Kementrian Lembaga: BI

  • Saham BBRI Kembali Naik Jadi Rp4.210, Kini Diburu Asing

    Saham BBRI Kembali Naik Jadi Rp4.210, Kini Diburu Asing

    Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada hari ini, Kamis, 16 Januari 2025, tercatat mengalami kenaikan saat pembukaan pasar sesi pertama. Saham BBRI dibuka dengan kenaikan sebesar 120 poin atau 2,93%, mencapai Rp4.210 per lembar saham.

    Kenaikan ini terjadi meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sedang mengalami penurunan pada sesi pertama pagi ini. Pada perdagangan bursa sebelumnya, saham BBRI ditutup di harga Rp4.090.

    Diketahui, investor asing aktif melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp593,86 miliar dalam perdagangan saham di seluruh pasar, Rabu (15/1). Di pasar reguler, investor asing juga mencatatkan net buy sebesar Rp563,66 miliar.

    Saham BBRI diborong asing

    Saham BBRI menjadi yang paling diminati dengan net buy tertinggi mencapai Rp429,12 miliar dari investor asing. Disusul PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp157,06 miliar dan posisi ketiga PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp54,77 miliar.

    Sebaliknya, aksi jual bersih (net sell) terbesar oleh investor asing terjadi pada saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), meski nilainya tergolong relatif kecil, yakni sebesar Rp32,2 miliar. Aksi jual bersih berikutnya tercatat pada saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dengan nilai Rp23,21 miliar.

    Dari kondisi ini, kenaikan saham perbankan diyakini karena pasar merespons keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas BI Rate, dengan mengakumulasi saham-saham yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.

    BBRI sempat lama anjlok

    Di sisi lain, Research Associate Panin Sekuritas, Novi Vianita sebelumnya menjelaskan penurunan harga saham BBRI beberapa pekan lalu disebabkan oleh sentimen aksi jual asing di tengah ketidakpastian global. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan investor asing masuk ke pasar modal Indonesia lewat saham perbankan.

    “Betul, kenapa bank atau dalam hal ini BBRI trennya masih turun akibat aksi jual asing, karena kepemilikan asing itu lebih banyak di bank, jadi kalau asing keluar itu bakal terasa banget buat pergerakan harga emiten bank,” kata Novi kepada Fortune Indonesia, Rabu (15/1).

    Saham BBRI sempat bertengger di bawah level Rp4.000. Sentimen lain penurunan harga saham BBRI disebut karena adanya pelemahan daya beli. Adapun porsi penyaluran kredit BRI terhadap segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) itu cukup besar yaitu 83,25% pada kuartal I-2024.

    “Sehingga dengan adanya pelemahan daya beli itu berpengaruh terhadap kinerja BBRI. Di samping itu, outflow asing terbilang deras karena pertimbangannya NPL (non-perfoming loan) UMKM dan penurunan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed,” kata Novi.

  • Nilai Tukar Rupiah Masih Tertekan pada Level Rp 16.387 Per Dolar AS

    Nilai Tukar Rupiah Masih Tertekan pada Level Rp 16.387 Per Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pagi hari ini, Kamis (16/1/2025), masih tertekan.

    Dari data Bloomberg pada pukul 09.17 WIB di pasar spot exchange, rupiah berada pada level Rp 16.387 per dolar AS atau melemah 62 poin (0,38%).

    Sehari sebelumnya, nilai tukar rupiah juga tertekan dan melemah sebesar 0,34% ke level Rp 16.325 per dolar AS. Sementara itu dalam pasar obligasi, imbal hasil SBN tenor 10 tahun turun 1 bps menjadi 7,27% dan indeks obligasi turun sebesar 0,06%.

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melaporkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal tahun hingga 14 Januari 2025 melemah sebesar 1,00% dari level nilai tukar akhir 2024. Menurutnya, nilai tukar rupiah masih terkendali di tengah ketidakpastian global yang tinggi, didukung oleh kebijakan stabilisasi BI.

    Dikatakan Perry, penurunan nilai tukar relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang negara lainnya, seperti rupee India, peso Filipina, dan baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 1,20%, 1,33%, dan 1,92%.

