Kementrian Lembaga: BI

  • Rupiah menguat seiring sikap pasar berubah terkait suku bunga Fed

    Rupiah menguat seiring sikap pasar berubah terkait suku bunga Fed

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat seiring sikap pasar berubah terkait suku bunga Fed
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 04 Agustus 2025 – 19:47 WIB

    Elshinta.com – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi sikap pasar yang mulai memperhitungkan kembali potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).

    Hal itu, menurut dia, disebabkan data pekerjaan Nonfarm Payrolls (NFP) Amerika Serikat (AS) jauh di bawah ekspektasi pasar.

    “Meskipun Tingkat Pengangguran hampir tidak berubah, pelemahan di pasar tenaga kerja membenarkan sikap Gubernur Fed Michelle Bowman dan Christopher Waller yang mendukung penurunan suku bunga sebesar 25 ‘basis points’ (bps) pada pertemuan The Fed 29-30 Juli lalu,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

    Mengutip Anadolu, NFP AS tercatat mencapai 73 ribu lapangan kerja pada bulan Juli 2025, jauh di bawah ekspektasi pasar yang sebesar 106 ribu. Adapun penambahan lapangan kerja untuk bulan Juni direvisi turun sebesar 133 ribu menjadi 14 ribu dari 147 ribu.

    Untuk tingkat pengangguran, naik tipis menjadi 4,2 persen pada bulan Juli dari 4,1 persen pada Juni, sesuai perkiraan. Jumlah pengangguran sedikit berubah di angka 7,2 juta pada bulan Juli, sementara tingkat partisipasi angkatan kerja berada di angka 62,2 persen.

    Selain itu, sentimen juga berasal dari sikap Presiden AS Donald Trump yang menerapkan tarif impor besar-besaran ke negara-negara seperti Kanada, Brasil, India, dan Taiwan. Tarif ini telah meningkatkan kekhawatiran inflasi dan berpotensi mengganggu arus perdagangan global.

    Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer mengatakan tarif yang diberlakukan pekan lalu pada sejumlah negara kemungkinan akan tetap berlaku, alih-alih dipotong sebagai bagian dari negosiasi berkelanjutan.

    Menurut Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong, data NFP AS yang melemahkan kurs dolar AS mendorong harapan pemangkasan suku bunga Fed sebanyak dua kali pada tahun ini sebesar 100 persen dengan total 50 basis points (bps).

    Ekspektasi tiga kali pemangkasan suku bunga dengan total 75 bps juga meningkat dari 46,4 persen menjadi 48,1 persen. Potensi pemotongan tersebut diperkirakan terjadi pada September, Oktober dan Desember.

    “Pelemahan besar pada data tenaga kerja ini besar kemungkinan karena kekhawatiran investor akan tarif Trump yang akan berdampak sangat negatif pada perekonomian AS,” kata Lukman.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Senin di Jakarta menguat sebesar 112 poin atau 0,68 persen menjadi Rp16.401 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.513 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.388 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.494 per dolar AS.

    Sumber : Antara

  • BI Papua: Penukaran kina ke rupiah di Pasar Skouw capai Rp9,6 miliar

    BI Papua: Penukaran kina ke rupiah di Pasar Skouw capai Rp9,6 miliar

    BI Papua berupaya agar warga PNG mau menukar uangnya dari kina ke rupiah sebelum berbelanja di pasar

    Jayapura (ANTARA) – Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua Faturachman mengatakan penukaran uang kina (mata uang Papua Nugini) ke rupiah di Pasar Skouw, perbatasan RI-PNG selama semester I 2025 mencapai Rp9,6 miliar.

    Penukaran kina ke rupiah di Pasar Skouw selama semester pertama tahun 2025 sebesar Rp9,6 miliar itu lebih besar dibanding penukaran rupiah ke kina.

    “Dari data yang dihimpun terungkap penukaran rupiah ke kina tercatat mencapai Rp5,7 miliar,” kata Faturachman di Jayapura, Senin.

    Ia mengatakan nilai penukaran itu diperoleh setelah para pelaku usaha yang membuka lapaknya di Pasar Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, menukarkan uang kina yang dimilikinya ke tempat penukaran uang.

