Kementrian Lembaga: BKKBN

  • Menteri Wihaji: Program Makan Bergizi Perlu Berkolaborasi dengan Program Kependudukan – Halaman all

    Menteri Wihaji: Program Makan Bergizi Perlu Berkolaborasi dengan Program Kependudukan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menekankan pentingnya memadukan program kependudukan, seperti pengendalian angka kelahiran dan perencanaan keluarga, dengan program perbaikan gizi masyarakat.

    Hal itu disampaikan Wihaji saat melakukan audiensi strategis dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Selasa (12/12/2024).

    Menurut mantan bupati Batang ini, penting juga pemanfaatan data kependudukan sebagai dasar perumusan kebijakan dalam program makan bergizi gratis (MBG).

    “Dari 75 juta keluarga yang terdata, 8,6 juta diantaranya adalah keluarga berisiko stunting,” ungkap Wihaji.

    Kemendukbangga ujar dia,  mengoptimalkan tenaga lini lapangan, seperti Penyuluh KB (PKB) dan Tim Pendamping Keluarga (TPK), dalam mendukung distribusi dan edukasi terkait gizi.

    Pertemuan ini membahas berbagai strategi untuk mengintegrasikan kebijakan kependudukan dengan program peningkatan gizi nasional, berlangsung di kantor BGN, Jakarta.

    Fokus utama audiensi ini adalah penguatan kerja sama lintas sektor guna menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

    Kepala Badan Gizi Nasional, Prof Dr Ir Dadan Hindayana pun mengapresiasi perhatian Kemendukbangga/BKKBN terhadap isu gizi.

    Pertemuan ini juga menghasilkan beberapa rencana strategis untuk mengatasi tantangan gizi di Indonesia.

    Salah satu langkah konkret adalah memperkuat edukasi kepada keluarga muda tentang pentingnya asupan gizi selama masa kehamilan dan menyusui. Selain itu, program peningkatan akses makanan bergizi melalui kerja sama dengan berbagai pihak juga menjadi prioritas.

  • Pemerintah Persiapkan Data Penerima BLT Subsidi, Berlaku Mulai 2025

    Pemerintah Persiapkan Data Penerima BLT Subsidi, Berlaku Mulai 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan masih mempersiapkan data bersama Badan Pusat Statistik/BPS terkait calon penerima subsidi BBM skema baru melalui BLT yang akan berlaku pada 2025. 

    Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menuturkan bersama BPS, pihaknya membentuk pusat data tunggal mengenai penduduk Indonesia sesuai dengan tingkat kemiskinannya. 

    Bukan hanya dengan BPS, pemerintah juga sedang memadankan data dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 

    “Itu yang sedang dicoba dikombinasikan seluruh datebase yang ada. Database yang dimiliki PLN dan Pertamina semua sedang dipadukan oleh BPS dan itu akan jadi dasar nanti BLT subsidi langsung dan lain sebagaianya,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (11/12/2024). 

    Mengacu Undang-Undang (UU) No. 62/2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, tercantum pemerintah akan melakukan program subsidi energi yang lebih tepat sasaran. 

    Pemerintah akan melaksanakan penguatan basis data dan pengawasan implementasinya mulai tahun depan atau 2025. 

    Meski demikian, pelaksanaan penyaluran subsidi dengan berbasis data pengguna akan dilakukan secara bertahap dengan kesiapan teknis, kondisi ekonomi, dan/atau daya beli masyarakat.

    Untuk tahun depan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana melakukan belanja subsidi energi, yakni BBM, LPG, dan listrik pada 2025 senilai Rp203,41 triliun atau naik 7,56% dari pagu 2024. 

    Besaran anggaran untuk belanja subsidi energi tersebut belum termasuk kompensasi energi senilai Rp190,89 triliun untuk 2025.

    Terdiri dari subsidi listrik yang naik dari Rp75,83 triliun dalam pagu 2024 menjadi Rp89,75 triliun untuk tahun depan. Kemudian subsidi Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) tercatat mencapai Rp26,66 triliun. Angka tersebut naik dari pagu 2024 yang senilai Rp25,82 triliun. 

    Sementara subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg justru terpantau turun pada tahun depan, dari Rp87,45 triliun menjadi Rp87 triliun. 

    Lain kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan terkait skema baru penyaluran BBM subsidi telah rampung. 

    Skema penyaluran BBM subsidi belakangan bakal berbentuk blending antara bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi langsung pada barang. Adapun subsidi barang hanya akan diberikan untuk kendaraan berpelat kuning alias transportasi publik dan UMKM. 

    “Menyangkut dengan metode subsidi sudah rampung yang insya allah akan diputuskan dalam waktu dekat lewat ratas [rapat terbatas] dan setelah diputuskan ratas baru kami umumkan,” kata Bahlil usai menghadiri Rakornas Investasi 2024 di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

  • Jangan Sepelekan Anemia, Kurang Darah Bisa Berdampak ke Otak

    Jangan Sepelekan Anemia, Kurang Darah Bisa Berdampak ke Otak

    Jakarta

    Anemia ditandai dengan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal. Hemoglobin berfungsi untuk membawa oksigen dan mengantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Kekurangan oksigen dalam jaringan juga akan memicu dampak pada fungsi otak.

