Kementrian Lembaga: BI

  • Mau Lari ke Mana Dia?

    Mau Lari ke Mana Dia?

    GELORA.CO – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tak memperpanjang pencegahan bepergian ke luar negeri Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana alias Tutut Soeharto terkait pengurusan piutang negara. Menurutnya, Tutut tak akan ke mana-mana.

    “Kalau dia juga orang sini, mau lari ke mana dia?” kata Purbaya usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025) malam.

    Sebagai informasi, keputusan pencegahan itu dikeluarkan Sri Mulyani dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 266/MK/KN/2025 tentang Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana alias Tutut Soeharto dalam rangka Pengurusan Piutang Negara.

    Tutut pun menggugat Menteri Keuangan, yang saat itu adalah Sri Mulyani. Gugatan itu terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

    Keputusan yang dibuat itu menetapkan Tutut sebagai penanggung utang PT Citra Mataram Satriamarga Persada (PT CMSP) dan PT Citra Bhakti Margatama Persada (PT CBMP) karena dikaitkan memiliki utang kepada negara atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

    Meski begitu, Purbaya mengonfirmasi bahwa gugatan Tutut terhadap Kemenkeu telah dicabut. Ia pun mengkritik kinerja Satgas BLBI yang dinilai terlalu banyak berjanji namun minim hasil.

    “Saya pikir kata orang, ada yang lapor ke saya, itu Satgas itu over promise. Dalam pengertian janji kebanyakan, tapi yang didapat juga nggak banyak. Akhirnya menimbulkan kegagalan,” ujar Purbaya.

  • Purbaya Siapkan Insentif Tarik Dana WNI di LN, Sinyal Family Office Terealisasi?

    Purbaya Siapkan Insentif Tarik Dana WNI di LN, Sinyal Family Office Terealisasi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap pemerintah tengah mengkaji insentif untuk menarik investor domestik agar tidak menempatkan uangnya dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) di luar negeri.

    Pernyataan Purbaya itu diungkapkan saat ramai pembahasan tentang amandemen UU Tax Amnesty dan riuh rendah rencana pembentukan Family Office. 

    Hal itu disampaikan Purbaya usai menghadiri rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Kendati demikian, Purbaya belum memerinci lebih lanjut terkait dengan rencana tersebut meski optimistis realisasinya bisa dilakukan dalam waktu satu bulan ke depan.

    “Bagaimana menarik uang-uang dolar yang orang suka taruh di luar balik ke sini. Tapi masih belum matang, masih kita matangkan lagi. Tapi kalau saya lihat rencananya cukup bagus sekali, jadi kemungkinan bisa dijalankan dalam waktu mungkin satu bulan ke depan, itu utamanya,” jelas Purbaya kepada wartawan.

    Pria yang lama bekerja di Danareksa itu memastikan hal tersebut bakal ditempuh dengan mekanisme pasar. Dia menegaskan cara yang ditempuh pemerintah untuk menarik investor itu bukan dengan paksaan.

    Purbaya menyebut pemerintah akan memikirkan insentif yang bisa membuat orang Indonesia lebih suka menaruh dolarnya di dalam negeri, dibandingkan di luar. Dia mengaku baru tahu bahwa setiap bulannya banyak investor domestik yang mengirimkan dolarnya ke luar negeri, termasuk ke kawasan Asean. 

    “Uang-uangnya utamanya ke beberapa negara di kawasan sini. Jadi kita akan menjaga itu dengan memberikan insentif yang menarik, sehingga mereka nggak usah capek-capek kirim dolarnya ke luar, itu utamanya,” ungkap Purbaya.

    Family Office 

    Adapun dalam catatan Bisnis, keinginan untuk menarik dana konglomerat dan menyimpannya di dalam negeri pernah diungkapkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan pada akhir pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi). Caranya dengan membentuk Family Office.

    Pria yang saat ini menjadi Ketua Dewan Ekonomi Nasional alias DEN itu bahkan sesumbar, pembentukan suaka pajak bagi para konglomerat itu sedang tahap finalisasi.

    Luhut dan Family Office memang tidak bisa dipisahkan. Ide untuk membentuk ‘skema investasi’ itu pertama kali terlontar dari mulut Luhut di akhir pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) 2024 lalu. Nantinya, para konglomerat yang mau menaruh uangnya di Indonesia akan dibuai oleh berbagai macam insentif. Pembebasan pajak salah satunya.

    Namun hasrat Luhut untuk membentuk Family Office itu tidak kunjung terealisasi. Kementerian Keuangan alias Kemenkeu menentangnya. Sejumlah sumber Bisnis, di lingkungan pemerintahan, bahkan pernah menyinggung mengenai risiko jatuhnya reputasi Indonesia. Apalagi sebelumnya, pemerintah juga pernah melakukan 2 kali pengampunan pajak alias tax amnesty. 

