Kementrian Lembaga: BI

  • Momentum Tanggal Kembar Dongkrak Transaksi E-Commerce Kuartal III/2025

    Momentum Tanggal Kembar Dongkrak Transaksi E-Commerce Kuartal III/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai momentum kampanye musiman masih menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan transaksi e-commerce di Indonesia. 

    Hal ini sejalan dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) yang mencatat peningkatan signifikan transaksi belanja online sepanjang kuartal III/2025.

    Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan lonjakan transaksi di periode tersebut mencerminkan efektivitas kampanye 7.7, 8.8, dan 9.9 yang digelar oleh berbagai platform e-commerce.

    “Yang berhasil meningkatkan traffic dan transaksi lintas kategori, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, fesyen, serta produk kecantikan,” kata Budi kepada Bisnis pada Senin (10/11/2025). 

    Berdasarkan data BPS, transaksi belanja online yang dilakukan peritel dan marketplace meningkat 6,19% secara kuartalan (qtq) pada kuartal III/2025. Sementara itu, BI mencatat nilai transaksi belanja online mencapai Rp134,67 triliun, tumbuh 4,93% qtq dan 3,74% yoy. 

    Dari sisi volume, total transaksi mencapai 1,44 miliar, atau meningkat 7,72% qtq dan 20,5% yoy. BI menjelaskan lonjakan tersebut dipicu oleh beragam kampanye promo besar yang digelar sepanjang Juli hingga September.

    Lebih lanjut, Budi menjelaskan meskipun ada peningkatan pada kuartal III, puncak pertumbuhan biasanya terjadi di kuartal IV, terutama pada periode 11.11, 12.12, dan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). 

    Dia mengatakan idEA pun memperkirakan tren positif ini masih akan berlanjut hingga akhir tahun seiring meningkatnya daya beli masyarakat, kepercayaan konsumen terhadap transaksi digital, serta strategi promosi yang semakin tersegmentasi oleh platform e-commerce.

    Selain kampanye promo besar, Budi menilai sejumlah faktor struktural turut memperkuat kinerja e-commerce menjelang akhir tahun. Beberapa di antaranya adopsi digital oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang makin luas, kemudahan sistem pembayaran digital seperti QRIS, Buy Now Pay Later (BNPL) dan e-wallet, serta peningkatan efisiensi logistik dan fulfilment. 

    Dia menambahkan, integrasi antara sektor kreatif dan live commerce juga memainkan peran penting dalam menciptakan pengalaman belanja yang lebih interaktif. Momentum konsumsi akhir tahun menjelang Natal dan Tahun Baru, kata Budi, juga menjadi faktor yang secara tradisional meningkatkan penjualan lintas kategori.

    Dari sisi performa tahunan, idEA mencatat adanya peningkatan signifikan pada gelaran Harbolnas. Berdasarkan data idEA dan hasil pemantauan industri, total nilai transaksi selama Harbolnas 2023 mencapai sekitar Rp25,7 triliun, sementara pada Harbolnas 2024 naik menjadi sekitar Rp31,2 triliun atau tumbuh sekitar 21,4% dibanding tahun sebelumnya. 

    Menurut Budi, peningkatan tersebut didorong oleh partisipasi UMKM yang lebih tinggi, perluasan kategori produk lokal, serta adopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan analitik data dalam strategi kampanye.

    “idEA memperkirakan momentum akhir tahun 2025 akan tetap kuat, terutama karena kombinasi antara kampanye 11.11 dan 12.12 yang kini banyak difokuskan untuk mendorong produk lokal serta efisiensi rantai pasok digital,” tutup Budi.

  • BI pastikan redenominasi rupiah tetap pertimbangkan waktu yang tepat

    BI pastikan redenominasi rupiah tetap pertimbangkan waktu yang tepat

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa implementasi redenominasi rupiah tetap mempertimbangkan waktu yang tepat, dengan memperhatikan stabilitas politik, ekonomi, sosial serta kesiapan teknis termasuk hukum, logistik, dan teknologi informasi.

    “Bank Indonesia akan tetap fokus menjaga stabilitas nilai rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi selama proses redenominasi berlangsung,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan di Jakarta, Senin.

    Bank sentral Indonesia juga memastikan, proses redenominasi direncanakan secara matang dan melibatkan koordinasi erat antarseluruh pemangku kepentingan.

    Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2025-2029, sebagai RUU inisiatif Pemerintah atas usulan Bank Indonesia.

    Selanjutnya, ujar Ramdan Denny, Bank Indonesia bersama Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan terus melakukan pembahasan mengenai proses redenominasi.

    Redenominasi rupiah merupakan penyederhanaan jumlah digit pada pecahan (denominasi) rupiah tanpa mengurangi daya beli dan nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa.