    Sementara itu, pada saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih tertekan, Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan hari ini bergerak di zona hijau. IHSG pada pukul 09.10 WIB menguat 0,69% atau 49,01 poin ke level 7.128,5.

  • IHSG Pagi Ini Dibuka di Zona Hijau

    IHSG Pagi Ini Dibuka di Zona Hijau

    Jakarta

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pagi ini bergerak di zona hijau. IHSG menguat 33,78 poin ke level 7.113.343 atau naik 0,48%.

    Dikutip dari data RTI, Kamis (16/1/2025), IHSG dibuka pada level 7.079,56. Kemudian di sekitar pukul 09.18 nilainya naik ke posisi 7.113.343. IHSG bergerak di level tertinggi 7.190,61 dan terendahnya 7.109.

    Nilai transaksi indeks pada pembukaan perdagangan hari ini mencapai Rp 2,66 triliun, dengan melibatkan 2,82 miliar lembar saham yang diperdagangkan 287.432 kali.

    Selanjutnya, kapitalisasi pasar saat ini tercatat sebesar Rp 12.349,41 triliun. Sebanyak 244 saham menguat, 188 melemah, dan 183 stagnan.

    Dalam riset Morning Brief NH Korindo Sekuritas Indonesia disebutkan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo secara tak terduga menurunkan suku bunga acuan sebesar 25bps, membawa turun BI7DRR ke level 5,75%.

    Tindakan pre-emptive ini dilakukan ketika nilai tukar Rupiah masih terkapar di sekitar Rp 16.355 per dolar AS bahkan sempat mencapai High Rp 16.410 tak lama setelah suku bunga dipangkas. Pengamat pasar melihat tindakan yang dilakukan sebelum data Inflasi AS keluar lebih menerjemahkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia memang tengah melambat, di tengah kebutuhan dana dalam negeri yang mendesak khususnya dalam memenuhi target program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusulkan untuk ditambah

    Data Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan alias PPTAK mencatat jumlah transfer dana dari Indonesia ke Singapura mencapai Rp 4.806,3 triliun selama 2024, angka yang jauh lebih tinggi dibanding ke negara lain, contohnya AS di mana uang dari Indonesia dilarikan ke sana sebesar Rp 1.447,9 triliun atau hanya sebesar 30% dari nilai transfer dana ke Singapura.

    Di sisi lain, IHSG bersuka ria setelah keputusan bank sentral tersebut, membawa indeks utama melambung 1,77% / +122,9pts ke level 7.079,56 setelah berhasil pertahankan Support psikologis sekitar 7.000.

    Mulai terdeteksi arus beli asing di beberapa saham bluechip, dengan total Foreign Net Buy kemarin sebesar Rp 593.86 miliar. MSCI Indonesia alias EIDO akhirnya bangkit 2,5% dari titik terendah 52 minggunya. NHKSI RESEARCH menilai sentimen bullish sepertinya masih akan berlanjut hari ini, untuk mengusahakan menembus Resistance dua Moving Average di level 7.100, sebelum IHSG menuju TARGET : 7.200-7.300.

    (ada/kil)

  • Surplus neraca perdagangan di 2024 dukung ketahanan eksternal

    Surplus neraca perdagangan di 2024 dukung ketahanan eksternal

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    BI: Surplus neraca perdagangan di 2024 dukung ketahanan eksternal
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 16 Januari 2025 – 00:03 WIB

    Elshinta.com – Bank Indonesia (BI) memandang bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia pada 2024 positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.

    Hal itu disampaikan BI untuk merespons rilis data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diumumkan pada Rabu.

    “Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, di Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan data BPS, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2024 tercatat surplus 31,04 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Sebelumnya pada 2023, neraca perdagangan Indonesia juga surplus sebesar 36,89 miliar dolar AS.

    Adapun pada Desember 2024, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai 2,24 miliar dolar AS. Capaian ini melanjutkan capaian surplus pada November 2024 sebesar 4,37 miliar dolar AS.

    Surplus neraca perdagangan yang berlanjut terutama bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang tetap baik.

