Kementrian Lembaga: BI

  • Waspada Penipuan Keuangan Digital Jelang Tahun Baru, Ini Tips Biar Tak Terjebak – Page 3

    Waspada Penipuan Keuangan Digital Jelang Tahun Baru, Ini Tips Biar Tak Terjebak – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Penipuan di dunia online untuk mengeruk keuntungan nampaknya terus diwaspadai. Aneka scam inilah yang patut diwaspadai oleh berbagai kalangan agar tidak menimbulkan bahaya yang merugikan.

    Hal inilah yang juga disampaikan oleh CEO PT Tri Usaha Berkat Budi Santoso Asmadi. Semakin maraknya dunia transaksi digital, siapapun wajib waspada terhadap berbagai penipuan yang mengatasnamakan brand yang sudah dikenal, karena hal ini bisa merugikan sekaligus membahayakan.

    “Belakangan ini, kami mengetahui adanya penipuan yang mengatasnamakan LinkQu atau PT Tri Usaha Berkat,” kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (31/12/2024).

    Beberapa oknum tidak bertanggung jawab menggunakan nama kami dalam berbagai modus penipuan, termasuk mengaku sebagai layanan pinjaman online dan melakukan transfer uang secara tidak sah. Untuk itu kami menghimbau agar pihak menjadi waspada,” ungkapnya kepada wartawan 24 Desember 2024.

    Budi menyebut bahwa penipuan ini patut diwaspadai agar tidak menimbulkan korban yang lebih besar. Mengingat kerugian yang ditimbulkan bisa cukup besar. Dia menyebut, untuk mengetahui jenis-jenis penipuan yang mengatasnamakan perusahaan transfer dana yang sudah berijin dari Bank Indonesia, bisanya para pelaku menambahkan kata imbuhan yang berbeda dari perusahaan atau nama asli layanan yang terdaftar.

    “Kami ingin menegaskan bahwa LinkQu atau PT Tri Usaha Berkat merupakan perusahaan penyelenggara transfer dana yang resmi, terdaftar, diawasi, dan memiliki izin dari Bank Indonesia dengan Nomor Lisensi: 21/250/Sb/7. Kami bukan perusahaan pinjaman online, investasi, atau sejenisnya.” imbuh Budi Santoso Asmadi.

     

     

  • Bersiap Alihkan Pengawasan Kripto dkk ke Tangan OJK

    Bersiap Alihkan Pengawasan Kripto dkk ke Tangan OJK

    Jakarta, FORTUNE – Transisi pengawasan produk keuangan derivatif dari Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahap satu akan selesai pada 10 Januari 2025.

    Setelah itu, pengawasan derivatif keuangan akan resmi berada di bawah wewenang OJK. “Proses transisi sudah kami lakukan sejak pertengahan tahun dan sejak akhir November intensitasnya kami tingkatkan,” jelas Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Aditya Jayaantara, dikutip Selasa (31/12).

    Selama tahapan transisi, OJK berkoordinasi dengan Bappebti, SRO (Self Regulated Organization), pialang ataupun pedagang, hingga asosiasi. Adapun, SRO dalam perdagangan keuangan derivatif juga mencakup Bursa Berjangka Jakarta dan Bursa Berjangka Indonesia (JFX).

    Beberapa langkah untuk memastikan peralihan itu tanpa hambatan adalah menggelar forum diskusi grup dan sosialisasi sejak awal Desember. Topik yang dibahas mulai dari infrastruktur, hingga status para pelaku bisnis dan SRO setelah peralihan pengawasan.

    “Nanti tanggal 10 [Januari] sudah kami lakukan [transisi pengawasan],” imbuh Aditya.

    Sebelum ini, Bappebti sudah merilis surat edaran yang menindaklanjuti Undang-Undang No. 4/2023 atau UU P2SK. Salah satu bahasan di dalam undang-undang itu adalah dialihkannya pengaturan dan pengawasan keuangan derivatif ke OJK dan Bank Indonesia (BI). Tentu, Aset Kripto termasuk salah satu instrumennya.

