Kementrian Lembaga: BI

  • Modal Asing Rp 9,57 Triliun Kabur dari Pasar Domestik, SRBI Jadi Sorotan

    Modal Asing Rp 9,57 Triliun Kabur dari Pasar Domestik, SRBI Jadi Sorotan

    Jakarta, Beritasatu.com – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa modal asing senilai Rp 9,57 triliun keluar dari pasar keuangan domestik pada periode 13-16 Januari 2025. Sebagian besar aliran keluar terjadi melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

    Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyatakan modal asing yang keluar melalui SRBI mencapai Rp 5,41 triliun. Selain itu, aliran keluar modal asing juga terjadi melalui Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 4,17 triliun. Di sisi lain, pasar saham mencatat aliran masuk modal asing senilai Rp 0,01 triliun dalam periode yang sama.

    “Berdasarkan data transaksi 13-16 Januari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 9,57 triliun, terdiri dari beli neto Rp 0,01 triliun di pasar saham, jual neto Rp 4,17 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp 5,41 triliun di SRBI,” ungkap Ramdan dalam pernyataan resmi yang diterima pada Minggu (19/1/2025).

    Secara kumulatif, sejak 1 Januari hingga 16 Januari 2025, transaksi jual neto tercatat sebesar Rp 2,63 triliun di pasar saham, Rp 590 miliar di pasar SBN, sementara SRBI mencatat beli neto sebesar Rp 5,84 triliun.

    Pada sisi lain, imbal hasil (yield) surat utang Amerika Serikat, US Treasury Note tenor 10 tahun, mengalami penurunan ke level 4,613% pada Kamis (16/1/2025). Nilai premi risiko investasi (credit default swap) Indonesia tenor 5 tahun turun menjadi 75,06 basis poin pada Kamis (16/1/2025), dibandingkan posisi 79,88 basis poin pada Jumat (10/1/2025).

    Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menunjukkan nilai tukar rupiah berada pada posisi Rp 16.373 per dolar AS pada Jumat (17/1/2025).

    “BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” tambah Ramdan.

  • Menjaga Kredibilitas Bank Sentral

    Menjaga Kredibilitas Bank Sentral

    loading…

    Adhitya Wardhono, PhD. Foto/Istimewa

    Adhitya Wardhono, PhD

    Dosen dan peneliti ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember. Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policy” (KeRis Benefitly) – Universitas Jember.

    WACANA kredibilitas bank sentral selalu diarahkan pada aras pemikiran kokohnya konstruksi menjaga stabilitas ekonomi sebuah negara. Sederhananya, ekspektasi masyarakat terhadap kebijakan moneter bisa memengaruhi dinamika ekonomi, terutama ketika suku bunga mendekati batas bawah efektif (effective lower bound/ELB). Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap bank sentral, ekspektasi inflasi bisa menjadi tidak terjangkar. Maka ikutannya adalah menciptakan risiko spiral deflasi atau inflasi yang tak terkendali. Dalam konteks Indonesia, pentingnya kredibilitas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter sangat relevan, mengingat tantangan ekonomi terus berkembang, baik di level domestik maupun global.

    Situasi ekonomi yang tidak menentu telah Indonesia hadapi, seperti periode taper tantrum pada tahun 2013 lalu. Masa itu, kecenderungan fenomena pelemahan nilai tukar rupiah memicu kenaikan inflasi yang relatif signifikan. BI merespons dengan menaikkan suku bunga acuan secara agresif untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Langkah ini menunjukkan pentingnya kebijakan moneter tegas dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bank sentral. Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Seiring berjalannya waktu, tantangan baru muncul, terutama ketika pandemi COVID-19 melanda. BI menurunkan suku bunga acuan hingga ke level terendah dalam sejarah, yaitu 3,5%, untuk mendorong pemulihan ekonomi. Langkah ini mendekati batas bawah efektif, yang berarti bahwa ruang untuk manuver kebijakan moneter konvensional menjadi semakin terbatas.

