Kementrian Lembaga: BIN

  • Awal Mula ‘Sleeping Prince’ Kecelakaan, 20 Tahun Koma hingga Meninggal

    Awal Mula ‘Sleeping Prince’ Kecelakaan, 20 Tahun Koma hingga Meninggal

    Riyadh

    Pangeran Arab Saudi yang koma selama lebih dari 20 tahun, Al-Waleed bin Khalid Al-Saud, meninggal dunia. Pangeran yang disebut sebagai ‘Sleeping Prince’ ini koma bertahun-tahun setelah mengalami kecelakaan mobil di London, Inggris.

    Dilansir Daily Mail, Minggu (20/7/2025), Al-Waleed mengalami kecelakaan pada tahun 2005 atau saat berusia 15 tahun. Dia menderita cedera otak parah dan pendarahan internal dalam kecelakaan mengerikan tersebut.

    Pangeran Al-Waleed sedang kuliah di sebuah perguruan tinggi militer di London ketika dia mengalami kecelakaan mobil yang memilukan itu. Setelah kecelakaan itu, dia dirawat di King Abdulaziz Medical City di Riyadh, Arab Saudi.

    Dia terus mengalami koma selama perawatan. Ayah Pangeran Al-Waleed, Pangeran Khaled bin Talal Al Saud, merupakan saudara dari taipan bisnis Pangeran Al-Waleed bin Talal bin Abdulaziz Al-Saud. Khaled tidak pernah putus asa dan berharap putranya dapat pulih sepenuhnya.

    Dia tetap terlibat dalam perawatan sang pangeran dan menentang pencabutan alat bantu hidup. Dalam video yang dibagikan di media sosial pada tahun 2020, Al-Waleed tampak mengangkat jari-jarinya saat seorang wanita menyapanya.

    “Hai, Didi, halo, halo, coba kulihat, hai,” sapanya saat sang pangeran menggoyangkan jari-jarinya sebagai jawaban.

    Meskipun ada tanda-tanda pemulihan, Pangeran Al-Waleed tetap dalam kondisi kritis. Pada Sabtu (19/7/2025), Pangeran Al-Waleed meninggal dunia dalam usia 36 tahun.

    Khaled mengumumkan putranya meninggal dalam sebuah unggahan memilukan di X. Pangeran Al-Waleed disalatkan dan dimakamkan di Riyadh hari ini.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Momen ‘Sleeping Prince’ Dirawat karena Koma 20 Tahun sebelum Meninggal di Usia 36

    Momen ‘Sleeping Prince’ Dirawat karena Koma 20 Tahun sebelum Meninggal di Usia 36

    Sarah Oktaviani Alam – detikHealth

    Minggu, 20 Jul 2025 17:00 WIB

    Jakarta – Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal bin Abdulaziz Al Saud atau yang ‘Sleeping Prince’ meninggal di usia 36 tahun. Ia meninggal setelah koma selama 20 tahun.

  • Siapa Pangeran Al Waleed? The Sleeping Prince yang Meninggal Dunia Usai Koma 20 Tahun – Page 3

    Siapa Pangeran Al Waleed? The Sleeping Prince yang Meninggal Dunia Usai Koma 20 Tahun – Page 3

    Pangeran Al Waleed bin Khaled bin Talal bin Abdulaziz Al Saud adalah anggota keluarga kerajaan Arab Saudi, cicit dari Raja Abdulaziz, pendiri Kerajaan Arab Saudi. Meskipun bukan pewaris takhta utama, ia memiliki posisi terhormat dan dikenal karena kecerdasan serta semangat nasionalismenya. Ia memiliki cita-cita untuk berkarier di bidang militer, menunjukkan dedikasinya terhadap negaranya.

    Pada tahun 2005, saat berusia 15 tahun, Pangeran Al Waleed bin Khaled mengalami kecelakaan mobil serius di London yang mengubah seluruh jalan hidupnya. Kecelakaan tersebut mengakibatkannya jatuh ke dalam kondisi koma yang berkepanjangan.

    Keluarganya, terutama sang ayah, Pangeran Khaled bin Talal, menunjukkan kesetiaan luar biasa dengan merawatnya selama hampir dua dekade, menolak saran medis untuk mencabut alat bantu hidupnya.