    Aturan dari OJK untuk pedagang kripto

    Sejalan dengan itu, OJK telah menetapkan POJK No. 27/2024 tentang Perdagangan Aset Keuangan Digital pada 12 Desember 2024. Ini menjadi tahap pertama dari proses transisi pengaturan dan pengawasan produk keuangan derivatif. 

    Salah satu poinnya mengatur modal disetor minimal bagi pedagang fisik kripto, yakni Rp100 miliar. Selain itu, para pedagang kripto yang ingin memperoleh izin dari OJK juga harus mampu menjaga ekuitas minimal Rp50 miliar.

    POJK itu juga melarang para pedagang fisik aset kripto mendapatkan sumber modal yang berasal dari:

    Tindak pidana pencucian uang (TPPU), terorisme, dan/atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM). Pinjaman. Kegiatan lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Tahap kedua dari transisi ini adalah fase penguatan, yang akan berlanjut ke tahap ketiga atau pengembangan.

  • Marak Uang Rupiah Palsu, Begini Cara Cek Keasliannya – Page 3

    Marak Uang Rupiah Palsu, Begini Cara Cek Keasliannya – Page 3

    BI akan terus berupaya melakukan penguatan kualitas uang Rupiah agar desain uang Rupiah semakin mudah dikenali dan menyulitkan pemalsuan. Selain itu BI terus melakukan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat secara nasional melalui kampanye Cinta, Bangga, Paham Rupiah. Termasuk mengajak masyarakat mengenali ciri keaslian uang Rupiah melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) dan senantiasa merawat uang Rupiah untuk menjaga diri dari kejahatan uang palsu.

    Untuk itu, masyarakat agar senantiasa menerapkan 5 Jangan: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi. Diseminasi informasi ciri keaslian uang Rupiah secara kontinu dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi publik, termasuk melalui konten media sosial, dan website BI. Selain itu, masyarakat juga dapat menggunakan alat bantu berupa lampu ultraviolet (UV) untuk mengidentifikasi ciri keaslian uang Rupiah kertas yang memendar dalam beberapa warna.

    BI juga senantiasa mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana Uang Rupiah. Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

     

  • Geger Uang Palsu di Gowa Sulsel, Bank Indonesia Beberkan Ciri-cirinya – Page 3

    Geger Uang Palsu di Gowa Sulsel, Bank Indonesia Beberkan Ciri-cirinya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia menyatakan sehubungan dengan pengungkapan kasus uang palsu di Gowa, Sulawesi Selatan, berdasarkan penelitian BI atas sampel barang bukti, teridentifikasi bahwa barang bukti tersebut merupakan uang palsu dengan kualitas yang sangat rendah dan sangat mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang). 

    Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim, menjelaskan bahwa uang palsu tersebut dicetak dengan menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa, sehingga tidak terdapat pemalsuan menggunakan teknik cetak offset sebagaimana berita yang beredar.

    Hal tersebut sejalan dengan barang bukti mesin cetak temuan Polri yang merupakan mesin percetakan umum biasa, tidak tergolong ke dalam mesin pencetakan uang. 

    “Tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan, a.l. benang pengaman, watermark, electrotype, dan gambar UV hanya  dicetak biasa menggunakan sablon, serta  kertas yang digunakan merupakan kertas biasa,” kata Marlison, Selasa (31/12/2024).

    Ia menjelaskan, uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu U berkualitas sangat rendah pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang Rupiah asli.

    Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir untuk tetap dapat bertransaksi secara tunai, namun tetap perlu berhati-hati dan mengenali ciri-ciri uang asli dengan cara 3D, yang dapat diakses pada website BI pada https://www.bi.go.id/id/ rupiah/gambar-uang/Default. aspx.

    Lebih lanjut, terkait temuan Polres Gowa yang diduga merupakan sertifikat palsu Surat Berharga Negara palsu dan Deposito BI, pihaknya menegaskan bahwa BI tidak pernah menerbitkan dokumen sertifikat deposito BI. 

    “Sedangkan kepemilikan SBN bersifat scripless (tanpa warkat) artinya tidak ada dokumen sertifikat kepemilikan yang dipegang oleh investor karena kepemilikan investor tersebut dicatatkan secara elektronik,” ujarnya.