    Dalam kondisi seperti ini, kredibilitas bank sentral menjadi semakin penting. Ketika ekspektasi inflasi tetap terjangkar, kebijakan moneter yang tidak konvensional, seperti quantitative easing dan forward guidance, bisa menjadi alat yang efektif. Namun, jika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan bank sentral untuk mencapai target inflasi, langkah-langkah tersebut bisa kehilangan efektivitasnya. Dalam kasus Indonesia, BI telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga ekspektasi inflasi tetap terkendali, seperti melalui publikasi laporan ekonomi dan komunikasi kebijakan yang transparan. Namun, efektivitas upaya ini sangat bergantung pada seberapa cermat dan taktis BI bisa membangun persepsi publik bahwa langkah-langkahnya tepat dan akan berhasil.

    Ekspektasi inflasi yang terjangkar adalah kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama di tengah ketidakpastian global. Tantangan ini semakin relevan mengingat tekanan inflasi yang sering kali bersumber dari luar negeri, seperti kenaikan harga minyak dunia atau gangguan pada rantai pasok global. Ketika tekanan eksternal seperti ini muncul, masyarakat cenderung lebih sensitif terhadap langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh BI. Jika kebijakan tersebut tidak diiringi dengan komunikasi yang efektif, risiko ekspektasi inflasi menjadi tidak terjangkar akan meningkat, yang pada akhirnya bisa memperburuk kondisi ekonomi.

    Keberhasilan BI dalam menjaga kredibilitasnya juga tercermin dari bagaimana ia menangani dinamika nilai tukar rupiah. Indonesia sering kali menghadapi volatilitas nilai tukar yang tinggi. Beberapa tahun terakhir, BI telah berhasil menjaga stabilitas rupiah melalui kombinasi intervensi pasar, pengelolaan cadangan devisa, dan kebijakan suku bunga. Namun, stabilitas nilai tukar bergantung pada langkah teknis dan persepsi pasar terhadap kemampuan BI mengelola tekanan eksternal. Jika ekspektasi terhadap stabilitas rupiah terjaga, volatilitas pasar bisa diminimalkan, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi.

    Namun, tantangan yang dihadapi BI tidaklah sederhana. Ketika dunia menghadapi krisis global seperti pandemi COVID-19, tantangan kredibilitas menjadi lebih kompleks. Penurunan suku bunga secara drastis dan kebijakan tidak konvensional sering menimbulkan kekhawatiran, seperti risiko inflasi di masa depan atau sulitnya bank sentral menarik kembali likuiditas yang telah disuntikkan ke perekonomian.

    Dalam konteks Indonesia, kebijakan moneter longgar selama pandemi telah membantu mendorong pemulihan ekonomi, tetapi juga menciptakan tantangan baru terkait stabilitas harga di masa depan. Oleh karena itu, langkah-langkah komunikasi kebijakan yang efektif menjadi sangat penting untuk mengelola ekspektasi masyarakat dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

  • 3 Cara Jitu BJ Habibie Saat Hadapi Kenaikan Nilai Tukar Dolar AS

    3 Cara Jitu BJ Habibie Saat Hadapi Kenaikan Nilai Tukar Dolar AS

    Liputan6.com, Yogyakarta – Krisis moneter 1998 menjadi titik nadir perekonomian Indonesia ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai level terendah di angka Rp16.800. Situasi ini memicu kepanikan di tengah masyarakat dan mengancam stabilitas ekonomi nasional.

    Akan tetapi, di tengah kondisi yang tampak tak berpengharap itu, sosok B.J. Habibie yang baru dilantik sebagai Presiden RI berhasil membawa angin segar perubahan. Dalam waktu relatif singkat, Habibie menerapkan serangkaian kebijakan ekonomi yang terbukti efektif mengendalikan krisis.

    Salah satu prestasi terbesarnya adalah kemampuan memperkuat nilai tukar rupiah hingga mencapai level Rp6.550 per dolar AS. Pencapaian ini menjadi momentum kebangkitan ekonomi Indonesia dari keterpurukan.

