Bandung Zoo Stok Pakan Satwa Dari Donasi Hanya Bertahan Sepekan
Tim Redaksi
BANDUNG,KOMPAS.com
– Humas Bandung Zoo Sulhan Syafi’i menyebut kondisi stok pakan satwa yang tersedia dari donasi berbagai pihak, hanya bertahan selama sepekan.
Karenanya ia mengusulkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Jawa Barat
untuk kembali membuka operasional
Bandung
Zoo.
“Kemungkinan kita bisa bertahan sampai semingguan lah. Kita masih ada
donasi
-donasi, dari warga yang kita tidak tahu siapa,” kata Sulhan saat dihubungi Jumat (19/12/2025).
Dijelaskan, donasi yang sebagian besar berasal dari donasi kelompok masyarakat, komunitas hingga pihak swasta ini, disalurkan dalam bentuk pembelian pakan melalui vendor.
“Ya, bantuan pakan. Mereka mentransfer uang langsung ke para vendor kita,” ucapnya.
Terkait penangulangan pakan dari Kementrian Kehutanan, Sulhan menyebut hingga sore tadi, bantuan pakan dari pemerintah tersebut belum diterima pihak
Bandung Zoo
.
“Sampai hari ini kita belum menerima atau tidak menerima bantuan dari pemerintah,” ucapnya.
Meski begitu, Sulhan menyebut stock pakan
satwa
sampai ini dalam kondisi aman dan tercukupi.
“Jadi kita Alhamdulillah pakan tercukupi. Sampai saat ini kita belum menerima bantuan pakan dari Kementerian Kehutanan. Jadi kita masih bisa survive mandiri,” katanya.
Menurutnya, penutupan operasional Bandung Zoo berdampak luas, tidak hanya pada
pakan satwa
, tetapi juga terhadap ratusan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang menggantungkan hidup di area Bandung Zoo.
Karenanya ia berharap pemerintah segera membuka kembali operasional Bandung Zoo. Sulhan menilai hal ini bisa membereskan persoalan tersebut.
“Harapan terakhir meminta pemerintah segera membuka operasional Bandung Zoo, karena itu yang akan membereskan semua permasalahan yang selama ini terjadi,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: BKSDA
-

Hutan Harapan butuh kolaborasi multipihak dalam menjaganya
Kawasan ini mencakup hutan hujan tropis dataran rendah yang membentang di Provinsi Jambi, dan Provinsi Sumsel. Secara administratif, berada di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Jambi serta Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel,
Palembang (ANTARA) – Kawasan ekosistem Hutan Harapan di dua provinsi yakni Sumatera Selatan dan Jambi butuh kolaborasi multipihak yakni pemerintah (Dishut, BKSDA), dunia usaha (PT REKI), akademisi, LSM, dan masyarakat lokal, dalam menjaganya.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan dan KSDAE, Dinas Kehutanan Sumsel, Syafrul Yunardy di Palembang, Rabu mengatakan, landscape Meranti-Harapan memiliki luasan sekitar 52,170 hektare (ha), merupakan bagian tidak terpisahkan dari kawasan Hutan Harapan yang memiliki total luasan sekitar 98.555 ha.
“Kawasan ini mencakup hutan hujan tropis dataran rendah yang membentang di Provinsi Jambi, dan Provinsi Sumsel. Secara administratif, berada di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Jambi serta Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel,” katanya.
Dari perspektif kebijakan, lanskap Meranti-Harapan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hutan harapan sebagai inti ekologinya.
Berbagai kajian dan inventarisasi mencatat keberadaan 307 jenis burung, 64 mamalia, 123 ikan, 126 amfibi, 71 reptil, serta sekitar 728 jenis pohon.
Keutuhan ekosistem ini menjadikan hutan harapan sebagai habitat kunci spesies langka dan terancam punah seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Orang Utan, Beruang Madu, Burung Rangkong, serta menyimpan potensi tumbuhan bernilai ekonomi strategis, antara lain jelutong, bulian, tembesu dan keruing.
