Kementrian Lembaga: BI

  • LPS: Dana Rp200 triliun ke Himbara bisa pengaruhi bunga penjaminan

    LPS: Dana Rp200 triliun ke Himbara bisa pengaruhi bunga penjaminan

    karena likuiditas ini persaingan mendapatkan bunga antar bank itu akan relatif lebih rendah lah, enggak ketat lagi

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan pengalihan dana oleh pemerintah senilai Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dapat mempengaruhi pergerakan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP).

    “Barangkali ini bisa mempengaruhi pergerakan tingkat bunga penjaminan, karena likuiditas ini persaingan mendapatkan bunga antar bank itu akan relatif lebih rendah lah, enggak ketat lagi,” ujar Plt Ketua Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono dalam Konferensi Pers Penetapan Tingkat Suku Bunga Penjaminan LPS di Jakarta, Senin.

    Selain itu, Didik mengatakan pengalihan dana oleh pemerintah senilai Rp200 triliun dari BI ke Himbara akan mampu memperkuat likuiditas perbankan.

    “Kami tentu saja mendukung langkah dari Kementerian Keuangan untuk menyalurkan atau menempatkan dananya pada perbankan untuk memperkuat likuiditas perbankan,” ujar Didik.

    Seiring adanya penempatan dana dari Kementerian Keuangan, menurutnya, bargaining power dari pemilik-pemilik dana besar untuk mendikte suku bunga ke bank diperkirakan dapat berkurang.

    Dari sisi sektor riil, Ia mengatakan pekerjaan dari perbankan adalah untuk menemukan sektor-sektor mana yang layak dibiayai.

    “Bagaimana pun kan dia harus melempar ke dalam penyaluran kredit,” ujar Didik.

    Seiring adanya biaya pada dana yang ditempatkan itu, lanjutnya, perbankan akan menyalurkan dana tersebut pada penyaluran kredit untuk mendapatkan surplus dari bunga.

    “Kami sih tetap berharap pemberian kredit itu tetap berdasarkan asas-asas yang sehat, sehingga ke depan tidak menjadi NPL yang memberatkan kondisi keuangan bank,” ujar Didik.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengumumkan detail pengalihan dana senilai Rp200 triliun untuk Himbara, yang disalurkan ke sebanyak lima bank, diantaranya Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN dan BSI.

    Dari kelima bank itu, Bank Mandiri, BNI dan BRI mendapatkan porsi paling besar, yakni masing-masing senilai Rp55 triliun.

    Kemudian, diikuti oleh BTN yang mendapat injeksi senilai Rp25 triliun dan BSI Rp10 triliun.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menegaskan skema pembagian beban bunga (burden sharing) untuk mendukung program pemerintah kali ini berbeda dengan yang diberlakukan saat pandemi COVID-19 karena bank sentral tidak lagi diperkenankan membeli SBN di pasar primer.

    BI juga akan mengganti istilah “burden sharing”, sesuai masukan yang disampaikan Komisi XI DPR RI. Penggantian istilah bertujuan agar tidak membingungkan publik dan menegaskan bahwa skema kali ini berbeda dengan era COVID-19.

    “Jadi beda sekarang (tidak sama dengan era COVID-19). Terima kasih ini, Pak Ketua Komisi XI, supaya jangan disamakan yang kemarin (kesepakatan dengan Kemenkeu) pada 4 September 2025. Tidak ada kaitannya dengan masalah berapa beli SBN (di pasar primer),” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa burden sharing saat pandemi diberlakukan karena mempertimbangkan situasi yang luar biasa (extraordinary condition).

    Saat itu, defisit fiskal mencapai lebih dari 3 persen dari PDB dan pemerintah kesulitan untuk menjual SBN dengan suku bunga yang tinggi.

    Dengan situasi tersebut, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan aturan lainnya, maka bank sentral saat itu diperkenankan untuk membeli SBN di pasar perdana selama tiga tahun.

    “Itu saat COVID-19 di mana memang ada dana pembelian SBN dari pasar perdana dan juga ada beban bunga. Tapi dasarnya adalah extraordinary condition. Nah, sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana,” kata Perry.