     

  • BI: Uang palsu di Makassar berkualitas rendah dan mudah diidentifikasi

    BI: Uang palsu di Makassar berkualitas rendah dan mudah diidentifikasi

    Tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) memastikan uang palsu, yang beredar di Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan, memiliki kualitas sangat rendah dan mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D (dilihat, diraba, dan diterawang).

    Hal itu didasarkan penelitian BI atas sampel barang bukti. Menurut BI, uang palsu itu dicetak dengan menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa, sehingga tidak terdapat pemalsuan menggunakan teknik cetak offset sebagaimana berita yang beredar.

    “Hal tersebut sejalan dengan barang bukti mesin cetak temuan Polri yang merupakan mesin percetakan umum biasa, tidak tergolong ke dalam mesin pencetakan uang,” kata Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim di Jakarta, Selasa.

    Lebih lanjut, Marlison menjelaskan bahwa tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan seperti benang pengaman, watermark, electrotype, dan gambar UV hanya dicetak biasa menggunakan sablon, serta kertas yang digunakan merupakan kertas biasa.

    “Uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu U berkualitas sangat rendah pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang rupiah asli,” kata dia.

    Ia pun mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir untuk tetap dapat bertransaksi secara tunai. Namun demikian, masyarakat tetap perlu berhati-hati dan mengenali ciri-ciri uang asli dengan cara 3D yang dapat dilihat lebih lanjut pada halaman website www.bi.go.id.

    Terkait temuan Polres Gowa yang diduga merupakan sertifikat palsu Surat Berharga Negara (SBN) palsu dan Deposito BI, Marlison menegaskan bahwa BI tidak pernah menerbitkan dokumen sertifikat deposito BI.

    Sedangkan, kepemilikan SBN bersifat scripless atau tanpa warkat, artinya tidak ada dokumen sertifikat kepemilikan yang dipegang oleh investor karena kepemilikan investor tersebut dicatatkan secara elektronik.

    Berdasarkan data BI, temuan uang palsu menunjukkan tren yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya kualitas uang (bahan uang, teknologi cetak, dan unsur pengaman) yang semakin modern dan terkini, di samping edukasi iri keaslian uang rupiah yang terus digencarkan secara masif dan sinergi erat seluruh unsur Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal).

    Sepanjang 2024, catat BI, rasio uang palsu tercatat sebesar 4 ppm (piece per million atau 4 lembar dalam setiap 1 juta uang yang beredar) atau terus menurun dari tahun ke tahun. Sebelumnya pada 2022 dan 2023 tercatat 5 ppm, 2021 tercatat 7 ppm, dan 2020 tercatat 9 ppm.

    BI menegaskan, uang palsu bukan merupakan uang rupiah yang dapat ditransaksikan dan tidak memiliki nilai. Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp10 miliar.

    Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah yang diketahuinya merupakan rupiah palsu juga dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp50 miliar.

    BI menyampaikan, pihaknya akan terus berupaya melakukan penguatan kualitas uang rupiah agar desainnya semakin mudah dikenali dan menyulitkan pemalsuan. Selain itu, BI terus melakukan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat secara nasional melalui kampanye Cinta, Bangga, Paham Rupiah.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Malam Tahun Baru 2025, Damri Majukan Keberangkatan Gambir-Lampung – Page 3

    Malam Tahun Baru 2025, Damri Majukan Keberangkatan Gambir-Lampung – Page 3

    Bank Indonesia (BI) bersama Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), dan Perum DAMRI melakukan uji coba penerapan QRIS Tap berbasis Near Field Communication (NFC) pada moda transportasi DAMRI di Jakarta (20/12/2024).

    Hal ini sebagai langkah persiapan implementasi QRIS Tap NFC yang rencananya akan diimplementasikan pada triwulan I – 2025. Inovasi pembayaran menggunakan QRIS Tap berbasis NFC ini dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan transaksi pembayaran yang cepat dan massal secara efisien dan aman, antara lain transaksi transportasi, ritel, UMKM, dan parkir.

    Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dicky Kartikoyono menyampaikan, pengembangan QRIS Tap berbasis NFC dilakukan dalam rangka mempercepat inklusi keuangan dan mendukung digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia, sejalan dengan visi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.

