Kementrian Lembaga: Bea Cukai

  • TPS terapkan strategi hadapi potensi lonjakan aktivitas Lebaran

    TPS terapkan strategi hadapi potensi lonjakan aktivitas Lebaran

    TPS telah melakukan berbagai persiapan untuk memastikan kelancaran operasional selama peak season, baik dari sisi operasional, SDM, engineering, IT, serta safety and security,

    Surabaya (ANTARA) – PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) menerapkan serangkaian strategi untuk menghadapi potensi lonjakan aktivitas di pelabuhan dan terminal saat Lebaran terutama yang mempengaruhi arus barang.

    “TPS telah melakukan berbagai persiapan untuk memastikan kelancaran operasional selama peak season, baik dari sisi operasional, SDM, engineering, IT, serta safety and security,” kata Direktur Operasi TPS Rino Wisnu Putro di Surabaya, Rabu.

    Rino menyebutkan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan aktivitas layanan di TPS sendiri yaitu antara lain arus masuk barang untuk kebutuhan Idul Fitri, pembatasan operasional truk di jalan nasional baik tol maupun non-tol, serta libur nasional dan cuti bersama.

    Selain itu, TPS juga mengantisipasi potensi lonjakan layanan karena adanya hal/peristiwa tak terduga seperti kongesti di pelabuhan asal (loading port) maupun pelabuhan tujuan (destination port) yang akan berdampak pada peningkatan okupansi lapangan penumpukan atau Yard Occupancy Ratio (YOR).

    Untuk itu, TPS telah menyiapkan serangkaian strategi dalam rangka memastikan kelancaran layanan seperti berkoordinasi dengan Bea Cukai dalam hal izin pengaturan area penumpukan peti kemas ekspor dan impor untuk mengantisipasi peningkatan YOR.

    Selanjutnya, pelaksanaan housekeeping atau pembersihan lapangan penumpukan peti kemas impor yang bertujuan untuk menyiapkan ruang penumpukan bagi peti kemas impor yang akan datang setelah proses pembongkaran dari kapal.

    Kemudian juga peningkatan operasional stack height menjadi lima tumpukan (tier) untuk kapal feeder yang akan meningkatkan kapasitas penumpukan untuk peti kemas ekspor tujuan Singapura atau Tanjung Pelepas, Malaysia.

    Berikutnya, melakukan Pemindahan Lokasi Penimbunan (PLP) ke Lini II di luar area TPS untuk peti kemas yang telah lebih dari tiga hari berada di lapangan penumpukan TPS.

    Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 25 Tahun 2017 tentang Batas Waktu Penumpukan (Long Stay) di Pelabuhan Utama Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar.

    Dari sisi operasional, TPS akan beroperasi non-stop 24 jam yaitu tujuh hari dalam seminggu kecuali pada Hari H Idul Fitri dan kembali beroperasi normal pada H+1 mulai pukul 00.01 WIB.

    Bagi pengguna jasa yang memiliki keluhan atau pertanyaan terkait layanan TPS, Customer Service TPS pun siap membantu dan dapat dihubungi melalui saluran telepon di (031) 3202020 atau melalui email ke alamat CS@tps.co.id.

    Dengan berbagai langkah persiapan yang telah disusun, TPS optimistis dapat menjaga kelancaran operasional dan memberikan layanan terbaik bagi seluruh pengguna jasa selama periode peak season Libur Hari Raya Nyepi, Idul Fitri dan Cuti Bersama 2025.

    Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Peredaran Barang Palsu Rugikan Negara! Begini Upaya Perlindungannya

    Peredaran Barang Palsu Rugikan Negara! Begini Upaya Perlindungannya

    Jakarta: Produk palsu masih menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia. Menurut studi yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bersama Universitas Pelita Harapan, kerugian negara akibat produk ilegal ini mencapai Rp291 triliun.
     
    Direktur Eksekutif MIAP, Justisiari P. Kusumah, menegaskan dampak dari pemalsuan produk tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga mengurangi potensi penerimaan pajak dan menghambat penciptaan lapangan kerja.
     