    Di tengah situasi perbankan yang kolaps dan melonjaknya harga kebutuhan pokok yang membuat rakyat menderita, langkah-langkah strategis Habibie berhasil mengembalikan kepercayaan pasar dan menstabilkan perekonomian nasional. Keberhasilannya memulihkan nilai tukar rupiah dalam hitungan bulan membuktikan ketepatan kebijakan yang ia terapkan di masa-masa kritis tersebut. Mengutip dari berbagai sumber, berikut tiga langkah jitu Habibie saat hadapi dollar naik:

    1. Independensi Bank Indonesia

    Menghadapi krisis perbankan yang akut, Habibie mengambil langkah tegas dengan melakukan konsolidasi terhadap bank-bank bermasalah. Kebijakan ini ditandai dengan penggabungan empat bank pemerintah yang tengah goyah – Bank Ekspor Impor (Bank Exim), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)-menjadi satu entitas yang kemudian dikenal sebagai Bank Mandiri pada 2 Oktober 1998.

    Langkah merger ini terbukti efektif dalam menyelamatkan sistem perbankan nasional dan menciptakan bank yang lebih sehat dan kuat. Tidak berhenti sampai di situ, Habibie juga mengambil kebijakan strategis dengan memisahkan Bank Indonesia dari pengaruh pemerintah melalui UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

    Keputusan bersejarah ini memberikan independensi kepada Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk menjalankan kebijakan moneter tanpa intervensi politik. Bank Indonesia kini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kebijakan nilai tukar, suku bunga, dan instrumen moneter lainnya.

    Independensi Bank Indonesia menjadi fondasi penting bagi penguatan sistem keuangan nasional. Dengan status barunya sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia dapat lebih leluasa mengambil kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi.

    2. Penerbitan SBI Berbunga Tinggi

    Di tengah kepanikan masyarakat yang berbondong-bondong menukar rupiah ke dolar AS, Habibie mengeluarkan kebijakan moneter yang berani melalui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tingkat suku bunga yang sangat tinggi. Kebijakan ini, meski terkesan agresif, memiliki perhitungan matang untuk menarik kembali kepercayaan masyarakat terhadap rupiah.

    Dengan menawarkan imbal hasil yang menggiurkan, SBI berhasil menjadi instrumen investasi yang lebih menarik dibandingkan spekulasi dolar. Strategi penerbitan SBI berbunga tinggi ini terbukti efektif dalam menghentikan pelarian modal (capital flight) ke dolar AS.

    Masyarakat yang sebelumnya panic buying dolar mulai mengalihkan dananya ke instrumen SBI yang menjanjikan keuntungan lebih besar. Bank-bank pun kembali mendapatkan kepercayaan nasabah, ditandai dengan meningkatnya simpanan masyarakat di perbankan nasional.

    Kondisi ini secara bertahap memulihkan likuiditas perbankan yang sebelumnya sempat mengering. Dampak positif kebijakan ini segera terlihat dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kepercayaan pasar yang sempat hilang berangsur pulih seiring dengan stabilnya sistem keuangan nasional.

    3. Terapkan Harga Murah

    Di tengah tekanan krisis ekonomi, Habibie mengambil kebijakan kontroversial dengan tetap mempertahankan harga bahan pokok, listrik, dan BBM pada level yang terjangkau masyarakat. Keputusan ini diambil untuk melindungi daya beli masyarakat yang sudah terpukul akibat krisis, meski hal tersebut berarti pemerintah harus menanggung beban subsidi yang sangat besar.

    Kebijakan pengendalian harga ini menjadi penyelamat bagi jutaan rakyat Indonesia yang sedang berjuang di tengah kesulitan ekonomi. Akan tetapi, besarnya beban subsidi ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama lembaga keuangan internasional yang mendesak Indonesia untuk mengurangi subsidi.

    Menghadapi situasi ini, Habibie melakukan pendekatan dengan mengajak langsung rakyat Indonesia untuk berhemat dalam penggunaan listrik dan BBM. Kampanye penghematan energi ini tidak hanya bertujuan mengurangi beban subsidi negara, tetapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa pemulihan ekonomi membutuhkan peran serta seluruh lapisan masyarakat.

