Kementrian Lembaga: BI

  • Bidik 17 Miliar Transaksi dan Ekspansi ke 8 Negara

    Bidik 17 Miliar Transaksi dan Ekspansi ke 8 Negara

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) menetapkan strategi 17–8–45 sebagai arah pengembangan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) pada 2026.  Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta, menjelaskan strategi ini menargetkan volume transaksi QRIS mencapai 17 miliar transaksi, perluasan penggunaan lintas negara ke-8 negara, serta peningkatan jumlah merchant hingga 45 juta.

    “Di tahun 2026 kita terus akan mendorong perluasan QRIS dengan mengangkat tema kemerdekaan yaitu 17, 8 dan 45 artinya kita akan mentargetkan transaksi QRIS 17 miliar dan perluasan QRIS antar negara ke 8 negara dan juga 45 juta mercant serta 60 juta pengguna,” kata Filianingsih dalam RDG Desember, ditulis Kamis (18/12/2025).

    Ia menyampaikan pada tahun 2025, kinerja QRIS terus menunjukkan pertumbuhan yang sangat kuat. Jumlah pengguna tercatat mencapai 59 juta, melampaui target awal sebanyak 58 juta pengguna. “QRIS ini terus tumbuh akseleratif ya di tahun 2025 capaiannya pengguna itu 59 juta dari target 58 juta. Jadi, melebih target,” ujarnya.

    Transaksi QRIS Dari sisi transaksi, QRIS mencatat 13,66 miliar transaksi, jauh melebihi target yang ditetapkan sebesar 6,5 miliar transaksi. Pencapaian ini menegaskan meningkatnya pemanfaatan QRIS dalam aktivitas ekonomi sehari-hari. Sementara itu, jumlah merchant QRIS telah mencapai 42 juta, melampaui target 40 juta merchant.

    Dari total tersebut, sekitar 90 persen merupakan pelaku UMKM, mencerminkan peran penting QRIS dalam mendorong digitalisasi dan inklusi ekonomi di sektor usaha kecil. “Juga transaksinya mencapai 13,66 miliar transaksi dari target sebesar 6,5 miliar transaksi dan mercantnya mencapai 42 juta mercant dari target 40 juta dan 90 persen dari mercant ini adalah UMKM,” ujarnya.

  • Toyota RAV4 Terbaru Meluncur, Harga Mulai Rp 480 Jutaan

    Toyota RAV4 Terbaru Meluncur, Harga Mulai Rp 480 Jutaan

    Jakarta

    Toyota RAV4 terbaru meluncur di Jepang. SUV itu hanya tersedia versi hybrid dengan harga mulai Rp 480 jutaan.

    Generasi keenam Toyota RAV4 menjalani debut global pada Mei 2025. Tujuh bulan setelahnya, Toyota RAV4 terbaru akhirnya meluncur di Jepang. RAV4 hanya tersedia versi plug-in hybrid (PHEV) dan GR Sport. Versi hybrid mengandalkan mesin 2.5 L A25A-FXS yang menghasilkan tenaga 186 PS pada 6.000 rpm dan torsi 221 Nm pada rentang 3.600-5.200 rpm. Mesinnya dipadukan dengan transmisi e-CVT.

    Sistem ini dilengkapi dengan motor listrik 1VM berdaya 136 PS dan torsi 208 Nm sementara motor listrik 4NM di poros belakang dengan daya 54 PS dan torsi 121 Nm dengan penggerak empat roda listrik. Secara keseluruhan, output sistem mencapai 241 PS.

    Toyota mengklaim konsumsi BBM RAV4 berada di rentang 22,5-22,9 km/liter. Sistem E-Four disebut secara presisi mengontrol distribusi tenaga penggerak depan/belakang antara 100:0 dan 20:80 dengan metode Trail dan Snow.

    Soal dimensi, Toyota RAV4 varian Z punya panjang 4.600 mm, lebar 1.855 mm, dan tinggi 1.680 mm. Jarak sumbu rodanya 2.690 mm. Varian ini dapat diidentifikasi dari wajah depan yang kokoh menyerupai palu dengan grille utama bermotif sarang lebah.

