Kementrian Lembaga: BKSDA

  • Heboh Buaya Berukuran Raksasa Muncul di Permukiman Saat Banjir Makassar

    Heboh Buaya Berukuran Raksasa Muncul di Permukiman Saat Banjir Makassar

    Liputan6.com, Makassar – Seekor buaya berukuran besar muncul di tengah permukiman warga saat banjir melanda Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada Rabu (12/1/2025) malam. Kemunculan buaya itu pun sempat membuat warga setempat heboh.

    Dalam sejumlah video yang beredar, buaya tersebut berenang di salah satu lorong yang masih terendam banjir setinggi lutut orang dewasa. Warga setempat pun sempat berupaya mengusir buaya tersebut. 

    Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto, langsung memerintahkan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Makasssar untuk segera menangkap buaya tersebut. Ia khawatir buaya tersebut masuk ke rumah warga. 

    “Pemadam Kebakaran tolong segra tangani itu. Jangan sampai ada korban,” kata Danny Pomanto. 

    Tak butuh waktu lama, buaya berukuran sekitar 4 sampai 5 meter tersebut berhasil diamankan oleh tim Damkar. Buaya tersebut nantinya akan diserahkan ke penangkaran. 

    “Satu ekor buaya sudah diamankan dan dibawa ke Mako Damkar. Selanjutnya kami berkoordinasi dengan BKSDA untuk buaya tersebut dijemput,” kata Kadis Damkar Makassar, Hasanuddin. 

     

     

     

  • Tim Konservasi Cari Orangutan yang "Nongol" di Lokasi Tambang dan Bangunan Kosong
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 Februari 2025

    Tim Konservasi Cari Orangutan yang "Nongol" di Lokasi Tambang dan Bangunan Kosong Regional 12 Februari 2025

    Tim Konservasi Cari Orangutan yang “Nongol” di Lokasi Tambang dan Bangunan Kosong
    Tim Redaksi

    SAMARINDA, KOMPAS.com
    – Kelestarian orangutan kembali menjadi perhatian publik setelah dua orangutan diduga terlihat di lokasi tambang dan bangunan kosong.
    Kasus ini viral di media sosial dan mendorong
    Centre of Orangutan Protection
    (COP) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur untuk segera turun tangan melakukan pencarian dan penyelamatan.
    Upaya Penyelamatan Orangutan
    Manajer Area Kalimantan COP, Satria Wardana, menjelaskan bahwa pihaknya telah memiliki program khusus dalam menjaga kelestarian orangutan.
    “Kami melakukan patroli lapangan, punya
    forest school
    di Labanan untuk melatih orangutan kembali hidup di habitat alami, serta pusat rehabilitasi di Kampung Tasuk, Gunung Tabur, yang fokus pada penanganan medis dan rehabilitasi,” ungkapnya, Selasa (11/2/2025).
    Satria menambahkan, salah satu tantangan terbesar dalam konservasi adalah mengembalikan orangutan yang pernah dipelihara manusia ke habitat aslinya.
    “Indikator utama keberhasilan kami adalah kemampuan orangutan membuat sarang di alam. Kalau mereka sudah bisa, itu jadi penilaian kami untuk pelepasliaran,” jelasnya.
    Ia juga menekankan pentingnya dukungan masyarakat lokal dalam menjaga keberlanjutan program konservasi ini.
    Tim Konservasi Lakukan Pencarian di Lokasi Tambang
    Merespons laporan keberadaan dua orangutan di lokasi tambang dan bangunan kosong, BKSDA Kaltim bersama COP segera turun ke lapangan untuk melakukan pencarian.
    Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKSDA Kaltim, Dheny Mardiono, mengungkapkan bahwa tim sudah bergerak selama empat hari terakhir, meskipun hingga kini orangutan tersebut belum ditemukan.
    “Kami mendapat info ada di lokasi tambang dan bangunan kosong. Selama empat hari terakhir, tim terus mencari, meskipun hingga kini belum ditemukan,” ujar Dheny, Rabu (12/2/2025).
    Jika orangutan berhasil ditemukan, langkah pertama yang akan dilakukan adalah pemeriksaan kesehatan melalui rapid assessment sebelum memindahkan mereka ke lokasi yang lebih aman.
    “Jika tidak sesuai standar, rehabilitasi akan dilakukan. Kami bekerja sama dengan dua NGO utama, yaitu COP dan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF),” tambah Dheny.
    Sinergi antara BKSDA, COP, dan NGO lainnya menjadi bukti
    penyelamatan orangutan
    terus menjadi prioritas meskipun menghadapi tantangan besar.
    Satria berharap perhatian masyarakat terhadap konservasi orangutan dapat terus meningkat, karena tanpa dukungan masyarakat, upaya penyelamatan satwa liar akan semakin sulit.
    “Kami berharap lebih banyak orang peduli dengan konservasi, karena menjaga orangutan berarti menjaga ekosistem kita sendiri,” tutupnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BKSDA Yogyakarta Lepasliarkan Belasan Rusa Timor di Taman Nasional Baluran