    Saat ini tercatat empat pengusaha yang membuka usaha penukaran uang di Pasar Skouw.

    Ketika ditanya tentang masih berlangsungnya jual beli di Pasar Skouw menggunakan uang kina, Kepala KPw BI Papua Faturachman mengatakan sudah melaporkan hal itu ke pusat dan berharap dapat dibahas dalam pertemuan antar pejabat kedua negara.

    BI Papua sendiri terus berupaya melakukan sosialisasi dan memasang spanduk serta mengimbau para pedagang yang berjualan di Pasar Skouw menggunakan rupiah saat bertransaksi jual beli.

    Selain itu pihaknya juga sudah memasang spanduk menggunakan bahasa Inggris-Fiji yang merupakan bahasa sehari-hari warga PNG agar saat melakukan transaksi menggunakan uang rupiah.

    “BI Papua berupaya agar warga PNG mau menukar uangnya dari kina ke rupiah sebelum berbelanja di pasar,” kata Faturachman.

    Pasar Skouw di perbatasan RI-PNG, merupakan pasar yang setiap hari Selasa “diserbu” warga PNG untuk berbelanja berbagai kebutuhan baik bahan makanan hingga barang elektronik.

    Pewarta: Evarukdijati
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI luncurkan Kampanye QRIS Jelajah Indonesia 2025

    BI luncurkan Kampanye QRIS Jelajah Indonesia 2025

    kami berharap digitalisasi sistem pembayaran dapat terus diperluas secara berkelanjutan ke seluruh pelosok negeri

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) resmi meluncurkan Kampanye QRIS Jelajah Indonesia 2025, sebuah gerakan yang mengajak masyarakat berwisata sekaligus bertransaksi dengan instrumen keuangan digital.

    Inisiatif ini memadukan upaya pengembangan ekosistem pembayaran digital dengan dukungan wisata budaya Indonesia, serta diharapkan semakin mendorong digitalisasi sebagai basis memperkuat inklusi dan memajukan UMKM.

    Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin, menyampaikan bahwa pesatnya digitalisasi juga harus berjalan selaras dengan budaya dan pariwisata sebagai identitas bangsa Indonesia.

    “Melalui semangat budaya dan inovasi, kami berharap digitalisasi sistem pembayaran dapat terus diperluas secara berkelanjutan ke seluruh pelosok negeri, sekaligus mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia,” kata Filianingsih.

    Ia menambahkan bahwa BI senantiasa mengajak seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk terus bersinergi dalam menyukseskan QRIS Jelajah Indonesia Tahun 2025.

    Program yang dikemas dalam bentuk kompetisi ini akan diselenggarakan di seluruh 46 Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) BI.

    Informasi lebih lanjut mengenai QRIS Jelajah Indonesia dapat diakses melalui website www.bi.go.id serta qrisjelajah.id.

    Sebagai informasi, hingga semeter I 2025, BI mencatat transaksi QRIS menembus 6,05 miliar transaksi dengan nilai Rp579 triliun.

    Pada periode yang sama, QRIS telah menjangkau 57 juta pengguna dan 39,3 juta merchant yang sebesar 93,16 persen di antaranya merupakan UMKM.

    Dalam kick off QRIS Jelajah Indonesia 2025 di Yogyakarta, Senin (4/8), BI turut melaksanakan peluncuran QRIS Tanpa Pindai (QRIS TAP) sektor transportasi DIY.

    QRIS TAP merupakan metode pembayaran berbasis teknologi Near Field Communication (NFC) yang dirancang untuk memberi alternatif cara pembayaran bagi kebutuhan transaksi massal yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal seperti di sektor transportasi.

    Implementasi QRIS TAP juga menandai langkah integratif antara sistem pembayaran digital dan layanan transportasi publik untuk mendukung sektor pariwisata.

    Inovasi ini menjadi bagian penting dari upaya transformasi digital nasional yang berorientasi pada pelayanan publik di sektor strategis.

    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan Pemerintah DIY terus berkomitmen dalam membangun ekosistem perekonomian yang inklusif dan berkelanjutan.