    Bank Indonesia menyampaikan bahwa hal ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi transaksi, memperkuat kredibilitas rupiah, dan mendukung modernisasi sistem pembayaran nasional.

    Diberitakan sebelumnya, Pemerintah tengah menyiapkan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dengan target rampung pada 2027.

    Penyiapan RUU tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Dalam PMK itu dijelaskan, Kementerian Keuangan menyiapkan empat rancangan undang-undang, yakni RUU tentang Perlelangan, RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara, RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dan RUU tentang Penilai.

    PMK tersebut juga menyebutkan beberapa urgensi pembentukan RUU Redenominasi antara lain untuk efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional, menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menghadapi risiko pelebaran shortfall alias selisih antara realisasi dengan target penerimaan pajak tahun 2025. Risiko pelebaran itu dipicu oleh rendahnya daya pungut penerimaan pajak, yang sampai kuartal III/2025 hanya di angka 8,58%. 

    Angka itu mengonfirmasi bahwa pengumpulan penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun hanya mencakup 8,58% dari total PDB hingga kuartal III/2025 yang mencapai Rp17.672,9 triliun. 

    Dalam catatan Bisnis, rendahnya daya pungut penerimaan pajak itu terjadi karena 3 aspek. Pertama, karena kinerja perekonomian yang jelas berdampak langsung terhadap penerimaan pajak. Kedua, celah kepatuhan atau compliance gap. Ketiga, policy gap atau celah penerimaan pajak karena kebijakan tertentu, salah satunya pengecualian pajak atau tax exemption.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa target fiskus senilai Rp2.076,9 triliun yang sulit dicapai disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025).

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu.

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya.

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya.

    Target Ekonomi Sulit Tercapai 

    Adapun pelambatan laju perekonomian pada kuartal III/2025 yang realisasinya hanya 5,04% semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2%. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini akan mempengaruhi penerimaan pajak, karena pajak adalah babak terkahir dari siklus ekonomi.

    Orang atau badan yang memperoleh tambahan penghasilan secara otomatis akan membayar pajak. Kalau rugi atau mengalami kondisi tertentu yang dibenarkan oleh undang-undang, orang atau badan tidak wajib membayar pajak. 

    Kalau menurut perhitungan secara akumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2%, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 di angka 5,77% – 5,8%. Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kuartal IV/2025 hanya tumbuh di angka 5,5%.

    Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13%. Meski simulasinya jauh lebih baik 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03%, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 di angka 5,5% apalagi 5,77% sangat jarang bisa dicapai.

    Dalam catatan Bisnis, selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 tidak pernah mencapai angka 5,5%. Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5% pada kuartal IV/2025.

    Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015-2024 hanya di kisaran 4,3%. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2020 yang terkontraksi 2,19% akibat pandemi Covid-19.

    Sedangkan pencapaian tertinggi pertumbuhan ekonomi kuartal IV dalam 10 tahun terakhir, terjadi pada tahun 2017. Saat itu realisasi pertumbuhannya di angka 5,19%. Menariknya, kuartal IV tahun 2018 dan 2023 yang didukung booming komoditas, realisasi pertumbuhannya masing-masing hanya di angka 5,18% dan 5,04%.

    Artinya, kalau menilik tren tersebut, pertumbuhan ekonomi di angka 5,5% atau 5,77% pada kuartal IV nyaris tidak pernah terjadi selama 10 tahun terakhir. Apalagi dengan fakta bahwa terjadi tren pelambatan kinerja konsumsi rumah tangga selama kuartal III/2025 lalu di angka 4,89%. Padahal, target pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 yang harus dipenuhi pemerintah agar bisa tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2025, minimal harus di angka 5,77%.  

    Policy Gap

    Soal celah dari kebijakan, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pada pertengahan Oktober lalu mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan pajak sebesar Rp530 triliun yang tidak terpungut pada 2025.

    Suahasil menjelaskan bahwa ratusan triliun potensi pendapatan negara itu tak terpungut akibat berbagai program belanja perpajakan yang pemerintah luncurkan sepanjang tahun ini.

    Dia mencontohkan bahwa Kementerian Keuangan membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan makanan, barang/jasa pendidikan, kesehatan, maupun listrik di bawah 6.600 volt-ampere. Selain itu, bea masuk ke sejumlah komoditas juga dibebaskan.

    Di sisi lain, kebijakan insentif tax holiday (pembebasan pajak), tax allowance (pengurangan pajak), tax incentive (insentif pajak), hingga PPN dan pajak penghasilan (PPh) yang sifatnya final.