    “Kemajuan teknologi dan metode distribusi yang semakin kompleks menjadikan pengawasan terhadap produk palsu sebagai tantangan yang tidak sederhana,” ujar Justisiari dalam keterangan tertulis, Rabu, 12 Maret 2025.
     

    Pelabuhan dan pasar tradisional jalur utama 
    Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pelabuhan dan pasar tradisional menjadi jalur utama masuknya produk ilegal. Bahkan, platform e-commerce juga menjadi tantangan baru dalam penyebaran barang palsu.

    “Terlebih lagi, semakin besarnya perubahan gaya belanja melalui platform e-dagang menjadi sebuah tantangan baru saat ini terkait juga dengan adanya temuan-temuan peredaran produk palsu/ilegal melalui jalur distribusi platform e-dagang kepada konsumen,” jelas Justisiari.

    Barang palsu dan dampaknya terhadap ekonomi
    Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, juga menyoroti dampak besar dari barang palsu. Berdasarkan data dari OECD dan Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa, perdagangan barang palsu dan bajakan mencapai 3,39 persen dari total perdagangan dunia pada 2019 atau setara dengan USD509 miliar.
     
    “Peredaran barang palsu tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga konsumen serta perekonomian nasional secara keseluruhan. Produk palsu juga dapat menghambat inovasi dan kreativitas, merugikan negara dalam sektor pajak, serta memberikan dampak negatif terhadap keselamatan konsumen,” kata Razilu. 
     
    Untuk mengatasi hal ini, DJKI terus meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual.
     

    Peran bea cukai dalam penegakan hukum
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) juga mengambil peran aktif dalam penegakan hukum terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kepala Seksi Kejahatan Lintas Negara DJBC, R. Tarto Sudarsono, menyebut Indonesia masih masuk dalam Priority Watch List (PWL) oleh United States Trade Representative (USTR) karena tingginya pelanggaran HKI.
     
    Untuk mengatasi hal ini, DJBC menerapkan dua mekanisme utama, yaitu pengawasan aktif melalui ex-officio dan pengendalian niaga berdasarkan laporan dari pemilik merek. 
     
    Sepanjang 2024, pendaftaran merek untuk perlindungan meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya, dengan 76 merek telah terdaftar hingga Februari.
     
    Dalam regulasi, Bea Cukai memiliki landasan hukum yang kuat, seperti PP No. 20 Tahun 2017 dan PMK No. 40 Tahun 2018, yang memberikan kewenangan untuk menahan barang yang melanggar HKI sebelum masuk ke pasar.
    Kolaborasi jadi kunci utama
    Untuk memberantas peredaran barang palsu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Tanpa sinergi yang kuat, produk-produk ilegal akan terus beredar dan merugikan perekonomian nasional.
     
    “Peran Bea Cukai di perbatasan sangat penting untuk mencegah barang-barang yang melanggar HKI beredar di pasar. Jika sudah ada rekomendasi dari pemegang hak, kami bisa langsung bertindak untuk menahan barang di pelabuhan sebelum diedarkan,” tutur Tarto.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Produk Ilegal Kian Marak di RI, MIAP: Pengawasan Masih Terbatas

    Produk Ilegal Kian Marak di RI, MIAP: Pengawasan Masih Terbatas

    Bisnis.com, JAKARTA – Aspek pengawasan yang masih terbatas dinilai menjadi salah satu penyebab peredaran produk ilegal di Indonesia kian marak.

    Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mencatat kerugian negara akibat produk ilegal ini mencapai Rp291 triliun. Peredaran produk palsu terus menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia.

    Direktur Eksekutif MIAP, Justisiari P. Kusumah, menegaskan bahwa dampak dari pemalsuan produk tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga mengurangi potensi penerimaan pajak dan menghambat penciptaan lapangan kerja.

    “Kemajuan teknologi dan metode distribusi yang semakin kompleks menjadikan pengawasan terhadap produk palsu sebagai tantangan yang tidak sederhana,” ujarnya dalam sebuah diskusi, Selasa (11/3/2025).