    Sementara pada skema kali ini untuk mendukung program ekonomi kerakyatan, Perry menegaskan bahwa bank sentral tidak membeli SBN dari pasar perdana. Yang kini terus dilakukan BI yaitu pembelian SBN dari pasar sekunder, sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter.

    Adapun burden sharing kali ini dengan membagi rata biaya atas realisasi alokasi anggaran untuk program pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) setelah dikurangi imbal hasil untuk penempatan pemerintah terkait kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik.

    Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di bank sentral.

    Langkah ini juga sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    “Masalah tambahan bunganya sesuai UU karena BI sebagai pengelola kasnya pemerintah dan ada bunga yang kami akan berikan kepada pemerintah. Sehingga dasarnya adalah UU dan Keputusan Bersama (KB) pada 4 September 2025 (Keputusan Bersama Menteri Keuangan),” kata Perry.

    Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mempertanyakan padanan lain untuk istilah “burden sharing”, karena istilah itu lekat dengan skema saat pandemi COVID-19. Alternatif terminologi dinilai perlu agar masyarakat tidak bingung.

    “Ini perlu diberikan titling baru, judul baru. Supaya orang tidak bingung. Seakan-akan ketika kita bicara burden sharing itu bicara pada saat kita menghadapi krisis COVID. Padahal ini kan sudah keadaan normal,” kata Misbakhun.

    Sebagai informasi, BI terus melakukan ekspansi likuiditas salah satunya melalui pembelian SBN di pasar sekunder. Hingga 16 September 2025, total SBN yang dibeli mencapai Rp217,10 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp160,07 triliun.

    Selain itu, BI juga menurunkan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp916,97 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp716,62 triliun pada 15 September 2025.

    Kebijakan moneter juga didukung oleh Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp384 triliun hingga minggu pertama September 2025. Insentif KLM ini diberikan kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gubernur BI Perry Soal Menkeu Purbaya Singgung Bunga Tak Wajar: Kita Gendong

    Gubernur BI Perry Soal Menkeu Purbaya Singgung Bunga Tak Wajar: Kita Gendong

    L

    OlehLiputanenamDiperbaharui 22 Sep 2025, 15:51 WIB

    Diterbitkan 22 Sep 2025, 15:48 WIB

    Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo blak-blakan bauran kebijakan dengan pemerintah dalam rangka menggerakan sektor rill guna menumbuhkan perekonomian. Perry mengaku telah memiliki kesepakatan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk suku bunga khusus terhadap program perumahan dan koperasi merah putih.

    Perry mengungkapkan, demi menggenjot dua program prioritas pemerintah ini, maka tidak wajar jika beban bunga mengikuti mekanisme pasar. Maka dari itu, BI dan pemerintah berbagi beban agar suku bunga untuk dua program tersebut bisa rendah.

  • BI: Pemberian special rate jadi kendala penurunan suku bunga perbankan

    BI: Pemberian special rate jadi kendala penurunan suku bunga perbankan

    Kalau special rate ini bisa turun, berarti kan lebih cepat (penurunan suku bunga deposito dan kredit). Suku bunga pasar uang sudah turun, SBN sudah turun, suku bunga deposito itu kan bisa turun,

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menyoroti fenomena pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 25 persen dari total dana pihak ketiga (DPK) sehingga dinilai menjadi kendala penurunan suku bunga perbankan.

    Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin mencatat, jumlah DPK yang mendapatkan special rate atau bunga di atas penjaminan LPS mencapai Rp2.380,4 triliun.

    Kelompok pemerintah BUMN menjadi deposan yang mendapatkan special rate tertinggi di antara kelompok lainnya, yakni sebesar 6,30 persen per Agustus 2025.

    “Kenapa penurunan suku bunga (BI-Rate) dan likuiditas belum menurunkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit, ini salah satu faktornya adalah adanya praktik special rate deposito, baik dari deposan besar maupun perbankan,” kata Perry

    Setelah deposan kelompok pemerintah BUMN, special rate tertinggi per Agustus 2025 secara berurutan diikuti oleh kelompok pemerintah non-BUMN sebesar 6,14 persen, swasta IKNB 6,11 persen, perseorangan 5,94 persen, swasta non-IKNB 5,72 persen, dan bukan penduduk 5,22 persen.