     

  • Sederet Pasien yang Koma Bertahun-tahun, Pangeran Alwaleed ‘Tidur’ 20 Tahun

    Sederet Pasien yang Koma Bertahun-tahun, Pangeran Alwaleed ‘Tidur’ 20 Tahun

    Jakarta

    Koma merupakan keadaan tidak sadar yang berkepanjangan yang membuat seseorang yang masih hidup, tetapi tidak dapat dibangunkan dan tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Kondisi ini adalah keadaan darurat medis yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, termasuk cedera otak traumatis, stroke, atau penyakit lainnya.

    Ternyata, ada beberapa orang di dunia yang mengalami kondisi koma dalam waktu yang lama. Bahkan, kondisi itu terjadi selama puluhan tahun.

    Dikutip dari berbagai sumber, berikut beberapa pasien yang ‘tidur’ terlama akibat koma:

    1. Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal Al Saud

    Salah satu pasien yang mengalami koma terlama adalah Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal Al Saud atau dikenal sebagai ‘Sleeping Prince’. Kondisi ini terjadi setelah ia kecelakaan lalu lintas, saat belajar sebagai kadet militer di London.

    Saat itu, ia baru berusia 15 tahun saat insiden itu terjadi pada 2005. Pangeran Al-Waleed mengalami cedera otak parah dan perdarahan internal dan koma hingga 20 tahun.

    Namun, putra sulung Pangeran Khaled bin Talal Al Saud, mengumumkan kematian ‘Sleeping Prince’ dalam sebuah unggahan di X, Sabtu (19/7/2025).

    “Dengan hati yang meyakini kehendak dan ketetapan Tuhan, serta dengan kesedihan dan duka yang mendalam, kami berduka atas putra tercinta kami, Pangeran Al-Waleed Bin Khalid Bin Talal Bin Abdulaziz Al Saud, semoga Tuhan mengasihaninya, yang meninggal dunia hari ini.”

    2. Edwarda O’Bara ‘Putri Salju yang Tertidur’

    Edwarda O’Bara dikenal sebagai ‘Putri Salju yang Tertidur’ di Amerika. Kehidupannya berubah tragis saat ia mengalami koma selama empat dekade saat remaja, tetapi tidak pernah bangun lagi.

    Dikutip dari The Sun, saat Edwarda berusia 16 tahun ia mengalami pneumonia. Tetapi, ia bereaksi buruk terhadap obat yang diberikan kepadanya.

    Orang tua Edwarda, Kaye dan Joye, mengatakan putrinya itu sempat terbangun dengan gemetar dan kesakitan yang luar biasa karena insulin oral yang ia konsumsi tidak mencapai aliran darahnya. Joye sempat mendapati kaki Edwarda dipenuhi ‘benjolan gula’ di bawah kulit.

    Edwarda menghabiskan 42 tahun tanpa sadarkan diri, sementara keluarganya berjuang keras untuk mempertahankan hidupnya. Tetapi, sebelum koma Edwarda meninggalkan keluarganya dengan satu pesan terakhir yang akan mengubah hidup mereka.

    “Janji, ibu tidak akan meninggalkanku,” kata Edwarda sebelum koma.

    Edwarda akhirnya meninggal dunia pada 21 November 2012 di usia 59 tahun. Ribuan orang terus mengunjungi rumah O’Bara setelah kematiannya, yang memang tergerak karena kisah luar biasa tentang cinta dan komitmen yang tidak pernah pudar.

    3. Jean-Pierre Adams

    Mantan pesepakbola Prancis, Jean-Pierre Adams, meninggal dunia setelah 39 koma. Ia meninggal pada usia 73 tahun.

    Adams dirawat di rumah sakit untuk operasi lutut pada Maret 1982, tetapi tidak pernah sadar kembali setelah terjadi kesalahan dalam pemberian anestesi.

    Pada saat itu, Adams menjalani operasi untuk memperbaiki tendon yang rusak di lututnya. Kondisi itu dialaminya saat mengikuti kamp pelatihan, banyak staf di rumah sakit di Lyon mogok kerja, secara eksternal.

    Operasi tetap berjalan dengan ahli anestesi menangani delapan pasien, termasuk Adams, pada saat yang bersamaan. Adams diawasi oleh seorang peserta pelatihan.

    “Saya tidak mampu melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada saya,” tutur Adams yang dikutip dari BBC.