    Dia menambahkan bahwa pelabuhan dan pasar tradisional sering kali menjadi jalur utama masuknya produk ilegal, termasuk barang palsu. Dengan pengawasan yang masih terbatas, produk-produk ini dapat dengan mudah menyebar di pasaran.

    Terlebih, lanjutnya, semakin besarnya perubahan gaya belanja melalui platform e-dagang menjadi sebuah tantangan baru saat ini terkait juga dengan adanya temuan-temuan peredaran produk palsu/ilegal melalui jalur distribusi platform e-dagang kepada konsumen.

    Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, menyoroti dampak besar peredaran barang palsu terhadap ekonomi nasional.

    Data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa menunjukkan bahwa pada 2019, perdagangan barang palsu dan bajakan mencapai 3,39% dari total perdagangan dunia atau setara dengan US$509 miliar.

    “Produk palsu juga dapat menghambat inovasi dan kreativitas, merugikan negara dalam sektor pajak, serta memberikan dampak negatif terhadap keselamatan konsumen,” kata Razilu.

    Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan juga memperkuat langkah-langkah penegakan HKI.

    Kepala Seksi Kejahatan Lintas Negara DJBC, R. Tarto Sudarsono, menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam daftar Priority Watch List (PWL) oleh United States Trade Representative (USTR) karena tingginya angka pelanggaran HKI.

    Bea Cukai menerapkan dua mekanisme utama, yaitu pengawasan aktif melalui ex-officio dan pengendalian niaga berdasarkan laporan dari pemilik merek.

    “Selain itu, DJBC juga berkolaborasi dengan berbagai instansi dalam Satgas HKI untuk memperkuat sinergi penegakan hukum,” katanya.

  • DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor

    DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor

    loading…

    Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mendesak kementerian/lembaga segera mengambil tindakan bersama terkait penyelamatan industri dalam negeri. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mendesak kementerian/lembaga segera mengambil tindakan bersama terkait penyelamatan industri dalam negeri. Hal itu menyusul semakin meluasnya potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor industri akibat membanjirnya barang-barang impor.

    “Ini harus segera ada tindakan bersama secara nasional, tidak boleh hanya Kementerian Perindustrian sendirian. Peraturan atau regulasinya dievaluasi dan dicabut kalau tidak pro kepada industri, Bea Cukai diawasi dengan benar, dan mafia-mafia impor yang bercokol lama bahkan seperti sudah mengakar di sini harus diberantas,” tegas Evita, Selasa (11/3/2025).

    Menurut Evita, membanjirnya barang-barang impor murah berdampak mematikan bagi industri dalam negeri, yang terakhir ini sektornya makin meluas bukan hanya tekstil tapi juga elektronik, alas kaki, bahkan diduga bisa merambah ke otomotif dan lainnya jika tidak ada tindakan kesegeraan.

    “Industri kita ini tidak sedang baik-baik saja. Ini harus ada tindakan nyata misalnya terhadap mafia-mafia ini. Jika terpaksa harus berhadapan dengan penegakan hukum ya harus dilakukan. Kalau tidak salah kita punya Satgas Pengawasan Barang Impor, bagaimana kabarnya? Bila dianggap perlu Bapak Presiden bisa intervensi bikin tim mengawasi oknum-oknum yang bermain yang menganggu industri kita ini, apalagi kan bukan hanya impor tapi juga diganggu sama preman-preman,” kata Evita.

    Dari sisi peraturan, Evita dengan tegas mendesak agar Menteri Perdagangan (Mendag) untuk segera mencabut Permendag No8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dan juga meminta Menkeu merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat yang dinilai ikut merusak daya saing industri dalam negeri yang berdampak pada membanjirnya PHK terakhir ini.

    Menurut Evita, dihapusnya syarat pertimbangan teknis (pertek) dalam proses impor, awalnya bertujuan untuk memperlancar arus barang, tapi hal itu justru mempermudah masuknya produk impor ke Indonesia dan mematikan industri di dalam negeri. Peraturan itu juga membuat pelaku usaha sulit membedakan barang impor resmi atau impor illegal.