    Perry mencatat, special rate menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan data BI, rata-rata special rate pada 2024 sebesar 6,19 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 6,13 persen. Per Agustus 2025, rata-rata special rate mencapai 5,91 persen.

    Apabila special rate tersebut diturunkan ke tingkat yang setara dengan bunga penjaminan yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Perry memperkirakan suku bunga cost of fund bisa turun sekitar 55 basis poin (bps) dan pada akhirnya suku bunga kredit juga turun dengan besaran yang sama.

    “Saya ibaratkan kalau 25,4 persen dana special rate itu sama dengan suku bunga yang sama dengan penjaminan LPS, suku bunga cost of fund-nya bisa turun sekitar 0,55 persen. Suku bunga kreditnya juga turun 55 bps, ini belum kalau ada efisiensi dari biaya overhead maupun margin, masalah ekspektasi persepsi,” jelas dia.

    Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps sejak September 2024 hingga Agustus 2025, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 16 bps dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,65 persen pada Agustus 2025.

    Sementara itu, penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan lebih lambat yaitu sebesar 7 bps dari 9,20 persen pada awal 2025 menjadi sebesar 9,13 persen pada Agustus 2025.

    “Kalau special rate ini bisa turun, berarti kan lebih cepat (penurunan suku bunga deposito dan kredit). Suku bunga pasar uang sudah turun, SBN sudah turun, suku bunga deposito itu kan bisa turun,” kata Perry.

    Ia pun memastikan bahwa penurunan BI-Rate telah tertransmisikan dengan baik ke suku bunga pasar uang. Suku bunga INDONIA menurun sebesar 144bps dari 6,03 persen pada awal 2025 menjadi 4,59 persen pada 16 September 2025.

    Kemudian, suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 210 bps, 213 bps, dan 219 bps sejak awal 2025 menjadi 5,06 persen; 5,07 persen; dan 5,08 persen pada 12 September 2025.

    Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun sebesar 185 bps dari 6,96 persen pada awal 2025 menjadi 5,11 persen pada 16 September 2025, sementara untuk tenor 10 tahun menurun sebesar 94 bps dari tingkat tertinggi 7,26 persen pada pertengahan Januari 2025 menjadi 6,32 persen.

    Adapun pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) September ini, BI baru saja memutuskan untuk memangkas BI-Rate sebesar 25 bps sehingga berada pada level 4,75 persen.

    Suku bunga deposit facility juga diputuskan turun sebesar 50 bps menjadi pada level 3,75 persen. Sementara suku bunga lending facility diputuskan untuk turun sebesar 25 bps menjadi pada level 5,5 persen.

    Dengan penurunan terbaru ini, maka BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak enam kali dengan total sebesar 150bps sejak tahun lalu. Penurunan terjadi pada September 2024, kemudian pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI Malang sebut ekonomi 2025 bisa tumbuh 4,7-5,5 persen

    BI Malang sebut ekonomi 2025 bisa tumbuh 4,7-5,5 persen

    akan tumbuh cukup signifikan dibandingkan Jawa Timur dan nasional

    Jakarta (ANTARA) – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang, Jawa Timur, menyebutkan perekonomian di wilayah kerjanya pada 2025 bisa tumbuh antara 4,7 persen hingga 5,5 persen year on year (YoY) atau lebih tinggi dibandingkan nasional di kisaran 4,6-5,4 persen.

    Deputi Kepala Perwakilan BI Malang Dedy Prasetyo mengemukakan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan dan tetap terjaga ini ditopang oleh sejumlah sektor, di antaranya pariwisata, kawasan ekonomi khusus (KEK) Singosari, Kabupaten Malang, industri pengolahan, dan sektor pertanian.