    Selanjutnya ada varian Adventure yang memiliki tampilan khas mobil-mobil off road. Ciri desainnya berupa grille berbentuk persegi panjang dengan bilah hitam besar, bemper tangguh, dan ventilasi di bawah lampu depan. Emblem Toyota mengarah ke depan pada bagian trim hitam. Ini membuat varian Adventure punya dimensi sedikit lebih panjang 4.620 mm dan lebar 1.880 mm.

    Sebagai standar, Toyota RAV4 memiliki sederet fitur di antaranya velg 18 inch, bi-beam LED, jok dengan material kulit sintetis, mode selektor EV, instrumen klaster berukuran 12,3 inch, hingga fitur Toyota Safety Sense. Soal harga, Toyota RAV4 ditawarkan mulai 4,5 juta yen atau kalau dirupiahkan setara dengan Rp 484 jutaan hingga 4,9 juta yen yakni sekitar Rp 527 jutaan.

    (dry/din)

  • PIHPS: Harga cabai rawit tembus Rp95.000/kg, telur ayam Rp38.750/kg

    PIHPS: Harga cabai rawit tembus Rp95.000/kg, telur ayam Rp38.750/kg

    Jakarta (ANTARA) – Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional yang dikelola Bank Indonesia mencatat harga pangan komoditas cabai rawit merah tembus Rp95.000 per kilogram (kg), sedangkan telur ayam ras Rp38.750 per kg.

    Berdasarkan data dari PIHPS yang dilansir di Jakarta, Kamis pukul 08.30 WIB, selain cabai rawit merah dan telur ayam ras, tercatat harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional lainnya, yakni bawang merah Rp65.000 per kg, lalu bawang putih di harga Rp55.000 per kg.

    Selain itu beras kualitas bawah I di harga Rp15.500 per kg, beras kualitas bawah II Rp17.500 per kg. Sedangkan beras kualitas medium I Rp17.750 per kg, dan beras kualitas medium II di harga Rp17.000 per kg.

    Lalu, beras kualitas super I di harga Rp18.750 per kg, dan beras kualitas super II Rp18.250 per kg.

    Selanjutnya, PIHPS mencatat harga cabai merah besar mencapai Rp40.000 per kg, cabai merah keriting Rp70.000 per kg, dan cabai rawit hijau Rp95.000 per kg.

    Kemudian, daging ayam ras di harga Rp45.250 per kg, daging sapi kualitas I Rp145.000 per kg, daging sapi kualitas II di harga Rp133.600 per kg.

    Harga komoditas berikutnya yakni gula pasir kualitas premium tercatat Rp19.800 per kg, gula pasir lokal Rp20.500 per kg.

    Sementara itu, minyak goreng curah di harga Rp23.000 per liter, minyak goreng kemasan bermerek I di harga Rp25.000 per liter, serta minyak goreng kemasan bermerek II di harga Rp21.500 per liter.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Warga Indonesia Aktif Transaksi Pakai Mobile Banking dan QRIS pada 2025

    Warga Indonesia Aktif Transaksi Pakai Mobile Banking dan QRIS pada 2025

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat hingga November 2025, total transaksi pembayaran digital mencapai 4,6 miliar transaksi atau tumbuh 40 persen secara tahunan. Capaian ini mencerminkan semakin masifnya penggunaan layanan keuangan digital dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Layanan yang sering dipakai mobile banking hingga QRIS.

    “Jadi, kalau as of November 2025, transaksi pembayaran digital itu yang mencakup mobile banking, QRIS, internet banking itu tumbuh 40 persen secara year on year dengan total transaksi sebesar 4,6 miliar transaksi,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta, dalam RDG Desember, ditulis Kamis (18/12/2025).

    Dari keseluruhan transaksi tersebut, mobile banking menjadi kontributor terbesar dengan volume mencapai 2,79 miliar transaksi. Selain mobile banking, QRIS tampil sebagai pendorong utama pertumbuhan transaksi digital dengan capaian 1,68 miliar transaksi sepanjang 2025.