    “Itu semua adalah bentuk fasilitas perpajakan yang kita maksudkan, ya sudah, uangnya biar tetap di perekonomian, berputar di perekonomian. Estimasi kita untuk 2025 adalah sekitar Rp530 triliun yang tidak dikumpulkan oleh pemerintah,” jelas Suahasil dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

    Tabel Belanja Pajak 2021-2026

    Jenis Pajak
    2021
    2022
    2023
    2024
    2025
    2026

    PPN & PPnbM
    169,9
    190,4
    208,2
    227,8
    343,3
    371,9

    PPh
    106,5
    120,7
    129,2
    140,7
    150,3
    160,1

    Bea Masuk & Cukai
    16,6
    16,4
    21,5
    31,3
    36,2
    31,1

    PBB S5L
    0
    0,6
    0,7
    0,1
    0,1
    0,1

    Bea Meterai 

    0,4
    0,5
    0,3
    0,3
    0,4

    Total
    293
    328,5
    360
    400,1
    530,3
    563,6

    Keterangan: Kemenkeu, dalam triliun, 2025-2026 proyeksi

    Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia ini pun mengklaim bahwa besarnya belanja perpajakan itu menjadi salah satu alasan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia kerap rendah. Dia mencontohkan, Rp530 triliun potensi penerimaan pajak yang tak terpungut itu setara 2% dari PDB Indonesia.

    Lebih lanjut, dia merincikan sektor-sektor yang paling menikmati belanja perpajakan itu sepanjang tahun ini. Menurutnya, sektor manufaktur menjadi penikmat utama belanja perpajakan itu dengan estimasi sebesar Rp137 triliun sepanjang tahun ini, diikuti sektor pertanian (Rp60,5 triliun) dan perdagangan (Rp55 triliun).

    Sementara berdasarkan agennya, Suahasil mengungkapkan rumah tangga menikmati sekitar 55% belanja perpajakan itu, diikuti dunia bisnis dan investasi (25%) serta UMKM (18%). Dia pun mendorong agar setiap lapisan masyarakat terus menikmati belanja perpajakan tersebut. Suahasil menggarisbawahi bahwa belanja perpajakan bukan stimulus ekonomi yang terbatas untuk periode tertentu melainkan terus berjalan.

    “Kalau udah ada insentifnya dipakai, silakan. Pakainya bagaimana? Pakainya adalah dengan menjalankan terus kegiatan ekonomi. Kalau kegiatan ekonominya jalan, transaksinya jalan, ada sejumlah pajak yang enggak perlu dibayar,” tutup Suahasil.

    Rumitnya Administrasi PPN 

    Selain insentif PPh, rumitnya administrasi PPN di Indonesia juga turut menyumbang rendahnya daya pungut penerimaan pajak. Hal itu terjadi karena semakin banyaknya kebijakan yang membebaskan pengenaan PPN atau tax exemption. 

    Sekadar ilustrasi, pada tahun 2024 lalu penerimaan PPN tercatat hanya sebesar Rp828,5 triliun. Meski tercatat tumbuh, kinerja penerimaan PPN pada 2024 lalu hanya sebesar 6,9% dari total konsumsi rumah tangga atas harga berlaku yang angkanya sebesar Rp11.1964,9 triliun. Padahal, normalnya, kalau mengacu kepada tarif PPN sebesar 11%, penerimaan PPN seharusnya bisa menembus angka Rp1.316,13 triliun. 

    Tidak hanya itu kalau menggunakan rumus VAT gross collection ratio yang rumusnya adanya realisasi penerimaan PPN dibagi dengan tarif PPN dikalikan konsumsi rumah tangga, maka penerimaan PPN yang dipungut oleh pemerintah hanya sekitar 62,9% dari potensinya. Padahal, kalau mengacu kepada benchmark negara lain, angka ideal PPN yang seharusnya dipungut pemerintah ada di kisaran 70% dari potensi PPN.

    Aktivitas perekonomian di pasar tradisional./JIBI

    Belum optimalnya kinerja pemungutan PPN itu merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang royal menggelontorkan insentif dan stimulus yang efeknya tidak terlalu signifikan ke perekonomian. Pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5%. Tidak pernah menembus angka 6% kecuali ada booming komoditas. 

    Bukti royalnya insentif dan stimulus pemerintah itu tampak dari realisasi belanja pajak. Saat ini, insentif untuk aktivitas konsumsi masih mendominasi struktur belanja pajak atau tax expenditure yang digelontorkan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Besarannya mencapai Rp371,9 triliun atau 65,9% dari total belanja perpajakan tahun depan sebesar Rp563,6 triliun.

    Sementara itu, belanja perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) pada RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp160,1 triliun atau lebih besar dari 2025 yakni Rp150,3 triliun. Kemudian, untuk bea masuk dan cukai diproyeksikan Rp31,1 triliun atau lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni Rp36,2 triliun. Sedangkan, PBB P5L diproyeksikan pada 2026 sebesar Rp0,1 triliun atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. 