    “Kalau melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi di wilayah kerja BI Malang (Kota dan Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota dan Kabupaten Probolinggo, serta Kota dan Kabupaten Pasuruan), akan tumbuh cukup signifikan dibandingkan Jawa Timur dan nasional,” katanya di sela capacity building bagi wartawan pos BI Malang di Jakarta, Senin.

    Hanya saja, lanjutnya, di Kota Batu justru mengalami perlambatan pada triwulan II akibat melemahnya sektor pertanian dan akomodasi.

    “Kami tetap optimistis kinerja ekonomi di Kota Batu segera bangkit dan membaik dengan pulihnya berbagai kegiatan ekonomi dan pertanian,” ujarnya.

    Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II di wilayah kerja BI Malang mencapai 5,82 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,00 persen (YoY).

    Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai 64,6 persen dengan pertumbuhan 4,69 persen (YoY).

    Selain itu, investasi juga memberikan kontribusi besar dengan kontribusi 29,8 persen dan tumbuh signifikan 5,77% (YoY), naik tajam dibanding triwulan sebelumnya sebesar 2,43 persen (YoY).

    Namun demikian, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga ini harus tetap diwaspadai, mengingatkan kondisi global masih diselimuti ketidakpastian.

    Perlambatan ekonomi terjadi di banyak negara dengan disparitas pertumbuhan yang cukup lebar. Amerika Serikat mengalami penurunan konsumsi rumah tangga dan meningkatnya angka pengangguran akibat kebijakan tarif resiprokal.

    Sementara itu, Tiongkok terdampak penurunan ekspor dan lemahnya permintaan domestik, sedangkan Eropa dan Jepang juga berada dalam tren melambat.

    “BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025, berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yakni sekitar 3,0 persen. Ini harus diwaspadai sebagai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perekonomian daerah,” ujarnya.

    Pewarta: Endang Sukarelawati
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • LPS Pangkas Bunga Penjaminan Simpanan Jadi 3,5%, Berlaku Oktober 2025 – Page 3

    LPS Pangkas Bunga Penjaminan Simpanan Jadi 3,5%, Berlaku Oktober 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) resmi menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam Rupiah di bank umum sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5 persen. Kebijakan ini sejalan dengan langkah Bank Indonesia (BI) yang telah memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali sepanjang 2025, hingga berada di level 4,75 persen per September.

    “Tingkat bunga penjaminan tersebut berlaku untuk periode 1 Oktober 2025 sampai 31 Januari 2026,” ujar Plt. Ketua Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/9/2025).

    Selain bank umum, LPS juga menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) sebesar 25 bps menjadi 6 persen, serta bunga penjaminan simpanan dalam valuta asing (valas) sebesar 25 bps menjadi 2 persen.

    Menurut Didik, penurunan ini mencerminkan perbaikan indikator ekonomi nasional. Sejak LPS memangkas bunga penjaminan pada Mei 2025, tren suku bunga pasar keuangan juga ikut menurun.

    “Pada periode observasi September 2025, suku bunga pasar keuangan Rupiah sudah turun 8 bps menjadi 3,37 persen dibandingkan Agustus 2025. Sehingga, akumulasi penurunan sejak Mei 2025 mencapai 19 bps,” jelasnya.

     

  • Sederet Pecahan Rupiah Ini Tak Berlaku, Segera Tukarkan – Page 3

    Sederet Pecahan Rupiah Ini Tak Berlaku, Segera Tukarkan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia mengingatkan masyarakat untuk menukarkan yang rupiah baik kertas maupun logam yang telah dicabut dan tidak lagi berlaku.

    “Uang Rupiah yang dicabut adalah Uang Rupiah yang sudah tidak berlaku. Ketentuan pencabutan/penarikan uang Rupiah tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia yang bisa diakses di situs resmi BI atau media informasi lainnya seperti televisi, surat kabar, media sosial, dan radio,” dikutip dari laman bi.go.id, Senin (22/9/2025).

    Masyarakat dapat menukarkan uang yang telah dinyatakan dicabut tersebut dalam jangka waktu 10 tahun sejak pencabutannya ditetapkan. Masyarakat dapat melakukan penukaran di kantor bank umum atau kantor Bank Indonesia di seluruh wilayah NKRI. Setelah itu, uang tersebut tidak dapat ditukarkan lagi.