    Adapun Luhut dalam pernyataan terbarunya cukup optimistis bahwa Family Office segera terbentuk. Dia berharap tidak ada penolakan lagi. Pemerintah, kata Luhut, akan terus melakukan sejumlah perbaikan, termasuk melibatkan investor kakap asal Amerika Serikat (AS) Ray Dalio. Ray Dalio juga terlibat dalam proyek Danantara.

    “Kita harapkan ya dalam beberapa bulan ke depan, tinggal Presiden [Prabowo], karena Presiden sudah memberikan go ahead [persetujuan untuk lanjut]. Jadi secara teknis kita nanti laporkan ke Presiden, kalau Presiden perintah eksekusi ya kita eksekusi,” ujar Luhut, Rabu (12/3/2025) lalu.

    Bisnis mencatat bahwa Family Office sejatinya bukanlah gagasan baru dalam lanskap finansial global. Namun skema penarikan dana konglomerat itu, biasanya diterapkan oleh negara atau yurisdiksi yang memiliki reputasi sebagai suaka pajak. Singapura dan Hong Kong adalah dua di antaranya.

    Reputasi Singapuran dan Hong Kong

    Singapura dan Hong Kong telah memiliki reputasi sebagai pusat keuangan global. Investor atau keluarga konglomerat merasa aman menyimpan atau menginvestasikan uang mereka di negara tersebut. Dana atau investasi asing yang masuk ke Indonesia mayoritas juga berasal dari Singapura.

    Tahun 2024 lalu, ada sekitar 1.500 family office di Singapura dan sekitar 1.400 di Hong Kong. Kendati demikian, kebijakan-kebijakan ramah pajak tersebut, membuat Singapura maupun Hong Kong telah lama memiliki reputasi sebagai suaka pajak alias tax haven. Ada ratusan triliun harta milik warga negara Indonesia (WNI) yang disimpan di negeri Jiran tersebut, khususnya Singapura.

    Para buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI sebagian juga tercatat memiliki aset atau tempat tinggal di Singapura. Bisnis juga mencatat beberapa perusahaan asal Indonesia memiliki anak usaha di Singapura (sebagian omsetnya lebih tinggi dibanding induknya di Indonesia), yang diduga tujuannya untuk melakukan penghindaran pajak.

    Laporan Straits Times, satu dari sekian kasus pencucian uang senilai US$2,8 miliar, terindikasi terkait dengan family office yang telah diberikan insentif oleh Otoritas Moneter Singapura. 

    Sementara itu di Indonesia, kendati berangsur positif, tetapi reputasi pasar keuangan di Indonesia juga masih jauh panggang dari api dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong.

    Belum lagi, ada persoalan yang cukup pelik jika family office itu benar-benar terealisasi. Bagaimana pemerintah bisa menjamin jika harta atau uang milik keluarga crazy rich murni dari proses bisnis. Alih-alih mendatangkan modal,  uang atau harta yang ditempatkan atau dikelola family office di Indonesia itu berasal dari hasil kejahatan entah itu pengemplang pajak, korupsi, atau kejahatan keuangan lainnya.

    Sementara itu, Indonesia juga memiliki persoalan klasik tentang kepastian hukum. Penegakan hukum kerap menimbulkan ketidakpastian. Padahal, orang berinvestasi atau mau menempatkan uangnya butuh kepastian baik dari sisi regulasi dan kepastian hukum terkait aset-aset yang nantinya mereka akan simpan. 

    Pengalaman tax amnesty jilid 1, dimana hasilnya tidak terlalu berpengaruh terhadap struktur penerimaan pajak dan perekonomian secara umumnya, perlu menjadi warning bagi pemerintah. Jangan sampai family office mengulangi kesalahan tax amnesty jilid 1 yang yang direpatriasi masih sangat minim.

    Dilema Capital Outflow 

    Meski demikian, harus diakui bahwa investasi atau aliran modal ke dalam negeri sangat dibutuhkan di tengah tren melonjaknya aliran modal keluar selama tahun 2024 lalu.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Singapura, Amerika Serikat, dan China menjadi tempat tujuan aliran uang asal Indonesia. Namun demikian, Singapura tetap menjadi tujuan utama kalau merujuk kepada data transaksi asal Indonesia selama 2024.

    Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan alias PPTAK mencatat bahwa jumlah transfer dana dari Indonesia ke Singapura mencapai Rp4.806,3 triliun selama tahun 2024. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, salah satunya AS.

    Dalam catatan Bisnis, nilai transfer dana keluar dari Indonesa ke AS hanya di angka Rp1.447,9 triliun atau sebesar 30% dari nilai transfer dana ke Singapura. Sementara itu, jika menghitung angka transfer ke China, jumlahnya lebih kecil lagi.