    Compliance Gap

    Selain celah kebijakan, kepatuhan wajib pajak alias compliance gap juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Tren rasio kepatuhan formal wajib pajak yang hanya di angka 71% menunjukkan bahwa tudingan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih berburu di kebun binatang bukan isapan jempol semata.

    Sekadar catatan, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan terjadi penurunan kepatuhan formal penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) 2024 wajib pajak orang pribadi (WP OP).

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak alias DJP./Istimewa

    Setiap tahunnya, SPT Tahunan dilaporkan paling lambat pada 31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan.

    Pada tahun lalu, realisasinya penyampaian SPT Tahunan 2023 mencapai 1.048.242 atau 1,04 juta untuk WP Badan (korporasi) dan 13.159.400 atau 13,15 juta untuk WP OP.Sementara pada tahun ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan 2024 sebesar 1.053.360 atau 1,05 juta untuk WP Badan dan 12.999.861 atau 12,99 juta untuk WP OP.

    Artinya, ada penurunan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini sebesar 159.539 (-1,21%) dibandingkan tahun lalu. Padahal, penyampaian SPT Tahunan WP Badan pada tahun ini meningkat sebanyak 5.118 (+0,49%) dibandingkan tahun lalu.

    Cerminan Ekonomi 

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional.

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025).

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, yaitu 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2025).

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.

    “Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai kuartal III,” ujarnya.

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya.

  • Link Resmi Cek Penerima BLT Kesra Rp900.000, Klik di Sini

    Link Resmi Cek Penerima BLT Kesra Rp900.000, Klik di Sini

    Bisnis.com, JAKARTA – Di bawah ini adalah link resmi yang bisa Anda gunakan untuk mengecek daftar nama penerima BLT Kesra Rp900.000 bulan November 2025.

    Sebagaimana diketahui, bulan ini BLT Kesra Rp900.000 seharusnya cair.

    BLT Kesra diberikan sebagai bantuan tambahan di luar BLT reguler yang selama ini disalurkan melalui Kementerian Sosial kepada 20,88 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dalam program keluarga harapan dan bantuan sembako.

    Pemerintah mengatakan hingga saat ini, penyaluran BLT telah mencapai sekitar Rp20 triliun.

    BLT yang diumumkan pada Oktober 2025 itu menyasar kepada lebih dari 35 juta keluarga penerima manfaat atau KPM. Penyalurannya telah dilakukan secara bertahap dan secara keseluruhan ditargetkan pada pekan kedua November 2025.

    “Setiap KPM menerima total Rp900.000, jadi Rp300.000 setiap bulan. Sekarang sudah hampir Rp20 triliun tersalurkan,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Bank Indonesia (BI), Senin (3/11/2025).

    Jika Anda ingin cek apakah Anda terdaftar sebagai penerima BLT Kesra Rp900.000 atau tidak, cobalah langkah-langkah ini.

    Cek Daftar Nama Penerima BLT Kesra Rp900.000

    Anda dapat melakukan pengecekan status penerima BLT Kesra melalui situs resmi Kemensos sebagai berikut:

    Buka situs resmi https://cekbansos.kemensos.go.id/ 
    Pilih wilayah: Pilih provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa/kelurahan tempat tinggal.
    Masukkan nama lengkap seperti nama sesuai KTP
    Ketikkan kode captcha: Masukkan empat huruf kode yang tertera.
    Klik “Cari Data”: Tunggu sistem memproses data.
    Lihat hasilnya: Status penerima manfaat akan ditampilkan sesuai wilayah dan nama yang dimasukkan

    Syarat Penerima BLT Kesra Rp900.000 ada di halaman 2…

  • Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8%, Purbaya Ingin Rasio Pajak 15% di 2029

    Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8%, Purbaya Ingin Rasio Pajak 15% di 2029

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menargetkan rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) naik seiring pertumbuhan ekonomi pada akhir pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di 2029. 

    Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025-2029 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, Kemenkeu diamanatkan mendukung arah kebijakan pembangunan nasional yakni optimalisasi pendapatan negara, belanja negara serta perluasan sumber dan pengembangan inovasi pembiayaan serta pengendalian inflasi. 

    Target itu sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Target indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal meliputi di antaranya rasio pendapatan negara terhadap PDB 12,36% pada 2025, dan naik ke kisaran 12,86% sampai dengan 18% pada 2029. 

    Adapun penerimaan perpajakan yang merupakan sumber utama pendapatan negara, ditargetkan juga naik. Pada 2025, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB ditargetkan sebesar 10,24%. Kemudian, target itu naik pada 2029 yakni ke kisaran 11,52% sampai dengan 15%. 