    BKSDA Yogyakarta Lepasliarkan Belasan Rusa Timor di Taman Nasional Baluran

    Liputan6.com, Situbondo – Sebanyak 15 ekor rusa Timor (Cervus timorensis) di lepas liarkan di kawasan Balai Taman Nasional Baluran, Situbondo. Belasan Rusa Timor itu hasil dari pelimpahan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta. “Sebelum kita lepas liarkan, belasan ekor rusa Timor ini kita tempatkan terlebih dahulu di kandang habituasi resort Labuhan Merak sebagai tahapan persiapan  untuk adaptasi,”ujar Kepala Balai Taman Nasional Baluran, Johan Setiawan, Kamis (6/2/2025).

    Kata Johan, pelepas liaran rusa Timor ini, merupakan upaya konservasi untuk mendongkrak populasi rusa Timor di Taman Nasional Baluran, sehingga bisa menjaga ekosistem  alam di TN Baluran. “Sebelumnya populasi rusa Timor di Taman Nasional Baluran masih ada, dan dengan bertambahnya  belasan ekor lagi ini, mudah- mudahan populasinya semakin meningkat, untuk menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya,” kata Johan.

    Pelepas liaran rusa Timor ini, menurut Johan juga menjadi wujud kolaborasi antara Taman Nasional Baluran dan BKSDA Yogyakarta guna menjaga keaneragaman hayati Indonesia. “Dengan populasi satwa yang sehat, Taman Nasional Baluran kita harapkan tetap menjadi surga bagi berbagai spesies endemik Nusantara,” paparnya.

    Rusa Timor adalah salah satu jenis rusa yang hidup di Indonesia. Rusa Timor termasuk hewan pemama biak (ruminan) dalam family Cervidae dan ordo Artiodactyla.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 106 tahun 2018, rusa Timor tergolong satwa yang dilindungi.

    Tinggi Rusa Timor jantan saat dewasa adalah 110 cm, sedangkan betinanya sedikit lebih pendek dengan tinggi 10 cm. Ciri khas rusa Timor adalah memiliki ekor panjang, tungkai pendek, dahi cekung, gigi seri besar, dan bulu berwarna coklat kekuningan.

    Rusa Timor jantan memiliki antlers (Tandukrusa) yang bercabang tiga dengan ujung yang runcing serta kasar. Panjang tanduk rusa Timor, rata- ratanya adalah 80 hingga 90 cm.

    Rusa Timor dapat hidup di wilayah dataran rendah hingga di ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut. Habitat rusa Timor yang alami adalah savana dan vegetasi hutan. Di Indonesia, rusa Timor dapat ditemukan di Timor, kemudian menyebar ke pulau- pulau terdekat, seperti Sumba, Rote Ndao Flores, Alor, Maluku, Sulawesi, dan Papua, Khususnya Merauke.

     

     

     

  • Harimau Kembali Terkam Sapi hingga Mati di Aceh Timur, Perangkap Gagal
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 Februari 2025

    Harimau Kembali Terkam Sapi hingga Mati di Aceh Timur, Perangkap Gagal Regional 6 Februari 2025

    Harimau Kembali Terkam Sapi hingga Mati di Aceh Timur, Perangkap Gagal
    Tim Redaksi
    ACEH TIMUR, KOMPAS.com
    – Satu sapi milik Irwan (45), warga Desa Julok Rayeuk Selatan, Kecamatan Indra Makmur, Kabupaten
    Aceh Timur
    , Provinsi Aceh, ditemukan mati.
    Harimau
    diduga menjadi pemangsa sapi tersebut.
    Kapolsek Indra Makmur, Iptu Muhammad Alfata, pada Kamis (6/2/2025), menyebutkan, sapi itu ditemukan mati di perkebunan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN).
    “Diduga baru saja mati karena masih ada sisa darahnya,” kata Kapolsek Indra.
    Dia menyebutkan, dalam dua bulan terakhir, gangguan
    harimau
    semakin masif terjadi di pedalaman Kabupaten Aceh Timur itu.
    “Kami imbau, sebelum harimaunya tertangkap, lebih baik sapi dipelihara di dekat rumah dulu agar kasus serupa tidak terulang lagi,” terangnya.
    Sementara itu, Kepala Bidang Konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh, Kamarudzaman, dihubungi terpisah, menyebutkan, dua kali pemasangan perangkap harimau di kawasan itu belum membuahkan hasil.
    “Belum masuk ke perangkap harimaunya. Sudah dua kali kami coba,” tuturnya.
    Sebelumnya, BKSDA Provinsi Aceh, Jumat (31/1/2025), memasang dua perangkap harimau di Kecamatan Indra Makmur dan Kecamatan Nurussalam, Kabupaten Aceh Timur.
    Pemasangan perangkap itu sebagai upaya untuk menangkap
    harimau sumatera
    yang sebulan terakhir memangsa hewan ternak di Kabupaten Aceh Timur.
    Setidaknya, tujuh sapi telah mati dalam sebulan terakhir.
    BKSDA berharap dukungan warga untuk menjaga kawasan hutan sehingga harimau atau hewan lainnya tidak turun ke permukiman.
    “Dalam jangka panjang, kami harap Pemerintah Kabupaten Aceh Timur bisa membuat program perlindungan kawasan hutan,” tuturnya.
    “Sebab, hutan yang berubah menjadi area perkebunan itu membuat habitat hewan terganggu,” katanya.
    Upaya pemeliharaan hutan perlu dilakukan secara bersama-sama agar peristiwa gangguan harimau bisa diatasi dalam jangka panjang.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Relawan Bencana Cemaskan Banjir Bandang dari Lereng Selatan Argopuro Hantam Jember