    Di Indonesia, anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, termasuk pada balita hingga remaja. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi anemia pada usia 0-4 tahun mencapai 23,8 persen, 5-14 tahun mencapai 15,3 persen, dan 15-24 tahun mencapai 15,5 persen. Angka ini termasuk tinggi, di atas standar ukuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2011 yang sebesar 10-13 persen.

    Jika dibandingkan dengan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, kasus anemia di Indonesia menurut data tersebut memang mengalami penurunan. Tercatat sebesar 38,5 persen anak usia 0-59 bulan mengalami anemia, usia 5-14 tahun sebesar 26,8 persen, dan 32 persen pada usia 15-24 tahun pada data 2018.

    Anemia dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain defisiensi zat besi, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, penyakit infeksi, faktor bawaan, dan perdarahan. WHO mengatakan kekurangan zat besi sebagai penyebab anemia yang paling umum pada anak di dunia. Hal serupa juga terjadi di Indonesia.

    Menurut Buku Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah Kementerian Kesehatan RI, pola makan yang miskin zat gizi besi, tingginya prevalensi kecacingan, dan tingginya prevalensi malaria di daerah endemis merupakan faktor-faktor yang sering dikaitkan dengan tingginya defisiensi besi di negara berkembang.

    Anak yang mengalami anemia defisiensi zat besi biasanya mengeluhkan beberapa gejala. Spesialis anak dr Ratih Puspita, SpA, mengatakan gejalanya dapat berupa nafsu makan kurang baik, pertumbuhan tidak optimal, sampai anemia yang memicu gejala pucat, lemah, letih, lesuh, dan kurang berkonsentrasi.

    Foto: infografis detikHealth

    Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Anak

    Anak yang mengalami anemia defisiensi zat besi juga dapat mengalami dampak pada fungsi otak. Di kemudian hari, hal ini bisa berdampak negatif pada pembelajaran dan prestasi sekolah.

    Bahkan, perkembangan kognitif anak juga dapat terpengaruh jika ibu kekurangan zat besi selama trimester terakhir kehamilannya. Anak yang mengalami anemia defisiensi zat besi disebut memiliki risiko nilai IQ (intelligence quotient) yang lebih rendah dibandingkan anak sehat.

    Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Hasto Wardoyo, dalam suatu kesempatan membeberkan jika rata-rata dari skor IQ anak Indonesia pada tahun 2022 hanya mencapai 78,49.

    Angka tersebut diungkapkannya dari data World Population Review 2022. Indonesia berada diperingkat 130 dari 199 negara yang ada di dunia menurut data tersebut.

    Capaian IQ tersebut, lebih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti rata-rata IQ anak di Laos 80,99, Filipina 81,64, Brunei Darussalam 87,58, Malaysia 87,58, Thailand 88,87, Vietnam 89,53 dan Myanmar 91,18.

    Menurut Hasto rendahnya kualitas dan IQ pada anak disebabkan oleh faktor-faktor, salah satunya terkait masalah kesehatan seperti anemia.

    “Keprihatinan tentu terasa, ketika kita lihat World Population Review menyampaikan bahwa IQ bangsa kita cukup rendah dibandingkan dengan beberapa negara yang lain,” kata dalam Webinar IDIK: Komunikasi Merawat Negeri, Rabu (14/12/2022).

    Spesialis anak sekaligus konsultan neonatologi Dr dr Johanes Edy Siswanto, SpA(K) menjelaskan mengapa anemia defisiensi zat besi bisa berdampak pada otak anak. Menurutnya, zat besi penting untuk pembentukan hemoglobin yang berguna mengangkut oksigen melalui pembuluh darah yang mencapai setiap target organ, termasuk otak.

    Ia menyebut ada tiga komponen organ utama yang diutamakan atau menjadi prioritas dalam mendapatkan oksigen, yakni otak, jantung, dan paru-paru. Apabila selama dua atau tiga menit tidak mendapatkan oksigen, bisa memicu kerusakan terhadap organ tersebut. Oleh karena itu, ia menyebut ‘masuk akal’ jika kerusakan otak bisa berkaitan dengan IQ atau intelegensi anak.

    “Menjadi sangat penting dalam hubungan dengan tingkat Hemoglobin dan jumlah Fe (zat besi) sebagai bahan pembentukan Hemoglobin,” katanya saat dihubungi detikcom.

    Senada, dokter spesialis anak dr Kurniawan Satria Denta, SpA menjelaskan anemia defisiensi zat besi punya pengaruh negatif pada perkembangan otak anak. Hal ini dikarenakan zat besi memiliki peran esensial terhadap perkembangan otak anak, seperti produksi neurotransmitter, yakni zat besi diperlukan untuk sintesis dopamin, serotonin, dan GABA (Gamma-aminobutyric acid), yang memengaruhi suasana hati, perhatian, dan pembelajaran.