    Berikut daftar uang Rupiah yang telah dicabut:

    Uang Kertas

    1. Rp 100 Tahun Emisi 1984

    Tanggal Pencabutan: 25 September 1995. Jangka waktu penukaran di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) Jakarta 24 September 2028

    2. Rp 10.000 Tahun Emisi 1985

    Tanggal Pencabutan: 25 September 1995. Jangka waktu penukaran di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) Jakarta 24 September 2028

    3. Rp 5.000 Tahun Emisi 1986

    Tanggal Pencabutan: 25 September 1995. Jangka waktu penukaran di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) Jakarta 24 September 2028

    4. Rp 1.000 Tahun Emisi 1987

    Tanggal Pencabutan: 25 September 1995. Jangka waktu penukaran di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) Jakarta 24 September 2028

    5. Rp 500 Tahun Emisi 1988

    Tanggal Pencabutan: 25 September 1995

    Jangka waktu penukaran di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) Jakarta 24 September 2028

    6. Rp 0,05 Tahun Emisi 1964 – Dwikora

    Tanggal Pencabutan: 15 November 1996.  Jangka waktu penukaran 14 November 2029

    7. Rp 0,10 Tahun Emisi 1964 – Dwikora

    Tanggal Pencabutan: 15 November 1996. Jangka waktu penukaran 14 November 2029

    8. Rp 0,25 Tahun Emisi 1964 – Dwikora

    Tanggal Pencabutan: 15 November 1996. Jangka waktu penukaran 14 November 2029

    9. Rp 0,50 Tahun Emisi 1964 – Dwikora

    Tanggal Pencabutan: 15 November 1996. Jangka waktu penukaran 14 November 2029

     

     

     

  • LPS pangkas tingkat bunga penjaminan bank jadi 3,5 persen

    LPS pangkas tingkat bunga penjaminan bank jadi 3,5 persen

    Tingkat bunga penjaminan tersebut berlaku untuk periode 1 Oktober 2025 sampai 31 Januari 2026

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam Rupiah di Bank Umum sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5 persen.

    Kebijakan ini mengikuti langkah Bank Indonesia (BI) yang telah menurunkan suku bunga acuannya sebanyak lima kali pada tahun ini menjadi 4,75 persen per September 2025.

    “Tingkat bunga penjaminan tersebut berlaku untuk periode 1 Oktober 2025 sampai 31 Januari 2026,” ujar Plt. Ketua Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

    Selain itu, LPS juga memutuskan penurunan tingkat bunga penjaminan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) sebesar 25 bps menjadi sebesar 6 persen.

    Kemudian, menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam valuta asing (valas) sebesar 25 bps menjadi sebesar 2 persen.

    Didik mengatakan bahwa penurunan ini mengikuti indikator ekonomi nasional yang telah membaik, yang mana sejak LPS menurunkan tingkat bunga penjaminan pada Mei 2025 lalu, suku bunga pasar keuangan juga telah turun.

    Pada periode observasi September 2025, Ia mengatakan LPS melihat suku bunga pasar keuangan Rupiah sudah turun 8 bps menjadi 3,37 persen dibandingkan periode observasi Agustus 2025.

    “Sehingga, akumulasi penurunan sejak bulan Mei 2025 mencapai 19 bps,” ujar Didik.

    Ia melanjutkan, ruang penurunan suku bunga pasar cukup terbuka setelah pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI), ditambah adanya tambahan likuiditas dari sisi penempatan dan belanja fiskal.

    “Faktor likuiditas perbankan yang memadai dan strategi pengolahan dana deposan besar, berpotensi mempengaruhi arah lanjutan penurunan suhu bunga pasar,” ujar Didik.

    Dalam kesempatan ini, Ia menjelaskan tingkat bunga penjaminan merupakan batas maksimum dari suku bunga simpanan agar produk simpanan tersebut dapat memenuhi salah satu kriteria layak bayar program penjaminan simpanan.