    Data PPATK memaparkan bahwa transfer dana dari Indonesia ke China senilai Rp931,8 triliun. Nilai transfer tersebut hanya sebesar 19,3% dari nilai transfer dana RI ke Singapura. Adapun jika digabungkan, nilai transfer dana dari Indonesia ke 3 negara tersebut mencapai Rp7.186 triliun.

    Sementara itu, jika melihat timeline alias waktu transaksinya, lonjakan transfer dana dari Indonesia ke Singapura terjadi pada bulan April dan Mei 2024. Pada bulan April, nilai transfer dana ke negeri Singa mencapai Rp923,6 triliun. Angka ini melonjak lebih dari 373,6% dari bulan Maret 2024 yang tercatat sebesar Rp195 triliun.

    Pada bulan Mei 2024, lembaga intelijen keuangan merekam nilai transfer dana dari Indonesia ke Singapura bahkan menembus angka Rp1.792,5 triliun.

    Sejauh ini PPATK belum memaparkan secara terperinci mengenai anomali transaksi transfer dana dari Indonesia ke Singapura pada bulan tersebut.

    Risiko Pencucian Uang

    Secara terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan family office rentan menjadi tempat pencucian uang.

    Orang yang menanamkan harta atau uang di family office, kata Bhima, memiliki banyak sekali layer investasi yang memang akan sulit dilacak oleh otoritas pajak. Selain di Singapura, Hong kong, dan London, mereka juga memiliki banyak sekali pembukaan kantor di negara suaka pajak.

    “Ada Gibraltar, British Virgin Island, kemudian ada di Panama. Nah, itu salah satu ciri Family Office. Memang mereka sangat rentan menjadi tempat pencucian uang.”

    Bhima khawatir jika program itu dipaksakan masuk ke Indonesia justru akan merusak reputasi sektor keuangan RI karena Indonesia dianggap melakukan race to the bottom.

    “Jadi race to the bottom ini adalah perlombaan ke dasar, dengan memberikan insentif perpajakan, kalau perlu bebas pajak ini seperti upaya desperate atau putus asa dalam menarik modal dari luar negeri untuk berinvestasi langsung.”

    Di sisi lain, family office kalaupun nantinya berhasil ditarik, sebagian besar asetnya berbentuk portofolio keuangan, bukan FDI atau Foreign Direct Investment.

    Menurutnya, para pemilik dana atau harta nantinya hanya bermain di surat utang, saham. Artinya, tidak berinvestasi secara langsung dalam membangun pabrik. Padahal, menurut Bhima, yang dibutuhkan sekarang ini justru menarik investasi masuk ke Indonesia dalam bentuk relokasi industri yang bersifat padat karya.

    Bhima menilai ada tujuan yang melenceng jauh dari upaya menarik investasi yang berkualitas. “Justru yang harus dikejar kerja sama perpajakan internasional, kemudian justru melakukan pajak bagi orang kaya atau wealth tax. Nah, itu yang harus dilakukan. Kalau ini [Family Office], kesannya seperti pengampunan pajak jilid 3 gitu ya berkedok family office.”

  • Baru Sepekan Menjabat, Menkeu Purbaya Digoyang 2 Gugatan

    Baru Sepekan Menjabat, Menkeu Purbaya Digoyang 2 Gugatan

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menghadapi 2 gugatan meski baru sepekan menjabat.

    Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana alias Tutut Soeharto sebelumnya menggugat Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jumat (12/9/2025).

    Tutut Soeharto itu telah menggugat Menkeu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait dengan pencegahan dirinya ke luar negeri ihwal penanganan piutang BLBI.

    Putri Presiden ke-2 RI Soeharto, itu menggugat Purbaya terkait dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.266/MK/KN/2025 tentang Pencegahan ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara tertanggal 17 Juli 2025.

    Pencegahan Tutut selaku Penggugat ke luar negeri dilakukan oleh Kemenkeu, selaku Tergugat, berkaitan dengan penagihan piutang PT Citra Mataram Satriamarga Persada atau CMSP dan PT Citra Bhakti Margatam Persada atau CBMP. Piutang disebut terkait dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

    “Bahwa Tergugat telah menyatakan Penggugat sebagai Penanggung Utang PT Citra Mataram Satriamarga Persada (PT CMSP) dan PT Citra Bhakti Margatam Persada (PT CBMP) karena diklaim memiliki Utang kepada Negara atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia,” demikian dikutip dari SIPP PTUN Jakarta.

    Tutut menilai upaya pencekalan yang diterbitkan oleh Kemenkeu lantaran dianggap memiliki utang kepada negara merugikan dirinya.