    Banyak kesalahan yang dilakukan antara ahli anestesi dan peserta pelatihan, menyebabkan Adams mengalami henti jantung dan kerusakan otak. Baru pada pertengahan 1990-an, ahli anestesi dan peserta pelatihan dihukum – hukuman percobaan satu bulan dan denda 750 euro atau sekitar 14 juta rupiah.

    Adams dipulangkan dari rumah sakit setelah 15 bulan dan dirawat di rumah di Nimes oleh istrinya, Bernadette, sejak saat itu. Selama empat dekade, ia menghabiskan hampir setiap hari merawat Jean-Pierre, mengganti pakaiannya, menyiapkan makanannya, tak pernah lupa memberinya hadiah, dan sering kali juga berbicara dengannya.

    Namun, Bernadette mengungkapkan bahwa rumah sakit tidak pernah meminta maaf atas kecelakaan yang selalu ia pikirkan setiap hari.

    4. Munira Abdulla

    Seorang wanita asal Uni Emirat Arab (UEA) yang mengalami luka parah dalam kecelakaan lalu lintas pada tahun 1991 di Jerman. Beruntungnya, ia pulih setelah koma selama 27 tahun.

    Dikutip dari BBC, Abdulla yang pada saat 32 tahun mengalami kecelakaan hingga menyebabkan cedera otak parah. Mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan sebuah bus dalam perjalanannya menjemput putranya dari sekolah.

    Putranya, Omar Webair, yang saat digendong ibunya berhasil selamat tanpa cedera. Tetapi, Abdulla mengalami luka parah yang dirawat di rumah sakit di Jerman.

    Abdulla akhirnya dibawa ke rumah sakit, dan kemudian dipindahkan ke London. Di sana, dia dinyatakan dalam kondisi vegetatif atau tidak responsif, tetapi masih bisa merasakan sakit.

    Ia dikembalikan ke Al Ain, sebuah kota di UEA di perbatasan dengan Oman. Abdulla dipindahkan ke berbagai fasilitas medis sesuai dengan persyaratan asuransi.

    Abdulla tinggal di sana selama beberapa tahun, diberi makan melalui selang dan tetap hidup. Ia menjalani fisioterapi untuk memastikan otot-ototnya tidak melemah karena kurangnya gerakan.

    Sampai akhirnya, ia sadar dan menjadi lebih responsif. Abdulla bisa merasakan sakit dan berbicara.

    Namun, untuk bisa pulih ia harus menjalani fisioterapi dan rehabilitasi lebih lanjut. Terutama untuk memperbaiki postur tubuhnya saat duduk dan mencegah otot berkontraksi.

    5. Martha von Bulow

    Seorang pewaris di Amerika Serikat, Martha von Bulow, menghabiskan hampir tiga dekade dalam keadaan koma. Wanita yang dikenal sebagai Sunny itu ditemukan tak sadarkan diri di rumah besarnya di Rhode Island pada Desember 1980.

    Keluarga von Bulow sedang merayakan Natal tepat sebelum Natal tahun 1980 ketika Sunny von Bulow. Sunny yang saat itu berusia 48 tahun dan memiliki riwayat konsumsi narkoba, serta kebiasaan minum alkohol yang berlebihan jatuh sakit dalam keadaan linglung.

    Dikutip dari BBC News, dokter menyimpulkan bahwa Sunny menderita kerusakan otak yang membuatnya berada dalam ‘kondisi vegetatif persisten’. Meskipun ia tetap hidup melalui selang makanan dengan perkiraan biaya ratusan ribu dolar per tahun, Sunny von Bulow tidak pernah sadar kembali.

    Sampai akhirnya, Sunny meninggal dunia pada usia 76 tahun setelah dinyatakan koma selama 28 tahun.

  • Doa Kerajaan Saudi Atas Wafatnya ‘Sleeping Prince’ Pangeran Al-Waleed

    Doa Kerajaan Saudi Atas Wafatnya ‘Sleeping Prince’ Pangeran Al-Waleed

    Riyadh

    Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan pernyataan resmi tentang meninggalnya Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal bin Abdulaziz Al Saud. Almarhum akan dimakamkan di Riyadh hari ini.

    “Yang Mulia Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal bin Abdulaziz Al Saud telah wafat. Salat jenazah akan dilaksanakan untuknya, insyaallah, Ahad bertepatan dengan 25/1/1447 H,” demikian pernyataan Pengadilan Tinggi Saudi seperti dilansir Saudi Press Agency, Minggu (20/7/2025).