    Fungsi lain zat besi adalah mielinisasi, yakni pembentukan mielin atau lapisan pelindung di sekitar saraf otak yang mempercepat transmisi sinyal saraf. Penting juga untuk energi sel otak, saat zat besi dibutuhkan agar sel darah merah bisa mengantarkan oksigen yang cukup ke otak.

    “Tidak secara langsung, tapi memang bisa jadi salah satu faktor yang berpengaruh negatif terhadap kognitif anak,” katanya.

    Dampak anemia terhadap otak anak juga diungkap dalam penelitian yang dilakukan organisasi kajian nirlaba Fokus Kesehatan Indonesia (FKI). Penelitian tersebut menemukan bahwa anak-anak sekolah dasar yang kekurangan zat besi dan berisiko mengalami anemia, kekurangan energi, dan memiliki perawakan pendek terbukti berisiko gangguan kemampuan belajar.

    Bahkan berisiko tiga kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan memori kerja (working memory) dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki status gizi baik.

    Penelitian yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif FKI, Prof Nila F Moeloek dan Koordinator Riset dan Kajian FKI Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, itu meneliti 500 anak Sekolah Dasar (SD) di Jakarta wilayah Manggarai dan Tanjung Priok.

    “Penelitian FKI ini membuktikan bahwa fakta adanya kondisi kurang gizi, dan anemia defisiensi besi pada anak SD ini bisa mengancam prestasi akademik murid sekolah dasar di kemudian hari, apabila jika ini terjadi pada jumlah anak yang lebih banyak,” katanya.

    “Dari evaluasi kami juga ditemukan bahwa murid sekolah dasar kelas 3 hingga 5 di Jakarta hampir 30 persen anak yang anemia mengalami gangguan memori kerja. Gangguan ini secara langsung berdampak pada kemampuan mereka untuk konsentrasi, memproses dan menyimpan informasi saat belajar,” ungkap dr Ray.

    Lebih dari 19 persen anak-anak dalam studi ini juga terbukti mengalami anemia, yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Prof Nila Moeloek dan Dr Ray Basrowi menjelaskan, “Ironisnya, anemia bukan hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga sangat memengaruhi kemampuan kognitif anak-anak,” tandas mereka.

    “Anak-anak dengan anemia memiliki skor memori kerja yang jauh lebih rendah, bahkan berdampak klinis yang sangat nyata. Anemia Kurang besi secara langsung membatasi kemampuan anak untuk menyerap informasi, berpikir logis, dan berpartisipasi aktif di kelas,” ujar kedua inisiator Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) ini.

    NEXT: Cara Mencegah Anemia pada Anak

  • Subsidi BBM Jadi BLT Mulai Januari 2025, Data Ini Akan Jadi Acuan

    Subsidi BBM Jadi BLT Mulai Januari 2025, Data Ini Akan Jadi Acuan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keuangan memastikan, data penyaluran subsidi BBM yang rencananya juga akan dialihkan sebagian menjadi bantuan langsung tunai atau BLT pada 2025 akan mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS).

    “Saat ini, BPS sedang kerja terutama untuk bikin data base tunggal mengenai penduduk Indonesia sesuai dengan tingkat kemiskinan dan sebagainya,” kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (11/12/2024).

    Isa mengatakan, data yang diramu BPS itu akan mengkombinasikan data base penduduk dari berbagai sumber, bulai dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, hingga data base PLN dan Pertamina.

    Meski begitu, Isa menekankan, hingga saat ini data itu masih diolah oleh BPS, sehingga belum ada detail dari jumlah peneriman hingga kebutuhan anggaran yang disediakan dari perubahan skema subsidi tersebut.

    “Itu akan jadi dasar nanti BLT, subsidi langsung, dan lain sebagainya. Ini sekarang sedang dikerjakan, ini mungkin ada penjelasannya lebih jelas di 2025,” ucap Isa.

    Sebagai informasi, Pemerintah akan mengambil keputusan dan mengumumkan skema baru penyaluran subsidi energi, baik Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik, pada awal 2025 mendatang.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, keputusan skema baru penyaluran subsidi energi ini akan diumumkan setelah Rapat Terbatas (Ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto yang diperkirakan baru akan dilakukan pada 2025 mendatang.

    Bahlil menyebut, kajian metode pemberian subsidi pun sudah rampung.

    “Kalau ditanya tentang itu (subsidi BBM) menyangkut dengan metode subsidi sudah rampung yang insya Allah akan diputuskan dalam waktu dekat lewat ratas dan setelah diputuskan ratas baru kami umumkan. Yang jelas mencari jalan untuk kebaikan semua,” ungkapnya saat ditemui usai menghadiri Rapat Koordinasi Investasi 2024 di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

    “2025, Insyaallah,” ungkap Bahlil saat ditanya kapan perkiraan ratas dan pengumumannya.

    (arj/haa)

  • Netizen Bingung dengan Pelat RI 25 di Beberapa Mobil Berbeda: Fenomena Beranak Nopol?

    Netizen Bingung dengan Pelat RI 25 di Beberapa Mobil Berbeda: Fenomena Beranak Nopol?