    Begitu juga dengan PMK No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat, yang selama ini oleh pihak Kementerian Perindustrian juga sudah meminta adanya revisi karena diduga ikut membuat melemahnya industri karena banyak produk impor diduga dimasukkan ke kawasan berikat yang diorientasikan untuk pasar ekspor justru malah membanjiri pasar dalam negeri.

    Politisi PDI Perjuangan ini mengaku mendukung perizinan impor diatur mengenai siapa saja yang diperbolehkan, siapa yang tidak. Silakan Kementerian Perindustrian membuat aturannya terutama dalam kaitan mengurangi penggunaan produk luar. Evita bahkan merasa aneh, kenapa setelah sekian lama terus disuarakan oleh industri maupun asosiasi industri, dan masyarakat bahkan setelah terjadi PHK besar-besaran, Kemendag dan Kemenkeu termasuk Bea Cukai terkesan tidak juga serius menyikapi permasalahan yang dihadapi industri di dalam negeri.

    “Industri kita membutuhkan keberpihakan segera untuk mencegah kerusakan yang lebih massif. Terkait oknum Bea Cukai dan mafia impor, selama ini banyak modus yang diduga digunakan untuk meloloskan barang dari luar negeri, sehingga diharapkan adanya upaya penegakan hukum yang tegas, dan berkelanjutan,” katanya.

    “Mafia-mafia seperti ini yang terbiasa melakukan kecurangan semacam ini harus ditindak tegas. Saya harapkan bisa saja bentuk tim investigasi ke lapangan, siapa yang bermain ini ditindak saja. Lha, ini nggak ada kapok-kapok-nya. Seluruh Indonesia sudah teriak-teriak eh barang impor terus saja membanjir. Ini kan aneh,” sambung Evita.

    (cip)

  • Komisi VII DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor – Halaman all

    Komisi VII DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dr Evita Nursanty, mendesak kementerian/lembaga untuk segera mengambil tindakan bersama terkait penyelamatan industri dalam negeri, dengan makin meluasnya potensi PHK di berbagai sektor industri antara lain akibat membanjirnya barang-barang impor.

    “Ini harus segera ada tindakan bersama secara nasional, tidak boleh hanya Kementerian Perindustrian sendirian. Peraturan atau regulasinya dievaluasi dan dicabut kalau tidak pro kepada industry, Bea Cukai diawasi dengan benar, dan mafia-mafia impor yang bercokol lama bahkan seperti sudah mengakar disini harus diberantas,” tegas Evita Nursanty melalui pesan singkatnya, Senin (10/3/2025).

    Menurut Evita, membanjirnya barang-barang impor murah berdampak mematikan bagi industri dalam negeri, yang terakhir ini sektornya makin meluas bukan hanya tekstil tapi juga elektronik, alas kaki, bahkan diduga bisa merambah ke otomotif dan lainnya jika tidak ada tindakan kesegeraan.

    “Industri kita ini tidak sedang baik-baik saja. Ini harus ada tindakan nyata misalnya terhadap mafia-mafia ini. Jika terpaksa harus berhadapan dengan penegakan hukum ya harus dilakukan. Kalau tidak salah kita punya Satgas Pengawasan Barang Impor, bagaimana kabarnya? Bila dianggap perlu Bapak Presiden bisa intervensi bikin tim mengawasi oknum-oknum yang bermain yang menganggu industri kita ini, apalagi kan bukan hanya impor tapi juga diganggu sama preman-preman,” saran Evita.

    Dari sisi peraturan, Evita dengan tegas mendesak agar Menteri Perdagangan (Mendag) RI untuk segera mencabut Permendag No8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dan juga meminta Menkeu merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat yang dinilai ikut merusak daya saing industri dalam negeri yang berdampak pada membanjirnya PHK terakhir ini.

    Menurut Evita, dihapusnya syarat pertimbangan teknis (pertek) dalam proses impor, awalnya bertujuan untuk memperlancar arus barang, tapi hal itu justru mempermudah masuknya produk impor ke Indonesia dan mematikan industri di dalam negeri.