    Salat jenazah akan digelar di Masjid Imam Turki bin Abdullah di Riyadh. Kerajaan Saudi mendoakan semoga Pangeran Al-Waleed diberi ampunan dan ditempatkan di surga.

    “Semoga Allah melimpahkan rahmat, ampunan, dan keridhaan-Nya serta menempatkannya di surga-Nya yang luas. Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali,” demikian pernyataan resmi tersebut.

    Dilansir dari Gulf News, Al-Waleed bin Khaled bin Talal Al Saud dikenal sebagai ‘Pangeran Tidur’ atau ‘Sleeping Prince’ meninggal dunia pada Sabtu (19/7) setelah koma selama lebih dari 20 tahun akibat kecelakaan mobil yang traumatis. Al-Waleed, yang lahir pada April 1990, merupakan putra sulung Pangeran Khaled bin Talal Al Saud, seorang bangsawan Saudi terkemuka dan keponakan miliarder Pangeran Al Waleed bin Talal.

    Pada tahun 2005 atau saat berusia 15 tahun, Al-Waleed mengalami kecelakaan lalu lintas parah saat dirinya belajar sebagai kadet militer di London. Kecelakaan itu menyebabkan cedera otak parah dan pendarahan internal.

    Meskipun telah mendapatkan perawatan medis darurat dan ditangani oleh dokter spesialis Amerika dan Spanyol, dia tidak pernah sadar sepenuhnya. Selama lebih dari 20 tahun, Al Waleed berada dalam kondisi koma.

    Lihat juga Video: Raja Salman Dilaporkan Jalani Tes Medis Radang Paru-Paru

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • PSI Jelas Milik Keluarga Jokowi, Partai Terbuka Cuma ‘Gimmick’ untuk Tandingi PDIP

    PSI Jelas Milik Keluarga Jokowi, Partai Terbuka Cuma ‘Gimmick’ untuk Tandingi PDIP

    GELORA.CO – Boleh saja Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mengklaim Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bukan partai milik keluarga, akan tetapi terpilihnya Kaesang Pangarep jadi ketua umum, tak terlepas dari statusnya sebagai anak bungsu Jokowi, sekaligus membuktikan bahwa partai yang kini berlambang gajah tersebut adalah partai keluarga.

    “Dari semua rangkaian drama, sudah bisa dipastikan bahwa PSI akan kembali dipimpin oleh Keluarga Jokowi, dalam hal ini oleh Kaesang Pangarep bin Joko Widodo,” kata Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan kepada Inilah.com, dikutip minggu (20/7/2025).

    Ia sudah memprediksi dari jauh-jauh hari, kongres PSI nantinya akan menetapkan kembali Kaesang dari jabatannya sebagai ketua umum.

    “Dan mungkin Jokowi akan masuk menjadi Ketua Dewan Pembina atau sejenisnya,” ujarnya menambahkan.

    Terkait konsep Partai TBK (terbuka), Iwan melihat hal itu cuma gimmick politik untuk meraup simpati publik dan ingin menunjukkan perbedaan dari PDIP dan partai lainnya.

    “Tapi tetap saja, PSI tetap menjadi milik keluarga Jokowi. Kalau konsep TBK hanya diukur dari metodologi pemilihan ketum, bagi saya itu belum bisa memenuhi syarat bisa dikatakan sebagai TBK. PSI harus memilikin konsep yang komprehensip terkait penerapan TBK dalam PSI,” jelas Iwan.

    Ia menanggap, terbentuknya PSI memang dipersiapkan untuk Jokowi dan keluarganya. Slogan PSI sebagai partainya Jokowi, bukan hanya sebagai jargon belaka, tapi memang PSI milik Jokowi dan keluarganya.

    “Karena pasca berkuasa 10 tahun Jokowi harus punya partai agar tetap eksis dan punya kekuatan di kancah politik Indonesia. Dengan adanya PSI, Jokowi masih punya nilai tawar dan demi melindungi anak dan menantunya di panggung politik saat ini. Dengan punya partai, kekuatan dan jaringan yang sudah dibangun selama ini masih punya tempat berlabuh,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Kaesang Pangarep, kembali terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) periode 2025-2030 setelah dilakukan proses voting secara daring (e-vote) oleh para kader di Graha Saba Buana, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (19/7/2025).