    “Nah, dari jumlah tersebut, mobile banking ini mendominasi dengan 2,79 miliar transaksi dan juga QRIS mencapai 1,68 miliar transaksi. Jadi, ini sekali lagi mencerminkan bahwa semakin luasnya adopsi daripada pembayaran digital di masyarakat dan UMKM,” ujarnya.

    Filianingsih mengatakan, kinerja ini menunjukkan bahwa digitalisasi sistem pembayaran tersebut sudah menjadi fondasi utama aktivitas ekonomi terutama untuk konsumsi, transportasi, dan juga layanan publik.

    “Jadi, ke depan prospeknya tetap positif Bank Indonesia memproyeksikan transaksi pembayaran digital di 2026 ini bisa tumbuh sampai mencapai 29,7 persen secara year on year dan ini didukung dengan perluasan use case QRIS, inovasi teknologi dan juga penguatan aspek keamanan dan tentunya juga kepercayaan publik,” ujarnya.

     

  • Transaksi QRIS 2 Kali Lipat dari Target, Ekonomi RI Cerah?

    Transaksi QRIS 2 Kali Lipat dari Target, Ekonomi RI Cerah?

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) melaporkan ekonomi digital sepanjang 2025 tumbuh kuat sebagaimana tercermin dari akselerasi transaksi melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang tumbuh dua kali lipat dari target. 

    Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta menjelaskan bahwa sampai dengan November 2025, transaksi pembayaran digital mencakup mobile banking, QRIS serta internet banking tercatat sebanyak 4,6 miliar transaksi atau tumbuh 40% (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

    “Dari jumlah tersebut, mobile banking mendominasi 2,79 miliar transaksi, QRIS 1,68 miliar transaksi. Jadi, ini sekali lagi mencerminkan semakin luasnya adopsi pembayaran digital masyarakat dan UMKM,” terang Filianingsih pada konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Desember 2025, Rabu (17/12/2025). 

    Menurut Filianingsih, kinerja transaksi pembayaran digital itu menunjukkan mode pembayaran itu menjadi fondasi utama aktivitas ekonomi. Dia memperkirakan prospeknya pada 2026 masih akan tetap positif untuk konsumsi, transportasi dan layanan publik. 

    Perempuan yang sebelumnya menjabat Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran itu menyebut, bank sentral memperkirakan transaksi pembayaran digital 2026 bisa tumbuh mencapai 29,79% (YoY). 

    Khusus QRIS, Filianingsih mencatat bahwa penggunaannya tumbuh secara akseleratif. Sampai dengan 2025 ini, penggunanya sudah mencapai 59 juta atau melampaui target tahun ini 58 juta. 

    Jumlah merchant yang menggunakan QRIS juga bertambah menjadi 42 juta, atau melebihi target 40 juta. Merchant atau pedagang yang menggunakan teknologi terobosan BI itu pun didominasi oleh UMKM alias 90%. Sementara itu, transaksinya bahkan dua kali lipat melampaui target. 

    “Transaksinya 13,66 miliar transaksi dari target 6,5 miliar transaksi,” ungkapnya. 

    Pada 2026, BI menargetkan perluasan QRIS dengan tema hari kemerdekaan yakni 17-8-45. Artinya, bank sentral menargetkan transaksi QRIS meningkat ke 17 miliar, perluasan QRIS ke 8 negara, 45 juta merchant, dan 60 juta pengguna. 

  • Superbank Optimistis Garap Pasar Bank Digital Pasca Melantai di BEI

    Superbank Optimistis Garap Pasar Bank Digital Pasca Melantai di BEI

    JAKARTA – PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 17 Desember.

    Dalam penawaran umum perdana (IPO) ini, Superbank menetapkan harga saham sebesar Rp635 per lembar dengan melepas sebanyak 4,4 miliar saham baru, yang setara dengan 13 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Dari aksi korporasi tersebut, perseroan berhasil meraih dana segar senilai Rp2,79 triliun.

    Dana hasil IPO akan dimanfaatkan untuk mempercepat ekspansi usaha serta memperkuat kemampuan Superbank sebagai bank berbasis layanan digital.