    Berikut target indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal selengkapnya:

    – Rasio pendapatan negara terhadap PDB = 12,36% (2025); 12,86% — 18% (2029)

    – Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB = 10,24% (2025); 11,52% — 15% (2029)

    – Rasio PNBP = 2,11% (2025); 1,33% — 2,99% (2029)

    – Indeks efektivitas kebijakan belanja negara = 86 (2025); 88 (2029)

    – Rasio defisit APBN terhadap PDB dalam batas aman = -2,53% (2025); -2,24% — -2,50% (2029)

    – Rasio utang pemerintah terhadap PDB yang menjamin keberlanjutan fiskal = 39,43% (2025); 38,55% — 38,64% (2029)

    Optimisme Pertumbuhan

    Pada Jumat (7/11/2025), Purbaya mengunjungi Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak–Wajib Pajak Besar (LTO) dan memberikan arahan kepada para petugas pajak di kanwil tersebut.

    Dia menyampaikan, target fiskus yang sulit dicapai dalam memungut pajak disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. 

    Hal ini beberapa kali disampaikan olehnya, merujuk pada saat kondisi memburuk akhir Agustus 2025 lalu ketika terjadi demonstrasi besar-besaran. 

    “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025). 

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu. 

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. 

    “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya. 

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). 

    “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi  anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya. 

  • Desa Les, dari swasembada garam menjadi pariwisata hijau kelas dunia

    Desa Les, dari swasembada garam menjadi pariwisata hijau kelas dunia

    Pontianak (ANTARA) – Suasana pagi di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali terasa syahdu. Suara ombak berpadu lembut dengan hembusan angin laut dan dari kejauhan hamparan tambak garam berwarna keperakan memantulkan cahaya matahari pagi.

    Di sanalah para petani garam Desa Les menjemput rejeki dari laut, sebuah tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dan kini menjelma menjadi sumber kebanggaan dan kesejahteraan warga pesisir. Di desa itu tersimpan kisah panjang tentang kerja keras dan kesabaran para petani garam.

    Pada pagi di pertengahan September itu, sebanyak 17 jurnalis dari berbagai media di Kalbar berkunjung ke Desa Les dalam rangkaian kegiatan Capacity Building Media Massa bersama Bank Indonesia Kalimantan Barat. Kehadiran jurnalis itu disambut hangat warga dan pengelola BUMDes Giri Segara yang bangga memperkenalkan desanya, desa wisata terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024.

    Desa Les bukan sekedar desa nelayan. Saat ini ia telah menjelma menjadi simbol harmoni antara alam, budaya, dan ekonomi rakyat tempat pariwisata berkelanjutan tumbuh seiring dengan pelestarian tradisi.

    Bagi Sri Anggraini, seorang petani garam di desa Les, setiap kristal garam yang terbentuk di ladang kecilnya adalah hasil dari doa dan ketekunan. Sejak matahari muncul dari ufuk timur, dia bersama wanita lain yang menjadi petani garam telah bersedia menyiapkan lahan dan air laut untuk dijemur di bawah terik matahari Tejakula.

    “Untuk menghasilkan garam yang bagus, kami sangat tergantung pada cuaca. Kalau hujan, garam yang sudah mulai mengkristal bisa melelah dan gagal panen,” kata Sri sambil menata alat penggaruk kayu di lahan garamnya.

    Dalam kondisi cuaca cerah, butiran garam mulai mengkristal dalam waktu sekitar tiga hari. Dari satu siklus panen, Sri bisa menghasilkan 60 kilogram.

    “Kalau panasnya bagus, tiga hari sudah bisa panen. Tapi kalau mendung atau hujan, ya bisa gagal semuanya,” tutur Sri sambil tersenyum pasrah namun tetap memancarkan semangat untuk berusaha.

    Sri Anggraini dan Astika membersihkan garam sebelum dipanen pada ladang garam mereka di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. ANTARA/Rendra Oxtora/am.

    Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Target Redenominasi Rupiah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Rampung 2027, Apa Untungnya?

    Purbaya Target Redenominasi Rupiah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Rampung 2027, Apa Untungnya?

    GELORA.CO – Wacana redenominasi rupiah kembali mengemuka.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan Rencana redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah masuk Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029

    Setelah lama tertahan dan sempat ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah kini menempatkan perubahan nilai nominal rupiah misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1, ke dalam agenda strategis yang ditargetkan tuntas pada 2027. 

    Rencana ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029 yang ditetapkan pada 10 Oktober 2025.

    Dalam beleid tersebut, penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi) menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027,” tertulis dalam PMK 70/2025.

    Redenominasi sendiri merupakan penyederhanaan nilai rupiah dengan menghapus beberapa angka nol tanpa mengubah daya beli masyarakat.