    Jakarta: Fenomena penggunaan pelat nomor RI 25 di berbagai jenis kendaraan memicu perbincangan hangat di media sosial. Plat yang biasanya dikaitkan dengan pejabat negara ini dilaporkan terlihat di mobil seperti Toyota Alphard, Zenix, sedan, hingga BMW, dan menimbulkan kebingungan di kalangan netizen.

    Berawal dari salah satu pengguna akun X, Galil** (@glrh*), yang mengungkap sebuah mobil bernopol RI 25 tidak seperti lainnya. Pasalnya mobil tersebut ikut terjebak macet tanpa patwal dan strobo.

    “Bermacet-macetan dengan RI 25 tanpa patwal, tanpa strobo.,” tulis akun X tersebut, Selasa 10 Desember 2024.

    Cuitan ini menjadi viral dengan lebih dari 3,2 juta kali tayangan. Bahkan kata kunci RI 25 menjadi salah satu trending setidaknya hingga Rabu siang 11 Desember 2024. Viral ini justru berubah pada kebingungan.
    Pengakuan Netizen
    Sejumlah netizen merespons dengan nada kebingungan. Mereka melihat pelat RI 25 di sejumlah mobil berbeda.

    Netizen lain, Dhe** (@dherry**), mengungkap bahwa pada 9 Desember lalu, ia melihat tiga kendaraan berbeda di kawasan Sudirman yang semuanya menggunakan plat RI 25. “1 mobil Alphard, 1 Zenix, 1 sedan. Apa memang sekarang bisa beranak nopol RI ya?” ujarnya heran.

    Sementara itu, pengguna X lain, H Praman***** (@RioD*****), mengklaim melihat plat RI 25 terpasang pada BMW model X di kawasan Empang, Bogor, lengkap dengan strobo dan toa sekitar pukul 9 malam. “Padahal jalan relatif sepi karena habis hujan seharian,” tulisnya.

    Lain halnya dengan cuitan Afa******** (@afan**i) yang mengatakan bahwa plat RI 25 terlihat di berbagai lokasi dalam rentang dua hingga tiga hari terakhir. Mobil yang disebutkan meliputi Toyota Crown Royal Majesty di Istiqlal, Toyota Zenix di Layang Antasari, dan Camry Hybrid generasi pertama di kawasan Sudirman.
    Perbedaan di Angka Kecil Ujung Kanan Bawah Plat RI 25
    Selain kendaraan yang berbeda, netizen juga mulai memperhatikan perbedaan angka kecil yang tercantum di ujung kanan bawah pelat nomor RI 25. Misalnya, pada salah satu pelat Toyota Alphard, tertera angka kecil “1”, sementara pada Toyota Zenix terlihat angka “2”. 

    Angka kecil ini diduga digunakan untuk membedakan kendaraan dinas yang masuk dalam satu kode RI yang sama, meskipun digunakan oleh pejabat yang berbeda.

    “Baru sadar ternyata di plat RI itu ada angka kecil di ujung kanan bawah. Mungkin ini buat bedain kendaraan dinasnya ya,” tulis seorang netizen di kolom komentar cuitan viral tersebut.

    Baca juga: NRKB di STNK: Pentingnya Nomor Polisi Kendaraan yang Sering Diabaikan

    Apa Itu RI 25 dan Siapa yang Berhak Menggunakannya?
    Dalam protokol kenegaraan, plat nomor dengan kode RI umumnya digunakan oleh pejabat tinggi negara, termasuk Presiden (RI 1), Wakil Presiden (RI 2), hingga para menteri dan wakil menteri. Namun, salah satu akun X mengunggah daftar penggunaan nopol RI 25 dengan satu angka kecil di ujung kanan bawah. 

    Angka kecil ini disebut membedakan pejabat yang menggunakan hal itu. Berdasarkan dokumen yang beredar dan belum terkonfirmasi, berikut daftar pejabat dengan kode RI 25:

    Menko PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) bernopol RI 25 tanpa angka kecil di ujung kanan bawah.
    Menteri Agama bernopol RI 25 dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 2.
    Wamen Agama (Wakil Menteri Agama) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 3.
    Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 4.
    Dua Wamendikdasmen (Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 5 dan 6.
    Mendiktisaintek (Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Sains Teknologi) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 7.
    Dua Wamendiktisaintek (Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Sains Teknologi) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 8 dan 9.
    MenKebudayaan (Menteri Kebudayaan) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 10.
    Wamen Kebudayaan dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 11
    Menteri Dukbangga/BKKBN (Menteri Pembangunan Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 14.
    Wamen Dukbangga/BKKBN dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 15.
    Menteri PPPA (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 16.
    Wamen PPPA dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 17.
    Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 18.
    Wamenpora (Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 19.

    Kebingungan di Lapangan
    Kehadiran plat RI 25 di berbagai kendaraan dengan jenis dan lokasi berbeda dalam waktu berdekatan menimbulkan kebingungan. Apakah pelat ini dipakai bergantian oleh pejabat tertentu, atau ada kelonggaran dalam penggunaannya?

    Publik pun mempertanyakan apakah sistem pengelolaan pelat khusus RI sudah sesuai regulasi. Spekulasi bermunculan, mulai dari dugaan penyalahgunaan hingga kelonggaran pengaturan dalam protokol kendaraan dinas pejabat negara.