    “Di tengah perkembangan digitalisasi dan teknologi, pentingnya menjaga harmoni agar tetap elok di era digital melalui pemanfaatan teknologi yang digunakan tidak semata untuk pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk pemerataan dan kebermanfaatan bersama,” kata Sri Sultan.

    Komitmen ini juga ditunjukkan dengan hadirnya Walikota/Bupati se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) DIY, Penyedia Jasa Sistem Pembayaran, Public Transport Operator, serta asosiasi dan pelaku usaha di DIY pada acara tersebut.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rapor Ekonomi 4 Tahun Terakhir, Bagaimana Nasib Kuartal II/2025?

    Rapor Ekonomi 4 Tahun Terakhir, Bagaimana Nasib Kuartal II/2025?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 2/2025 pada Selasa (5/8/2025). Banyak ekonom memproyeksikan bahwa kinerja ekonomi kuartal II/2025 akan melambat baik year on year maupun q to q.

    Proyeksi perlambatan ekonomi tersebut terjadi sejumlah faktor mulai dari pelemahan daya beli, industri yang belum bergeliat, dan banyaknya pengangguran. Perlambatan ekonomi pada kuartal II/2025 dan realisasi kuartal I/2021 yang juga belum sesuai ekspektasi itu menjadi peringatan dini bagi pemerintah terkait dengan kinerja perekonomian Indonesia sampai akhir tahun mendatang.

    Dalam catatan Bisnis, sejak kuartal II/2021 – kuartal II/2024, ekonomi Indonesia selalu berada di atas 5%. Meski di atas 5%, ekonomi Indonesia terus mengalami penyusutan selama 4 tahun terakhir.

    Pada tahun 2021, misalnya, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal mencapai 7,07%. Pertumbuhan tinggi pada kuartal 2021/2021 itu terjadi karena baseline tahun sebelumnya yang sangat rendah akibat pandemi Covid-19.

    Namun demikian, sejak tahun 2022, realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II berangsur menciut. Pada waktu itu, ekonomi hanya tumbuh di angka 5,44%. Angka itu terus menurun pada kuartal II/2023 menjadi 5,17%. Puncaknya, pada kuartal II/2024 pertumbuhan ekonomi tersisa di angka 5,02%.

    Tren perlambatan ekonomi kuartal II selama 4 tahun terakhir itu dipicu oleh sejumlah faktor. Kalau menilik data BPS, stagnasi kinerja manufaktur menjadi salah satu pemicu. Sebagai contoh pada kuartal II/2024, misalnya, kontribusi manufaktur ke PDB masih di bawah angka 20%. Angkanya sebesar 18,52%. Selain itu penurunan harga komoditas juga memicu penurunan kontribusi sektor pertambangan dari angka 10,49% pada kuartal II/2023 menjadi 8,78%.

    Selain kontribusi manufaktur, dari sisi pengeluaran, pada waktu itu ada penurunan kontribusi investasi yang direpresentasikan dari pembentukan modal tetap bruto yang tercatat dari 27,92% menjadi 27,89%. Belanja pemerintah juga demikian dari 7,43% menjadi 7,31%. Semua data itu terjadi pada kuartal II/2023 dan kuartal II/2024.

    Lalu Bagaimana dengan Kuartal II/2025?

    Berdasarkan proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB pada tiga bulan kedua 2025 adalah 4,8% (YoY). Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6%.

    Proyeksi pertumbuhan tertinggi yakni 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia.

    Sementara itu, terendah diramalkan oleh Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang, serta Fakhrul Fulvian dari Trimegah Securites juga memproyeksikan pertumbuhan hanya 4,65%.

    Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%.

    Adapun Office of Chief of Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 4,79% YoY atau sedikit lebih rendah dari kuartal sebelumnya yaitu 4,87% YoY.

    Sementara itu, pertumbuhan diperkirakan sebesar 3,71% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) pada kuartal II/2025 sehingga bangkit dari kontraksi -0,98% QoQ pada kuartal I/2025.