    Neraca perdagangan nonmigas Desember 2024 mencatat surplus sebesar 4,0 miliar dolar AS. Hal ini juga seiring dengan tetap kuatnya ekspor nonmigas sebesar 21,92 miliar dolar AS.

    Kinerja positif ekspor nonmigas tersebut didukung oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya alam seperti logam mulia dan perhiasan/permata serta bahan bakar mineral, maupun ekspor produk manufaktur seperti berbagai produk kimia serta kendaraan dan bagiannya.

    Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia.

    Adapun defisit neraca perdagangan migas tercatat meningkat menjadi sebesar 1,76 miliar dolar AS pada Desember 2024, sejalan dengan peningkatan impor migas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas.

    Sumber : Antara

  • Menanti Bunga Kredit Turun Usai BI Rate Dipangkas

    Menanti Bunga Kredit Turun Usai BI Rate Dipangkas

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan bunga acuan 25% menjadi 5,75%. Penurunan juga berlaku terhadap suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility.

    “Rapat dewan gubernur BI pada 14-15 Januari 2025 memutuskan untuk menurunkan BI rate 25 bps menjadi 5,75%, suku bunga deposit facility turun 25 bps menjadi 5% dan suku bunga lending facility juga turun 25 bps menjadi 6,5%,” kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025).

    Perry menyebut keputusan ini sudah berdasarkan dinamika yang terjadi baik di global maupun domestik. Ke depan ia masih melihat terbukanya peluang penurunan suku bunga lagi.

    “Ketika kita menurunkan BI rate itu sebenarnya perubahan stand itu sudah ada, yaitu stability and growth. Kami juga terus menyampaikan bahwa mencermati, masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. Nah waktunya tentu saja sesuai dinamika yang terjadi di global dan nasional dan itu terus kami ulang-ulang dari bulan ke bulan,” kata Perry.

    Alasan pertama terkait dinamika global, BI mengaku sudah melihat arah kejelasan kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Fed Fund Rate (FFR). Arah kebijakan yang sudah lebih jelas ini membuat BI untuk menurunkan suku bunga.

    “Karena kejelasan arah kebijakan pemerintahan AS khususnya setelah terpilihnya Presiden Trump dan juga arah kebijakan FFR. Kami ikuti dari bulan ke bulan yang dari bulan ke bulan sebelumnya ini ketidakpastiannya masih besar. Bulan ini ketidakpastiannya masih ada, tapi kami bisa menakar,” ucap Perry.

    Perry menyebut yang selama ini menjadi perhatiannya adalah ketidakjelasan kondisi global dan dampaknya terhadap nilai tukar. Saat ini pihaknya mengaku sudah menakar nilai tukar rupiah yang diklaim relatif stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya ke depan.

    “Kami dalam dua hari ini melakukan exercise, skenario-skenario nilai tukar. Kesimpulannya nilai tukar sekarang dan ke depan masih konsisten dengan nilai fundamental,” ucap Perry.

    Kedua, dari sisi domestik, BI mencermati bahwa inflasi dalam negeri cukup rendah dan akan tetap rendah ke depannya. Dengan inflasi rendah, maka ruang penurunan suku bunga terbuka.

    “Inflasinya rendah dibandingkan dengan 2,5±1% sasaran dan kami perkirakan di dua tahun ini juga masih akan tetap rendah. Dengan inflasinya rendah, terbuka untuk menurunkan suku bunga kan,” tutur Perry.

    Pertimbangan ketiga adalah data survei ekonomi BI. Perry melihat ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih rendah dari perkiraan pada 2025 sehingga penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan.

    “(Pertumbuhan ekonomi) 2024 sedikit lebih rendah dari titik tengah, berarti masih di atas 5% tapi mungkin di bawah 5,1%. Tahun 2025 yang semula kisarannya 4,8-5,6% titik tengahnya 5,2% itu lebih rendah menjadi 4,7-5,5% jadi titik tengah 5,1%. Oleh karena itu this is the timing untuk menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan growth story yang lebih baik,” ungkapnya.

    Apakah bunga bank ikut turun?

    Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar sendiri belum bisa memastikan apakah penurunan suku bunga acuan ini akan membuat bunga kredit BNI ikut turun atau tidak.

    “Kita lihat nanti kalau suku bunga, tapi dampaknya kepada kredit seharusnya sih nggak terlalu signifikan,” kata Royke saat ditemui wartawan di Jakarta, Rabu (15/1/2025).

    Alih-alih hanya menurunkan suku bunga acuan, ia berharap BI juga bisa menurunkan suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) agar jumlah uang beredar semakin banyak.

    Royke tidak memungkiri jika penurunan suku bunga ini akan dapat meningkatkan ekspansi kredit masyarakat, meski tidak begitu besar.

    “Mudah-mudahan, menurut saya signal BI turunkan suku bunga 0,25 itu sudah bagus banget. Itu berarti signal bahwa, ya banyak hal lah, pasti impact-nya banyak lah ya,” ucap Royke.

    (kil/kil)

  • BI Pangkas Suku Bunga, IHSG Berpotensi Lanjut Menguat

    BI Pangkas Suku Bunga, IHSG Berpotensi Lanjut Menguat

    Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova mengatakan IHSG perlu menembus di atas resisten 7.129 untuk mengisyaratkan adanya perubahan tren, dengan peluang melanjutkan kenaikan menuju 7.231 sebagai resisten Fibonacci terdekat.

    “Namun demikian, IHSG dapat melanjutkan koreksi untuk menguji kembali support fraktal 6.931 apabila tetap berada di bawah level 7.129,” kata Ivan dalam riset hariannya kepada Fortune Indonesia.

    Adapun, level support IHSG berada di 6.931, 6.875, dan 6.843. Sementara
    level resistennya di 7.129, 7.231, dan 7.301. Indikator MACD menunjukkan kondisi netral.

    Ivan memprediksi IHSG hari ini bergerak di antara level support 7.060 dan resisteen 7.100. Daftar saham pilihannya adalah ANTM, AKRA, ARTO, BBCA, dan ICBP.

    Lebih lanjut, Phintraco Sekuritas memperkirakan IHSG hari ini bergerak di antara level support 7.000, pivot 7.050, dan reisten 7.100. Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy K mengatakan, spekulasi bottoming IHSG di kisaran 6.950 sampai dengan 6.900 tampak terbukti dari technical rebound signifikan (+1,77 persen) IHSG pada Rabu (15/1).

    “Stochastic RSI berpeluang membentuk golden cross pada oversold area bersamaan dengan penguatan IHSG tersebut. IHSG berpeluang uji resisten 7.100 sampai dengan 7.130 pada Kamis (16/1),” jelas Valdy dalam riset hariannya.

    Penguatan Rabu (15/1) ditopang oleh technical rebound signifikan pada saham-saham bank berkapitalisasi besar dan penguatan-penguatan saham rate-sensitive lainnya, terutama properti. Kondisi itu terjadi seiring dengan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 bps oleh BI (15/1).

    Valdy menilai, pemangkasan itu cukup mengejutkan, karena terjadi ditengah pelemahan nilai tukar rupiah dan The Fed yang cenderung hawkish.

    “Kondisi itu diperkirakan disebabkan oleh realisasi pasar bahwa pelemahan harga yang terjadi sebetulnya sudah merefleksikan sentimen-sentimen negatif, khususnya di sektor keuangan (perbankan),” jelas Valdy.

    Daftar saham pilihan Phintraco Sekuritas pada Kamis (16/1), terdiri dari: BMRI, BBRI, BBNI, BBCA, CTRA, dan BSDE.

  • Hadapi Kontraksi Ekonomi, BNI Luncurkan BNI Direct untuk Turunkan Biaya Pendanaan

    Hadapi Kontraksi Ekonomi, BNI Luncurkan BNI Direct untuk Turunkan Biaya Pendanaan

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) sedang berhadapan dengan tantangan kontraksi ekonomi yang dapat mempengaruhi likuiditas dan arus uang beredar. Untuk merespons hal ini, BNI meluncurkan produk BNI Direct bertujuan menurunkan biaya pendanaan (cost of fund) di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

    “BI dan pemerintah meluncurkan sejumlah kebijakan yang menunjukkan adanya kontraksi, yang berarti akan ada berkurangnya uang yang beredar. Ini juga akan mempengaruhi potensi apresiasi nilai uang dan menyebabkan kenaikan nilai kredit,” ujar Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita dalam acara BNI Investor Daily Round Table di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (15/1/2025).