    Kombinasi antara kebijakan pengendalian harga dan kampanye hemat energi ternyata memberikan dampak positif. Stabilnya harga kebutuhan pokok membantu meredam gejolak sosial, sementara berkurangnya konsumsi energi membantu mengurangi tekanan pada anggaran negara. Hasilnya, nilai tukar dolar AS yang sebelumnya mencapai puncak mulai turun drastis, rupiah menguat secara signifikan, dan yang lebih penting lagi, kepercayaan investor mulai pulih.

    Penulis: Ade Yofi Faidzun

  • Proyeksi Terbaru! IMF & Bank Dunia Kompak Ekonomi RI 2025 Hanya Tumbuh 5,1%

    Proyeksi Terbaru! IMF & Bank Dunia Kompak Ekonomi RI 2025 Hanya Tumbuh 5,1%

    Bisnis.com, JAKARTA — Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund/IMF dan Bank Dunia kompak memberikan ramalan yang sama untuk ekonomi Indonesia 2025 di angka 5,1%.

    Proyeksi terbaru IMF dan Bank Dunia itu menginformasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran kurang lebih 5%. 

    Dalam laporan terbaru World Economic Outlook edisi Januari 2025, IMF tidak mengubah proyeksinya terhadap ekonomi Indonesia dari laporan edisi sebelumnya, Oktober 2024. 

    Secara umum, IMF memperkirakan ekonomi global akan tetap stabil pada 2025 di angka 3,3%. 

    Untuk negara berkembang, IMF melihat kinerja pertumbuhan pada 2025 dan 2026 diperkirakan akan menyamai kinerja pertumbuhan pada 2024—sebagaimana estimasi ekonomi Indonesia 2024 di angka 5% sementara 2025 sebesar 5,1%. 

    Sementara prediksi Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospects (GEP) Januari 2025 untuk ekonomi global jauh lebih rendah dari proyeksi IMF, yakni di angka 2,7%. 

    Berbeda dengan proyeksinya terhadap ekonomi Indonesia, Bank Dunia memberikan angka yang sama untuk 2025 dan 2026 sebesar 5,1%. 

    Keberadaan ancaman tarif tinggi dari presiden terpilih AS Donald Trump juga telah Bank Dunia perhitungkan. 

    Dalam sebuah model makroekonomi global digunakan untuk mengkalibrasi kemungkinan implikasi kenaikan tarif AS. 

    Simulasi menunjukkan bahwa kenaikan tarif AS sebesar 10 poin persentase pada semua mitra dagang pada tahun 2025, tanpa adanya tarif pembalasan yang diberlakukan sebagai tanggapan, akan mengurangi pertumbuhan global sebesar 0,2 poin persentase pada tahun tersebut

    Selain itu, pertumbuhan negara berkembang (emerging market and developing economies/EMDE) akan lebih lemah sebesar 0,1% setiap kenaikan tarif sebesar 10% tersebut. 

    Lain halnya bila ternyata adanya tarif pembalasan yang proporsional oleh mitra dagang, efek negatif pada pertumbuhan global dan EMDE relatif terhadap baseline akan meningkat menjadi sekitar 0,3% dan 0,2%.

    Adapun Bank Dunia tidak mempublikasikan secara khusus efek terhadap Indonesia dari pengenaan tarif Trump. 

    “Dampak-dampak ini dapat semakin meningkat jika peningkatan proteksionisme perdagangan global disertai dengan ketidakpastian kebijakan yang meningkat,” tulis Bank Dunia. 

    Nyatanya, ramalan dua lembaga internasional tersebut setara dengan proyeksi dari Bank Indonesia yang baru sama merevisi ke bawah dari 5,2% menjadi 5,1% untuk 2025. 

    Tanggapan BI 

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan bahwa pemangkasan proyeksi tersebut sejalan dengan turunnya daya beli masyarakat khususnya kelas menengah.  