    Andry menyebut pertumbuhan yang lebih rendah secara tahunan pada kuartal II/2025 dipicu oleh di antaranya konsumsi rumah tangga karena faktor musiman dan perilaku belanja yang selektif. Kendati demikian, bantuan sosial (bansos) pemerintah yang ditingkatkan bisa membantu perlambatan konsumsi masyarakat.

    Sementara itu, aktivitas investasi atau PMTB diperkirakan tumbuh sederhana. Itu terlihat dari penjualan semen dan turunnya penyaluran dana pinjaman yang produktif.

    “Hal ini menunjukkan laju pembentukan modal yang lebih terukur karena pendekatan wait and see dari sektor usaha,” ungkap Andry melalui keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).

    Sementara itu, belanja pemerintah diperkirakan pulih pada tiga bulan kedua 2025 dari kontraksi pada kuartal sebelumnya. Kendati total belanja masih lamban, namun belanja pemerintah untuk pegawia dan bansos diramal naik.

    Adapun ekspor diperkirakan meningkat pada kuartal II/2025 yang dipicu oleh strategi frontloading penerapan tarif impor 19% oleh Amerika Serikat (AS). Seperti diketahui, frontloading merujuk pada kegiatan belanja yang dimajukan awal tahun.

    Strategi belanja itu diperkirakan membantu kinerja net ekspor di tengah perdagangan global yang masih lemah.

    Pelambatan Konsumsi

    Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan PDB kuartal II/2025 yang lebih rendah yakni hanya 4,76% YoY. Pertumbuhan itu lebih rendah dari capaian kuartal I/2025 yaitu 4,87%. Konsumsi yang melambat lagi-lagi diperkirakan menjadi momoknya.

    Menurut Josua, ada empat faktor kunci yang memengaruhi perlambatan konsumsi. Pertama, konsumsi rumah tangga yang diproyeksikan menurun menjadi 4,77% dari sebelumnya 4,89% karena berkurangnya efek musiman dari periode Ramadan dan Idulfitri.

    Momentum tersebut sebagian besar sudah terserap pada kuartal I/2025 sehingga memiliki efek terbatas pada kuartal setelahnya. Indikator yang memperkuat kondisi tersebut antara lain penurunan penjualan eceran.

    Kedua, survei konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa meski Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 berada pada level optimis sebesar 117,8, ekspektasi penghasilan konsumen ke depan sedikit menurun, tercatat dari 135,4 menjadi 133,2.

    “Penurunan ekspektasi penghasilan ini juga menandakan bahwa konsumen mulai waspada dan memperketat pengeluaran, serta memilih menabung lebih sedikit dan mengalokasikan lebih banyak proporsi pendapatan mereka untuk konsumsi harian (rasio konsumsi terhadap pendapatan naik dari 74,3% menjadi 75,1%),” terangnya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025).

    Ketiga, efisiensi belanja pemerintah juga diakui memengaruhi konsumsi rumah tangga. Josua menyoroti bahwa efisiensi belanja pemerintah dapat mengurangi stimulasi terhadap perekonomian domestik, terutama dari sisi permintaan.

    “Ketika pemerintah mengurangi belanja, khususnya di sektor-sektor yang langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat, seperti bantuan sosial, subsidi energi, atau insentif lainnya, maka daya beli masyarakat berpotensi terdampak secara negatif,” terangnya.

  • Konsensus Ekonom Ramal Ekonomi RI Kuartal II/2025 Tumbuh 4,8%, Ini Alasannya

    Konsensus Ekonom Ramal Ekonomi RI Kuartal II/2025 Tumbuh 4,8%, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonomi Indonesia sepanjang April-Juni 2025 atau kuartal II/2025 diproyeksikan tumbuh hanya 4,8% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga hingga efisiensi pemerintah diperkirakan menjadi faktor pemicu pertumbuhan tersebut. 

    Berdasarkan proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB pada tiga bulan kedua 2025 adalah 4,8% (YoY). Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6%.

    Proyeksi pertumbuhan tertinggi yakni 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia. 

    Sementara itu, terendah diramalkan oleh Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang, serta Fakhrul Fulvian dari Trimegah Securites juga memproyeksikan pertumbuhan hanya 4,65%. 

    Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%. 

