, mereka memberikan bayi beruang susu bayi manusia sesuai rentang umur yang mereka perkirakan.
“Dari kecil kami rawat, kurang lebih waktu usia setahun sampai 1,5 tahun, kami kasih susu formula saja,” ucap dia.
Awalnya, susu bayi yang mereka berikan cukup untuk satu bulan.
Tetapi lama-kelamaan, bayi beruang terlihat ketagihan untuk meminum susu itu.
“Yang satu kilogram kemudian hanya cukup untuk satu minggu, setelah itu tak berselang lama, hanya tahan sampai empat hari,” ujar dia.
Dengan pola konsumsi demikian, bayi beruang memperlihatkan tumbuh kembang yang positif.
“Alhamdulillah membesar dengan sehat, rupanya cocok dengan pola perlakuan seperti bayi manusia,” imbuh dia.
Kamalludin menyebut tidak ada sifat buas yang ditampilkan dari hewan ini, mengingat mereka sudah merawat hewan itu sejak bayi hingga jinak.
Kedua pasutri ini berusaha agar si beruang dijaga dengan baik.
Untung ditempatkan di kandang yang sesuai dengan kondisi fisiknya.
Apabila dilepas, maka keluarga Kamalludin sebisa mungkin menjaganya agar tidak berkeliaran.
“Kalau dilepas kan membuat khawatir, makanya diawasi terus,” tuturnya.
Mereka juga sudah sering mendapat tawaran pembelian berjuta-juta atas beruang madu tersebut.
Masyarakat umum kerap menawarkan pembelian atas beruang itu.
Namun, mereka sudah kadung sayang dan sadar bahwa hewan tersebut harus dilindungi.
“Kami sering didatangi orang, untuk sekadar memfoto atau membeli, kami tegas menolak harga berapapun yang ditawarkan, karena kami merawat ini dengan baik, justru kami khawatir kalau dia dilepaskan di sembarang tempat,” jelasnya.
Seiring dengan semakin besarnya si beruang, kandang yang mereka buat pun sudah tidak layak lagi karena terlalu kecil.
Mereka sempat berpikir untuk melepasliarkan di hutan yang dekat dengan rumah, namun khawatir akan keselamatan si beruang.
“Kami berpikir lama sebelum akhirnya kami serahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di sini, sehingga pada Jumat (8/11/2024) kemarin dibawa oleh mereka,” ucapnya.
Meski sempat bersedih akan kehilangan hewan yang mereka rawat sejak bayi, namun mereka iba dengan kondisi si beruang.
“Kami merasakan, meskipun dia senang bersama kami, tetapi kami seperti menghukum dia, kapan dia bebas, dan lain-lain, karena memang semestinya dia bebas,” ujarnya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalteng, Hendi Nasoka menjelaskan, saat diserahkan beruang itu dalam kondisi sehat.
Pihaknya tengah merawat beruang itu di kandang habituasi Cagar Alam Pararawen di Kecamatan Teweh Tengah.
“Kami rawat dulu, sambil kami munculkan sifat liarnya lagi, kalau nanti sudah siap untuk dilepasliarkan, akan kami lepasliarkan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (14/11/2024).
Mereka belum dapat memastikan kapan beruang itu bisa dilepasliarkan.
Sebab kondisi itu tergantung dari kecepatan beruang untuk beradaptasi di alam liar.
Jika dilepasliarkan dalam kondisi belum siap, sifat liarnya tidak muncul, maka tidak akan bisa survive di alam.
“Terkait tempat mana nanti dia akan dilepas, kemungkinan di Cagar Alam Pararawen itu juga, jadi tidak terlalu jauh kami lepaskan, karena di sana juga ada habitat untuk beruang madu juga,” pungkasnya.
Peristiwa Lain
Sementara itu seekor beruang hitam kembali terekam sedang mencari makan di tempat sampah di Kabupaten Lampung Barat.
Diduga, beruang ini adalah satwa yang sama dengan yang terekam Agustus 2024.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung, Komisaris Besar Umi Fadillah, membenarkan adanya laporan dari anggota Polres Lampung Barat terkait satwa liar yang memasuki wilayah permukiman warga.
“Benar, ada penampakan satwa liar jenis beruang di lokasi. Tim sudah ke lokasi untuk menelusurinya,” kata Umi saat dikonfirmasi via telepon, Rabu (9/10/2024) siang.
Beruang tersebut terlihat berada di belakang tempat pembuangan sampah (TPS) Pekon Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit, pada Selasa (8/10/2024) sore.
Mengawal Astacita Pariwisata Artikel Kompas.id Dari hasil penelusuran sementara, diduga satwa tersebut sedang mencari makanan di TPS tersebut.
Sementara itu, Komandan Kodim 0422 Lampung Barat, Letnan Kolonel Inf Rinto Wijaya menyatakan, beruang itu kemungkinan adalah individu yang sama dengan beruang yang pernah dilihat warga pada 10 Agustus 2024.
Rinto menjelaskan, ada perubahan perilaku dari satwa liar tersebut.
Beruang itu kini keluar dari hutan dan masuk ke permukiman warga untuk mencari makanan.
“Perilaku ini terjadi karena memang di dalam sana (hutan) tidak ada makanan,” tambahnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
-

Pasang 5 Perangkap, Warga di Bengkulu Utara Tangkap Harimau Betina
Bengkulu, Beritasatu.com – Seekor harimau Sumatera berhasil masuk ke dalam perangkap yang dipasang warga di Desa Kinal Jaya, Kecamatan Napal Putih, Bengkulu Utara. Harimau tersebut dievakuasi dan dibawa oleh tim BKSDA Provinsi Bengkulu.
Warga memasang lima perangkap untuk menangkap harimau yang meresahkan ini. Satu dari lima perangkap yang dipasang Kecamatan Napal Putih berhasil menjerat seekor harimau betina berukuran remaja.
Wakapolres Bengkulu Utara Kompol Kadek Suwantoro, pada Kamis (14/11/2024) mengatakan, pihaknya langsung menuju ke lokasi seusai mendapat informasi dengan menurunkan tim cegah hewan buas.
“Untuk evakuasi baru dilakukan bersama pihak BKSDA Bengkulu. Seusai dievakuasi, harimau kemudian dibawa oleh pihak BKSDA,” ujar Kadek.
Meski sudah berhasil menangkap seekor harimau, Kadek mengimbau warga untuk tetap berhati-hati. Sebab diperkirakan, masih ada beberapa ekor harimau yang berkeliaran.
Oleh karenanya, sisa perangkap harimau yang ada masih tetap dibiarkan warga di lokasi di Pinang Raya dan Napal Putih. “Tim cegah hewan buas Bengkulu Utara juga akan terus melakukan patroli.” ungkap Kadek.