    Oleh sebab itu, Tutut meminta PTUN Jakarta untuk mengabulkan gugatannya secara keseluruhan. Dia juga meminta Pengadilan menyatakan Menkeu melanggar hukum.

    “Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintahan (in casu: Menteri Keuangan RI) terhadap Penggugat,” bunyi gugatan tersebut.

    Kemudian, PTUN diminta untuk menyatakan KMK No.266/MK/KN/2025 batal, tidak sah, atau tidak memiliki kekuatan hukum, beserta seluruh dokumen turunannya. PTUN juga diminta mewajibkan, menghukum atau memerintahkan Tergugat dalam hal ini juga Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu untuk mencabut KMK tersebut.

    “Mewajibkan, menghukum atau memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada amar putusan a quo, yaitu dengan mencabut, menghapus atau menghilangkan data Penggugat dari basis data pencekalan bepergian ke luar negeri pada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI paling lama 14 hari sejak putusan a quo berkekuatan hukum tetap,” dikutip dari isi gugatan di PTUN Jakarta itu.

    Namun pada Kamis (18/9/2025) Menkeu Purbaya mengeklaim Tutut Soeharto telah mencabut gugatan kepadanya.

    “Gugatan saya dengar sudah dicabut barusan, dan Bu Tutut kirim salam sama saya. Saya juga kirim salam sama beliau,” kata Purbaya usai rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

    Purbaya Digugat Bos Texmaco Marimutu

    Menkeu Purbaya juga digugat oleh bos Texmaco, Marimutu Sinivasan terkait penerbitan surat pencegahan ke luar negeri.

    Gugatan Marimutu terdaftar dengan nomor perkara 281/G/2025/PTUN.JKT pada 28 Agustus 2025.

    Adapun Marimutu selaku Penggugat meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Republik Indonesia No.192/MK.KN/2025 pada 27 Mei 2025.

    Surat KMK itu berkaitan dengan pencegahan ke luar negeri terhadap Marimutu dalam rangka pengurusan piutang negara.

    “Gugatan dalam pokok perkara: Mengabulkan seluruh gugatan Penggugat,” demikian dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Marimutu juga meminta Majelis Hakim memerintahkan Kemenkeu, selaku Tergugat, untuk mencabut larangan bepergian ke luar negeri itu.

    Majelis Hakim juga diminta untuk menghukum Kemenkeu terkait dengan pembayaran seluruh biaya perkara.

    Status perkara itu sudah dalam dismissal, atau selesai. Majelis Hakim menyatakan gugatan Marimutu tidak diterima.

    “Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima,” bunyi amar putusan.

  • Purbaya Bicara Potensi Kredit Fiktif dari Kucuran Dana Rp 200 T ke Bank

    Purbaya Bicara Potensi Kredit Fiktif dari Kucuran Dana Rp 200 T ke Bank

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bicara potensi tindak pidana korupsi berupa kredit fiktif terkait dana pemerintah Rp 200 triliun yang digelontorkan ke lima bank milik negara. Potensi ini sebelumnya disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Menurut Purbaya, potensi tindak pidana korupsi pasti akan selalu ada, termasuk potensi kredit fiktif. “Potensi pasti ada, tergantung banknya,” kata Purbaya di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

    Meski demikian, ia meyakini bahwa skema penyaluran dana Rp 200 triliun ini tak memberikan banyak celah bagi bank untuk melakukan hal tersebut.

    “Cara bekerjaanya itu cuma saya punya rekening, seperti saya punya rekening di dua bank bank A, bank B. Yang saya lakukan cuman mindahin uang dari sini ke sini, udah. Rekening dari BI ke bank, udah nggak ada alokasi ke tempat khusus,” ujarnya.

    Purbaya mengatakan, dana tersebut nantinya bisa digunakan perbankan dengan skema business to business (B2B). Kementerian Keuangan sudah tidak ikut campur.

    “Kita nggak ikut campur. Kalau dia kredit fiktif ya, kalau ketahuan ditangkap, dipecat, tapi saya nggak tahu kalau sebesar itu apakah mereka berani kredit fiktif, tapi kalau masalah itu kan selalu ada. Saya belum masuk juga kalau ada kredit fiktif, ada juga kredit fiktif,” kata dia.

    Ia juga mengibaratkan dana Rp 200 triliun itu seperti free money atau dana yang mereka bebas gunakan dan salurkan. Tanpa kebijakan yang mengikat, ia berharap dana itu akan membuat uang beredar semakin banyak, sehingga masyarakat tidak ragu untuk berbelanja dan dunia usaha terdorong melakukan ekspansi.

    KPK Soroti Potensi Korupsi

    Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengingatkan pemerintah mengenai potensi tindak pidana korupsi dalam pencairan dana Rp 200 triliun ke lima bank anggota himbara.

    “Tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi, seperti yang terjadi di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda). Kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025) dikutip dari Antara.