    Relawan Bencana Cemaskan Banjir Bandang dari Lereng Selatan Argopuro Hantam Jember

    Jember (beritajatim.com) – Relawan kebencanaan mencemaskan potensi banjir bandang besar dari lereng Gunung Argopuro menghantam Kabupaten Jember, Jawa Timur. Air bah berasal dari Danau Tunjung.

    Mereka menemukan potensi ini saat memantau kondisi lereng selatan Gunung Argopuro pada 20-25 Desember 2024 bersama petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam.

    “Dari Cikasur kami turun ke arah Danau Tunjung yang berada di ketinggian kurang lebih 1.800 meter di atas permukaan laut,” kata Matiyas Catur Wibowo, seorang relawan kebencanaan, Minggu (2./2/2025).

    Para relawan menemukan sejumlah retakan di bagian bawah Danau Tunjung yang mengarah ke sungai Kali Putih Jember. “Beberapa retakan terlihat jelas berjarak 200-300 meter dari bibir danau. Kedalamannya 50-60 centimeter. Lebarnya 20-30 centimeter,” kata Matiyas.

    Mereka juga menemukan banyak danau kecil yang sebelumnya tidak pernah ada. “Artinya, kemungkinan kondisi tanahnya berubah, atau kondisi tanah menurun yang menyebabkan terjadinya cekungan di atas dan bawah Danau Tunjung,” kata Matiyas.

    Dengan melihat citra satelit, Matiyas memprediksi luas danau yang terisi air kurang lebih 3,6 hektare. “Kedalaman air kami prediksi 2,5 sampai 3 meter. Kami punya foto Danau Tunjung dalam kondisi kemarau dan musim hujan sekarang,” katanya.

    Matiyas mencemaskan air yang mengalir lewat bagian bawah dan membuat bagian tanah penahan air jebol. “Itu menakutkan. Sementara di Danau Tunjung, dengan luas 3,6 hektare, kurang lebih ada 90 juta meter kubik air yang ada dalan danau itu. Kalau sampai terjadi kebocoran, bisa berbahaya karena berpotensi banjir bandang seperti 2006 lalu,” katanya.

    Banjir bandang yang menghantam Kecamatan Panti dan sekitarnya terjadi pada malam tahun baru 2006 saat hujan turun deras. Saat itu volume air bah diperkirakan sama dengan luasan 1,6 hektare Danau Tunjung. “Ini tiga kalinya. Sangat berbahaya. Kami sudah mencoba melaporkan ini dengan temuan teman-teman di lapangan. Kami berharap ada mitigasi dari pihak-pihak terkait,” kata Matiyas.

    Danau Tunjung termasuk dalam wilayah konservasi. Matiyas dan kawan-kawan melaporkan temuan ini kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jember dan BKSDA Jatim. “Kemarin ada respons dari BKSDA untuk memonitor kawasan Danau Tunjung,” katanya.

    Matiyas juga menginformasikan hal ini kepada Kepolisian Resor Jember. “Kami berharap dengan informasi ini, bisa segera diambil langkah. Karena menurut kami ini mengerikan sekali. Urgen, harus segera dilakukan mitigasi ulang. Dicek bersama kondisi Danau Tunjung sekarang,” katanya.

    Apalagi intensitas hujan pada Januari-Februari 2025 tinggi. “Kalau kita lihat jarak Danau Tunjung dengan pemukiman terdekat kurang lebih 15 kilometer. Dengan ketinggian 1.800 meter dan volume air itu, kalau ini jebol maka memungkinkan air yang turun membawa banyak material, karena di bagian bawah banyak longsoran karena alih fungsi lahan,” kata Matiyas.