Direktur PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) Adam Aziz menyampaikan, dengan pertimbangan tantangan pengelolaan hutan di lanskap Meranti Harapan bersifat multidimensi yang meliputi aspek ekologis, sosial, dan tata kelola, maka penyelesaiannya tidak dapat bersifat parsial ataupun sektoral.
“Kolaborasi multipihak menjadi elemen fundamental dalam mengoptimalkan peluang pengelolaan hutan yang berkelanjutan,” katanya.
Kolaborasi ini mencakup keterlibatan pemerintah pusat dan daerah, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), pemegang Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), masyarakat, akademisi, serta organisasi non-pemerintah (NGO).
Sementara tantangan Konservasi Lanskap Meranti – Harapan yakni deforestasi di Kawasan Hutan Harapan pada periode 2018-2025 atau selama periode 8 tahun adalah sebesar 638,7 Ha, atau rata-rata 79,8 Ha/tahun hutan hilang sebagai penyangga ketahanan ekologis khususnya di Sumsel.
Fragmentasi ini menciptakan edge effect yang mempersempit ruang jelajah (home range) satwa liar serta mengganggu stabilitas ekologis.
Penurunan kualitas habitat dan berkurangnya sumber daya alam di kawasan hutan, berpotensi meningkatkan probabilitas interaksi negatif manusia dan satwa liar, termasuk pergerakan gajah ke area budidaya dan pemukiman yang pada akhirnya menimbulkan potensi risiko keselamatan bagi kedua belah pihak.
Sementara itu, kerangka kebijakan menerapkan prinsip perlindungan kawasan, upaya pemulihan ekosistem, serta pengaturan yang lebih ketat terhadap bentuk dan intensitas pemanfaatan ruang.
Pewarta: M. Imam Pramana
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5444198/original/042842400_1765773107-1000838214.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kawanan Gajah Liar Terpantau di Jalan Suoh- Tanggamus Lampung
Kepala Balai TNBBS, Hifzon Zawahiri, mengatakan pemantauan pergerakan kawanan gajah liar dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Global Positioning System (GPS) Collar yang terpasang pada salah satu individu gajah.
“Berdasarkan pantauan data GPS Collar tanggal 14 Desember 2025, kawanan gajah ‘Bunga’ berada di Blok 8 Hutan Lindung Kotaagung Utara Register 39. Selain itu, laporan masyarakat juga menemukan kotoran gajah baru di Blok 9 kawasan tersebut,” ujar Hifzon dikonfirmasi Liputan6.com, Senin (15/12).
Dia mengutarakan, terdapat dua kawanan gajah yang terpantau aktif. Yakni kawanan Bunga-Lestari berjumlah 12 ekor dan kawanan Jambul-Ramadhani berjumlah 6 ekor. Sejak 19 Juli 2024, kedua kawanan tersebut dipantau secara intensif menggunakan GPS Collar.
Menurut Hifzon, meningkatnya interaksi negatif antara gajah dan manusia tidak lepas dari perubahan tutupan lahan di wilayah jelajah gajah. Kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan perkebunan dan permukiman menjadi faktor dominan pemicu konflik.
“Pembukaan kawasan hutan untuk pertanian, perkebunan, dan permukiman, serta penanaman tanaman bernilai ekonomi yang juga menjadi sumber pakan gajah, menjadi pemicu utama konflik manusia dan gajah,” jelasnya.
Sebagai langkah mitigasi, BBTNBBS menerapkan pendekatan Community-Based Conflict Mitigation atau mitigasi konflik berbasis komunitas, dengan membentuk Satgas konflik gajah-manusia di tingkat desa atau pekon.
Selain itu, pendekatan Integrated Prevention Model (IPM) juga diterapkan dengan menggabungkan aspek sosial, ekologi, dan teknologi.
Sementara itu, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung BKSDA Bengkulu, Itno Itoyo mengatakan, pihaknya bersama TNBBS, KPH Kotaagung, dan Satgas terus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat di wilayah rawan konflik.