    Lebih lanjut, Enggartiasto menekankan, kenaikan nilai kredit akan menambah beban bagi pelaku usaha.

    “Kami menghargai langkah BNI yang responsif terhadap situasi ini dengan menghadirkan solusi yang dapat mengurangi beban biaya pendanaan,” tambahnya.

    Saat ini, tingginya suku bunga menyebabkan suku bunga deposito dan biaya pendanaan meningkat. Untuk meredakan dampak ini, BNI meluncurkan BNI Direct guna menurunkan cost of fund.

    Ia mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk tetap optimis menghadapi 2025, mengingat fundamental ekonomi Indonesia yang cukup kuat untuk menghadapi ketidakpastian global.

    “Harapannya, ke depan otoritas moneter tidak lagi melakukan kontraksi apapun, termasuk untuk mengendalikan inflasi,” tutur Enggartiasto Lukita.

  • Bank Indonesia Pangkas BI Rate Demi Dorong Konsumsi, Bakal Ampuh?

    Bank Indonesia Pangkas BI Rate Demi Dorong Konsumsi, Bakal Ampuh?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelemahan konsumsi khususnya dari kelompok masyarakat kelas menengah menjadi salah satu alasan Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75% pada Januari 2025. Akankah kebijakan tersebut ampuh dorong daya beli?

    Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual melihat pemangkasan tersebut di luar ekspektasi seluruh ekonom yang tergabung dalam konsensus Bloomberg—yang seluruhnya sepakat BI akan menahan BI Rate di 6%.

    David memandang kebijakan tersebut tidak akan berpengaruhi banyak terhadap daya beli masyarakat.

    “Dari kebijakan moneter mungkin terbatas [efeknya]. Tetapi mungkin dari pemerintah bisa terus dorong memberikan iklim investasi yang kondusif di sektor riil,” ujarnya, Rabu (15/1/2025).

    David menyampaikan memang dari segi inflasi sangat terkendali sehingga masih ada ruang untuk menstimulasi pertumbuhan via kebijakan moneter, yakni pemangkasan suku bunga.

    Meski demikian, likuiditas relatif ketat dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih cukup tertekan. Untuk itu, BI mencoba menarik rupiah melalui instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI) dengan imbal hasil yang lebih menarik.

    “Likuiditas masih relatif ketat. Perlu terobosan lain lewat kebijakan struktural untuk dorong investasi,” tuturnya.

    Sementara dari sektor finansial, pemerintah dapat menyediakan instrumen investasi yang menarik untuk investor asing dan mendiversifikasi instrumen dan pendalaman pasar dengan biaya pendanaan yang relatif murah, misal dengan menerbitkan Dimsum Bonds seperti milik Hongkong untuk menarik investasi dari luar.

    Pada kesempatan berbeda, Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto menyambut baik pemangkasan BI Rate yang mengarah kepada pro-growth atau mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Harapannya, dengan kebijakan tersebut dapat menstimulasi masyarakat maupun pengusaha untuk melakukan belanja. 

    “Kalau suku bunga deposito turun, masyarakat akan mengalihkan uangnya untuk investasi maupun usaha sehingga terjadi ekspansi,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (15/1/2025).

    Bank Indonesia resmi memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75%, usai ditahan 6% sejak Oktober 2024.

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan keputusan tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan dari kondisi dinamika global maupun dalam negeri.

    Setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi pertimbangan, yakni rupiah yang stabil, survei sejumlah indikator ekonomi yang menunjukkan pelemahan konsumsi, serta sudah lebih jelasnya arah kebijakan AS dan The Fed.

    “Oleh karena itu, ini adalah waktu untuk menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan mendorong ekonomi untuk menciptakan pertumbuhan,” tuturnya dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025). 