    Berdasarkan prospektus, sekitar 70 persen dana akan dialokasikan sebagai modal kerja untuk memperbesar penyaluran kredit ke segmen underbanked, baik ritel maupun UMKM, yang menjadi fokus utama pertumbuhan perseroan.

    Sementara itu, sekitar 30 persen dana IPO akan digunakan untuk belanja modal, mencakup pengembangan produk pendanaan dan pembiayaan, sistem pembayaran digital, infrastruktur teknologi informasi, penguatan sistem operasional, serta investasi jangka panjang di bidang kecerdasan buatan (AI), analitik data, dan keamanan siber.

    Presiden Direktur Superbank Tigor M. Siahaan menyampaikan bahwa pencatatan saham ini menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat struktur permodalan sekaligus memperluas jangkauan layanan keuangan digital bagi masyarakat Indonesia, dan IPO ini menandai fase baru dalam Journey of Trust Superbank.

    a menjelaskan perjalanan tersebut berawal dari kepercayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberikan izin transformasi Superbank menjadi bank dengan layanan digital yang berfokus pada segmen underbanked.

    Menurutnya kepercayaan itu kemudian diperkuat oleh dukungan para pemegang saham dan jutaan nasabah yang telah menggunakan layanan perseroan.

    “Sebagai perusahaan publik, kami berkomitmen untuk terus menjaga dan menumbuhkan kepercayaan tersebut, sekaligus memperluas akses layanan keuangan bagi lebih banyak masyarakat Indonesia, Superbank For All,” ujarnya dalam konferensi pers Rabu, 17 Desember.

    Tigor menilai potensi pertumbuhan bank digital di Indonesia masih sangat besar, mengingat pangsa pasar perbankan digital secara keseluruhan masih relatif kecil dibandingkan industri perbankan nasional.

    Ia memperkirakan total market share bank digital di Indonesia saat ini masih berada di kisaran 1 persen.

    Dalam menghadapi persaingan, Tigor menyampaikan Superbank mengandalkan strategi berbasis ekosistem sebagai keunggulan utama, salah satunya melalui dukungan ekosistem Grab.

    Menurutnya dengan puluhan juta pengguna dari layanan transportasi, pengantaran, dan OVO, Superbank menempatkan diri sebagai mitra yang terintegrasi erat dalam ekosistem tersebut.

    “Jadi kami merasa pendekatan ekosistem ini akan menjadi pembeda besar ke depannya,” katanya.

    Sejak awal transformasinya, Tigor menjelaskan bahwa Superbank mengusung model bisnis digital-first dengan memanfaatkan ekosistem Grab dan OVO untuk menjangkau masyarakat secara langsung melalui platform yang telah digunakan dan dipercaya.

    Ia menambahkan strategi ini mulai dijalankan pada 2024, ketika Superbank menjadi bank digital pertama di Indonesia yang memungkinkan pengguna dan mitra Grab membuka rekening, menabung, serta menggunakan rekening tersebut sebagai metode pembayaran langsung di aplikasi Grab tanpa perlu mengunduh aplikasi tambahan.

    Ia menambahkan strategi tersebut dilanjutkan pada tahun ini melalui peluncuran berbagai inovasi, antara lain OVO Nabung by Superbank, produk tabungan berbasis ekosistem yang memungkinkan pengguna OVO menabung secara instan dengan bunga hingga 5 persen per tahun, serta Kartu Untung, produk tabungan berbasis gamifikasi hasil kolaborasi dengan KakaoBank.

    Tigor menyebutkan implementasi strategi ekosistem ini terbukti memberikan hasil nyata, baik dalam membangun kredibilitas, mempercepat adopsi, maupun menyederhanakan pengalaman perbankan dalam aktivitas sehari-hari pengguna.

    Sejak peluncuran aplikasi digital pada Juni 2024, Superbank telah melayani lebih dari 5 juta nasabah dengan tingkat keterlibatan yang terus meningkat.

    “Momentum ini tercermin dari pertumbuhan rata-rata jumlah transaksi harian yang meningkat lebih dari 40 persen pada kuartal ketiga 2025 dibandingkan periode sebelumnya, dengan lebih dari 1 juta transaksi diproses setiap harinya,” jelasnya.