    Menurut Matiyas, tanaman kopi di lereng Argopuro lebih banyak dibandingkan 2006 silam. “Bisa jadi material yang turun berupa tanah, lumpur, batu, dan kayu-kayu. Dengan kemiringan kurang kebih 40-45 derajat dan volume air segitu, dalam waktu 12-15 menit air sudah sampai di pemukiman terdekat,” katanya.

    Matiyas tidak bisa memprediksi kemungkinan waktu terjadinya banjir bandang itu. “Harus ada mitigasi lanjutan dan tim yang lebih ahli untuk bisa memprediksi. Tanpa perhitungan seperti ini dengan intensitas hujan seperti ini, kan rawan. Namanya bencana tidak bisa diprediksi, tapi paling tidak bisa dianalisis,” katanya.

    Kepala BPBD Jember Widodo Yulianto mengatakan, berdasarkan informasi dari BKSDA pada 15 Januari 2025, kondisi Dana Tunjung tidak terlalu berpotensi menjadi ancaman signifikan. “Tidak ada potensi jebol. Aman terkendali,” katanya.

    Menurut Widodo, debit air di Danau Tunjung tidak terlalu tinggi. “Malah seluas itu banyak endapannya,” katanya.

    BPBD Jember akan berkoordinasi dengan perguruan tinggi yang memiliki ahli geologi untuk melihat potensi retakan di lereng Argopuro.

    Widodo menilai informasi dari relawan kebencanaan harus dianalisis kembali oleh para pakar, termasuk pakar geologi. “Kalau tidak bawa (pakar) geologi, tidak pas. Harus ada analisis. Tapi tetap Destana (Desa Tangguh Bencana) kami imbau waspada,” katanya. [wir]

  • Pemkab Cari Cara Sebab Tarif Rp 54.900 Bikin Sepi Pengunjung Curug Nangka

    Pemkab Cari Cara Sebab Tarif Rp 54.900 Bikin Sepi Pengunjung Curug Nangka

    Bogor

    Wisatawan lokal yang berjalan kaki mengeluhkan tarif masuk Curug Nangka di Kabupaten Bogor yang dirasa kemahalan, yakni Rp 54.900,00 per orang. Keluhan viral di media sosial. Pemerintah Kabupaten kemudian mencari cara untuk menindaklanjuti keluhan pengunjung.

    Tarif yang dirasa kemahalan dinilai juga membuat objek wisata di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menjadi sepi. Kondisi sepi pengunjung juga berdampak pada pendapatan warga yang menggantungkan nafkahnya pada kunjungan wisata.

    Dalam video yang dilihat detikcom, Kamis (30/1/2025), rombongan wisatawan diminta membayar Rp 54.900,00. Menurut wisatawan tersebut, harga itu tak masuk akal. Apalagi mereka juga tak membawa kendaraan dan berjalan kaki ke lokasi curug tersebut.

    Menanggapi video viral tersebut, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bogor Yudi Santosa memberikan penjelasan. Dia mengatakan harga tersebut disepakati oleh pengelola, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Perhutani, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

    “Harga tiket pada lokasi kawasan wisata di bawah pengelolaan KLHK, seperti Perhutani, BKSDA, TNGGP, dan TNGHS, seluruhnya ada kenaikan PNBP sejak November 2024. Pemberitahuannya disampaikan kepada kami,” kata Yudi.

    Sebelum tarif menjadi RP 54.900,00, harga sebelumnya adalah RP 32.000,00 saat akhir pekan. Yudi selaku Kadisparbud menilai rincian harga yang mendongkrak kenaikan tarif itu tidak disosialisasikan ke masyarakat. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor kemudian melakukan evaluasi.

    “Hasil evaluasi kami, hal tersebut mengakibatkan munculnya berbagai keluhan, dan berakibat sepinya pengunjung dan berdampak ujungnya masyarakat terkena dampak, seperti UMKM,” tutur Yudi dalam keterangannya.

    Dia juga telah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk masalah itu. Yudi menyebut penetapan harga tersebut tidak melibatkan pemerintah daerah. Pihak yang dia koordinasikan adalah Perhutani, TNGHS, TNGPP, dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

    Halaman selanjutnya, faktor kenaikan tarif:

    Faktor Kenaikan Tarif

    Curug Nangka (Masiatun Abdulhadi/d’Traveler)

    Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor, Yuliana Idrus, menjelaskan fakto ryang melatarbelakangi kenaikan tarif masuk objek wisata Curug Nangka. Faktor pertama yakni terbitnya Peraturan Pemerintah tahun lalu, yakni PP NOmor 36 Tahun 2024 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

    Pihak yang berwenang atas Curug Nangka yang masuk kawasan TNGHS adalah Kementerian Kehutanan atau tahun lalu adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pihak Pemkab Bogor sendiri hanya menerima pemberitahuan kenaikan tarif. Namun untuk rumusan tarifnya, tidak diinformasikan. Dia menjelaskan alasan kenaikan tarif tersebut.