  • Ini Alasan BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75 Persen Pada Januari 2025 – Halaman all

    Ini Alasan BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75 Persen Pada Januari 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan dari 6 persen menjadi 5,75 persen pada Januari 2025. Keputusan ini diambil mencermati dinamika yang terjadi di global dan nasional.

    Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan menurunkan suku bunga acuan itu sebenarnya sesuai dengan perdagangan bank sentral dan sejalan dengan masih adanya ruang penurunan suku bunga.

    “Itu terus kami ulang-ulang dari bulan-ke bulan, bulan-ke bulan,” kata Perry dalam Konferensi Pers RDG di Kantor Bank Indonesia, Rabu (15/1/2025).

    Perry juga menyebut bahwa dinamika yang terjadi pada berbagai indikator ekonomi global nasional dan juga pada arah kejelasan kebijakan oleh Pemerintah Amerika Serikat dan Fed Fund Rate (FFR).

    Sehingga menurutnya, hal itu yang kemudian mendasarkan bahwa ada ruang penurunan suku bunga acuan. Di samping itu, adanya kejelasan pemerintah Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

    “Kami ikuti dari bulan ke bulan yang dari bulan-ke bulan sebelumnya ini, ketidakpastian nya masih besar. Nah, bulan ini, ketidakpastian nya masih ada, tapi kami bisa menata. Arah kebijakan Pemerintah Amerika Serikat untuk defisit fiskal tahun depan. Dan besarnya dampak dampak terhadap kenaikan US Treasury baik dua tahun dan 10 tahun,” jelasnya.

    Sedangkan dari sisi domestik, Perry menyebut bahwa Bank Indonesia juga mencermati inflasi yang rendah dibanding 2,5 persen plus minus 1 persen pada tahun 2025 sampai 2026.

    Pada moment ini, inflasi terjaga rendah dan rupiah relatif stabil sehingga ke depan skenario yang diambil Bank Indonesia adalah sejalan dengan fundamental ekonomi.

    “Dan kami perkirakan dua tahun ini juga masih akan tetap rendah. Dengan inflasinya rendah terbuka untuk menurunkan suku bunga,” ungkapnya.

    Bahkan, konsumsi rumah tangga khususnya menengah ke bawah dinilai rendah. Berdasarkan survei ekspektasi konsumen menunjukkan ekspektasi penghasilan, konsumsi dan lapangan kerja memang belum kuat.

    Kemudian, survei Bank Indonesia juga menunjukan ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi Indonesia khususnya di tahun 2025 dan hal itu sudah tergambar di triwulan 4 yang lebih rendah dari perkiraan.

    “Pada 2024 sedikit lebih rendah dari titik tengah, berarti masih di atas 5 persen tapi mungkin di bawah 5,1 persen. Tahun 2025 yang semula kisarannya 4,8 sampai 5,6. Nah tengahnya 5,2 itu lebih rendah menjadi 4,7 sampai 5,5,” jelas Perry.

    “Nah oleh karena itu ini waktunya menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan story pertumbuhan yang lebih baik. Ya jadi penurunan suku bunga dari sisi global masih ada ketidakjelasan. Tapi kami sudah bisa menakar dampaknya terhadap ekonomi kita, baik inflasi pertumbuhan dan nilai tukar,” imbuhnya menegaskan.

  • BI Rate Turun Jadi 5,75%, Ramai Ekonom Kaget

    BI Rate Turun Jadi 5,75%, Ramai Ekonom Kaget

    Jakarta, CNBC Indonesia – Keputusan dewan gubernur Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75% pada Januari 2025 membuat sejumlah kalangan ekonom terkejut. Sebab, pemangkasan ini dilakukan BI tatkala kurs rupiah malah sedang tertekan di level .

    Pasca Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari 2025 pada pukul 14.00 WIB tadi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun langsung tertekan lebih dalam. Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,34% di angka Rp16.315/US$ pada hari ini, Rabu (15/1/2025). Hal ini berbanding terbalik dengan posisi kemarin (14/1/2025) yang menguat 0,06%.