    Asep menyampaikan pernyataan tersebut saat mengumumkan penahanan lima tersangka kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada BPR Bank Jepara Artha tahun 2022-2024.

    “Ini (kasus Bank Jepara Artha) juga menjadi sebuah alarm bagi kita bersama. Kenapa? Karena baru-baru ini pemerintah melalui Menteri Keuangan itu sudah mengucurkan dana sebesar Rp 200 triliun dari yang selama ini tersimpan di Bank Indonesia kepada bank-bank Himbara,” katanya.

    Walaupun demikian, dia mengatakan pencairan dana tersebut tetap memiliki sisi positif, yakni membuat perekonomian mikro menjadi bergairah dan bank-bank Himbara bisa memberikan kredit kepada masyarakat, sehingga perekonomian tanah air bisa berjalan. Oleh sebab itu, kata dia, KPK memastikan mengawasi pencairan dan penggunaan dana tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kagetnya Purbaya saat Ditunjuk Jadi Menkeu: Saya Pikir Ditipu”
    [Gambas:Video 20detik]
    (shc/ara)

  • Ekonom Ingatkan, Dana Ribuan Triliun Belum Sentuh Daya Beli Rakyat

    Ekonom Ingatkan, Dana Ribuan Triliun Belum Sentuh Daya Beli Rakyat

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pengamat Ekonomi Keuangan dan Perbankan, Sutardjo Tui, blak-blakan menanggapi kebijakan moneter The Fed dan Bank Indonesia.

    Dikatakan Sutardjo, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) baru saja menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin ke level 4,00-4,25 persen, sekaligus memberi sinyal akan ada kemungkinan dua kali penurunan lagi.

    “Hal ini diumumkan oleh The Fed pada hari Rabu, 17 September 2025, waktu Amerika, atau Kamis dini hari waktu Indonesia,” ujar Sutardjo kepada fajar.co.id, Jumat (19/9/2025).

    Pada saat yang sama, Bank Indonesia juga memangkas suku bunga acuannya menjadi 4,75 persen.

    Namun, menurut Sutardjo, jika dibandingkan, suku bunga acuan Bank Indonesia masih lebih tinggi daripada The Fed.

    Ia menambahkan bahwa tingkat suku bunga SRBI juga jauh lebih tinggi.

    Sutardjo menilai penurunan bunga The Fed didorong oleh meningkatnya inflasi dan melambatnya aktivitas ekonomi.

    Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut hampir mirip dengan situasi di Indonesia, sehingga wajar jika Bank Indonesia turut menurunkan bunga acuannya menjadi 4,75 persen.

    Menurutnya, kebijakan The Fed berpotensi kuat memicu arus modal asing masuk ke Indonesia.

    “Kemungkinan besarnya adalah serbuan investor asing ke capital market dan money market. Akan banyak permintaan saham liquid 45,” Sutardjo menuturkan.

    “Juga emas tetap masih banyak permintaan atau secara keseluruhan financial investment terjadi peningkatan aktivitas,” tambahnya.

    Ia juga menyinggung tambahan likuiditas sektor perbankan domestik, mulai dari kucuran dana Rp200 triliun dari Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.

  • Dolar AS Menguat Usai Suku Bunga The Fed Turun, Begini Prediksi Rupiah Hari Ini 19 September 2025 – Page 3

    Dolar AS Menguat Usai Suku Bunga The Fed Turun, Begini Prediksi Rupiah Hari Ini 19 September 2025 – Page 3

    “Rupiah yang kemarin pagi pernah mencapai 16.560, alhamdullilah, hari ini kami bisa stabilkan ke Rp 16.400. Kami akan berusaha untuk lebih rendah lagi kembali ke 16.300, dan lebih kuat lagi,” ujar Perry.

    Perry menuturkan, likuiditas telah ditingkatkan dan kondisi pasar keuangan berjalan baik. Stabilitas sistem keuangan juga terjaga melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    Perry menilai, ketahanan eksternal Indonesia dan nilai tukar rupiah tetap menguat dan stabil.

    Faktor Pendukung Rupiah

    Hal ini didukung oleh surplus neraca perdagangan yang berlanjut, aliran modal asing yang kondusif, serta cadangan devisa yang besar mencapai USD 152 miliar.

    Tak hanya itu, Bank Indonesia juga melakukan langkah-langkah menstabilkan rupiah melalui intervensi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar off-shore maupun intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).

    Perry menuturkan, komitmen BI adalah menjaga nilai tukar rupiah supaya tetap stabil dan bergerak menguat, sejalan dengan fundamental ekonomi yang membaik, surplus neraca perdagangan yang berlanjut, aliran modal asing yang terus masuk, serta cadangan devisa yang tetap memadai.