    Putra bungsu Jokowi itu terpilih dalam Kongres PSI 2025 mengalahkan calon ketua umum lainnya, yakni Ronald A. Sinaga atau Bro Ron dan Agus Mulyono Herlambang.

    Jokowi yang turut memberikan pidato di kongres tersebut, mengklaim bahwa PSI adalah partai terbuka yang tak dikuasai segelintir orang dan kepemilikan saham berada di tangan seluruh anggota partai. “Tidak ada kepemilikan elite, tidak ada kepemilikan keluarga,” kata Jokowi di depan ribuan kader PSI.

    Implementasi partai super tbk tersebut, menurutnya, dilakukan dengan menerapkan e-voting atau pemilihan secara elektronik dalam Pemilihan Ketua Umum PSI. Setiap anggota partai memiliki hak suara untuk memilih kandidat ketua umum.

    Jokowi yakin penggunaan teknologi dalam untuk pemungutan suara itu akan meningkatkan basis massa PSI. “Kalau model politik seperti ini kita lakukan tidak ada lagi yang namanya politik di belakang layar. Semuanya open, semuanya terbuka, semuanya transparan. Tidak ada lagi keputusan segelintir orang. Keputusan nanti ada di seluruh anggota,” ucap dia.

  • Menteri Ekonomi Kreatif Riefky Harsya Jenguk SBY di RSPAD

    Menteri Ekonomi Kreatif Riefky Harsya Jenguk SBY di RSPAD

    Menteri Ekonomi Kreatif Riefky Harsya Jenguk SBY di RSPAD
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Ekonomi Kreatif,
    Teuku Riefky Harsya
    , menjenguk Presiden Ke-6 RIm
    Susilo Bambang Yudhoyono
    (SBY) yang sedang dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
    Pantauan Kompas.com, Riefky tiba di RSPAD menggunakan mobil Alphard warna putih sekitar pukul 11.18 WIB. Ia dikawal petugas Patroli dan Pengawalan (Patwal) serta satu mobil polisi.
    Begitu turun di lobi Pavilun Kartika, Riefky langsung beranjak masuk ke dalam rumah sakit. Ia hanya menyapa sebentar awak media dan melambaikan tangan.
    Adapun Riefky merupakan salah satu orang dekat Ketua Umum
    Partai Demokrat
    Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
    Ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) periode 2020-2025. Pada Maret 2025 lalu, Riefky dipercaya menjadi Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat.
    SBY, sebagai sosok yang mendirikan Partai Demokrat dan pernah menjabat ketua umum, duduk sebagai Ketua Majelis Tinggi.
    Sebelumnya,
    SBY sakit
    dan menjalani perawatan di
    RSPAD Gatot Soebroto
    . Meski sakit dan tangan diinfus, SBY tetap melakukan hobinya untuk melukis.
    Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Syahrial Nastuion, menyebut SBY mungkin kelelahan setelah menjalani rangkaian acara di Kuala Lumpur, Malaysia.
    Di negara sahabat itu, SBY menemui Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato Seri Anwar Ibrahim, menghadiri National Resilience College (NRC) Malaysia, dan menemui Wakil PM Ahmad Zahid bin Hamidi.
    Kegiatan dilakukan pada 9 hingga 12 Juli didampingi delegasi dari Indonesia.
    “Kembali ke tanah air tanggal 12/7/2025 dilanjutkan ada agenda juga di Jakarta keesokan harinya, ada beberapa hal terlupakan yaitu, istirahat untuk memulihkan stamina,” ujar Syahrial.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Momen ‘Sleeping Prince’ Dirawat karena Koma 20 Tahun sebelum Meninggal di Usia 36

    Kisah Haru Ayah ‘Sleeping Prince’, Rawat Anaknya dari Koma hingga Meninggal

    Jakarta

    Pangeran Khaled bin Talal mengumumkan wafatnya putranya, Pangeran Alwaleed bin Khaled bin Talal atau ‘Sleeping Prince’, setelah hampir dua dekade koma akibat kecelakaan di London pada tahun 2005. Pangeran Alwaleed mengalami koma total setelah kecelakaan tersebut saat ia menempuh pendidikan di Inggris.