    “Konsumsi rumah tangga lemah, khususnya golongan menengah ke bawah sehubungan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025). 

    Sementara pemerintah, tetap optimistis dengan target yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 di angka 5,2%. 

    “Memang beberapa [lembaga] termasuk BI juga menurunkan dari 5,2% ke 5,1%. Tetapi pemerintah sih tetap optimistis, ini kan masih bulan Januari,” ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

  • Aliran Modal Asing Keluar dari Indonesia Sentuh Rp 9,57 Triliun – Page 3

    Aliran Modal Asing Keluar dari Indonesia Sentuh Rp 9,57 Triliun – Page 3

    Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75% pada Rabu, 15 Januari 2025. Keputusan ini menandai penurunan pertama suku bunga BI pada 2025. 

    Gubernur BI, Perry Warjiyo menuturkan, pemangkasan suku bunga acuan diputuskan sesuai dengan  pandangan bank sentral yang ‘pro stability dan pro growth’. Penurunan tersebut juga sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. 

    “Waktunya tentu saja (pangkas suku bunga) sesuai dengan dinamika yang terjadi di global dan internasional, Dan itu terus kami terus ulang-ulang dari bulan ke bulan,” ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank IndonesiaJanuari 2025, yang disiarkan pada Rabu (15/1/2025).

    Perry lebih lanjut mengatakan, pihaknya terus memperhatikan arah kebijakan yang ditempuh bank sentral Amerika Setikat terhadap Fed Fund Rate (FFR).

    “Hal itu yang kemudian menjelaskan kepada kita ada ruang ada kita manfaatkan tapi karena arah pemerintahan AS setelah Pemilihan Presiden Trump dan arah kebijakan FFR,” tutur dia.

    “Bulan ini uncertainty masih ada tapi kami bisa menakar arah kebijakan fiskal AS sudah mulai kelihatan dan besarnya dampak terhadap kenaikan US Treasury,” Perry menambahkan.

    Sementara dari sisi domestik, BI melihat inflasi Indonesia masih cukup rendah dan akan bertahan selama beberapa waktu ke depan.

    Jika inflasi rendah, ruang penurunan suku bunga semakin terbuka ke depan. Selain itu, BI juga mencermati perkembangan nilai tukar Rupiah yang tetap stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya.

    Selain itu, BI juga mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah tahun ini. Pelemahan ekonomi Indonesia bahkan tercatat pada kuartal terakhir 2024.

    “(Pertumbuhan ekonomi) 2024 sedikit lebih rendah dari 5% tapi di atas 5,1%. Tahun 2025, yang titik tengahnya 5,2% itu lebih rendah jadi 4,7%-5,5%. Ini menjadikan timing untuk penurunan suku bunga untuk menciptakan growth story yang lebih baik,” beber Perry.

     

  • SBN Luncurkan Token IDDB, Tercatat di OJK Sandbox – Halaman all

    SBN Luncurkan Token IDDB, Tercatat di OJK Sandbox – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Sejahtera Bersama Nano (SBN) meluncurkan produk tokenisasi obligasi pertama di Indonesia melalui ID Digital Bonds (IDDB).

    Token IDDB merupakan proyek tokenisasi pertama di Indonesia yang mengadopsi teknologi tokenisasi pada aset keuangan dalam bentuk obligasi (bonds).

    “IDDB merupakan hasil pengembangan dan kolaborasi bersama antara Nanovest sebagai crypto exchange yang berlisensi Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK), PT Sejahtera Bersama Nano (SBN) selaku token issuer ID Digital Bonds (IDDB), STAR Asset Management selaku mitra manajer investasi, dan Bank Sinarmas selaku kustodian1 yang melakukan penyimpanan aset keuangan obligasi,” kata CEO SBN Gumarus Dharmawan William dalam keterangan tertulis, Jumat (17/1/2025).

    Tercatat di OJK Sandbox pada 8 Oktober 2024, token IDDB menarik lebih dari 100 pengguna terdaftar dengan total asset under management (AUM) mencapai lebih dari 79,000 dolar AS atau senilai Rp 1,2 miliar per Januari 2025.