    Adapun Office of Chief of Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 4,79% YoY atau sedikit lebih rendah dari kuartal sebelumnya yaitu 4,87% YoY. 

    Sementara itu, pertumbuhan diperkirakan sebesar 3,71% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) pada kuartal II/2025 sehingga bangkit dari kontraksi -0,98% QoQ pada kuartal I/2025. 

    Andry menyebut pertumbuhan yang lebih rendah secara tahunan pada kuartal II/2025 dipicu oleh di antaranya konsumsi rumah tangga karena faktor musiman dan perilaku belanja yang selektif. Kendati demikian, bantuan sosial (bansos) pemerintah yang ditingkatkan bisa membantu perlambatan konsumsi masyarakat. 

    Sementara itu, aktivitas investasi atau PMTB diperkirakan tumbuh sederhana. Itu terlihat dari penjualan semen dan turunnya penyaluran dana pinjaman yang produktif.

    “Hal ini menunjukkan laju pembentukan modal yang lebih terukur karena pendekatan wait and see dari sektor usaha,” ungkap Andry melalui keterangan tertulis, Senin (4/8/2025). 

    Sementara itu, belanja pemerintah diperkirakan pulih pada tiga bulan kedua 2025 dari kontraksi pada kuartal sebelumnya. Kendati total belanja masih lamban, tetapi belanja pemerintah untuk pegawai dan bansos diramal naik.

    Adapun ekspor diperkirakan meningkat pada kuartal II/2025 yang dipicu oleh strategi frontloading penerapan tarif impor 19% oleh Amerika Serikat (AS). Seperti diketahui, frontloading merujuk pada kegiatan belanja yang dimajukan awal tahun. Strategi belanja itu diperkirakan membantu kinerja net ekspor di tengah perdagangan global yang masih lemah.

    Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan PDB kuartal II/2025 yang lebih rendah yakni hanya 4,76% YoY. Pertumbuhan itu lebih rendah dari capaian kuartal I/2025 yaitu 4,87%. Konsumsi yang melambat lagi-lagi diperkirakan menjadi momoknya. 

    Menurut Josua, ada empat faktor kunci yang memengaruhi perlambatan konsumsi. Pertama, konsumsi rumah tangga yang diproyeksikan menurun menjadi 4,77% dari sebelumnya 4,89% karena berkurangnya efek musiman dari periode Ramadan dan Idulfitri. 

    Momentum tersebut sebagian besar sudah terserap pada kuartal I/2025 sehingga memiliki efek terbatas pada kuartal setelahnya. Indikator yang memperkuat kondisi tersebut antara lain penurunan penjualan eceran. 

    Kedua, survei konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa meski Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 berada pada level optimis sebesar 117,8, ekspektasi penghasilan konsumen ke depan sedikit menurun, tercatat dari 135,4 menjadi 133,2. 

    “Penurunan ekspektasi penghasilan ini juga menandakan bahwa konsumen mulai waspada dan memperketat pengeluaran, serta memilih menabung lebih sedikit dan mengalokasikan lebih banyak proporsi pendapatan mereka untuk konsumsi harian [rasio konsumsi terhadap pendapatan naik dari 74,3% menjadi 75,1%],” terangnya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025). 

    Ketiga, efisiensi belanja pemerintah juga diakui memengaruhi konsumsi rumah tangga. Josua menyoroti bahwa efisiensi belanja pemerintah dapat mengurangi stimulasi terhadap perekonomian domestik, terutama dari sisi permintaan. 

    “Ketika pemerintah mengurangi belanja, khususnya di sektor-sektor yang langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat, seperti bantuan sosial, subsidi energi, atau insentif lainnya, maka daya beli masyarakat berpotensi terdampak secara negatif,” terangnya. 

    Adapun pada sisi ketenagakerjaan, serapan dari PMTB atau investasi meningkat pada kuartal II/2025 yakni 665.764 orang dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 594.104 orang. Meski demikian, peningkatan investasi khususnya penanaman modal asing (PMA) yang mencapai Rp477,7 triliun pada kuartal II/2025 tidak serta-merta memberikan dampak signifikan terhadap konsumsi domestik secara cepat. 