    “QRIS Tap berbasis NFC ini merupakan hasil karya anak bangsa yang memiliki sejumlah keunggulan, seperti mendukung interkoneksi dan interoperabilitas yang dapat memfasilitasi berbagai sumber dana pembayaran (uang elektronik, simpanan, dan fasilitas kredit), pemrosesan transaksi di domestik, meningkatkan efisiensi biaya, serta kecepatan dan kemudahan dalam penggunaannya,” jelas Dicky, di Jakarta.

  • KPK Dalami Yayasan yang Terafiliasi dengan Heri Gunawan dan Satori terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK – Halaman all

    KPK Dalami Yayasan yang Terafiliasi dengan Heri Gunawan dan Satori terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami yayasan yang terkait dengan anggota DPR RI dalam pemberian dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Di mana dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan uang CSR BI-OJK ini, KPK telah memeriksa dua anggota DPR, yakni Heri Gunawan dan Satori beberapa hari lalu.

    “Jadi ketika misalkan ada beberapa orang yang menerima CSR itu, itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi nanti yayasan dulu, baru nanti pada orang tersebut kan, seperti itu,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya dikutip Selasa (31/12/2024).

    Pendalaman itu, lanjut Asep, juga dilakukan untuk mengetahui mekanisme pemilihan yayasan penerima CSR hingga aliran dana CSR.

    Menurut Asep, afiliasi itu tidak hanya berbentuk kepemilikan yayasan penerima CSR, tapi juga melalui pemberian rekomendasi yayasan penerima CSR.

    “Misalkan saya punya yayasan nih, saya sendiri punya yayasan, udah ke yayasan C aja. Nah itu tapi kan sama-sama tetap ke yayasan, artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan,” katanya. 

    “Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami,” ujar Asep. 

    Dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI dan OJK, penyidik KPK telah memanggil dua anggota DPR pada Jumat, 27 Desember 2024.

    Keduanya adalah Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra dan Satori dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem). 

    Satori dan Heri merupakan anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 dan terpilih lagi untuk periode 2024–2029. 

    Namun, keduanya kini bertugas di komisi yang berbeda dari periode sebelumnya.

    Menurut Satori, seluruh anggota Komisi XI mendapatkan dana CSR Bank Indonesia. 

    Komisi XI merupakan mitra kerja Bank Indonesia di parlemen. 

    “Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat,” ucap Satori saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan seusai pemeriksaan.

    Satori menyampaikan dana PSBI digunakan untuk kegiatan sosial di daerah pemilihan (dapil). 

    “Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata dia.

    KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk perkara ini pada 16 Desember 2024. Kasus ini diduga melibatkan anggota DPR RI komisi Xl periode 2019–2024.

    Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah kantor pusat Bank Indonesia pada Senin, 16 Desember 2024. Termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo juga turut diperiksa.

    Kemudian pada Kamis, 19 Desember 2024, penyidik KPK menggeledah kantor OJK.

    Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK melakukan penyitaan berupa dokumen dokumen, surat-surat, barang bukti elektronik (BBE) dan catatan-catatan yang diduga punya keterkaitan dengan perkara.

  • Penyelewengan Dana CSR BI, KPK Telusuri Keterkaitan Yayasan dengan Anggota DPR

    Penyelewengan Dana CSR BI, KPK Telusuri Keterkaitan Yayasan dengan Anggota DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus dugaan penyelewengan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). Lembaga antikorupsi ini mencurigai sejumlah yayasan penerima dana tersebut memiliki keterkaitan dengan anggota DPR.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyampaikan, dana CSR BI disalurkan melalui yayasan sebelum akhirnya diterima oleh pihak-pihak terkait.

    “CSR itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi yayasan dahulu, baru kemudian kepada orang tertentu,” ujar Asep Guntur di Jakarta, Senin (30/12/2024).

    KPK juga menyelidiki mekanisme penunjukan yayasan penerima dana CSR, termasuk potensi afiliasi yayasan dengan pihak yang merekomendasikannya.

    Dalam kasus ini, anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Satori (ST) telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK pada Jumat (27/12/2024). Satori mengungkapkan, dana CSR BI digunakan untuk program sosialisasi di daerah pemilihan (dapil).