     

     

  • Rupiah Amblas Hari Ini 19 September 2025, Ini Biang Keroknya – Page 3

    Rupiah Amblas Hari Ini 19 September 2025, Ini Biang Keroknya – Page 3

    Salah satu yang dibahas yakni soal tujuan BI yang tidak lagi hanya sebatas mencapai stabilitas nilai rupiah, tetapi juga memelihara stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Meski demikian, aturan ini masih belum mencapai pembahasan final.

    Adapun, The Fed pada Rabu waktu setempat atau Kamis (18/9) dini hari, menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,00-4,25 persen.

    Pemangkasan tersebut menjadi yang pertama sepanjang 2025 setelah bank sentral AS menahan suku bunga selama lima kali pertemuan beruntun.

    The Fed juga memberi sinyal kemungkinan dua kali pemangkasan tambahan hingga akhir tahun 2025.

    Menurut Lukman, dengan adanya prospek pemangkasan lanjutan dari The Fed, pasar global masih menilai dolar AS cukup kuat dalam jangka pendek.

    Lukman memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.450 hingga Rp16.600 per dolar AS pada perdagangan hari ini

     

  • Berjibaku Genjot Pertumbuhan: Ruang Fiskal Diperlebar, Moneter Akomodatif, Himbara Diguyur Likuiditas

    Berjibaku Genjot Pertumbuhan: Ruang Fiskal Diperlebar, Moneter Akomodatif, Himbara Diguyur Likuiditas

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Badan Anggaran alias Banggar DPR sepakat memperluas ruang fiskal melalui pelebaran target defisit dari 2,48% ke 2,68% dalam RAPBN 2026. Kesepakatan ini melengkapi kebijakan pro-growth yang ditempuh sebelumnya mulai dari gelontoran likuiditas ke Himbara hingga kebijakan moneter yang semakin akomodatif. 

    Purbaya menjelaskan pelebaran defisit RAPBN 2026 itu masih di bawah ambang batas yang diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara yaitu 3%. Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat tak perlu khawatir.

    “Itu masih 2%-3%, dan [pelebaran defisit] diperlukan untuk nanti menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, jadi enggak usah takut. Kita tetap hati-hati,” ujar Purbaya usai rapat dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/9/2025). 

    Adapun pelebaran defisit itu terjadi karena ada usulan tambahan belanja negara yaitu dari Rp3.786,5 triliun menjadi Rp3.842,7 triliun atau naik Rp56,2 triliun. Kenaikan yang paling besar dalam belanja negara ini adalah pos transfer ke daerah, yang awalnya Rp650 triliun menjadi Rp693 triliun atau naik Rp43 triliun.

    Sementara itu, target pendapatan negara juga bertambah dari pendapatan negara dirancang sebesar Rp3.147,7 triliun menjadi Rp3.153,6 triliun atau naik Rp5,9 triliun. Kenaikan terbesar berasal dari penerimaan negara bukan pajak yaitu dari Rp455 triliun menjadi Rp459,2 triliun atau naik Rp4,2 triliun.

    Dengan demikian, kenaikan kebutuhan belanja negara (Rp56,2 triliun) jauh lebih besar dari kenaikan target pendapatan negara (Rp5,9 triliun) sehingga defisit anggaran juga melebar dari Rp638,8 triliun menjadi Rp689,1 triliun alias naik Rp50,3 triliun.

    “Apakah yang kami sampaikan terhadap postur terbaru ini dalam forum ini dapat disetujui?” ujar Ketua Banggar Said Abdullah, diikuti persetujuan dari seluruh peserta.

    Rezim Pro Growth Otoritas Moneter

    Pelebaran ruang fiskal itu juga sejalan dengan kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) yang semakin mendukung pertumbuhan ekonomi. Kendati langkah ini berisiko mereduksi tugas BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah. 

    Sekadar catatan, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo secara terbuka menyatakan bahwa kebijakan moneter akan diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

    Perry menilai pertumbuhan ekonomi domestik masih di bawah kapasitas nasional. Oleh sebab itu, sambungnya, permintaan domestik perlu kita dorong. “Oleh karena itu, dari sisi Bank Indonesia, melalui sinergitas, semua kebijakan kami memang telah all out [habis-habisan] untuk pro growth [mendukung pertumbuhan] dengan tetap menjaga stabilitas,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil rapat dewan gubernur BI September 2025 secara daring, Rabu (17/9/2025).

    Dia mencontohkan bahwa bank sentral telah menurunkan suku bunga sudah sebanyak enam kali sebanyak 150 basis poin (bps) sejak September 2024. Kini, suku bunga acuan telah berada di level 4,75%, posisi terendah sejak Oktober 2022.

    Selain itu, Perry menyatakan BI juga terus melakukan ekspansi likuiditas. Contohnya, volume Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) turun Rp200 triliun dari Rp916 triliun menjadi Rp716 triliun.