    Peraturan itu juga membuat pelaku usaha sulit membedakan barang impor resmi atau impor ilegal. Begitu juga dengan PMK No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat, yang selama ini oleh pihak Kementerian Perindustrian juga sudah meminta adanya revisi karena diduga ikut membuat melemahnya industri karena banyak produk impor diduga dimasukkan ke kawasan berikat yang diorientasikan untuk pasar ekspor justru malah membanjiri pasar dalam negeri.

    Politisi PDI Perjuangan ini mengaku mendukung perizinan impor diatur mengenai siapa saja yang diperbolehkan, siapa yang tidak. Silakan Kementerian Perindustrian membuat aturannya terutama dalam kaitan mengurangi penggunaan produk luar.

    Evita bahkan merasa aneh, kenapa setelah sekian lama terus disuarakan oleh industri maupun asosiasi industri, dan masyarakat bahkan setelah terjadi PHK besar-besaran, Kemendag dan Kemenkeu termasuk Bea Cukai terkesan tidak juga serius menyikapi permasalahan yang dihadapi industri di dalam negeri. 

    Industri kita membutuhkan keberpihakan segera untuk mencegah kerusakan yang lebih massif.Terkait oknum Bea Cukai dan mafia impor, selama ini banyak modus yang diduga digunakan untuk meloloskan barang dari luar negeri, sehingga diharapkan adanya upaya penegakan hukum yang tegas, dan berkelanjutan.

    “Mafia-mafia seperti ini yang terbiasa melakukan kecurangan semacam ini harus ditindak tegas. Saya harapkan bisa saja bentuk tim investigasi ke lapangan, siapa yang bermain ini ditindak saja. Lha, ini nggak ada kapok-kapok-nya. Seluruh Indonesia sudah teriak-teriak eh barang impor terus saja membanjir. Ini kan aneh,” kata Evita.

  • Eks Mata-Mata Taliban Jadi Bos Pajak, Ingin Hapus Pajak Penghasilan

    Eks Mata-Mata Taliban Jadi Bos Pajak, Ingin Hapus Pajak Penghasilan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bantuan Amerika Serikat kepada Taliban sudah berkurang drastis sejak tahun 2021. Dengan demikian, kini Taliban harus secara mandiri harus meningkatkan pendapatan negaranya.

    Mengutip laporan The New York Times, saat ini tak jarang mantan gerilyawan Taliban yang dulu aktif di medan perang kini harus bekerja sebagai birokrat.

    Seperti Direktur Direktorat Layanan Pembayar Pajak Taliban, Abdul Qahar Ghorbandi yang dulunya seorang agen rahasia Taliban di Kabul.

    Dari balik meja besar, Ghorbandi kini menggiring ratusan pembayar pajak Afghanistan. Dia memastikan mereka datang dengan dokumen pendapatan dan pergi dengan segenggam formulir pajak untuk diisi.

    Taliban telah berupaya meningkatkan pengumpulan pajak setelah kontraksi ekonomi parah yang terjadi setelah mereka mengambil alih kekuasaan pada tahun 2021. Rezim otoriter tersebut telah dilumpuhkan oleh sanksi, sebagian karena pembatasan keras terhadap perempuan dan anak perempuan.

    Bantuan AS, yang dikurangi drastis sejak tahun 2021, dapat dihilangkan sepenuhnya berdasarkan pemotongan anggaran Presiden Trump. Bantuan tersebut telah diberikan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi nonpemerintah yang bekerja di Afghanistan, bukan langsung kepada pemerintah Taliban.

    Ghorbandi mengatakan bahwa ia memiliki gelar master dalam ilmu komputer, memimpin sistem komputer administrasi pajak yang diubah dari bahasa Inggris ke bahasa Pashto dan Dari. Ia telah mempekerjakan para ahli TI untuk memodernisasi departemen tersebut.

    Ia juga telah mencoba menanamkan budaya transparansi. Karyawannya tidak diizinkan untuk memegang uang tunai. Pembayar pajak membawa formulir mereka ke bank yang dikelola pemerintah dan membayar pajak di sana.

    Ketika dia tidak berada di mejanya untuk menandatangani tumpukan dokumen yang dikirim oleh para ajudan yang bergegas masuk dan keluar, katanya, dia mengunjungi berbagai bagian di departemennya, bertanya kepada para pembayar pajak bagaimana dia bisa mempermudah prosesnya.