    “Programnya untuk kegiatan sosialisasi di dapil,” kata Satori seusai pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta.

    Satori juga menyebut seluruh anggota Komisi XI DPR menerima program serupa.

    “Semua anggota Komisi XI dapat program itu, bukan hanya saya,” ungkapnya.

    Selain Satori, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan (HG) juga diperiksa KPK pada hari yang sama. Heri menegaskan, pemanggilan tersebut masih dalam kapasitasnya sebagai saksi.

  • KPK Usut Dugaan Konflik Kepentingan pada Penyaluran Dana CSR BI di Komisi XI DPR

    KPK Usut Dugaan Konflik Kepentingan pada Penyaluran Dana CSR BI di Komisi XI DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan konflik kepentingan pada penyaluran corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) di Komisi XI DPR.

    Untuk diketahui, KPK sebelumnya memeriksa dua orang politisi yang sebelumnya menjabat di Komisi XI DPR, Jumat (27/12/2024). Dua orang anggota DPR itu adalah Satori dari Fraksi Nasdem, dan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra. 

    Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, dana CSR atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu tetap diterima oleh yayasan sebagaimana aturan yang berlaku. Namun, dia mengaku penyidik komisi antirasuah fokus mendalami bagaimana pemilihan yayasan penerima dana PSBI. 

    Dalam hal ini, kaitannya dengan Komisi XI DPR, yayasan penerima dana PSBI berasal dari daerah pemilihan (dapil) anggota komisi keuangan. Ada dugaan yayasan dimaksud mendapatkan dana CSR bank sentral melalui rekomendasi, atau karena terafiliasi dengan anggota Komisi XI DPR.

    “Artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan. Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami,” jelas Asep pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/12/2024). 

    Asep lalu menjelaskan, dugaan afiliasi anggota Komisi XI DPR dengan yayasan penerima PSBI bisa jadi tidak secara langsung. Dia tidak menutup kemungkinan afiliasi secara tidak langsung melalui kerabat atau keluarga. 

    “Dianya tidak terlibat, tapi kalau yayasannya milik saya, atau saya misalkan meng-hire saudara saya untuk bikin yayasan, atau misalkan kenalan saya untuk bikin yayasan, lalu ada afiliasinya ke saya, nah itu lain lagi gitu, seperti itu,” paparnya. 

    Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menjelaskan bahwa CSR BI, atau yang dikenal sebagai PSBI sudah ada sejak puluhan tahun. Dana tersebut dianggarkan setiap tahunnya secara khusus oleh bank sentral guna membangun relasi kepedulian dan pemberdayaan masyarakat. 

    Politisi Partai Golkar itu mengemukakan bahwa Komisi XI DPR hanya menyaksikan penyaluran PBSI ke penerima yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) asal masing-masing anggota dewan. 

    “Tidak ada aliran dana dari program sosial Bank Indonesia yang disalurkan melalui rekening anggota DPR RI atau diambil tunai, semuanya langsung dari rekening Bank indonesia disalurkan ke rekening yayasan yang menerima progam bantuan PSBI tersebut,” ujarnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, Minggu (29/12/2024). 

    Adapun usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2024), anggota DPR Satori mengatakan telah secara kooperatif menjelaskan kepada penyidik perihal kegiatan program CSR BI. 

    Satori menduduki jabatan sebagai anggota Komisi XI DPR pada periode 2019-2024. Kini, dia terpilih lagi ke Senayan namun bertugas di Komisi VIII.

    Dia mengakui bahwa seluruh anggota Komisi XI DPR mendapatkan program CSR dari BI. Namun, dia membantah adanya dugaan rasuah pada penyaluran dana sosial dari bank sentral itu. 

    “Anggarannya semua sih semua anggota Komisi XI itu programnya dapat,” ujarnya kepada wartawan. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, tim penyidik KPK telah menggeledah ruangan di kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari bukti kasus dugaan korupsi dana CSR BI. 

    Salah satu ruangan yang digeledah penyidik di kantor BI, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024), adalah ruangan Gubernur BI Perry Warjiyo. Sementara itu, ada satu ruangan di salah satu direktorat di OJK yang ikut digeledah penyidik tiga hari setelahnya, Kamis (19/12/2024). 