    Ada faktor inflasi yang melatarbelakangi kenaikan tarif itu. Mitra pengelola juga mengajukan izin.

    “Kami coba berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan direktorat teknik PJLKK. Naiknya tarif info dari mereka inflasi, dari 2014 belum pernah ada penyesuaian tarif, pengenaan jasa untuk area publik yang sudah included dalam tiket tersebut,” jelasnya.

    “Adanya tarif yang dikenakan di atas PNBP sesuai PP, karena adanya pengelolaan area usaha yang dikelola oleh mitra mereka yang sudah mengajukan izin,” lanjutnya.

    Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengatakan akan mengecek harga tiket tersebut. “Saya cek nanti ya,” kata Raja Juli kepada wartawan di Setiabudi, Jakarta Selatan.

    Halaman 2 dari 2

    (dnu/dnu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Orang Utan Liar Mati Tersengat Listrik Saat Masuk Permukiman di Palangka Raya

    Orang Utan Liar Mati Tersengat Listrik Saat Masuk Permukiman di Palangka Raya

    Palangka Raya, Beritasatu.com – Seekor orang utan liar berjenis kelamin jantan mati tersengat listrik saat bergelantungan di kabel listrik di wilayah permukiman warga Jalan Tjilik Riwut Km 9, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, pada Jumat (31/1/2025) sore.

    Insiden ini terjadi sekitar pukul 15.30 WIB, ketika orang utan tersebut masuk ke area permukiman, menarik perhatian warga dan pengendara yang melintas. Namun, setelah beberapa saat bergelantungan di atas kabel listrik, primata berusia sekitar 14 tahun dengan bobot 35 kilogram ini tersengat arus listrik dan jatuh ke dalam parit di pinggir jalan.

    Tim kesehatan dari Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Nyaru Menteng segera memberikan pertolongan medis di lokasi kejadian. Sayangnya, nyawa orang utan tersebut tidak dapat diselamatkan.

    Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Kalimantan Tengah, Junaidi Slamet Wibowo, mengungkapkan bahwa orang utan mati ini kemungkinan berasal dari pinggiran hutan Sungai Rungan Palangka Raya. Ia juga menjelaskan bahwa orang utan jantan pada umumnya menjelajah sekitar 5 kilometer setiap hari untuk mencari makanan.

    “Orang utan ini sedang mencari makan dan secara kebetulan masuk ke permukiman warga. Sayangnya, ia bergelantungan di kabel listrik bertegangan tinggi dan tersengat hingga terjatuh,” ujar Junaidi saat diwawancarai Beritasatu, Jumat (31/1/2025).

    Sebelum dievakuasi, tim medis sempat memeriksa denyut jantung orang utan untuk memastikan kondisinya. Setelah dipastikan mati, tubuh hewan ini dibawa ke klinik Yayasan BOSF Nyaru Menteng Palangka Raya.

    “Besok, orang utan mati ini akan menjalani nekropsi atau autopsi di klinik Yayasan BOSF Nyaru Menteng sebelum dimakamkan,” tambah Junaidi.

    Kasus orang utan mati ini kembali menjadi pengingat pentingnya upaya konservasi dan perlindungan habitat alami orang utan agar tidak semakin sering memasuki area pemukiman yang berisiko bagi keselamatannya.

  • 7
                    
                        Tiket Curug Nangka Rp 54.400, Disbudpar Kabupaten Bogor: Memang Harga Resmi
                        Bandung