    “Hal ini menjadi bukti nyata kepercayaan pelanggan dalam era aset keuangan digital yang semakin berkembang pesat di Indonesia,” ujar Gumarus.

    Ia menjelaskan di tengah aliran modal keluar yang tercatat oleh Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 8,81 triliun pada 16-19 Desember 2024, tokenisasi obligasi seperti IDDB digagas dan dirancang untuk mendukung pembangunan negara dengan meningkatkan capital inflow.

    Pada tahap awal, SBN telah melakukan tokenisasi pada obligasi pemerintah seri INDON 34 dalam denominasi dolar AS, memungkinkan para investor untuk mendapatkan eksposur ke obligasi INDON 34 dengan modal minimum yang jauh lebih rendah dibandingkan metode konvensional.

    Menurut Research and Markets, pasar tokenisasi global diprediksi akan terus tumbuh pesat, dengan nilai pasar meningkat dari 2.8 miliar dolar AS pada 2023 menjadi 3.45 miliar dolar AS pada 2024, dan diproyeksikan mencapai 8.32 miliar dolar AS pada 2028, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 24.6 persen.

    Gumarus menilai tokenisasi melalui blockchain memiliki potensi besar dalam merevolusi akses dan efisiensi di sektor keuangan.

    Oleh karena itu, para calon investor akan mendapatkan berbagai keuntungan menarik melalui token IDDB ini.

    Transaksi pembelian obligasi negara khususnya INDON 34 saat ini memiliki minimum nilai transaksi 200,000 dolar AS atau sekitar Rp 3.2 miliar.

    Hal ini tentu membuat instrumen ini sangat susah diakses oleh investor yang lebih luas. Token IDDB membawa inovasi dan membuka peluang bagi para investor untuk memperoleh eksposur ke INDON 34 hanya dengan minimum transaksi sebesar 100 dolar AS atau sekitar Rp1,6 juta.

    “Saat ini IDDB telah resmi tercatat sebagai peserta Sandbox OJK dan dengan ini kami berkomitmen untuk terus berkolaborasi dengan regulator untuk bersama-sama memajukan proyek tokenisasi RWA di Indonesia. Kami yakin IDDB dapat menghadirkan likuiditas, transparansi, dan aksesibilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya di aset keuangan obligasi,” jelas Gumarus.

     

  • Kemudahan Transfer Uang Bikin Orang Gemar Pakai Dompet Digital

    Kemudahan Transfer Uang Bikin Orang Gemar Pakai Dompet Digital

    Jakarta

    Kemajuan teknologi membuat sejumlah sektor turut mengalami perubahan, salah satunya melalui kehadiran dompet digital. Bisa dikatakan kehadiran dompet digital mendapatkan sambutan positif.

    Bahkan dari tahun ke tahun jumlah pengguna dompet digital terus mengalami peningkat. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa volume transaksi elektronik sebanyak 1,84 miliar transaksi pada Agustus 2024.

    Volumenya meningkat 4,56% dibanding bulan sebelumnya yang mencetak 1,76 miliar transaksi. Demikian pula nilai transaksi elektronik sebesar Rp220,87 triliun pada Agustus 2024, tumbuh 3,18% dibanding bulan sebelumnya.

    Ada banyak hal yang membuat orang-orang gemar melakukan transaksi dengan dompet digital, salah satunya yakni lewat kehadiran transfer uang. Fitur tersebut memberikan kemudahan kepada para pengguna untuk melakukan berbagai transaksi apapun dan di mana pun.

    Sebelumnya, masyarakat harus keluar rumah dan mentransfer sejumlah uang melalui ATM. Tak hanya itu, layanan transfer gratis seperti yang dihadirkan oleh dompet digital DANA juga menjadi daya tarik tersendiri.

    DANA menjadi salah satu dompet digital yang menyuguhkan sejumlah layanan gratis, salah satunya melalui fitur Kode Tunai. Dengan fitur Kode Tunai, pengguna DANA bisa kirim uang ke orang yang bukan pengguna DANA, juga bisa kirim uang ke sesama pengguna DANA secara gratis.