    “Kami juga meminta Bank secara transparan dan terbuka menyampaikan kepada masyarakat mengenai besaran tingkat bunga penjaminan yang berlaku saat ini,” ujar Didik.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KPK Dukung Komite TPPU Meski Tak Masuk Kepengurusan

    KPK Dukung Komite TPPU Meski Tak Masuk Kepengurusan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi pemerintah yang membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) meski tidak masuk kepengurusan.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyampaikan bahwa KPK mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi untuk menegakan hukum di Indonesia.

    “Pertama KPK menyampaikan dukungannya dalam pembentukan tim tersebut,” katanya kepada wartawan, Senin (22/9/2025).

    Budi tidak menjawab secara pasti mengenai apakah KPK akan masuk ke dalam kepengurusan komite. Namun menurutnya pembentukan Komite TPPU mampu membantu upaya aset recovery.

    “Bagaimana kita bisa memulihkan keuangan negara secara maksimal dari tindak pidana korupsi yang dilakukan,” jelasnya.

    Dia mencontohkan ketika KPK menangani kasus dugaan korupsi CSR Bank Indonesia-OJK, di mana KPK mengenakan pasal gratifikasi dan TPPU kepada dua tersangka.

    Langkah itu, kata Budi, diambil agar penyidik dapat melakukan aset recovery sehingga mampu mengembalikan uang negara secara optimal

    “Supaya apa? Supaya dalam asset recovery nya itu juga maksimal sehingga bicara soal penegakan hukum, tindak pidana korupsi, maka tidak hanya untuk memberikan efek jera kepada para pelaku, tapi juga bagaimana kita bisa secara optimal memulihkan keuangan negaranya,” jelasnya.

    Sebagaimana diketahui, seperti dilansir Bisnis, Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 6 Tahun 2012 mengenai Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Regulasi ini resmi diundangkan pada 25 Agustus 2025 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 136.

    Dalam struktur kepengurusan, Wakil Ketua dijabat Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Sekretaris dijabat oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Sedangkan, keanggotaan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga strategis, di antaranya Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kapolri, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, Kepala BIN, hingga Kepala BNN 

    Perpres ini juga menata ulang struktur Tim Pelaksana Komite TPPU, yang melibatkan pejabat eselon I di kementerian/lembaga terkait, mulai dari Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Deputi di PPATK, hingga pejabat tinggi di kepolisian, kejaksaan, BIN, BNPT, dan BNN.

     

  • Ada Wamenkeu Anggito, Ini 5 Nama Calon Ketua LPS yang Diputuskan Besok

    Ada Wamenkeu Anggito, Ini 5 Nama Calon Ketua LPS yang Diputuskan Besok

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto sudah menyerahkan surat ke DPR RI terkait daftar nama calon Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2025-2030. Ada lima nama yang akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dengan Komisi XI DPR RI malam ini.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Mohamad Hekal mengatakan hasil dari fit and proper test malam ini akan dibawa ke rapat paripurna DPR RI yang rencananya akan berlangsung pada Selasa (23/9).

    “Insya Allah (hasil fit and proper test dibawa ke paripurna besok),” kata Hekal kepada detikcom, Senin (22/9/2025).

    Tercatat ada lima nama yang masuk sebagai calon Ketua Dewan Komisioner LPS periode 2025-2030. Di antaranya adalah Anggito Abimanyu yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu).

    Kedua, Ferdinan Dwikoraja Purba. Namanya tercatat sebagai Komisaris Independen di PT Asuransi Jasa Tania Tbk.

    Nama ketiga sebagai calon Ketua Dewan Komisioner LPS periode 2025-2030 adalah Agresius R Kardiman, yang tercatat sebagai Direktur Kepatuhan di Bank CCB Indonesia. Keempat, Muhammad Iman Nuril Hidayat Budi Pinuji yang merupakan salah satu anggota dari Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.

    Nama kelima adalah Dwityapoetra Soeyasa Besar, yang merupakan Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan dan Statistik LPS. Sebelumnya, ia juga pernah menjadi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial di Bank Indonesia (BI).

    (kil/kil)