Ia menambahkan, pemanfaatan GPS Collar sangat membantu dalam memantau keberadaan kelompok gajah sehingga upaya antisipasi dan mitigasi dapat dilakukan lebih cepat dan efektif.
“Kami bersama para pihak melakukan monitoring dan edukasi di desa-desa seperti Sidomulyo dan Sedayu. Karakteristik wilayah yang berbukit dan pegunungan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penghalauan gajah,” kata Itno.
-

Gajah Bersihkan Sisa Bencana Dinilai Langgar Hak Kesejahteraan Hewan
Yogyakarta, Beritasatu.com – Empat gajah Sumatera (elephans maximus sumatranus) bernama Abu, Mido, Ajis, dan Noni dikerahkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh untuk membantu membersihkan puing-puing pascabanjir bandang di Pidie Jaya, Aceh. Keempat gajah terlatih tersebut berasal dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar, dan ditugaskan menyingkirkan tumpukan kayu serta material berat di lokasi terdampak.
Kehadiran gajah dalam penanganan bencana ini dinilai menghadirkan ironi. Bencana ekologis yang turut merusak habitat gajah justru membuat satwa dilibatkan untuk membersihkan sisa kerusakan di lingkungan yang juga merupakan ruang hidup mereka.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Raden Wisnu Nurcahyo menilai pengerahan gajah dalam kondisi tersebut berisiko besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan satwa. Menurutnya, lingkungan pascabencana yang dipenuhi kayu, puing bangunan, material tajam berkarat, hingga bangkai hewan berpotensi menularkan penyakit pada gajah.
“Jadi, sebetulnya gajah-gajah yang dikerahkan membersihkan puing pascabencana itu sebenarnya menyalahi hak kesejahteraan hewan. Karena apa? Di sini kan gajah seperti dipekerjakan,” jelasnya Minggu (14/12/2025).
Wisnu menambahkan, pengerahan gajah tersebut juga dinilai melanggar lima prinsip kebebasan (five Freedoms) dalam kesejahteraan hewan, yakni bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit, bebas mengekspresikan perilaku normal, serta bebas dari rasa takut dan tertekan.
Ia menegaskan penggunaan gajah hanya dapat dibenarkan dalam kondisi sangat darurat, ketika alat berat tidak tersedia atau tidak dapat menjangkau lokasi.
“Penggunaan gajah itu hanya bisa diterima kalau memang eskavator tidak ada atau tidak bisa dijangkau tetapi ini gajahnya justru diturunkan dari truk. Kenapa truknya tidak membawa eskavator saja? Kok malah menyuruh gajahnya? Jadi kesannya memang tidak urgen,” tuturnya.
Selain risiko cedera fisik, Wisnu menyebut gajah yang dipaksa bekerja di lingkungan ekstrem rentan mengalami stres. Gajah yang kelelahan dapat menolak perintah pawang dan berontak karena ingin kembali ke kondisi yang lebih aman, seperti dekat sumber air atau pakan.
“Aktivitas mereka umumnya terbatas pada makan, istirahat, atau patroli sesekali. Karena itu, menempatkan mereka pada kondisi ekstrem pasca bencana berisiko tinggi baik bagi kesehatan maupun keselamatan mereka,” ujarnya.
Ia mengingatkan, stres yang tidak tertangani dapat berkembang menjadi gangguan perilaku dan sifat agresif yang membahayakan pawang maupun gajah itu sendiri. “Kalau terus dipaksa, gajah bisa stres, sakit, dan memunculkan sifat liarnya. Dia bisa melukai orang lain atau dirinya sendiri. Dalam kondisi ekstrem, stres berulang bahkan bisa berakibat kematian,” ungkapnya.
Sebagai alternatif, Wisnu merekomendasikan pemanfaatan gajah dalam peran yang lebih aman dan edukatif, seperti kegiatan psikososial di area pengungsian bagi anak-anak penyintas bencana. Menurutnya, langkah tersebut dapat menjadi sarana edukasi lingkungan dan menumbuhkan kepedulian terhadap pelestarian hutan serta satwa liar.