    Contohnya, uang Rp 1.000 akan menjadi Rp 1, tetapi harga riil barang tidak berubah. 

    Baca juga: Belajar dari Asing, Redenominasi Tak Selalu Manis, Turki Sukses, Zimbabwe Justru Berujung Kegagalan

    Pernah Ditolak MK 

    Upaya serupa pernah diuji di Mahkamah Konstitusi.

    Pada 17 Juli 2025, MK menolak permohonan dalam perkara Nomor 94/PUU-XXIII/2025 yang meminta agar konversi nilai nominal dapat dilakukan melalui penafsiran atas UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

    Hakim menegaskan, redenominasi merupakan kebijakan makro yang hanya bisa dilakukan lewat pembentukan undang-undang baru.

    “Redenominasi merupakan penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah daya beli. Itu ranah pembentuk undang-undang, tidak bisa hanya dengan memaknai ulang pasal,” ucap Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang putusan, dikutip 17 Juli 2025.

    MK juga mengingatkan bahwa kebijakan ini menyangkut banyak aspek, mulai dari stabilitas makroekonomi, kesiapan sistem pembayaran, hingga literasi masyarakat.

    Alasan Pemerintah Menghidupkan Lagi RUU Redenominasi Rupiah 

    Dalam PMK 70/2025, pemerintah menilai penyusunan RUU Redenominasi penting untuk meningkatkan efisiensi perekonomian, menjaga stabilitas nilai rupiah, serta memperkuat kredibilitas mata uang nasional.

    Penyederhanaan nominal juga disebut dapat menyesuaikan sistem pembayaran dan pembukuan agar lebih efisien.

    Meski sinyal redenominasi pernah muncul sejak era Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution pada 2010, kebijakan tersebut tidak pernah masuk prioritas legislasi.

    Kini, pemerintah kembali mendorongnya melalui jalur legislasi resmi.

    Kemenkeu Masukkan Redenominasi Rupiah ke Rencana Strategis 5 Tahun

    -Kementerian Keuangan memasukkan rencana redenominasi rupiah ke dalam Rencana Strategis (Renstra) 2025–2029.

    Langkah ini menandai kembalinya wacana pemangkasan angka nol pada mata uang nasional setelah lebih dari satu dekade mengendap.

    Rencana tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Renstra Kementerian Keuangan 2025–2029.

    Regulasi ini diterbitkan pada 10 Oktober 2025 dan mulai berlaku sejak diundangkan.

    Dalam beleid itu disebutkan, redenominasi dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi perekonomian dan memperkuat daya saing nasional.

    “Urgensi pembentukan, efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional,” tertulis dalam dokumen tersebut.

    Kementerian Keuangan menilai kebijakan redenominasi penting untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi, menstabilkan nilai rupiah, dan melindungi daya beli masyarakat.

    Rencana ini juga diharapkan memperkuat kredibilitas rupiah di mata pelaku ekonomi.

    RUU tentang Perubahan Harga Rupiah akan disusun di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan ditargetkan selesai pada 2027.

    Meski belum ada rincian lebih lanjut, pemerintah memperkirakan tahapan persiapan dan konsultasi akan berlangsung bertahap. Gagasan redenominasi sejatinya bukan hal baru.

    Pemerintah pernah mengajukan RUU serupa ke DPR pada 2013, dengan usulan pemangkasan tiga angka nol dari uang kertas rupiah.

     Rancangan tersebut tertunda karena pertimbangan situasi ekonomi saat itu.

     Pemerintah belum menyebut berapa angka nol yang akan dihapus dalam rencana terbaru ini.

    Namun, dengan masuknya ke Renstra 2025–2029, wacana redenominasi rupiah kini resmi kembali menjadi agenda ekonomi nasional.

    Pandangan Ekonom: Implementasi Tidak Bisa Tergesa 

    Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai langkah redenominasi tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

    Menurut dia, banyak negara gagal menerapkan kebijakan serupa karena memicu inflasi dan penyesuaian harga yang tidak terkendali.

     “Persiapan tidak bisa 2–3 tahun tapi 8–10 tahun yang berarti 2035 adalah waktu minimum implementasi redenominasi,” kata Bhima ketika dihubungi Kompas.com pada Sabtu (8/11/2025).

    Bhima menjelaskan, salah satu risiko utama adalah pembulatan harga barang ke nominal lebih tinggi.

    Sebagai contoh, harga Rp 9.000 tidak otomatis berubah menjadi Rp 9 setelah redenominasi, melainkan berpotensi dibulatkan menjadi Rp 10 oleh pelaku usaha.

    Ia juga menekankan pentingnya literasi dan penyesuaian administrasi di sektor ritel.