    Foto: DANA

    Fitur ini cocok untuk berbagi uang dengan siapa saja, kapan saja, bahkan jika penerima belum memiliki akun DANA.

    Cara Menggunakan Kode Tunai:

    · Tap Kirim di Beranda DANA, lalu pilih Kirim Kode Tunai.

    · Masukkan nomor HP penerima & jumlah uang yang mau ditransfer.

    · Tap Bayar, lalu masukkan PIN DANA kamu.

    · Share Kode Unik ke penerima untuk klaim uangnya.

    Selain mengirimkan uang, pengguna bisa mengklaim uang lewat Kode Tunai dengan cara berikut:

    · Setelah dapat Kode Unik dari pengirim, tap link yang dibagikan.

    · Masukkan nomor HP kamu & Kode Unik.

    · Pilih mau klaim uangnya lewat mana: Saldo DANA, atau Rekening Bank.

    · Jika lewat Saldo DANA, daftar akun DANA untuk klaim uangnya.

    · Jika lewat Rekening Bank, masukkan rekening bank yang akan dikirim.

    Mudah bukan? Yuk segera unduh dan pakai fitur Kode DANA sekarang!

    (akd/ega)

  • Analis sebut rupiah sulit lebih menguat lagi

    Analis sebut rupiah sulit lebih menguat lagi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Analis sebut rupiah sulit lebih menguat lagi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 17 Januari 2025 – 18:05 WIB

    Elshinta.com – Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah sulit menguat lagi dibanding mata uang Asia lainnya karena penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate.

    “Rupiah sulit menguat lebih tinggi lagi dibanding mata uang Asia lainnya karena penurunan bunga acuan BI kemarin,” ujarnya kepada Antara di Jakarta, Jumat (17/1). 

    Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Januari 2025 pada Selasa (14/1/2025) dan Rabu (15/1/2025) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi berada di level 5,75 persen.

    Suku bunga deposit facility turun 25 bps menjadi di level 5 persen. Suku bunga lending facility juga diputuskan untuk turun 25 bps menjadi di level 6,5 persen.

    “Risiko ketidakpastian global masih belum mereda baik di pasar keuangan maupun geopolitik, sehingga pelaku pasar butuh suku bunga yang lebih tinggi yang lebih lama,” ungkap Rully.

    Di sisi lain, indeks dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan menjadi 108,6 dan yield obligasi AS turun jadi 4,61 persen.

    Federal Reserve (The Fed) juga memberikan pernyataan dovish yang berefek terhadap kurs rupiah.

    “The Fed tidak menghilangkan peluang penurunan suku bunga di paruh pertama tahun ini, bahkan di meeting Maret jika inflasi terus membaik,” kata dia.

    Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada penutupan perdagangan hari ini melemah 4 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.380 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.376 per dolar AS.

    Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat justru menguat ke level Rp16.373 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.378 per dolar AS.

    Sumber : Antara

  • Kinerja Dunia Usaha Kuartal IV/2024 Melambat, Tertekan Pertanian dan Perkebunan

    Kinerja Dunia Usaha Kuartal IV/2024 Melambat, Tertekan Pertanian dan Perkebunan

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan kinerja kegiatan dunia usaha tetap terjaga pada kuartal IV/2024, meski tercatat melambat khususnya pada lapangan usaha pertanian dan perkebunan.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampikan terjaganya dunia usaha secara umum tecermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang tetap positif sebesar 12,46%.

    Angka tersebut terpantau lebih rendah dari periode kuartal III/2024 yang mencapai 14,4%.

    “Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha [SKDU] mengindikasikan kinerja kegiatan dunia usaha tetap terjaga pada kuartal IV/2024,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (17/1/2025).

    Denny menjelaskan kinerja mayoritas Lapangan Usaha (LU) tercatat positif dengan SBT tertinggi yaitu Jasa Keuangan dengan SBT sebesar 1,95%, diikuti LU Informasi dan Komunikasi dengan SBT sebesar 1,34%, serta LU Transportasi dan Pergudangan SBT 1,25%.