    “Pembelian SBN Rp217 triliun. Itu juga ekspansi likuiditas dan sekaligus tentu saja membantu fiskal dalam pembiayaan fiskalnya melalui SBN,” lanjut Perry.

    Tak sampai situ, BI juga menggelontorkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) jumbo guna memperkuat dorongan pertumbuhan kredit mencapai Rp384 triliun hingga minggu pertama September 2025.

    Kendati demikian, dia mengaku semua langkah itu BI lakukan dengan asas-asas prinsip kebijakan moneter yang pruden dan terukur. BI, sambungnya, tetap memperhatikan perkembangan inflasi dan stabilitas rupiah dalam menetapkan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Guyuran Likuiditas ke Himbara

    Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan jawaban mengenai keraguan efektivitas kebijakan penempatan dana pemerintah Rp200 triliun ke bank Himbara saat kredit melambat.

    Dari data terkini, per Juli 2025 kredit perbankan nasional tumbuh 7,03% YoY menjadi Rp8.043,2 triliun. Sementara, pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 7,77% YoY. Bahkan, jika dibandingkan dengan Juli 2024 jauh lebih rendah, di mana pada periode yang sama tahun lalu tumbuh 12,40% YoY.

    Menurut Purbaya, pertanyaan mengenai guyuran dana Rp200 triliun ke Bank BUMN saat kredit melambat diibaratkan bertanya telur dan ayam lebih dulu yang mana.

    “Uang duluan apa ekonomi duluan? Kalau kita lihat dari pengalaman tahun 2021 sama waktu itu juga kreditnya masih lemah kan. Waktu itu pemerintah nambah uang ke sistem, kreditnya bisa tumbuh juga. Jadi, saya pikir ketika uang bertambah ke sistem dua sisi akan bergerak. Yang pertama tentunya likuiditas bertambah,” jelasnya di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

    Lebih jauh, Purbaya menambahkan dengan likuiditas bank yang bertambah, secara pelan-pelan bunga di pasar akan turun. Hal ini diharapkan berdampak pada nasabah yang banyak mengincar bunga simpanan tinggi, pada akhirnya mulai membelanjakan uangnya.

    Kemudian, dengan suku bunga yang mengalami penurunan, pelaku usaha akan lebih berani meminjam dana dari bank. “Artinya sisi demand and supply akan tumbuh berbarengan,” ujar Purbaya.

    Dia juga menyampaikan melihat pengalaman sebelumnya, penambahan likuiditas di sistem keuangan dengan level tertentu tentunya tidak akan berdampak berlebihan. Menurutnya, base money yang akan tumbuh di atas 2 digit cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Karena demand and supply itu bersamaan tanpa menimbulkan bahaya kepanasan apa yang disebut demand pull inflation. Jadi, harusnya dengan inject seperti itu perekonomian akan berjalan,” tutup Purbaya.

  • Selain Mbak Tutut, Bos Texmaco Marimutu Juga Gugat Menkeu Karena Dicegah ke LN

    Selain Mbak Tutut, Bos Texmaco Marimutu Juga Gugat Menkeu Karena Dicegah ke LN

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementeria Keuangan (Kemenkeu) digugat oleh sejumlah pihak terkait penerbitan surat pencegahan ke luar negeri. Selain Siti Hadijanti Rukmana alias Tutut Soeharto, gugatan juga diajukan oleh bos Texmaco, Marimutu Sinivasan.

    Gugatan Marimutu terdaftar dengan nomor perkara 281/G/2025/PTUN.JKT pada 28 Agustus 2025. Perkara itu didaftarkan ke PTUN Jakarta saat jabatan Menkeu masih dipegang Sri Mulyani Indrawati.

    Adapun Marimutu selaku Penggugat meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Republik Indonesia No.192/MK.KN/2025 pada 27 Mei 2025.

    Surat KMK itu berkaitan dengan pencegahan ke luar negeri terhadap Marimutu dalam rangka pengurusan piutang negara.

    “Gugatan dalam pokok perkara: Mengabulkan seluruh gugatan Penggugat,” demikin dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Marimutu juga meminta Majelis Hakim memerintahkan Kemenkeu, selaku Tergugat, untuk mencabut larangan bepergian ke luar negeri itu. Majelis Hakim juga diminta untuk menghukum Kemenkeu terkait dengan pembayaran seluruh biaya perkara.

    Status perkara itu sudah dalam dismissal, atau selesai. Majelis Hakim menyatakan gugatan Marimutu tidak diterima.

    “Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima,” bunyi amar putusan.

    Gugatan Tutut Soeharto

    Apabila merunut pada waktu didaftarkannya perkara, gugatan Marimutu itu disusul oleh gugatan dari Tutut Soeharto kepada Menkeu. Gugatannya juga terkait dengan pencegahan ke luar negeri.