“Alam hutan itu bukan punya manusia, tetapi milik sesama. Antara manusia, satwa liar, dan alam harus bisa berdampingan supaya gajahnya lestari, masyarakatnya sejahtera, dan habitatnya tetap baik,” pungkas Wisnu.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5443607/original/074531700_1765702772-Menhut_Gajah.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Turun ke Seblat Bengkulu, Menhut Raja Juli Pastikan Restorasi Konservasi Gajah Dimulai
Liputan6.com, Jakarta – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengecek langsung kondisi Bentang Seblat, Bengkulu.
Menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu–Lampung, Himawan Sasongko, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni merupakan satu-satunya menteri yang turun langsung ke Bentang Seblat.
“Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak menteri kehutanan republik indonesia, bapak raja juli antoni yang sudah berkenan berkunjung ke PLG Seblat. Beliau adalah menteri kehutanan yang pertama kali mengunjungi PLG Seblat,” ujar Himawan seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (14/12/2025).
Himawan menjelaskan, dalam kunjungannya, Menhut Raja Juli memeriksa langsung Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat 11 Desember 2025, di mana, PLG Seblat merupakan salah satu kantong Gajah Sumatera di Bengkulu.
Selain itu, dia juga mendengarkan secara langsung masukan yang diberikan oleh 14 orang mahout dan 4 dokter hewan di Seblat.
“Kehadiran seorang menteri di kawasan konservasi tersebut merupakan sejarah baru bagi pengelolaan habitat gajah di Bengkulu. Kunjungan Menhut memberikan energi baru bagi para petugas BKSDA dalam merawat gajah jinak yang berada di PLG Seblat,” ungkap Himawan.
Himawan memastikan, dulungan Menhut Raja menjadi bekal bagi dirinya dan tim agar bekerja lebih bagus lagi, merawat dan memelihara gajah jinak di PLG Seblat.
“Semoga (gajah) tetap bisa lestari dan menjadi satu kesatuan dengan Landscape Seblat yang ada di sebelah utara PLG Seblat,” harap Himawan.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyatakan siap dievaluasi bahkan diganti oleh Presiden Prabowo setelah gelombang desakan mundur mencuat akibat banjir dan longsor besar di Sumatra yang dinilai berkaitan dengan kerusakan hutan. Ia menganggap kritik publik sebagai aspirasi yang patut diterima, n…
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4613711/original/097973400_1697529367-joshua-j-cotten-VCzNXhMoyBw-unsplash.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
WNA Mesir Penyelundup 32 Reptil Dilindungi Ditangkap, Ada Biawak Aru hingga Sanca Albino
Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama sejumlah instansi terkait berhasil menggagalkan penyelundupan 32 ekor reptil liar, termasuk beberapa yang berstatus dilindungi, oleh seorang warga negara Mesir berinisial AAEA di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, Aswin Bangun, menjelaskan bahwa AAEA terdeteksi membawa satwa hidup di dalam bagasi tanpa dokumen resmi ketika hendak terbang menuju Jeddah.
Ia menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut melibatkan BKSDA Jakarta, Karantina, Polri, Imigrasi, dan sejumlah pihak lain mengingat bandara internasional merupakan salah satu titik paling rawan dalam peredaran satwa ilegal lintas negara.
“Setiap upaya membawa satwa dilindungi keluar atau masuk wilayah Indonesia tanpa dokumen sah akan kami proses sebagai tindak pidana, tanpa pengecualian, termasuk terhadap warga negara asing,” kata Aswin, Sabtu (14/12/2025).
Temuan yang terjadi pada Senin (8/12) itu bermula dari kecurigaan petugas karantina terhadap bagasi pelaku.