    Ke depan, Tigor menyampaikan Superbank akan terus memperkuat sinergi ekosistem digital Grab–OVO dan Emtek, serta dukungan dari pemegang saham strategis lainnya, termasuk Singtel, KakaoBank, dan GXS.

    “Kombinasi kapabilitas teknologi, jangkauan ekosistem, dan pengalaman perbankan regional ini semakin memperkuat posisi Superbank dalam menghadirkan layanan finansial yang lebih inklusif, relevan, dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia,” ucapnya.

    Senada, CEO Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan, pihaknya menyambut pencatatan perdana saham Superbank di Bursa Efek Indonesia sebagai tonggak penting dalam upaya bersama dalam memperluas akses layanan keuangan yang aman, inklusif, dan terjangkau bagi jutaan pengguna, mitra pengemudi, dan UMKM di Indonesia.

    “Dengan kapabilitas perbankan digital Superbank yang terintegrasi di aplikasi Grab dan OVO, kami melihat peluang yang semakin besar untuk memanfaatkan teknologi dan data secara bertanggung jawab guna menghadirkan solusi tabungan dan pembiayaan yang relevan bagi segmen underbanked, sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dalam jangka panjang,” jelasnya.

    Ia menambahkan Grab akan terus mendukung Superbank dalam memaksimalkan kekuatan ekosistem kami untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

    Adapun, pencatatan saham Superbank menambah daftar emiten sektor keuangan digital di BEI dan mencerminkan tingginya minat pasar terhadap model perbankan berbasis ekosistem yang dinilai memiliki prospek pertumbuhan jangka panjang, meskipun tetap dihadapkan pada tantangan kualitas aset dan pencapaian profitabilitas.

    Sebagai informasi, pada hari pertama perdagangan, saham SUPA dibuka di level Rp790 atau melonjak 24,41 persen dari harga IPO Rp635, dan langsung menyentuh batas auto reject atas (ARA).

    Pada kesempatan yang sama, Direktur BEI Kristian Manullang, menyampaikan bahwa Superbank menjadi perusahaan ke-26 yang melantai di BEI sepanjang 2025, dan merupakan emiten ke-956 sejak Bursa Efek Indonesia berdiri.

    “Pencapaian hari ini tersebut merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran manajemen dan karyawan Perseroan untuk memperkuat permodalan, memperluas kapasitas pembiayaan, serta meningkatkan peran Perseroan dalam mendukung pertumbuhan sektor riil dan inklusi keuangan nasional,” tuturnya.

  • Gubernur BI: Nilai tukar rupiah relatif stabil jelang akhir tahun

    Gubernur BI: Nilai tukar rupiah relatif stabil jelang akhir tahun

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah tercatat relatif stabil pada pertengahan Desember 2025 dibandingkan pada akhir November 2025.

    “Nilai tukar rupiah pada 16 Desember 2025 tercatat sebesar Rp16.685 per dolar AS, relatif stabil bila dibandingkan dengan level akhir November 2025,” kata Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan data yang dihimpun ANTARA, pada Senin (24/11) di minggu terakhir November 2025 rupiah dibuka pada level Rp16.706 per dolar AS.

    Rupiah terus bergerak menguat hingga menyentuh level terendah dalam minggu tersebut sebesar Rp16.634 per dolar AS pada Kamis (27/11), lalu melemah menjadi Rp16.641 per dolar AS pada Jumat (28/11).

    “Perkembangan nilai tukar rupiah masih sejalan dengan pergerakan mata uang regional dan mitra dagang Indonesia, bahkan tercatat menguat bila dibandingkan dengan mata uang negara maju, kecuali AS,” ujar Perry.

    Ia mengatakan, stabilitas rupiah tersebut didukung oleh kebijakan Bank Indonesia melalui intervensi pasar Non-Deliverable Forward (NDF), baik di luar negeri maupun domestik (DNDF), pasar spot, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

    Ia menuturkan, faktor lain yang mendukung stabilitas kurs adalah tambahan pasokan valuta asing (valas) dari korporasi, seiring dengan peningkatan konversi valas ke rupiah oleh eksportir sebagai dampak positif dari penerapan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).