    Penggunaan pelat nomor khusus pejabat negara seperti RI 25 merupakan hal yang wajar dalam protokol kenegaraan. Namun, kemunculan pelat ini pada kendaraan yang berbeda dalam waktu berdekatan, serta perbedaan angka kecil di ujung kanan bawahnya, menimbulkan pertanyaan. 

    Pemerintah diharapkan dapat memberikan klarifikasi agar tidak memunculkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.

    Jakarta: Fenomena penggunaan pelat nomor RI 25 di berbagai jenis kendaraan memicu perbincangan hangat di media sosial. Plat yang biasanya dikaitkan dengan pejabat negara ini dilaporkan terlihat di mobil seperti Toyota Alphard, Zenix, sedan, hingga BMW, dan menimbulkan kebingungan di kalangan netizen.
     
    Berawal dari salah satu pengguna akun X, Galil** (@glrh*), yang mengungkap sebuah mobil bernopol RI 25 tidak seperti lainnya. Pasalnya mobil tersebut ikut terjebak macet tanpa patwal dan strobo.
     
    “Bermacet-macetan dengan RI 25 tanpa patwal, tanpa strobo.,” tulis akun X tersebut, Selasa 10 Desember 2024.
    Cuitan ini menjadi viral dengan lebih dari 3,2 juta kali tayangan. Bahkan kata kunci RI 25 menjadi salah satu trending setidaknya hingga Rabu siang 11 Desember 2024. Viral ini justru berubah pada kebingungan.

    Pengakuan Netizen

    Sejumlah netizen merespons dengan nada kebingungan. Mereka melihat pelat RI 25 di sejumlah mobil berbeda.
     
    Netizen lain, Dhe** (@dherry**), mengungkap bahwa pada 9 Desember lalu, ia melihat tiga kendaraan berbeda di kawasan Sudirman yang semuanya menggunakan plat RI 25. “1 mobil Alphard, 1 Zenix, 1 sedan. Apa memang sekarang bisa beranak nopol RI ya?” ujarnya heran.
     
    Sementara itu, pengguna X lain, H Praman***** (@RioD*****), mengklaim melihat plat RI 25 terpasang pada BMW model X di kawasan Empang, Bogor, lengkap dengan strobo dan toa sekitar pukul 9 malam. “Padahal jalan relatif sepi karena habis hujan seharian,” tulisnya.
     
    Lain halnya dengan cuitan Afa******** (@afan**i) yang mengatakan bahwa plat RI 25 terlihat di berbagai lokasi dalam rentang dua hingga tiga hari terakhir. Mobil yang disebutkan meliputi Toyota Crown Royal Majesty di Istiqlal, Toyota Zenix di Layang Antasari, dan Camry Hybrid generasi pertama di kawasan Sudirman.

    Perbedaan di Angka Kecil Ujung Kanan Bawah Plat RI 25

    Selain kendaraan yang berbeda, netizen juga mulai memperhatikan perbedaan angka kecil yang tercantum di ujung kanan bawah pelat nomor RI 25. Misalnya, pada salah satu pelat Toyota Alphard, tertera angka kecil “1”, sementara pada Toyota Zenix terlihat angka “2”. 
     
    Angka kecil ini diduga digunakan untuk membedakan kendaraan dinas yang masuk dalam satu kode RI yang sama, meskipun digunakan oleh pejabat yang berbeda.
     
    “Baru sadar ternyata di plat RI itu ada angka kecil di ujung kanan bawah. Mungkin ini buat bedain kendaraan dinasnya ya,” tulis seorang netizen di kolom komentar cuitan viral tersebut.
     
    Baca juga: NRKB di STNK: Pentingnya Nomor Polisi Kendaraan yang Sering Diabaikan

    Apa Itu RI 25 dan Siapa yang Berhak Menggunakannya?

    Dalam protokol kenegaraan, plat nomor dengan kode RI umumnya digunakan oleh pejabat tinggi negara, termasuk Presiden (RI 1), Wakil Presiden (RI 2), hingga para menteri dan wakil menteri. Namun, salah satu akun X mengunggah daftar penggunaan nopol RI 25 dengan satu angka kecil di ujung kanan bawah. 
     
    Angka kecil ini disebut membedakan pejabat yang menggunakan hal itu. Berdasarkan dokumen yang beredar dan belum terkonfirmasi, berikut daftar pejabat dengan kode RI 25:

    Menko PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) bernopol RI 25 tanpa angka kecil di ujung kanan bawah.
    Menteri Agama bernopol RI 25 dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 2.
    Wamen Agama (Wakil Menteri Agama) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 3.
    Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 4.
    Dua Wamendikdasmen (Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 5 dan 6.
    Mendiktisaintek (Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Sains Teknologi) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 7.
    Dua Wamendiktisaintek (Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Sains Teknologi) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 8 dan 9.
    MenKebudayaan (Menteri Kebudayaan) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 10.
    Wamen Kebudayaan dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 11
    Menteri Dukbangga/BKKBN (Menteri Pembangunan Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 14.
    Wamen Dukbangga/BKKBN dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 15.
    Menteri PPPA (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 16.
    Wamen PPPA dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 17.
    Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 18.
    Wamenpora (Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga) dengan angka kecil di ujung kanan bawah, 19.