    Pengamat internasional mengatakan Taliban telah mengurangi korupsi pajak dan kronisme yang menurut warga Afghanistan merajalela di bawah pemerintahan yang berpihak pada AS, sambil menyederhanakan proses pengumpulan pajak.

    Meskipun banyak warga Afghanistan yang memiliki koneksi baik pernah menghindari pembayaran pajak, Ghorbandi menekankan bahwa bahkan sebagai petugas pajak pemerintah, dia tidak dikecualikan. Dia mengatakan dia membayar 30.000 afghani sebulan, atau sekitar Rp 6,5 juta per bulan.

    Meskipun terbuka dan efisien, kantor pajak tetaplah kantor pajak, dan tidak semua pembayar pajak merasa puas.

    Selama perang, Taliban menjalankan sistem pajak yang menguntungkan yang memungut bea cukai, biaya truk, dan pajak daerah di wilayah yang mereka kuasai. Mereka juga meraup keuntungan jutaan dolar dengan mengenakan pajak 10 persen – “ushar” dalam Islam – kepada petani opium, meskipun sejak itu mereka telah melarang produksi opium.

    Pada tahun 2023, pemerintah Taliban mengumpulkan sekitar US$3 miliar dalam bentuk pajak, bea cukai, dan biaya, atau 15,5% dari produk domestik bruto.

    Berdasarkan laporan Bank Dunia, sumber terbesar bagi Taliban adalah bea cukai, pendapatan pertambangan, lisensi telekomunikasi, biaya bandara, dan biaya untuk kartu identitas nasional, paspor, dan visa. Pendapatan tersebut, untuk paruh pertama tahun lalu, meningkat 27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Setengah dari pendapatan pemerintah dihabiskan untuk keamanan dan militer tahun lalu, dan hanya 26% untuk program sosial. Menurut pengamat internasional, sebagian besar untuk pendidikan bagi anak laki-laki.

    Ghorbandi dan Haqmal, juru bicara Kementerian Keuangan, mengatakan ke depan tujuan utamanya adalah untuk menghapus semua pajak penghasilan.

    “Ini adalah perintah langsung dari pemimpin tertinggi kami,” kata Haqmal. “Ia berkata: ‘Saya butuh Afghanistan yang bebas pajak.’” Haqmal merujuk pada Sheikh Haibatullah Akhundzada, emir dan kepala negara Taliban.

    Perintah langsung lain dari Sheikh Haibatullah adalah pencabutan hak-hak perempuan dan pembatasan yang lebih luas terhadap kebebasan sipil bagi semua warga Afghanistan. Perempuan dilarang bepergian dalam jarak yang jauh tanpa kerabat laki-laki dan diwajibkan untuk menutupi seluruh tubuh dan wajah mereka di depan umum. Suara perempuan di luar rumahnya juga dilarang.

    (fsd/fsd)

  • Bea Cukai Bandara Soetta Gagalkan Penyelundupan Sabu dalam Paket Oksigen Konsentrator

    Bea Cukai Bandara Soetta Gagalkan Penyelundupan Sabu dalam Paket Oksigen Konsentrator

    TANGERANG – Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta berhasil menggagalkan upaya penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 17 gram yang dikirim dari Malaysia ke Kota Medan, Sumatera Utara. Dalam kasus ini, dua pelaku berinisial ES dan JB berhasil diamankan.

    Kepala KPU Tipe C Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini terjadi pada 25 Februari 2025. Dugaan penyelundupan bermula dari kecurigaan petugas terhadap sebuah paket berisi oksigen konsentrator yang dikirim dari Malaysia ke Medan.

    “Kami mencurigai paket tersebut dan kemudian melakukan pemeriksaan mendalam menggunakan anjing pelacak K-9. Setelah diperiksa, ditemukan narkoba jenis methamphetamine atau sabu yang disembunyikan dalam tabung oksigen konsentrator,” ujar Gatot.

    Setelah paket dibongkar, petugas menemukan dua tabung berisi kristal bening. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kristal tersebut positif mengandung narkotika jenis methamphetamine.