    “Gap sosialisasi bisa menyebabkan kebingungan administrasi terutama di pelaku usaha ritel karena ribuan jenis barang perlu disesuaikan pembukuannya,” ujarnya.

    Dengan mayoritas transaksi masih dilakukan secara tunai, Bhima menilai kesiapan masyarakat menjadi faktor penentu keberhasilan redenominasi.

    Manfaat Redenominasi Rupiah

    Manfaat redenominasi rupiah sebenarnya serupa dengan dampak positif yang dihasilkan apabila kebijakan ini benar-benar diterapkan.

    Seperti diungkap dalam publikasi ‘Rencana Redenominasi Rupiah’ oleh Achmad Sani Alhusain, bahwa salah satu manfaat terbesar redenominasi rupiah adalah sebagai upaya untuk memperkuat kurs rupiah terhadap mata uang asing.

    Tidak hanya itu saja, redenominasi juga diperlukan oleh negara yang berada dalam proses menuju level negara maju.

    Terlebih lagi apabila kebijakan tersebut dilakukan saat kondisi makro ekonomi cenderung stabil, tumbuh, dan inflasi dapat dikendalikan dengan baik.

    Manfaat redenominasi juga akan terasa pada perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Dikatakan bahwa dengan adanya redenominasi, proses settlement perdagangan saham di BEI akan berlangsung lebih cepat.

    Ini dikarenakan kebijakan tersebut memperkecil angka dari setiap transaksi yang telah dilakukan oleh para investor. Tidak hanya investor domestik saja, tetapi juga asing.

    Dampak Redenominasi Rupiah

    Terdapat dampak positif dan negatif yang menyertai kebijakan redenominasi rupiah. 

    Seperti diungkap dalam buku ‘Bonus Demografi sebagai Peluang Indonesia dalam Percepatan Pembangunan Ekonomi’ karya Agus Yulistiyono, dkk., bahwa dampak positif redenominasi rupiah yaitu adanya efisiensi dalam perekonomian dan kaitannya dengan kegiatan usaha.

    Kemudian dampak redenominasi rupiah lainnya juga dapat mengatasi kendala teknis dalam operasional bisnis.

     Bahkan kebijakan ini juga dapat memberikan dampak terkait meningkatkan derajat rupiah dan juga Indonesia di mata internasional, terutama berkaitan dengan kerja sama ekonomi internasional.

    Namun, di sisi lain terdapat dampak negatif redenominasi rupiah yang bisa terjadi. Misalnya saja terjadinya kepanikan di kalangan masyarakat kecil.

    Terlebih lagi saat mereka belum memahami terkait redenominasi apabila benar-benar diterapkan oleh BI.

    Dampak negatif redenominasi rupiah lainnya yang bisa muncul adalah peluang kenaikan harga yang berasal dari pembulatan nilai suatu barang. Misalnya saja sebuah barang seharga Rp 5.800 setelah mengalami redenominasi, maka akan menjadi Rp 5,8.

    Dikhawatirkan dengan adanya redenominasi, harga barang tersebut justru dibulatkan menjadi Rp 6 agar lebih mudah.

    Biaya penerapan kebijakan redenominasi yang tidak sedikit juga termasuk dalam dampak negatif.

    Hal ini berkaitan dengan biaya sosialisasi kebijakan, biaya pencetakan uang baru, hingga biaya-biaya lainnya yang kemungkinan tidak sedikit.

  • Cara Pakai QRIS Tap untuk Naik MRT, KRL hingga TransJakarta, Cek Daftar Bank dan Dompet Digital Pendukung

    Cara Pakai QRIS Tap untuk Naik MRT, KRL hingga TransJakarta, Cek Daftar Bank dan Dompet Digital Pendukung

    Liputan6.com, Jakarta – Asyik, warga Jabodetabek yang menggunakan transportasi umum kini bisa menikmati cara baru untuk membayar tiket atau naik KRL, MRT, TransJakarta, hingga LRT.

    Bila biasanya mengandalkan kartu uang elektronik atau kode QR, kini pengguna transportasi umum bisa memakai layanan QRIS Tap berbekal smartphone.

    Apa Itu QRIS Tap?

    QRIS Tap merupakan pengembangan dari layanan QRIS memanfaatkan teknologi Near Field Communication (NFC), di mana pengguna hanya perlu menempelkan ponsel ke mesin pemindai untuk melakukan pembayaran.

    Layanan QRIS Tap ini sendiri diluncurkan Bank Indonesia pada 14 Maret 2025, setelah melalui uji coba sejak 2024.

    Cara Pakai QRIS Tap di Smartphone

    Hal pertama dan paling penting adalah untuk memastikan smartphone yang dipakai memiliki fitur NFC, dan memiliki aplikasi pembayaran (dompet digital) yang sudah mendukung QRIS Tap ini.