    Kebingungan di Lapangan

    Kehadiran plat RI 25 di berbagai kendaraan dengan jenis dan lokasi berbeda dalam waktu berdekatan menimbulkan kebingungan. Apakah pelat ini dipakai bergantian oleh pejabat tertentu, atau ada kelonggaran dalam penggunaannya?
     
    Publik pun mempertanyakan apakah sistem pengelolaan pelat khusus RI sudah sesuai regulasi. Spekulasi bermunculan, mulai dari dugaan penyalahgunaan hingga kelonggaran pengaturan dalam protokol kendaraan dinas pejabat negara.
     
    Penggunaan pelat nomor khusus pejabat negara seperti RI 25 merupakan hal yang wajar dalam protokol kenegaraan. Namun, kemunculan pelat ini pada kendaraan yang berbeda dalam waktu berdekatan, serta perbedaan angka kecil di ujung kanan bawahnya, menimbulkan pertanyaan. 
     
    Pemerintah diharapkan dapat memberikan klarifikasi agar tidak memunculkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Cegah 71 Ribu Perempuan Indonesia Child Free, Kepala BKKBN Dorong Perusahaan Buka Day Care di Kantor – Halaman all

    Cegah 71 Ribu Perempuan Indonesia Child Free, Kepala BKKBN Dorong Perusahaan Buka Day Care di Kantor – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu Panca Rini

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Dukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyoroti fenomena perempuan di Indonesia yang memilih childfree atau tidak ingin memiliki anak. Kata dia, menyediakan daycare atau penitipan anak yang berkualitas di kantor atau lembaga bisa menjadi salah satu solusi agar perempuan tidak memilih childfree.

    “71 ribu perempuan Indonesia hari ini menginginkan childfree, menikah tetapi tidak mau punya anak. Karena itu daycare salah satu jawaban. Ayo kementerian terkait kasih ruang untuk anak-anak, kasih yang baik, berikan yang terbaik,” ujar dia di kantor BKKBN, Jakarta, Rabu (10/12/2024).

    Ia mengemukakan bahwa ada tiga alasan perempuan di Indonesia memilih childfree. Pertama, pasangan suami-istri yang bekerja memiliki kekhawatiran tidak bisa menjaga dan merawat anak dengan baik.

    Kedua, alasan mengejar karir dan cita-cita. Serta ketiga, budaya. “Ada tiga alasan kenapa perempuan memilih childfree. Nanti siapa yang ngurus, suami kerja istri kerja, (takut) diurus pembantu. Ada yang mengejar cita-cita dan karir serta faktor budaya,” jelas mantan Bupati Batang, Jawa Tengah ini.

    Di kesempatan yang sama, sebagai upaya pemberian layanan pengasuhan anak usia dini yang berkualitas, Kemendukbangga memperkenalkan program pengasuhan di tempat penitipan anak/daycare Taman Asuh Anak (Tamasya) dan Gerakan Ayah Teladan (GATE).

    Pilot project daycare ini akan ada di lima kementerian yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Sosial, dan Kementerian Ketenagakerjaan.

    Nantinya selain kementerian atau lembaga, swasta maupun perusahaan juga wajib memiliki daycare berkualitas. “Pilot project-nya baru di lima kementerian bertanggung jawab bersama-sama. Ke ​depan setiap tempat kerja, minta tolong disiapkan tempat penitipan anaknya. Ini butuh pengawalan dan keseriusan saja,” ujar dia.

  • LLDIKTI 9 Ungkap 30 Persen dari 229 Perguruan Tinggi Aktif Dalam MKBM Mandiri

    LLDIKTI 9 Ungkap 30 Persen dari 229 Perguruan Tinggi Aktif Dalam MKBM Mandiri

    Dalam MBKM Mandiri, ada delapan bentuk kegiatan pembelajaran (BKP) yang bisa dijalankan perguruan tinggi, mulai dari pertukaran mahasiswa, magang, asistensi mengajar, penelitian, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi atau proyek independen, dan kuliah kerja nyata tematik (KKN Tematik). 

    Ketua Tim MBKM LLDikti 9, Muliyadi Hamid, mengatakan, bentuk kegiatan pembelajaran yang paling banyak dilakukan di MBKM Mandiri adalah KKN Tematik.

    Diikuti kemudian oleh kewirausahaan dan asistensi mengajar atau kampus mengajar. 

    “Itu yang paling mendominasi,” tuturnya. 

    Untuk KKN Tematik, Muliyadi menuturkan, belum lama ini tema yang diusung adalah soal stunting dan pernikahan dini. “

    Semua PT yang melaksanakan KKN Tematik, kami minta melaksanakan tema itu. Kami fasilitasi mereka untuk berkoordinasi dengan BKKBN dan Dinas Kesehatan di masing-masing daerah,” tuturnya. 