Setelah dilakukan koordinasi dengan Polri, Imigrasi, dan BKSDA Jakarta, pemeriksaan lanjutan menemukan 32 reptil hidup yang disembunyikan dalam 10 kantong kecil. Seluruh satwa kemudian diserahkan kepada BKSDA Jakarta, sementara AAEA diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
BKSDA Jakarta mengidentifikasi bahwa satwa yang disita terdiri dari tiga ekor biawak aru (Varanus beccarii) yang berstatus dilindungi, enam ekor sanca albino (Malayopython reticulatus), tujuh belas ekor sanca morph jenis Platinum Tiger het, dua ekor leopard gecko (Eublepharis macularius), dan empat ekor kadal tegu (Tupinambis teguixin).
Seluruh reptil tersebut telah dikirim ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tegal Alur untuk menjalani observasi, pemeriksaan kesehatan, serta perawatan sesuai standar kesejahteraan satwa.
Setiap tanggal 5 November diperingati sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian, perlindungan, pelestarian puspa dan satwa nasional serta untuk menumbuhkan dan mengingatkan akan pentingnya puspa dan satw…
-

Mengenal Gajah Sumatra, Si Raksasa yang Bantu Bersihkan Puing Banjir di Aceh
Jakarta: Sebanyak empat gajah yang sudah terlatih dikerahkan untuk membantu mengangkut material pasca banjir bandang di Pidie Jaya, Aceh. Keempatnya merupakan gajah Sumatera (Elephas maximus) bernama Abu, Mido, Ajis, dan Noni.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengerahkan Abu, Mido, Ajis, dan Noni dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar. Mereka disebut sudah berpengalaman dalam membantu melakukan pembersihan pasca bencana.
“Berdasarkan pengalaman sebelumnya, termasuk saat tsunami di Aceh, kehadiran gajah sangat membantu membersihkan puing-puing,” ujar Kepala KSDA Wilayah Sigli, Aceh, Hadi Sofyan seperti dilansir Antara, Rabu, 10 Desember 2025.
Ia menjelaskan, empat ekor gajah tersebut melakukan pembersihan puing kayu di lokasi-lokasi yang tidak bisa dilewati alat berat. Gajah-gajah tersebut juga membantu membuka akses jalan menuju rumah warga.
Tak hanya itu, gajah-gajah ini akan membantu evakuasi apapun ada di lokasi, serta mengantar logistik kepada para korban banjir di Pidie Jaya. Keempatnya akan bertugas selama satu pekan.
“Untuk durasi, kami akan bertugas selama tujuh hari di sini, terakhir 14 Desember 2025,” ungkapnya.
Mengenal Gajah Sumatra (Elephas maximus)
Gajah Sumatra, atau bernama latin Elephas maximus sumatranus, merupakan subspecies gajah Asia yang kini berstatus terancam punah. Di antara subspesies gajah Asia lainnya, Gajah Sumatra memiliki tubuh cenderung lebih kecil.
Melansir sejumlah sumber, Gajah Sumatra yang sudah dewasa memiliki berat hingga sekitar 5 ton dengan tinggi dari bahu bisa mencapai 2-3 meter. Warna kulitnya abu-abu atau coklat keabu-abuan. Sedikit berbeda dengan gajah Afrika, hanya gajah Sumatra jantan yang memiliki gading, sedangkan betina tidak.
Gajah Sumatera juga memiliki dua tonjolan pada bagian atas kepala, sedangkan Gajah Afrika cenderung datar. Sedangkan kuping Gajah Sumatera lebih kecil dan berbentuk segitiga dibandingkan Gajah Afrika yang kupingnya besar dan berbentuk kotak.
Gajah Sumatra dikenal sebagai “penyebar benih” atau seed disperser alami karena mampu membantu meregenerasi hutan dengan membuang biji dari buah dan tanaman yang dimakannya.
Gajah ini bisa memakan hingga 136–150 kg tumbuhan per harinya. Sementara itu, gajah ini memiliki daya jelajah (homerange) mencapai 170 km2 perhari. Artinya, dengan luas jelajah yang ia tempuh setiap harinya, maka gajah akan menyebarkan biji secara alami sehingga memperbaiki kondisi hutan. Kotorannya pun bisa menjadi pupuk alami bagi tanaman.