    Sebab, sifat investasi yang cenderung membutuhkan waktu untuk terealisasi secara penuh ke dalam daya beli masyarakat. Selanjutnya, inflasi Juli 2025 yang mencapai 2,37% YoY juga dinilai memengaruhi konsumsi masyarakat. 

    Secara keseluruhan, perlambatan konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025 lebih disebabkan oleh kombinasi efek musiman yang berkurang, peningkatan kehati-hatian konsumen, dampak dari efisiensi belanja pemerintah yang menahan stimulus fiskal, serta tekanan inflasi pada kelompok barang tertentu. 

    “Sehingga, perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut menjadi tantangan utama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5% pada periode tersebut,” pungkas Josua. 

  • Begini Jurus BI Hadapi Fenomena Rojali-Rohana di Mal

    Begini Jurus BI Hadapi Fenomena Rojali-Rohana di Mal

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) menyoroti fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) yang banyak ditemui di pusat perbelanjaan atau mal. BI menilai bahwa fenomena ini menjadi sinyal bahwa masyarakat yang sedang menyesuaikan pola konsumsi dengan kondisi terkini.

    Melihat hal ini, BI berusaha menjaga roda ekonomi tetap bergerak, dengan menurunkan BI Rate atau suku bunga acuan. Sepanjang semester I-2025, BI telah menurunkan suku bunga acuan tiga kali.

    Pertama pada Januari turun 25 bps menjadi 5,75%, pada Mei turun 25 bps menjadi 5,5%, dan terakhir pada Juni turun 25 bps menjadi 5,25% Tujuannya, untuk mendorong perbankan agar bisa menyalurkan kredit dengan bunga yang lebih terjangkau.

    “Sehingga konsumsi dan investasi tetap tumbuh di tengah tantangan. Didukung sinergi berbagai pihak, kebijakan ini diharapkan dapat membuka ruang lebih banyak bagi peluang usaha, akses pembiayaan, dan perputaran ekonomi berkelanjutan,” tulis BI dikutip dari akun Instagram resmi, Minggu (3/8/2025).

    BI menjelaskan, ketika suku bunga acuan turun, bank bisa mendapatkan atau menghimpun dana dengan biaya yang lebih rendah atau biasa disebut penurunan biaya dana (cost of fund). Hal ini juga memberikan ruang untuk menawarkan kredit dengan bunga yang lebih kompetitif kepada masyarakat dan dunia usaha.

    Dengan begitu, diharapkan akan mendorong masyarakat untuk lebih leluasa dalam melakukan konsumsi dan investasi, seperti membeli aset dan juga ekspansi usaha lewat pembiayaan permodalan.

    “Untuk mendapatkan hasil optimal dari kebijakan ini tentunya dibutuhkan sinergi dari berbagai mitra strategis. Sinergi dengan pemerintah, pelaku usaha, perbankan, dan masyarakat agar dampak kebijakan bisa dirasakan nyata,” katanya.

    (kil/kil)

  • Waspada! Modus Penipuan Berkedok Hadiah dengan Catut Nama & Foto Gubernur BI

    Waspada! Modus Penipuan Berkedok Hadiah dengan Catut Nama & Foto Gubernur BI

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati terhadap maraknya penipuan belakangan ini tang mengatasnamakan BI dalam bentuk surat izin pencairan hadiah. Bahkan untuk mengelabui korban, dalam surat tersebut disertai dengan foto Gubernur BI, Perry Warjiyo.

    Melansir dari akun Instagram @bank_indonesia, Minggu (3/8/2025) menegaskan bahwa BI tidak pernah tidak pernah melakukan aktivitas komersial seperti bank umum, apalagi menerbitkan dokumen pencairan hadiah atau meminta sejumlah uang dalam bentuk apapun.

    “Sehingga informasi yang dicantumkan tersebut sudah dipastikan hal itu adalah Hoax,” katanya.

    BI pun meminta masyarakat untuk selalu memverifikasi kebenaran informasi melalui kanal resmi BI. Selain itu, masyarakat diminta untuk memastikan fakta yang ingin disebarkan terkait dengan informasi BI benar adanya.