    “Nilai tukar rupiah diperkirakan akan stabil didukung oleh imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Perry.

    Sebagai upaya dalam menjaga stabilitas nilai tukar, BI juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate sebesar 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 16-17 Desember 2025.

    “Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian global dengan tetap memperkuat efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama ini untuk menjaga stabilitas dan mendorong perekonomian nasional,” ucap Perry.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Riza Mulyadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI perpanjang kebijakan pelonggaran kartu kredit hingga Juni 2026

    BI perpanjang kebijakan pelonggaran kartu kredit hingga Juni 2026

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) memperpanjang kebijakan pelonggaran terkait kartu kredit (KK) dan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) hingga 30 Juni 2026.

    Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Desember 2025 yang berlangsung pada Selasa (16/12) dan Rabu ini sebagai bagian dari upaya menjaga daya beli masyarakat dan efisiensi transaksi.

    “Perpanjangan kebijakan kartu kredit dan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sampai dengan 30 Juni 2026 yang meliputi kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK 5 persen dari total tagihan,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu.

    Selain itu, pihaknya juga memberikan kebijakan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit sebesar maksimum 1 persen dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100 ribu.

    Untuk tarif SKNBI, ia menyatakan biaya dari Bank Indonesia ke bank ditetapkan sebesar Rp1, dan tarif maksimum yang boleh dikenakan bank kepada nasabah senilai Rp2.900 per transaksi.

    Kebijakan tersebut merupakan salah satu langkah strategis bauran kebijakan BI untuk memastikan kinerja positif perekonomian menjelang pergantian tahun.

    Perry menuturkan, kebijakan lainnya mencakup penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah, strategi operasi moneter pro-market (pro-pasar), serta pemberian remunerasi pada excess reserves (kelebihan dana tunai atau simpanan) perbankan untuk mendorong penyaluran kredit.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 

    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 

    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 

    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.

    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.

    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.

    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.

    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 

    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 

    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 

    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 

    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 

    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 

    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 

    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 

    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 

    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 

    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.

    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.

    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 

    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 

    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 

    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 

    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 
     
    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 
     
    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 
     
    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.
     
    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.
     
    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.
     
    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.
     
    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 
     
    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 
     
    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 
     
    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 
     
    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 
     
    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 
     
    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 
     
    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 
     
    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 
     
    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 
     
    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.
     
    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.
     
    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 
     
    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 
     
    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 
     
    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 
     
    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (ANN)

  • Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Pertumbuhan Ekonomi Harus Hadirkan Kesejahteraan Anak Bangsa

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 

    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 

    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 

    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.

    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.

    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.

    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.

    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 

    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 

    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 

    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 

    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 

    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 

    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 

    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 

    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 

    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 

    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.

    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.

    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 

    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 

    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 

    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 

    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 

    Jakarta: Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa. 
     
    “Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12), Rabu, 17 Desember 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari  (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.  Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. 
     
    “Para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan,” tuturnya.
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri. 
     
    Oleh karena itu, ia berharap partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa. 
     

    Ancaman black swan event
    Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.
     
    “Tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan,” kata David.
     
    Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3 persen dari PDB.  Dalam upaya rekonstruksi pascabencana ia pun menyebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp70 triliun.
     
    “Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5 persen, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5 persen,” sebutnya.
     
    Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio. 
     
    Ia menilai sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat. 
     
    Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan. 
     
    Sementara itu, Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko. Langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi. 
     
    Lansekap ekonomi 2026 akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi. 
     
    “Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media. 
     
    Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada. 
     
    Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM. 
     
    Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil. 
     
    Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin. 

    Menata ekonomi nasional
    Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat. 
     
    Dia menjelaskan, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5 persen.
     
    ‘Secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan. Sementara itu, sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan. Dampak dinamika perdagangan global juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri,” tuturnya.
     
    Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. 
     
    Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia. 
     
    Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut. 
     
    “Salah satu peluang adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun,” jelas Radityo. 
     
    Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (ANN)