    “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan menyenangkan [Nya], dan masuklah ke dalam Surga-Ku… Dengan hati yang meyakini kehendak dan ketetapan Allah, dan dengan duka yang mendalam, kami berduka atas putra tercinta kami,” tulis Pangeran Khaled bin Talal bin Abdulaziz, ayahnya, mengonfirmasi berita meninggalnya putranya.

    Diberitakan Gulf News, selama anaknya koma, Pangeran Khaled dengan tegas menolak untuk melepaskan alat bantu kehidupan, menyatakan keyakinannya yang teguh bahwa hidup dan mati sepenuhnya berada di tangan Tuhan.

    Pada tahun 2015, dokter menyarankan untuk melepaskan alat bantu kehidupan, tetapi ayahnya menolak, berpegang teguh pada harapan akan keajaiban.

    “Jika Tuhan menghendakinya meninggal dalam kecelakaan itu, ia pasti sudah berada di kuburnya sekarang,” katanya pada saat itu.

    Pada tahun 2019, kondisi Pangeran Alwaleed disebut ada kemajuan dengan bereaksi seperti mengangkat jari atau menoleh. Hanya saja setelah momen itu, tidak ada perbaikan.

    Ayahnya juga kerap mendoakan putranya dan membagikan kondisi Pangeran Alwaleed lewat sosial media. Di setiap kesempatan, sang ayah yang berduka tetap teguh pada harapan, memohon dengan keyakinan yang mendalam agar putra kesayangannya segera pulih dan menunggu keajaiban meski anaknya sudah dua dekade koma.

    Koma adalah kondisi tidak sadar yang berkepanjangan, dan meskipun beberapa orang pulih, beberapa mungkin mengalami komplikasi seperti infeksi, pembekuan darah, atau pneumonia, yang dapat berakibat fatal. Selain itu, koma dapat berkembang menjadi mati otak, ketika semua fungsi otak berhenti, dan tubuh tidak dapat bertahan hidup tanpa alat bantu hidup buatan.

    (kna/kna)

  • 2
                    
                        Siapa Saut Situmorang? Sosok yang Jatuh di Pelukan Anies Usai Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun
                        Nasional

    2 Siapa Saut Situmorang? Sosok yang Jatuh di Pelukan Anies Usai Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Nasional

    Siapa Saut Situmorang? Sosok yang Jatuh di Pelukan Anies Usai Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Separuh wajah mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    )
    Saut Situmorang
    terbenam di pundak
    Anies Baswedan
    usai Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    divonis 4,5 tahun penjara.
    Tom yang pernah menjabat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 divonis bersalah dalam kasus dugaan
    korupsi
    importasi gula pada Jumat (18/7/2025).
    Pada persidangan sebelumnya, saat Tom membacakan nota pembelaan, Saut juga hadir bersama tokoh-tokoh lain.
    Meski tak kebagian kursi, Saut tetap berdiri menunggu persidangan Tom.
    Lantas, siapakah Saut, pegiat antikorupsi yang membela Tom?
    Saut merupakan mantan Wakil Ketua KPK yang menjabat pada 2015-2019 mendampingi Agus Rahardjo.
    Berbeda dengan Agus yang berangkat dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Saut memiliki latar belakang intelijen.
    Mengutip Tribunnews.com, Saut merupakan mahasiswa jurusan Fisika di Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat.
    Ia lalu meneruskan studinya dengan memilih magister manajemen di Universitas Krisnadwipayana dan program doktoralnya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
    Saut pernah menjabat Sekretaris III Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura pada 1997-2001.
    Saut bergabung dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan pernah menjabat Direktur Monitoring dan Surveillance.
    Ia juga tercatat pernah menjabat staf ahli Kepala BIN. Saut juga menjadi dosen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
    Pada masa kepemimpinannya di KPK, Saut ikut menangani kasus besar. Di antaranya adalah korupsi pengadaan e-KTP.
    Kasus itu menyeret Ketua DPR RI sekaligus Ketua Partai Golkar, Setya Novanto, ke dalam bui.
    Tindakan KPK mengusut kasus rasuah itu membuat Presiden RI Ke-7 Joko Widodo (Jokowi) berang. Agus dipanggil Jokowi dan diminta menghentikan kasus e-KTP.
    Namun, permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah terbit.
    Saut menjadi sosok yang mendengar langsung cerita itu dari Agus.
    “Aku jujur aku ingat benar Pak Agus bilang, ‘Pak Saut, kemarin (3 minggu setelah Setnov tersangka), saya dimarahi (presiden), ‘hentikan’ kalimatnya begitu,” kata Saut saat dihubungi, Jumat (1/12/2023).
    Sekitar satu bulan sebelum masa jabatannya berakhir, Saut Situmorang memutuskan mundur dari KPK.
    Saat itu, ia termasuk orang-orang yang kecewa dengan keputusan pemerintah dan DPR RI merevisi Undang-Undang KPK.
    Saut juga kecewa dengan pimpinan KPK 2019-2024 yang dipilih DPR RI dengan hasil Firli Bahuri sebagai ketua lembaga antirasuah.
    Melalui pesan surel, Saut menyampaikan permintaan maafnya kepada Agus dan Wakil Ketua KPK lainnya, yakni Alexander Marwata, Laode M Syarif, dan Basaria Panjaitan.
    Saut juga meminta maaf kepada para staf dan pegawai KPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Donald Trump Didiagnosis Chronic Venous Insufficiency, Penyakit Apa Itu?