    Kinerja tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas saat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan tahun baru sehingga menjaga permintaan domestik.

    Sementara itu, LU Pertanian, Kehutanan, Perikanan mencatat SBT -0,77% yang diindikasikan turun cukup dalam dan menahan pertumbuhan kinerja dunia usaha.

    Denny menjelaskan bahwa masuknya musim tanam pada Tanaman Pangan dan adanya peningkatan curah hujan sehingga menurunkan kinerja usaha Hortikultura (SBT -0,15%) dan Perkebunan (SBT -0,2%).

    Adapaun sejalan dengan melambatnya kinerja kegiatan dunia usaha, kapasitas produksi terpakai pada kuartal IV/2024 juga turun ke level 72,91% dari posisi 73,13% pada kuartal sebelumnya.

    Kapasitas produksi terpakai diindikasi melambat pada mayoritas LU yaitu LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (70,28%), LU Pertambangan dan Penggalian (67,03%), dan LU Industri Pengolahan (70,57%) dan LU Pengadaan Listrik (81,84%).

    Sementara itu, LU Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (74,84%) menjadi satu-satunya LU dengan kapasitas produksi yang meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan usahanya.

    Berbeda dengan kondisi keuangan dunia usaha secara umum lebih baik, khususnya pada aspek likuiditas dan rentabilitas, dengan akses kredit yang tetap mudah.

  • Proyeksi Bank Dunia 5,1 Persen, Menko Airlangga Tetap Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Tembus 5,2 Persen

    Proyeksi Bank Dunia 5,1 Persen, Menko Airlangga Tetap Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Tembus 5,2 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan Indonesia pada 2025 hanya akan mencapai 5,1 persen. Angka ini berada di bawah target pertumbuhan ekonomi 2025 dari pemerintah yang sebesar 5,2 persen.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah tetap konsisten akan berupaya mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen. Hal ini dilakukan dengan menggenjot sumber pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

    “Pemerintah sih tetap optimistis. Ini kan masih bulan Januari, jadi kita lihat saja perkembangan ke depan,” ucap Airlangga di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Jumat (17/1/2025).

    Momentum bulan Ramadan dan perayaan Idulfitri akan menjadi andalan pemerintah pada kuartal I 2025.  Hari Raya Idulfitri akan berlangsung pada  31 Maret 2025. Apabila melihat dari tahun-tahun sebelumnya konsumsi masyarakat melonjak saat momentum bulan Ramadan dan perayaan Idulfitri.

    “Pada Maret nanti ada Lebaran sehingga kita akan terus menggenjot sektor konsumsi,” tambah Airlangga dalam merespons pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Pada saat yang sama, pemerintah sedang menyelesaikan penggodokan kebijakan terkait devisa hasil ekspor (DHE) agar eksportir mau menyimpan modal di pasar keuangan domestik.

    Apabila investor lebih banyak menyimpan modal di dalam negeri, maka akan menjadi bantalan saat perekonomian dunia sedang mengalami goncangan.

    “Kami sedang fine tuning yang terakhir, mudah-mudahan ini segera bisa kita meluncurkan sehingga fundamental daripada ketahanan ekonomi kita semakin baik,” tutur Airlangga.

    Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional Pertumbuhan ekonomi 2025  diperkirakan mencapai kisaran 4,7–5,5 persen, sedikit lebih rendah dari kisaran perkiraan sebelumnya 4,8-5,6 persen.

    “Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh baik dengan kecenderungan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya,” ucap  Gubernur BI Perry Warjiyo.

    Kinerja ekspor diperkirakan lebih rendah sehubungan dengan melambatnya permintaan  negara-negara mitra dagang utama, kecuali Amerika Serikat(AS). Konsumsi rumah tangga juga masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.

    “Pada saat yang sama, dorongan investasi swasta juga belum kuat karena masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun ekspor,” tutur Perry dalam menanggapi pertumbuhan ekonomi Indonesia.