    Menindaklanjuti temuan tersebut, Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta berkoordinasi dengan Polres Bandara Soekarno Hatta untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Hasilnya, tim gabungan berhasil menangkap dua pelaku berinisial ES dan JB di Sumatera Utara pada Sabtu, 1 Maret 2025.

    Saat ini, kedua pelaku telah dibawa ke Polres Bandara Soekarno Hatta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut guna mengungkap jaringan penyelundupan narkoba yang lebih luas.

  • Sri Mulyani soal Rilis Data APBN KiTa: Tunggu Selesaikan Penyesuaian

    Sri Mulyani soal Rilis Data APBN KiTa: Tunggu Selesaikan Penyesuaian

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kementeriannya akan segera memberikan penjelasan soal tidak diselenggarakannya konferensi pers data APBN alias APBN KiTa edisi Januari 2025.

    Untuk diketahui, konferensi pers yang secara reguler setiap bulannya digelar oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu ditunda pada Februari 2025. Pada bulan lalu, data APBN yang meliputi penerimaan pajak, bea cukai, belanja dan utang pemerintah untuk Januari 2025 tidak diterbitkan melalui konferensi pers seperti biasanya.

    Sri Mulyani menyebut kementeriannya tengah melakukan penyesuaian terhadap data APBN yang biasanya dibuka ke publik itu. Dia mengatakan bakal segera merilis data tersebut dan memberikan penjelasan.

    “Nanti kalau kita sudah selesaikan seluruh adjusment, kita akan segera memberikan penjelasan,” ujarnya kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3/2025).

    Saat ditanya mengenai alasan ditundanya APBN KiTa Januari 2025, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu enggan memerinci lebih lanjut.

    “Tadi kan sudah dijawab. Terima kasih, ya,” ujarnya sambil berjalan menuju mobil yang telah menunggunya.

    Adapun Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro menyampaikan bahwa rencananya, rilis data fiskal terbaru akan berlangsung pada pekan depan. “InsyaAllah [rilis APBN KiTa] minggu depan. Tunggu saja, ya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (7/3/2025).

    Data itu menjadi sorotan banyak pihak, baik investor, para ekonom, maupun masyarakat luas. Penyebabnya, rilis APBN KiTa mundur dari jadwal biasanya, yakni rutin setiap bulan.

    Adapun laporan itu belum muncul juga di situs resmi Kemenkeu maupun disampaikan dalam konferensi pers.

    Memang Sri Mulyani sempat ‘merapel’ konferensi pers atau pemaparan data APBN KiTa. Pada Oktober 2024, usai pembentukan kabinet baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dirinya juga absen atau tidak menggelar konferensi pers.

    Baru pada bulan berikutnya atau November 2024, dirinya menyampaikan realisasi untuk dua bulan, yakni September dan Oktober 2024.

    Meskipun demikian, kala itu pemerintah tetap menerbitkan Buku APBN KiTa edisi Oktober 2024 yang berisi realisasi September 2024.

  • Desain Baru Pita Cukai 2025 Dirilis, Bertema Pesona Bunga Nusantara

    Desain Baru Pita Cukai 2025 Dirilis, Bertema Pesona Bunga Nusantara

    Jakarta

    Bea Cukai bersama Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) merilis desain baru pita cukai 2025 yang menampilkan keindahan ragam bunga khas Indonesia. Bunga yang digunakan antara lain bunga jepun bali, jeumpa, anggrek bulan, anggrek hitam, dan cempaka hutan kasar.

    Lewat tema Pesona Bunga Nusantara, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo menyebut hal itu menjadi simbol kebanggaan dan menjadi komitmen Bea Cukai dalam melaksanakan tugas pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai di Indonesia.

    “Perubahan desain pita cukai dilakukan setiap tahun guna meningkatkan keamanan dan meminimalisasi peredaran barang kena cukai ilegal. Hal ini merupakan langkah antisipatif untuk mencegah pemalsuan pita cukai,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (7/3/2025).