    Donald Trump Didiagnosis Chronic Venous Insufficiency, Penyakit Apa Itu?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump didiagnosis dengan kondisi chronic venous insufficiency atau insufisiensi vena kronis. Kabar ini disampaikan langsung oleh pihak White House.

    “USG Doppler vena bilateral pada ekstremitas bawah dilakukan dan menunjukkan insufisiensi vena kronis, suatu kondisi jinak dan umum, terutama pada individu berusia di atas 70 tahun,” tulis dokter kepresidenan AS Capt. Sean Barbabella.

    Dalam foto yang dirilis APNews, terlihat kaki kiri Trump tampak bengkak saat menerima kunjungan Putra Mahkota Bahrain, Salman bin Hamad Al Khalifa, di Oval Office.

    Apa itu chronic venous insufficiency?

    chronic venous insufficiency atau insufisiensi vena kronis adalah kondisi ketika katup di dalam vena tertentu tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga darah dapat menggenang atau terkumpul di dalam vena. Sekitar 150.000 orang didiagnosis dengan kondisi ini setiap tahun, dan risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.

    “Pada dasarnya ini bukan kondisi yang mengkhawatirkan, dan tidak mengejutkan,” ujar Dr. Jeremy Faust, asisten profesor kedokteran darurat di Harvard Medical School, kepada CNN.

    “Ini adalah bagian yang cukup normal dari penuaan, terutama bagi seseorang yang berada dalam kategori kelebihan berat badan hingga obesitas, yang selalu dialami presiden. Namun, kekhawatiran yang lebih besar … adalah gejala seperti ini perlu dievaluasi untuk kondisi yang lebih serius, dan itulah yang terjadi.”

    Menurut hasil pemeriksaan fisik Trump pada April 2025, fungsi jantungnya normal dan “aliran darah ke ekstremitasnya tidak terganggu.” Hasil pemeriksaan fisik terakhirnya juga menunjukkan tinggi badannya 190 cm dan berat badannya 100 kg, yang menunjukkan ia kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor risiko insufisiensi vena kronis.

    Apa gejala chronic venous insufficiency?

    Ketika darah menggenang di kaki akibat insufisiensi vena kronis atau chronic venous insufficiency, hal ini dapat menyebabkan pembengkakan seperti yang terlihat di pergelangan kaki Trump dalam foto-foto terbaru.

    Hal ini juga dapat disertai rasa sakit dan gatal, atau dalam kasus yang lebih serius dapat disertai perubahan pada kulit, borok, pendarahan, atau trombosis vena dalam-pembekuan darah di kaki.

    “Hal ini dapat dikaitkan dengan kondisi serius, tetapi kondisi ini sendiri bukanlah kondisi serius, dan sangat umum,” ujar Dr. Matthew Edwards, ketua Departemen Bedah Vaskular di Universitas Wake Forest, kepada BBC.

    Para ahli mengatakan risiko lainnya termasuk kelebihan berat badan, memiliki riwayat pembekuan darah, dan memiliki pekerjaan yang mengharuskan pasien berdiri dalam jangka waktu lama.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Yang Ditemukan dari Pemeriksaan Medis Trump Selama 5 Jam”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)