    7 Tiket Curug Nangka Rp 54.400, Disbudpar Kabupaten Bogor: Memang Harga Resmi Bandung

    Tiket Curug Nangka Rp 54.400, Disbudpar Kabupaten Bogor: Memang Harga Resmi
    Editor
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor menegaskan bahwa tarif masuk
    Curug Nangka
    sebesar Rp 54.400 per orang merupakan harga resmi yang telah ditetapkan.
    Kepala Disbudpar Kabupaten Bogor, Yudi Santoso, menjelaskan bahwa kenaikan tarif mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
    “Seperti yang terlihat dalam video, ada daftar harga tiket yang berlaku, artinya memang harga tiketnya resmi sejumlah itu,” ujar Yudi kepada
    Kompas.com
    , Rabu (29/1/2025).
    Ia menyebutkan bahwa tiket masuk Curug Nangka naik dari Rp 32.000 menjadi Rp 54.500 pada akhir pekan atau hari libur, sementara untuk hari biasa meningkat dari Rp 22.000 menjadi Rp 37.000. Kenaikan ini berlaku untuk seluruh wisatawan domestik sejak November 2024.
    Yudi mengakui bahwa sosialisasi terkait kenaikan tarif ini belum maksimal sehingga menimbulkan berbagai spekulasi, termasuk dugaan adanya pungutan liar.
    “Padahal, pengelola Curug Nangka hanya mengikuti aturan pemerintah dalam hal ini KLHK,” tegasnya.
    Menurut Yudi, kenaikan tarif ini berdampak pada jumlah kunjungan wisatawan ke Curug Nangka.
    Ia menyayangkan kesalahpahaman yang berkembang, terutama akibat video viral yang beredar, karena hal itu dapat merugikan masyarakat sekitar, terutama pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergantung pada sektor pariwisata.
    “Pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak karena kenaikan tarif ini merupakan kebijakan pemerintah pusat. Justru masyarakat sekitar yang terkena dampaknya, terutama UMKM yang mengalami penurunan pengunjung,” jelasnya.
    Yudi menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan KLHK untuk mencari solusi terkait persoalan ini.
    Ia juga berencana mengundang pihak-pihak terkait seperti Perhutani, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Taman Nasional Gunung Pangrango (TNGPP), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk membahas dampak kenaikan tarif ini.
    “Kenaikan PNBP ini adalah kebijakan kementerian, dan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam penetapan kebijakan tersebut. Pemda pun tidak mendapatkan apa-apa dari kenaikan tarif tempat wisata ini,” pungkasnya.
    Curug Nangka terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
    Kenaikan tarif retribusi masuk ke lokasi wisata ini mulai ramai diperbincangkan pada Rabu (29/1/2025), setelah sejumlah netizen mengunggah keluhan mereka di media sosial.
    Kebijakan ini merupakan bagian dari penyesuaian tarif PNBP yang diberlakukan secara nasional oleh KLHK sejak November 2024.
    Penulis: Kontributor Bogor, Afdhalul Ikhsan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fakta-fakta Pendaki Gunung Marapi Minta Maaf dan Kronologinya: Langkah Tegas BKSDA Sumbar

    Fakta-fakta Pendaki Gunung Marapi Minta Maaf dan Kronologinya: Langkah Tegas BKSDA Sumbar

    Padang: Tindakan tegas oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat terhadap sembilan pendaki yang melanggar aturan pendakian Gunung Marapi, yang masih rawan bahaya akibat aktivitas magma, kini menjadi perhatian publik. Setelah sebelumnya menutup jalur pendakian untuk keselamatan, BKSDA meminta para pendaki yang melanggar untuk segera mengklarifikasi tindakan mereka. 

    BKSDA juga mengancam akan memberikan sanksi hukum dan melarang mereka untuk mendaki gunung-gunung lainnya di seluruh Indonesia yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan jika tidak memenuhi kewajiban tersebut. 

    Kejadian ini menjadi pengingat penting akan bahaya mendaki gunung aktif yang masih berpotensi meletus, mengingat tragedi tragis yang menimpa para pendaki lainnya pada akhir 2023 akibat erupsi mendadak. Berikut adalah beberapa fakta penting terkait permintaan maaf pendaki dan kronologi kejadian.
    1. Pendakian Ilegal pada 19 Januari 2025
    Pada 19 Januari 2025, sembilan pendaki melanggar aturan dengan mendaki Gunung Marapi yang jalurnya telah ditutup akibat peningkatan aktivitas magma. Pendakian ini berisiko tinggi mengingat bahaya erupsi yang dapat terjadi kapan saja. 

    Tindakan mereka jelas melanggar peraturan yang berlaku dan berpotensi menambah ancaman bencana alam yang sudah cukup serius di kawasan tersebut.

    Baca juga: Gunung Marapi Kembali Erupsi, Tinggi Kolom Abu 1.000 Meter

    2. Tiga Pendaki Mengakui Kesalahan dan Minta Maaf
    Tiga dari sembilan pendaki yang terlibat dalam pendakian ilegal ini telah memenuhi panggilan klarifikasi dari BKSDA Sumbar pada Jumat, 24 Januari 2025. Mereka mengakui kesalahan mereka dan menyampaikan permohonan maaf baik secara lisan maupun tertulis. Mereka juga menandatangani Berita Acara setelah dimintai keterangan oleh pihak BKSDA.