  • Tidak hanya Fisik, Anemia Bisa Ganggu Kesehatan Mental – Halaman all

    Tidak hanya Fisik, Anemia Bisa Ganggu Kesehatan Mental – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 memaparkan wanita usia remaja (15-24 tahun) memiliki prevalensi anemia atau kurang darah sebesar 15,5 persen  sedangkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1?ri tahun 2022.

    Titik awal pencegahan stunting dapat dimulai sejak remaja, di mana para remaja nantinya melanjutkan dan melahirkan generasi maju yang sehat, unggul, dan berkarakter sehingga menurunkan prevalensi anemia menjadi penting. 

    Praktisi kesehatan, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi mengatakan, berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan, anemia bukan saja keadaan kurang darah tapi berdampak pada siklus hidup, termasuk siklus hidup remaja. 

    “Anemia dapat menurunkan imunitas, yang membuat gampang terkena infeksi, kondisi ini juga berdampak pada kemampuan aktivitas fisik dan performa yang menurun,” kata dr Ray saat disela-sela pelaksanaan program Generasi Sehat Indonesia (GESID) di Jakarta belum lama ini.

    Program GESID yang menyasar remaja dan mengintegrasikan berbagai elemen sebagai langkah pencegahan anemia dan stunting dalam upaya mencapai gagasan Generasi Emas Indonesia 2045. 

    Aanemia,  kata Medical and Science Director Danone Indonesia ini  tidak hanya berdampak pada kesehatan secara fisik melainkan juga bisa berdampak pada kesehatan mental.

    “Kurangnya zat besi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anemia defisiensi besi dan perlu diingat, bahwa hormon kebahagiaan atau dopamine dapat diproduksi jika zat besinya cukup,” kata Ray.

    Jika dopaminenya tidak diproduksi, kata dr Ray maka dapat terjadi kecemasan, mudah mengantuk, suka marah atau emotionally unstable yang merupakan gangguan mental.

    Dalam kesempatan sama, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti mengatakan, permasalahan stunting akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan mencegahnya, dibutuhkan kolaborasi antar pihak.

    “Stunting mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, di mana stunting mempengaruhi kemampuan kognitif juga dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular,” katanya.

    Sementara itu, kata dia periode remaja jadi salah satu periode paling kritis dalam perkembangan manusia dan status kesehatannya akan berdampak pada tahapan fase kehidupan berikutnya, termasuk paska saat menikah, hamil dan melahirkan.

    “Percepatan penurunan stunting jadi salah satu prioritas pembangunan sehingga, kita perlu terus berkolaborasi untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman para remaja, anak-anak kita, tentang pentingnya pemenuhan gizi seimbang,” katanya.

    Saat ini, kata Nopian ada 4 provinsi binaan program GESID yang termasuk dalam 12 provinsi prioritas pencegahan stunting yang dikembangkan BKKBN.

    Sementara Lead Kemitraan PDM.11 Gerakan Sekolah Sehat, Direktorat Jenderal PAUD Dikdasmen, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RepubIik Indonesia, Catur Budi Santosa mengapresiasi inisiatif dan dukungan Danone Indonesia dalam program pemerintah mencegah permasalahan anemia dan stunting. 

    “Salah satu upaya yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah status kesehatan peserta didik,” katanya. 

    Sejak tahun 2021 hingga 2024, program GESID berhasil menyasar 613 SMP dan SMA, 6.133 duta GESID, lebih dari 70.000 siswa/i, serta menjangkau amplifikasi digital dan social media  lebih dari 3 juta.

  • Kebiasaan ‘Nyirih’ Pada Ibu Hamil Membahayakan Janin, Kepala BKKBN: Ada Zat Besi dan Kapur Masuk – Halaman all

    Kebiasaan ‘Nyirih’ Pada Ibu Hamil Membahayakan Janin, Kepala BKKBN: Ada Zat Besi dan Kapur Masuk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji menyoroti kebiasaan budaya tertentu yang dapat meningkatkan risiko stunting pada anak, salah satunya adalah kebiasaan ‘nyirih’ (mengunyah sirih) yang masih dilakukan oleh ibu hamil di beberapa daerah di Indonesia.

    “Beberapa daerah masih ada ibu hamil yang nyir​ih. Kandungan kapur dalam sirih dan zat besi yang masuk saat ‘nyirih’ dapat mempengaruhi kondisi janin. Ini salah satu kultur yang perlu kita edukasi,” kata Wihaji dalam kunjungannya ke Desa Mulyasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).

    Ia menambahkan, kebiasaan tersebut menunjukkan pentingnya edukasi yang menyasar langsung ke masyarakat, terutama ibu hamil, untuk memastikan mereka memahami dampak buruk dari praktik-praktik budaya tertentu terhadap kesehatan ibu dan anak.

    Menurutnya, selain kekurangan gizi dan akses air bersih, faktor budaya juga menjadi salah satu penyebab stunting yang perlu diatasi secara menyeluruh.

    Oleh karena itu, BKKBN mendorong pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk memperluas program edukasi yang lebih intensif.