    “Sobat pernah tertipu atau menemukan modus penipuan terkait Bank Indonesia? Jangan ragu untuk selalu #BeriMakna dengan menghubungi #BICARA131 untuk layanan pengaduan dan informasi sesuai faktanya ya!” katanya.

    (kil/kil)

  • BI Sebut Fenomena Rojal Jadi Sinyal Masyarakat Lagi Sesuaikan Pola Konsumsi

    BI Sebut Fenomena Rojal Jadi Sinyal Masyarakat Lagi Sesuaikan Pola Konsumsi

    Jakarta

    Belakangan ini fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) banyak ditemui di pusat perbelanjaan atau mal. Umumnya mereka hanya sekedar melihat-lihat barang yang dijual di pusat perbelanjaan tersebut.

    Bank Indonesia (BI) menilai bahwa fenomena ini menjadi sinyal bahwa masyarakat yang sedang menyesuaikan pola konsumsi dengan kondisi terkini.

    Melihat hal ini, BI berusaha menjaga roda ekonomi tetap bergerak, dengan menurunkan BI Rate atau suku bunga acuan. Adapun sepanjang Semester I 2025, BI telah menurun suku bunga acuan hingga tiga kali. Pertama pada Januari 2025 yang turun 25 bps menjadi 5,75%, kemudian pada Mei 2025 turun 25 bps menjadi 5,5%, dan terakhir pada Juni 2025 yang turun 25 bps menjadi 5,25%

    Tujuanya, untuk mendorong perbankan agar bisa menyalurkan kredit dengan bunga yang lebih terjangkau.

    “Sehingga konsumsi dan investasi tetap tumbuh di tengah tantangan. Didukung sinergi berbagai pihak, kebijakan ini diharapkan dapat membuka ruang lebih banyak bagi peluang usaha, akses pembiayaan, dan perputaran ekonomi berkelanjutan,” katanya dikutip dari akun Instagram resminya, Minggu (3/8/2025).

    BI menjelaskan, ketika suku bunga acuan turun, bank bisa mendapatkan atau menghimpun dana dengan biaya yang lebih rendah atau biasa disebut penurunan biaya dana (cost of fund). Hal ini juga memberikan ruang untuk menawarkan kredit dengan bunga yang lebih kompetitif kepada masyarakat dan dunia usaha.

    Dengan begitu, diharapkan akan mendorong masyarakat untuk lebih leluasa dalam melakukan konsumsi dan investasi, seperti membeli aset dan juga ekspansi usaha lewat pembiayaan permodalan.

    “Untuk mendapatkan hasil optimal dari kebijakan ini tentunya dibutuhkan sinergi dari berbagai mitra strategis. Sinergi dengan pemerintah, pelaku usaha, perbankan, dan masyarakat agar dampak kebijakan bisa dirasakan nyata,” katanya.

    (kil/kil)

  • Inflasi Inti Tumbuh Lambat, Inflasi Umum Melesat: Sinyal Daya Beli Belum Pulih

    Inflasi Inti Tumbuh Lambat, Inflasi Umum Melesat: Sinyal Daya Beli Belum Pulih

    Bisnis.com, JAKARTA — Tren melambatnya inflasi komponen inti secara tahunan sejak Mei 2025 di tengah inflasi umum yang justru melesat, menjadi sinyal dan bukti bahwa daya beli masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih. 

    Sekalipun pemerintah klaim bahwa daya beli mulai membaik, tetapi data berkata lain. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi inti pada Juli 2025 sebesar 2,32% year on year (YoY). Angka tersebut lebih rendah dari periode Juni yang sebesar 2,37% maupun Mei yang sebesar 2,40%, bahkan dari April yang mencapai 2,50%. 

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai pelemahan inflasi inti secara tahunan dalam tiga bulan terakhir menunjukkan indikasi mulai melemahnya tekanan permintaan domestik struktural. 

    Padahal di awal tahun, inflasi inti sempat tinggi karena dorongan konsumsi pascaLebaran, kenaikan harga jasa, serta ekspektasi pasar terhadap insentif fiskal dan kebijakan upah. 