Untuk habitat, Gajah Sumatra umumnya menempati hutan dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 300 meter di atas permukaan laut, termasuk kawasan rawa dan hutan gambut.
Spesies ini merupakan subspesies gajah yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatra dan tidak hidup secara alami di wilayah lain. Sebagian besar populasinya tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.Jakarta: Sebanyak empat gajah yang sudah terlatih dikerahkan untuk membantu mengangkut material pasca banjir bandang di Pidie Jaya, Aceh. Keempatnya merupakan gajah Sumatera (Elephas maximus) bernama Abu, Mido, Ajis, dan Noni.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengerahkan Abu, Mido, Ajis, dan Noni dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar. Mereka disebut sudah berpengalaman dalam membantu melakukan pembersihan pasca bencana.
“Berdasarkan pengalaman sebelumnya, termasuk saat tsunami di Aceh, kehadiran gajah sangat membantu membersihkan puing-puing,” ujar Kepala KSDA Wilayah Sigli, Aceh, Hadi Sofyan seperti dilansir Antara, Rabu, 10 Desember 2025.
Ia menjelaskan, empat ekor gajah tersebut melakukan pembersihan puing kayu di lokasi-lokasi yang tidak bisa dilewati alat berat. Gajah-gajah tersebut juga membantu membuka akses jalan menuju rumah warga.
Tak hanya itu, gajah-gajah ini akan membantu evakuasi apapun ada di lokasi, serta mengantar logistik kepada para korban banjir di Pidie Jaya. Keempatnya akan bertugas selama satu pekan.
“Untuk durasi, kami akan bertugas selama tujuh hari di sini, terakhir 14 Desember 2025,” ungkapnya.
Mengenal Gajah Sumatra (Elephas maximus)
Gajah Sumatra, atau bernama latin Elephas maximus sumatranus, merupakan subspecies gajah Asia yang kini berstatus terancam punah. Di antara subspesies gajah Asia lainnya, Gajah Sumatra memiliki tubuh cenderung lebih kecil.
Melansir sejumlah sumber, Gajah Sumatra yang sudah dewasa memiliki berat hingga sekitar 5 ton dengan tinggi dari bahu bisa mencapai 2-3 meter. Warna kulitnya abu-abu atau coklat keabu-abuan. Sedikit berbeda dengan gajah Afrika, hanya gajah Sumatra jantan yang memiliki gading, sedangkan betina tidak.
Gajah Sumatera juga memiliki dua tonjolan pada bagian atas kepala, sedangkan Gajah Afrika cenderung datar. Sedangkan kuping Gajah Sumatera lebih kecil dan berbentuk segitiga dibandingkan Gajah Afrika yang kupingnya besar dan berbentuk kotak.
Gajah Sumatra dikenal sebagai “penyebar benih” atau seed disperser alami karena mampu membantu meregenerasi hutan dengan membuang biji dari buah dan tanaman yang dimakannya.
Gajah ini bisa memakan hingga 136–150 kg tumbuhan per harinya. Sementara itu, gajah ini memiliki daya jelajah (homerange) mencapai 170 km2 perhari. Artinya, dengan luas jelajah yang ia tempuh setiap harinya, maka gajah akan menyebarkan biji secara alami sehingga memperbaiki kondisi hutan. Kotorannya pun bisa menjadi pupuk alami bagi tanaman.
Untuk habitat, Gajah Sumatra umumnya menempati hutan dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 300 meter di atas permukaan laut, termasuk kawasan rawa dan hutan gambut.
Spesies ini merupakan subspesies gajah yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatra dan tidak hidup secara alami di wilayah lain. Sebagian besar populasinya tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Cek Berita dan Artikel yang lain diGoogle News
(PRI)
/data/photo/2025/12/12/693bb2c8b5354.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5440461/original/020276600_1765434591-Kemenhut.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)