    Di sisi lain, konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 15 lembaga/institusi secara absolut memproyeksikan bahwa BI akan kembali menahan suku bunganya di level 6%. Maka, tak heran bahwa sejumlah ekonom kenamaan di dalam negeri terkejut dengan keputusan BI, karena BI juga telah menahan suku bunganya selama empat bulan beruntun.

    Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjadi salah satu ekonom yang mengaku terkejut dengan keputusan dewan gubernur BI hari ini. Ia mengungkapkan, ini karena kurs rupiah saat ini tengah tertekan, meskipun dari sisi tekanan inflasi sangat terkendali.

    “Iya ini unexpected. Dari segi inflasi memang sangat terkendali, sehingga ada ruang untuk dorong pertumbuhan. Tapi, memang kurs juga agak tertekan,” tegas David kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/1/2025).

    Meski begitu, David mengakui untuk menghadapi tekanan kurs saat ini, BI memiliki banyak senjata, di antaranya ialah melalui instrumen operasi moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang memiliki suku bunga atau imbal hasil sangat cukup menarik. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 10 Januari 2025 di level 7,06%; 7,10%; dan 7,23%.

    “Jadi BI tampaknya akan mencoba jaga attractiveness Rupiah via SRBI rate yang relatif menarik,” tegas David.

    Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo juga menjadi salah satu ekonom yang mengungkapkan keterkejutannya. Namun, ia menitikberatkan bahwa kebijakan pemangkasan BI Rate ini dilakukan saat surat berharga di dalam negeri tengah dalam posisi tertekan.

    Sebagaimana diketahui, pada pekan kedua Januari 2025, berdasarkan catatan Bank Indonesia, pasar SBN Indonesia mulai bergejolak, karena para investor mulai melakukan aksi jual neto sebesar Rp 2,9 triliun, padahal pada pekan pertama Januari 2025 masih tercatat beli neto Rp 1,94 triliun.

    “Jadi timingnya cukup surprising, mengingat ada tekanan ke surat berharga dalam negeri. Upside nya memang masih ada ruang karena Fed Fund Rate (suku bunga Bank Sentral AS) dan BI rate ada gap 1,5%, dan ini membantu mengurangi beban utang pemerintah,” ucap Banjaran.

    Kendati demikian, Banjaran mengakui, keputusan penurunan BI Rate tersebut sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah pada Januari 2025 yang lebih rendah dibandingkan pelemahan nilai tukar negara yang memiliki kapasitas ekonomi setara dengan Indonesia.

    BI pun mencatat nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada Januari 2025 (hingga 14 Januari 2025) hanya melemah sebesar 1,00% (ptp) dari level nilai tukar akhir 2024. Perkembangan ini relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti rupee India, peso Filipina, dan baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 1,20%; 1,33%; dan 1,92%.

    “⁠Keputusan tersebut juga didorong oleh tetap rendahnya perkiraan inflasi pada 2025 dan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucap Banjaran.

    Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga mengaku terkejut atas keputusan hasil RDG BI bulan ini. Ia mengatakan, BI secara tak terduga memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75% di tengah kondisi kurs yang tengah bergerak di level Rp 16.300/US$.

    “Dengan Rupiah yang berpotensi bergerak di sekitar 16.300 pada kuartal I-2025, mengikuti tren mata uang Asia lainnya seperti Baht Thailand, Peso Filipina, dan Rupee India, tekanan depresiasi berpotensi masih akan terus berlanjut,” ucap Hosianna.

    Ia menganggap, sebagai respons dari kebijakan BI Rate ini, di tengah tekanan kurs, BI akan mempertahankan penerbitan SRBI untuk menjaga stabilitas rupiah terhadap dolar AS. Hosianna memperkirakan penerbitan obligasi secara bruto instrumen itu akan meningkat menjadi Rp 1,44 triliun.

    “Untuk mengelola likuiditas, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal, termasuk meningkatkan pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder melalui pengalihan utang,” tuturnya.