    Perkaranya didaftarkan ke PTUN Jakarta, 12 September 2025, bernomor perkara 308/G/2025/PTUN.JKT.

    Berdasarkan gugatan itu, diketahui Tutut dicegah ke luar negeri terkait dengan piutang negara dalam hal ini BLBI, pada 17 Juli 2025.

    Dia disebut memiliki utang kepada negara sebagai penanggung utang BLBI PT Citra Mataram Satriamarga Persada atau CMSP dan PT Citra Bhakti Margatam Persada atau CBMP.

    “Bahwa Tergugat telah menyatakan Penggugat sebagai Penanggung Utang PT Citra Mataram Satriamarga Persada (PT CMSP) dan PT Citra Bhakti Margatam Persada (PT CBMP) karena diklaim memiliki Utang kepada Negara atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia,” demikin dikutip dari SIPP PTUN Jakarta.

    Tutut menilai upaya pencekalan yang diterbitkan oleh Kemnekeu lantaran dianggap memiliki utang kepada negara merugikan dirinya.

    Oleh sebab itu, Tutut meminta PTUN Jakarta untuk mengabulkan gugatannya secara keseluruhan. Dia juga meminta Pengadilan menyatakan Menkeu melanggar hukum.

    “Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintahan (in casu: Menteri Keuangan RI) terhadap Penggugat,” bunyi gugatan tersebut.

    Kemudian, PTUN diminta untuk menyatakan KMK No.266/MK/KN/2025 batal, tidak sah, atau tidak memiliki kekuatan hukum, beserta seluruh dokumen turunannya. PTUN juga diminta mewajibkan, menghukum atau memerintahkan Tergugat dalam hal ini juga Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu untuk mencabut KMK tersebut.

    “Mewajibkan, menghukum atau memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada amat putusan a quo, yaitu dengan mencabut, menghapus atau menghilangkan data Penggugat dari basis data pencekalan bepeegian ke luar negeri pada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI paling lama 14 hari sejak putusan a quo berkekuatan hukum tetap,” dikutip dari isi gugatan di PTUN Jakarta itu.

    Saat dimintai konfirmasi, Kamis (18/9/2025), Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengeklaim
    Tutut sudah mencabut gugatannya.

    “Gugatan saya dengar sudah dicabut barusan, dan Bu Tutut kirim salam sama saya. Saya juga kirim salam sama beliau,” terangnya.

  • Prabowo Tunjuk Yusril Ihza jadi Ketua Komite Pemberantasan TPPU

    Prabowo Tunjuk Yusril Ihza jadi Ketua Komite Pemberantasan TPPU

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 6 Tahun 2012 mengenai Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Regulasi ini resmi diundangkan pada 25 Agustus 2025 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 136

    Berdasarkan salinan Perpres Nomor 88 itu, dalam konsideransinya, Prabowo menegaskan bahwa perubahan aturan diperlukan untuk meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, mengingat kompleksitas kejahatan keuangan lintas sektor.

    Perpres baru ini mengatur ulang susunan Komite TPPU. Kini, Ketua Komite dijabat oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan yang dijabat oleh Yusril Ihza Mahendra, dengan Wakil Ketua adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Sekretaris dijabat oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Selain itu, keanggotaan diperluas melibatkan berbagai kementerian dan lembaga strategis, antara lain Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kapolri, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, Kepala BIN, hingga Kepala BNN 

    Perpres ini juga menata ulang struktur Tim Pelaksana Komite TPPU, yang melibatkan pejabat eselon I di kementerian/lembaga terkait, mulai dari Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Deputi di PPATK, hingga pejabat tinggi di kepolisian, kejaksaan, BIN, BNPT, dan BNN.

    Dengan susunan ini, diharapkan koordinasi lintas sektor lebih solid dalam mendeteksi, mencegah, dan menindak praktik pencucian uang. 

    Hal baru dalam Perpres 88/2025 adalah penambahan Pasal 13A yang menegaskan mekanisme kerja Komite TPPU, Tim Pelaksana, kelompok ahli, dan kelompok kerja harus dituangkan dalam bentuk pedoman resmi yang ditetapkan oleh Ketua Komite.

    Langkah ini mempertegas komitmen pemerintahan Prabowo Subianto untuk memperkuat tata kelola keuangan nasional dan sistem anti pencucian uang (APU) serta pencegahan pendanaan terorisme (PPT), sekaligus menutup celah yang bisa dimanfaatkan oleh jaringan kriminal. 

    Perpres ini menggantikan aturan sebelumnya, yaitu Perpres 6 Tahun 2012 dan Perpres 117 Tahun 2016, dengan tujuan harmonisasi dan penguatan kelembagaan.