    “Edukasi adalah salah satu langkah utama untuk mencegah stunting. Kita tidak hanya bicara soal nutrisi, tapi juga kebiasaan yang bisa mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan anak,” jelasnya.

    Ia juga mengingatkan bahwa pencegahan stunting membutuhkan perhatian lintas sektor.

    Selain BKKBN, kementerian lain, pemerintah daerah, serta masyarakat harus bekerja sama untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang berpotensi membahayakan kesehatan.

    Lebih lanjut Wihaji menekankan pentingnya langkah pencegahan yang berbasis data.

    Dengan pendekatan by name by address, BKKBN akan memastikan setiap keluarga yang berisiko stunting mendapatkan perhatian yang sesuai, termasuk edukasi langsung untuk ibu hamil.

    “Kita punya data keluarga risiko stunting (KRS). Hari ini, kita harus turun langsung ke lapangan dan menyelesaikan masalah dengan fokus. Tidak boleh hanya sekadar diskusi atau seminar,” ungkapnya.

    Ia berharap langkah konkret ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan ibu dan anak, sekaligus menekan angka stunting di Indonesia.

    “Stunting bukan hanya soal kekurangan gizi, tapi juga perilaku. Maka dari itu, kita harus sabar, fokus, dan memastikan semuanya kasat mata. Orangnya jelas, alamatnya jelas, dan masalahnya bisa diselesaikan,” pungkasnya.

    Melalui pendekatan edukasi yang lebih menyentuh akar permasalahan, BKKBN optimis angka stunting di Indonesia dapat ditekan, sekaligus mendorong terciptanya generasi muda yang sehat dan berkualitas.

     

  • Jakpus: Pencegahan pernikahan dini bisa menekan angka stunting

    Jakpus: Pencegahan pernikahan dini bisa menekan angka stunting

    Pentingnya program pendewasaan usia perkawinan (PUP) dan perencanaan keluarga

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas (Sudin) Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) menyebut dengan mencegah pernikahan dini di masyarakat bisa menekan angka stunting yang selama ini menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.

    “Pentingnya program pendewasaan usia perkawinan (PUP) dan perencanaan keluarga. Pernikahan sebelum usia yang dianjurkan kemungkinan timbulnya risiko medis sangat besar termasuk lahir bayi stunting,” kata Kepala Suku Dinas PPAPP Jakarta Pusat, Dwi Wahyu Riyanti saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Dwi menyebut pernikahan dini merupakan pernikahan sebelum usia yang dianjurkan dalam segi kesehatan atau anjuran pemerintah.

    Usia yang dianjurkan demi kesehatan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yakni 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

    Selain itu, Dwi menyebut pihaknya juga sudah menyosialisasikan ke masyarakat Jakarta bahwasanya proses perkawinan (konsepsi) untuk wanita yang usianya masih di bawah usia yang dianjurkan secara kesehatan, fisik tubuh wanita belum siap sepenuhnya termasuk kematangan sel telur.

    “Kondisi rahim dan pinggul belum berkembang optimal, sehingga sangat berisiko ketika melahirkan, kemungkinan timbulnya risiko medis sangat besar, misalnya keguguran, preklamsia, keracunan kehamilan, prematur, kanker leher rahim, termasuk lahir bayi stunting,” ujar Dwi.

    Adapun upaya yang dilakukan untuk mencegah pernikahan dini yang dapat menyebabkan timbulnya kasus stunting antara lain program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan perencanaan keluarga program yang dikategorikan pada tiga masa reproduksi.

    “Ada masa mendunda perkawinan dan kehamilan, masa menjarangkan kehamilan, dan masa mencegah kehamilan,” ucap Dwi.

    Lalu, adanya program Kesehatan Reproduksi (Kespro) yang dikategorikan menjadi dua, yakni Kespro bagi remaja dengan Pusat Informasi dan Konseling serta Remaja Generasi Berencana (PIK-R dan GENRE).

    Upaya tersebut dapat dilalui dengan alur formal dan informal dengan sasaran calon pengantin (catin) yakni siswa SMP dan SMP Sederajat, SMA dan SMA Sederajat serta mahasiswa dan kelompok remaja di masyarakat.

    “Kemudian ada Kespro bagi masyarakat, dengan sasaran pasangan usia subur (PUS) pria/ wanita dan remaja,” jelas Dwi.

    Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Sudibyo Alimoeso mengatakan dengan mencegah bertambahnya jumlah pernikahan dini akan mengurangi kasus stunting baru.

    “Saat ini bila dicermati angka remaja yang melahirkan agak tinggi, dan saat dilihat di kabupaten yang angkanya tinggi, ternyata kasus stuntingnya tinggi juga karena ini saling berkaitan. Oleh karena itu perlu perhatian lebih agar para remaja tidak menikah dini,” ujar Sudibyo Alimoeso di Bandarlampung, Sabtu (12/10).

    Sudibyo mengatakan pernikahan dini tersebut akan menghasilkan beberapa dampak negatif, seperti belum siapnya secara mental para remaja untuk membina rumah tangga. Hingga adanya risiko besar anak yang lahir akan mengalami stunting.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024