    KPK menyebut akan meminta klarifikasi atas bukti-bukti yang ditemukan saat proses penggeedahan. Proses penggeledahan juga berpeluang untuk dilakukan lagi guna melengkapi alat bukti perkara dugaan rasuah di lingkungan bank sentral itu. 

    Adapun, penegak hukum di KPK menduga dana CSR dimaksud diterima oleh penerima yang tidak tepat atau proper. Penerimanya adalah sejumlah yayasan.

    “Jadi BI itu punya dana CSR, kemudian beberapa persen dari pada sebagian itu diberikan ke yang tidak proper. Kurang lebihnya seperti itu,” jelas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan kepada wartawan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2024). 

  • Dana CSR Bank Indonesia Langsung Disalurkan ke Yayasan

    Dana CSR Bank Indonesia Langsung Disalurkan ke Yayasan

    Jakarta

    KPK telah memeriksa dua Anggota Komisi IX DPR terkait dugaan korupsi terkait dana corporate social responsibility (CSR) yang dikucurkan Bank Indonesia (BI). Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun memastikan semua anggotanya tak ada yang menerima dana itu.

    “Tidak ada aliran dana dari Program Sosial Bank Indonesia yang disalurkan melalui rekening anggota DPR RI atau diambil tunai. Semuanya langsung dari rekening Bank Indonesia disalurkan ke rekening yayasan yang menerima program bantuan PSBI (Program Sosial Bank Indonesia),” kata Misbakhun kepada wartawan, Senin (30/12/2024).

    Menurut Misbakhun, Komisi IX DPR sebagai mitra BI mencatat bahwa PSBI sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Dia menegaskan PSBI ada dalam Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) sebagai bagian upaya bank sentral tersebut membangun relasi kepedulian dan pemberdayaan masyarakat.

    “Bank Indonesia sebagai institusi negara menyiapkan anggaran secara khusus untuk program pemberdayaan masyarakat. Ini untuk seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya

    Lebih lanjut, Misbakhun menjelaskan PSBI bisa diakses oleh kelompok masyarakat, ormas atau organisasi sosial lainnya. Adapun caranya, kelompok masyarakat ataupun ormas yang mau menjadi penerima PSBI mengajukan permohonan ke BI.

    “Proposalnya langsung ke BI. Verifikatur dan validatornya oleh tim surveinya independen yang ditunjuk BI. Cara ini sebagai bagian dari upaya membangun tata kelola yang baik dalam penyaluran PSBI,” ujarnya.

    “Dalam pelaksanaan, para anggota Komisi XI hanya menyaksikan Bank Indonesia menyalurkan ke masyarakat penerima di dapil masing-masing,” kata Misbakhun.

    Satori Ngaku Semua Anggota Terima

    Salah seorang anggota DPR RI, Satori, mengaku dana CSR itu mengalir ke semua anggota Komisi XI DPR RI dan tidak ada masalah.

    “Programnya? Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil. Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat. Bukan, bukan kita saja,” kata Satori.

    Dana CSR Disalahgunakan

    KPK sendiri belum terang-terangan membongkar perkara ini meski sudah mengamini sejumlah penggeledahan yang dilakukan baik di kantor Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Merujuk pada keterangan Satori di atas, KPK melalui Asep Guntur Rahayu selaku Direktur Penyidikan pernah menjelaskan bahwa CSR sendiri sejatinya tidak masalah tapi dalam perkara ini yang jadi persoalan adalah peruntukannya.

    “Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Artinya, ada beberapa, misalkan CSR-nya ada 100, yang digunakan hanya 50, dan 50 sisanya tidak digunakan,” kata Asep pada September 2024 yang dikutip ulang pada hari ini.

    “Yang masalah 50 yang tidak digunakan tersebut. Dan ini digunakan misalkan untuk kepentingan pribadi, nah itu yang menjadi masalah. Kalau itu digunakan, misalkan yang tadinya untuk bikin rumah, ya bikin rumah. Bikin jalan dan bangun jalan, ya itu nggak jadi masalah,” tambahnya.

    (azh/azh)