    Di luar tiga ekonom itu, sebetulnya juga ada beberapa ekonom yang tak terkejut dengan keputusan BI, di antaranya ialah Head of Macroeconomic and Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman. Ia mengatakan, sebetulnya ruang keputusan pemangkasan suku bunga acuan oleh dewan gubernur BI itu telah terbuka sejak Desember 2024.

    “Keputusan BI dalam RDG bulan Januari 2025 untuk memotong BI-rate sebesar 25 bps ke 5,75% tidak terlalu mengejutkan. Karena sebenarnya ruang pemotongan sudah ada sejak Desember 2024 seperti penjelasan kami bulan Desember lalu,” tutur Faisal.

    Meski nilai tukar rupiah memang cenderung melemah bulan Januari 2025 ini, namun Faisal mengingatkan, permasalahan tekanan kurs ini ini merupakan fenomena global, karena dolar AS menguat hampir ke semua mata uang dunia, seiring dengan ketidakpastian global yang tetap berlangsung. BI pun menganggap tekanan kurs ini sudah mulai dapat terukur dan terkendali.

    Yang menjadi masalah adalah risiko pada sisi pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi pada 2025 menurutnya kemungkinan akan tertekan baik dari faktor dalam maupun luar negeri. Dari luar negeri, risiko Trade War akibat Trump 2.0 akan berisiko menurunkan kinerja ekspor Indonesia.

    Sementara itu, dari dalam negeri, risiko pelemahan tingkat permintaan akan berlanjut, seperti yang terindikasi dari inflasi yang sangat rendah mendekati batas bawah target sasaran, yang menunjukkan lemahnya tingkat permintaan.

    “Jadi langkah BI ini sebenarnya sudah sesuai dengan view kami sebelumnya, namun pemotongan di Desember tertunda ke Januari,” ucap Faisal.

    Ekonom Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga memiliki sikap serupa dengan Faisal. Ia mengaku tak terkejut dengan keputusan Perry Cs karena sinyal ekonomi melemah sudah ia wanti-wanti sedari lama, sehingga terus mendorong BI untuk menurunkan suku bunga acuannya.

    “Saya sebenarnya tidak kaget ya karena dari beberapa bulan yang lalu saya sih juga menyuarakan supaya suku bunga BI rate ini turun ya demi mendongkrak performa ekonomi Indonesia, terutama dari sisi sektor riil yang memang masyarakat kita butuh suku bunga yang lebih rendah, baik itu untuk kebutuhan bisnis maupun untuk kebutuhan terkait konsumsi,” kata Myrdal.

    Ia pun menganggap wajar BI Rate awal tahun ini turun, karena transmisi imported inflation dari pelemahan kurs beberapa waktu terakhir tidak terjadi, tercermin dari angka inflasi yang sangat rendah di level 1,57% pada 2024.

    “Dan gap antara BI rate dan inflasi juga sangat lebar jadi sebenarnya masih banyak ruang untuk BI rate turun dan ditambah lagi kita lihat pressure imported inflation ke depan nya pun juga so far so good, kalau kita lihat tidak terlalu melonjak,” ucapnya.

    “Apalagi kalau kita cermati dari pergerakan harga komoditas terutama minyak juga saat ini sulit untuk melonjak signifikan, walaupun ada perang di mana-mana tapi harga minyak masih konsisten di bawah level US$ 82 per barel,” tegas Myrdal.

    Ia menekankan, BI rate yang rendah saat ini sangat dibutuhkan Indonesia karena untuk menyinergikan antara kebijakan fiskal yang sudah sangat didesain tahun ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berpotensi melemah.

    Di sisi lain, program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto juga ia ingatkan sebetulnya butuh dukungan dari kebijakan moneter yang longgar dari BI, di antaranya ialah program pembangunan 3 juta rumah per tahun, dan berbagai program penyelamatan daya beli supaya penjualan barang tahan lama seperti otomotif dapat kembali bergeliat.

    “Jadi walaupun pemerintah sudah jor-joran beri insentif fiskal dan PPN yang naik hanya diberikan untuk beberapa golongan yang sangat selektif tapi kalau misalnya BI rate tidak turun ini kelihatannya kurang greget ya makanya kita apresiasi lah BI rate sudah turun,” ungkapnya.

    (arj/haa)