    “Para pendaki tersebut mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf secara tertulis maupun lisan. Mereka juga menandatangani Berita Acara seusai dimintai keterangan,” kata BKSDA Sumbar dalam pernyataannya melalui akun Instagram resmi, yang dikutip Minggu, 26 Januari 2025.
    3. Tunggu Klarifikasi dari Enam Pendaki Lainnya
    Meskipun tiga pendaki telah mengakui kesalahan mereka, masih ada enam pendaki lainnya yang belum memberikan klarifikasi. BKSDA Sumbar memberikan waktu hingga Kamis dan Jumat, 6 dan 7 Februari 2025, untuk pendaki yang belum melapor agar segera datang ke kantor BKSDA. Jika tidak memenuhi panggilan tersebut, mereka akan dikenakan tindakan lebih lanjut.

    “Terhadap beberapa pendaki yang lain akan tetap ditunggu untuk memberikan klarifikasinya. Dikarenakan hari libur, para pendaki ditunggu klarifikasinya pada hari kerja yaitu Kamis dan Jumat Minggu depan,” ungkap BKSDA.
    4. Ancaman Sanksi Hukum dan Larangan Mendaki
    BKSDA Sumbar menegaskan bahwa pelanggaran ini tidak hanya berpotensi mendapat sanksi hukum, tetapi juga dapat menyebabkan para pendaki tersebut dimasukkan dalam daftar hitam pendaki yang dilarang mendaki di seluruh kawasan konservasi Indonesia. 

    “Balai KSDA Sumatera Barat akan bertidak tegas kepada setiap pendaki ilegal yang nekat mendaki saat pendakian masih dinyatakan TUTUP. Tindakan ini bertujuan untuk menjadi efek jera kepada pendaki yang masih nekat melakukan pendakian,” jelas mereka.

    Langkah tegas ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi para pendaki lainnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan untuk menjaga keselamatan pendaki serta keberlanjutan kawasan alam yang dilindungi. BKSDA berharap tindakan ini dapat memperingatkan semua pihak tentang pentingnya mematuhi peraturan demi keselamatan bersama.

    Pendaki yang melanggar aturan di Gunung Marapi ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak upaya konservasi dan mengancam keselamatan diri mereka sendiri serta masyarakat sekitar. Tindakan tegas dari BKSDA Sumbar diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih sadar dan peduli terhadap keselamatan di kawasan konservasi

    Padang: Tindakan tegas oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat terhadap sembilan pendaki yang melanggar aturan pendakian Gunung Marapi, yang masih rawan bahaya akibat aktivitas magma, kini menjadi perhatian publik. Setelah sebelumnya menutup jalur pendakian untuk keselamatan, BKSDA meminta para pendaki yang melanggar untuk segera mengklarifikasi tindakan mereka. 
     
    BKSDA juga mengancam akan memberikan sanksi hukum dan melarang mereka untuk mendaki gunung-gunung lainnya di seluruh Indonesia yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan jika tidak memenuhi kewajiban tersebut. 
     
    Kejadian ini menjadi pengingat penting akan bahaya mendaki gunung aktif yang masih berpotensi meletus, mengingat tragedi tragis yang menimpa para pendaki lainnya pada akhir 2023 akibat erupsi mendadak. Berikut adalah beberapa fakta penting terkait permintaan maaf pendaki dan kronologi kejadian.

    1. Pendakian Ilegal pada 19 Januari 2025

    Pada 19 Januari 2025, sembilan pendaki melanggar aturan dengan mendaki Gunung Marapi yang jalurnya telah ditutup akibat peningkatan aktivitas magma. Pendakian ini berisiko tinggi mengingat bahaya erupsi yang dapat terjadi kapan saja. 

    Tindakan mereka jelas melanggar peraturan yang berlaku dan berpotensi menambah ancaman bencana alam yang sudah cukup serius di kawasan tersebut.
     
    Baca juga: Gunung Marapi Kembali Erupsi, Tinggi Kolom Abu 1.000 Meter

    2. Tiga Pendaki Mengakui Kesalahan dan Minta Maaf

    Tiga dari sembilan pendaki yang terlibat dalam pendakian ilegal ini telah memenuhi panggilan klarifikasi dari BKSDA Sumbar pada Jumat, 24 Januari 2025. Mereka mengakui kesalahan mereka dan menyampaikan permohonan maaf baik secara lisan maupun tertulis. Mereka juga menandatangani Berita Acara setelah dimintai keterangan oleh pihak BKSDA.
     
    “Para pendaki tersebut mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf secara tertulis maupun lisan. Mereka juga menandatangani Berita Acara seusai dimintai keterangan,” kata BKSDA Sumbar dalam pernyataannya melalui akun Instagram resmi, yang dikutip Minggu, 26 Januari 2025.