    “Namun ketika inflasi inti justru turun di saat yang sama inflasi umum merangkak naik, ini menandakan bahwa tekanan harga yang terjadi bukan bersumber dari penguatan permintaan, tapi dari sisi suplai yang menegang terutama pangan dan energi,” ujarnya, Minggu (3/8/2025). 

    Menurutnya, kondisi ini mencerminkan terjadinya divergensi daya beli masyarakat bawah tertekan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, sementara kelompok menengah ke atas justru cenderung menahan konsumsi barang dan jasa non-esensial. Artinya, konsumsi masyarakat berjalan, tapi tidak mengarah pada perbaikan kualitas permintaan. 

    Rizal mengkhawatirkan apabila tren ini berlanjut, maka dalam jangka pendek kita justru menghadapi risiko dual pressure alias tekanan ganda. Di mana harga pangan tetap tinggi, tetapi daya dorong konsumsi domestik mulai melemah.

    Pasalnya, BPS menunjukkan bahwa inflasi secara umum yang sebesar 2,37%, naik dari 1,87% pada bulan sebelumnya, lebih diakibatkan meningkatnya harga pangan, bukan pulihnya daya beli yang tercermin dalam komponen inti. 

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menuturkan bahwa secara keseluruhan, tren pelemahan inflasi inti menunjukkan bahwa daya beli masyarakat dan aktivitas ekonomi domestik masih berada di bawah potensinya.

    “[Ini] mencerminkan moderasi pada daya beli masyarakat serta pelemahan aktivitas konsumsi rumah tangga secara umum, yang dapat disebabkan oleh perlambatan ekonomi domestik atau sentimen konsumen yang menurun,” jelasnya. 

    Menurutnya, kondisi ini menciptakan dinamika yang menarik, sementara inflasi umum naik karena faktor jangka pendek yang cenderung bergejolak dan bersifat sementara, inflasi inti justru turun karena melambatnya permintaan yang lebih struktural.

    Kebijakan Moneter jadi Kompleks 

    Baik Rizal maupun Josua sepakat bahwa situasi ini menjadi sinyal kompleks bagi kebijakan moneter. Di satu sisi, inflasi umum yang naik menahan ruang pelonggaran suku bunga. Namun, di sisi lain, inflasi inti yang turun bisa terbaca sebagai tanda bahwa fundamental permintaan belum sepenuhnya pulih. 

    Maklum, tugas Bank Indonesia selain menjaga stabilitas rupiah, ikut serta dalam menjaga inflasi sesuai dalam sasaran 1,5%—3,5%.

    Rizal dari Indef melihat skenario “suku bunga tinggi dalam waktu lebih lama” (higher for longer) berpeluang dipertahankan, sambil menanti kestabilan harga dari sisi pasokan khususnya pangan dan energi sebelum otoritas mengambil langkah akomodatif.

    Sementara Josua menyampaikan bahwa situasi ini menandakan ruang pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka, terutama jika tekanan harga yang berasal dari komponen volatile dapat dikendalikan secara efektif. 

    Oleh karena itu, kebijakan makroekonomi harus fokus pada peningkatan konsumsi domestik melalui stimulus fiskal maupun pelonggaran moneter secara selektif. 

    “Sekaligus memastikan bahwa tekanan harga dari sisi suplai, terutama bahan pangan, tetap terkendali guna menghindari tekanan inflasi umum yang berlebihan,” tuturnya. 

  • Bank Indonesia gagas Festival Salawaku, buka peluang UMKM naik kelas

    Bank Indonesia gagas Festival Salawaku, buka peluang UMKM naik kelas

    ANTARA – Bank Indonesia Kantor Perwakilan Maluku Utara menyelenggarakan Festival Salawaku di Kota Ternate pada 1-3 Agustus. Acara yang diikuti oleh sebanyak 29 pelaku UMKM ini bertujuan untuk membuka kesempatan bagi pelaku UMKM yang menjadi peserta untuk terus berkembang dan naik kelas sehingga bisa mengembangkan produk untuk mengisi pasar lokal hingga global. (Harmoko Minggu/Sandy Arizona/Rinto A Navis)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.