    Saat ini, QRIS Tap baru bisa dipakai pengguna transportasi umum yang memiliki HP Android. Sementara untuk pemilik iPhone, tampaknya harus sedikit bersabar hingga fitur ini bisa digunakan.

    Lanjut ke cara pakai QRIS Tap, kamu bisa mengikuti langkahnya di bawah ini:

    Buka aplikasi mobile banking atau dompet digital yang sudah mendukung QRIS Tap, seperti Dana, GoPay, hingga BCA.
    Pilih menu QRIS, lalu aktifkan QRIS Tap. Di aplikasi Dana, kamu bisa tap “Pay” dan sapu layar ke kiri untuk munculkan pilihan QRIS Tap.
    Masukkan verifikasi PIN atau biometrik bila dibutuhkan.
    Setelah klik QRIS Tap, tempelkan HP ke mesin pemindai di gate atau pintu.
    Tunggu sesaat hingga muncul konfirmasi transaksi.

    Berdasarkan pengalaman tim Tekno Liputan6.com, masuk dan keluar stasiun KRL berlangsung sangat cepat dan mudah hanya dalam hitungan detik. 

    Tidak perlu munculkan kode QR atau pakai kartu fisik. Hanya saja, pastikan HP memiliki sinyal kuat dan saldo di dompet digital atau aplikasi mobile banking tersedia dan cukup untuk membayar.

     

  • HIP Bioetanol November Turun jadi Rp9.013 per Liter

    HIP Bioetanol November Turun jadi Rp9.013 per Liter

     

    JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) telah menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) untuk Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Bioetanol Bulan November 2025 sebesar Rp9.013 per liter.

    Harga bioetanol pada bulan ini mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya yang ditetapkan sebesar Rp9.263 per liter.

    Keputusan harga HIP Biodiesel tersebut tertuang dalam surat Nomor B-3152/EK.05/DJE.B/2025 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal EBTKE Eniya Listiani Dewi pada tanggal 27 Oktober 2025.

    Dalam perhitungan besaran harga HIP BBN Bioetanol tersebut, menggunakan formula yang telah ditetapkan, yaitu (Harga tetes tebu KPB Rata-rata periode 3 bulan x 4,125 kg/L) + 0,25 dolar AS/L.

    Sedangkan nilai kurs yang digunakan merujuk kepada kurs tengah Bank Indonesia selama periode kurs dari 15 September 2025 – 14 Oktober 2025 sebesar Rp16.585.

  • Harga Biodiesel Naik ke Rp14.036 per Liter pada November 2025

    Harga Biodiesel Naik ke Rp14.036 per Liter pada November 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan harga indeks pasar (HIP) untuk bahan bakar nabati jenis biodiesel dan bioetanol untuk November 2025.

    Tercatat, HIP biodiesel November 2025 ditetapkan sebesar Rp14.036 per liter ditambah ongkos angkut. Angka ini naik tipis dibanding HIP biodiesel Oktober yang sebesar Rp13.921 per liter ditambah ongkos angkut.  

    Sementara itu, besaran konversi crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel adalah sebesar US$85 per metrik ton pada November 2025 ini. Angka tersebut masih tak berubah dari Oktober 2025 lalu.

    Adapun, besaran HIP BBN jenis biodiesel dimaksud dihitung berdasarkan ketentuan Diktum KESATU Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar dan besaran Ongkos Angkut berdasarkan ketentuan Lampiran I Keputusan Menteri ESDM Nomor 290.K/EK.05/MEM.E/2025.

    Lebih terperinci, harga HIP BBN biodiesel diperoleh dari formula, HIP = (harga CPO KPB rata-rata + US$85 per ton) x 870 kg per m³ + ongkos angkut.

    Sementara itu, 870 kg per m³ adalah faktor satuan dari kilogram ke liter. Lalu, untuk konversi nilai kurs menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia sebesar Rp16.623 per US$.

    Untuk HIP bioetanol dipatok Rp9.013 per liter untuk November 2025. Harga tersebut turun dibandingkan HIP bioetanol pada Oktober yang sebesar Rp9.263 per liter.

    Perhitungan HIP BBN bioetanol tersebut menggunakan formula yang telah ditetapkan, yaitu HIP = (harga tetes tebu KPB rata-rata periode 3 bulan x 4,125 kg per liter) + US$0,25 per liter. Dengan harga tetes tebu KPB rata-rata (15 Juli 2025 – 14 Oktober 2025) adalah Rp1.180 per kg.  

    Kemudian, 4,125 kg per liter merupakan faktor satuan konversi dari kilogram ke liter. Lalu, untuk US$0,25 per liter adalah nilai konversi bahan baku menjadi bioetanol. Untuk konversi nilai kurs menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia sebesar Rp16.585 per US$.