    3. Tunggu Klarifikasi dari Enam Pendaki Lainnya

    Meskipun tiga pendaki telah mengakui kesalahan mereka, masih ada enam pendaki lainnya yang belum memberikan klarifikasi. BKSDA Sumbar memberikan waktu hingga Kamis dan Jumat, 6 dan 7 Februari 2025, untuk pendaki yang belum melapor agar segera datang ke kantor BKSDA. Jika tidak memenuhi panggilan tersebut, mereka akan dikenakan tindakan lebih lanjut.
     
    “Terhadap beberapa pendaki yang lain akan tetap ditunggu untuk memberikan klarifikasinya. Dikarenakan hari libur, para pendaki ditunggu klarifikasinya pada hari kerja yaitu Kamis dan Jumat Minggu depan,” ungkap BKSDA.

    4. Ancaman Sanksi Hukum dan Larangan Mendaki

    BKSDA Sumbar menegaskan bahwa pelanggaran ini tidak hanya berpotensi mendapat sanksi hukum, tetapi juga dapat menyebabkan para pendaki tersebut dimasukkan dalam daftar hitam pendaki yang dilarang mendaki di seluruh kawasan konservasi Indonesia. 
     
    “Balai KSDA Sumatera Barat akan bertidak tegas kepada setiap pendaki ilegal yang nekat mendaki saat pendakian masih dinyatakan TUTUP. Tindakan ini bertujuan untuk menjadi efek jera kepada pendaki yang masih nekat melakukan pendakian,” jelas mereka.
     
    Langkah tegas ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi para pendaki lainnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan untuk menjaga keselamatan pendaki serta keberlanjutan kawasan alam yang dilindungi. BKSDA berharap tindakan ini dapat memperingatkan semua pihak tentang pentingnya mematuhi peraturan demi keselamatan bersama.
     
    Pendaki yang melanggar aturan di Gunung Marapi ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak upaya konservasi dan mengancam keselamatan diri mereka sendiri serta masyarakat sekitar. Tindakan tegas dari BKSDA Sumbar diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih sadar dan peduli terhadap keselamatan di kawasan konservasi
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • KKP tingkatkan patroli perairan Jembrana usai ada penyelundupan penyu

    KKP tingkatkan patroli perairan Jembrana usai ada penyelundupan penyu

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningkatkan patroli di perairan Kabupaten Jembrana, Bali, usai adanya penyelundupan penyu di daerah itu.

    “Rencana tindak lanjut (terhadap penyelundupan penyu), Kementerian Kelautan dan Perikanan akan melakukan patroli rutin di wilayah pesisir Jemberana,” kata Trenggono dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Dia mengungkapkan bahwa patroli dilakukan agar mencegah adanya tindakan serupa terkait penyelundupan penyu.

    Sebelumnya, pada 10 Januari 2025, Polres Jemberana menerima laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan berupa pengangkutan hewan laut dalam jumlah besar.

    Selanjutnya, pihak kepolisian melakukan penyelidikan yang dimulai di wilayah Pantai Pangyangan, Kecamatan Pekutatan yang diduga menjadi lokasi bongkar muat penyu.

    Kemudian, pada 12 Januari 2025, aparat kepolisian melakukan operasi gabungan di lokasi tersebut. Dari hasil operasi ditemukan 29 ekor penyu hijau. Namun, lima ekor diantaranya dalam kondisi mati akibat dehidrasi.

    “Tiga tersangka termasuk residivis sodikin umur 55 tahun ditangkap di tempat,” ucap Trenggono.

    Lebih lanjut, Trenggono menuturkan bahwa penyu-penyu tersebut rencananya dijual ke pasar gelap di Denpasar, Bali untuk keperluan konsumsi kuliner.

    “Diperkirakan satu ekor penyu dapat dijual dengan harga hingga Rp10 juta,” kata Trenggono.

    Landasan hukum, kata Trenggono, para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman penjara hingga 15 tahun,

    “Proses hukum masih berlangsung dengan fokus pada residivis sebagai pelaku utama,” kata Trenggono.

    Sementara itu, tindakan KKP yakni melakukan pelepas liaran sebanyak 19 penyu yang sehat. Belasan penyu dilepas ke laut di Pantai Desa Perancak dengan pendampingan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali.

    “Perawatan, lima penyu yang sakit dirawat di fasilitas konservasi terdekat. Lalu kemudian edukasi, yaitu pendekatan kepada masyarakat mesisir mengenai perlindungan penyu hijau,” katanya.

    KKP terus melakukan sinergi dan kolaborasi dengan polisi, BKSDA, dan komunitas lokal untuk memantau aktivitas mencurigakan terutama mengenai penyelundupan penyu.

    “KKP telah melakukan kampanye kesadaran tentang pentingnya konservasi penyu,” kata Trenggono.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Azis Kurmala
    Copyright © ANTARA 2025