    Pita cukai adalah dokumen sekuriti sebagai penanda pelunasan cukai yang dilekatkan pada barang kena cukai (BKC) berupa hasil tembakau (HT), rokok elektrik (REL), hasil tembakau lainnya (HPTL) dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Sebagai dokumen sekuriti, pita cukai terdiri dari kertas sekuriti, hologram sekuriti, dan cetakan sekuriti.

    Selain itu, pita cukai juga sebagai alat bantu pengawasan peredaran BKC dan sebagai salah satu pendekatan manifestasi kebijakan tarif (quantitative measurement) yang tujuan utamanya mengendalikan kuantitas BKC yang beredar.

    Desain Baru Pita Cukai Tahun 2025 Dirilis, Tema Pesona Bunga Nusantara Foto: Dok. Bea Cukai

    Pita cukai pada tahun 2025 untuk MMEA dalam negeri maupun dari luar negeri (impor) dilengkapi dengan fitur keamanan baru berupa Quick Response (QR) Code. Hal ini dilaksanakan untuk memudahkan masyarakat dalam mengidentifikasi identitas produsen atau importir MMEA karena tampilan pita cukai tampak sederhana dengan QR Code.

    Perlu diketahui bahwa warna pita cukai juga berbeda-beda, tergantung pada golongan dan jenis BKC-nya. Untuk BKC berupa HT golongan I berwarna jingga, golongan II berwarna biru, golongan III berwarna ungu, serta HT tanpa golongan berwarna abu-abu dan HT yang berasal dari luar negeri berwarna merah.

    Untuk BKC berupa MMEA dari dalam negeri dengan golongan B berwarna biru dan golongan C berwarna hijau. Sedangkan untuk BKC berupa MMEA yang berasal dari luar negeri dengan golongan A berwarna jingga, golongan B berwarna abu-abu, dan golongan C berwarna merah.

    Budi mengungkapkan bahwa bentuk fisik, spesifikasi, dan desain pita cukai tahun 2025 telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-15/BC/2024, sehingga untuk mengidentifikasi keaslian pita cukai, masyarakat dapat merujuk pada peraturan tersebut yang tersedia pada laman berikut https://bit.ly/PER-15_BC_2024.

    Budi juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penindakan yang dilakukan unit pengawasan Bea Cukai, sampai saat ini masih marak ditemukan tindakan penghindaran pungutan negara (tax avoidance)dengan modus pelekatan pita cukai palsu, pelekatan pita cukai yang salah peruntukan, dan pita cukai yang salah personalisasi.

    Praktik penghindaran pungutan negara tersebut tentu berdampak negatif bagi negara dan pelaku usaha BKC. Negara kehilangan potensi penerimaan negara dari sektor cukai dan pelaku usaha terpengaruh pengembangan bisnisnya.

    “Kami mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dengan selalu memeriksa keaslian pita cukai pada produk yang dibeli dan menolak penggunaan produk (BKC) ilegal. Pastikan produk yang dibeli telah dilekati pita cukai asli untuk menghindari risiko hukum akibat penggunaan produk ilegal,” tutup Budi.

    (ily/ara)

  • Trump Makin Beringas, Ancam Bakal Deportasi 240 Ribu Warga Ukraina yang Cari Perlindungan ke AS – Halaman all

    Trump Makin Beringas, Ancam Bakal Deportasi 240 Ribu Warga Ukraina yang Cari Perlindungan ke AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mendeportasi atau mencabut status hukum sementara untuk sekitar 240.000 orang Ukraina yang melarikan diri ke AS.

    Rencana Trump diungkap seorang pejabat senior Trump dan tiga sumber yang akrab dengan masalah tersebut pada Kamis (6/3/2025).

    Deportasi massal akan mulai dilakukan Trump paling cepat pada April 2025, sebagai bagian dari kebijakan luas pemerintahan Trump untuk mengakhiri program pembebasan bersyarat kemanusiaan yang diberikan Presiden  sebelumnya Joe Biden terhadap warga Ukraina.

    “Ini bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk mencabut status hukum lebih dari 1,8 juta migran yang diizinkan memasuki AS di bawah program pembebasan bersyarat kemanusiaan sementara yang diluncurkan di bawah pemerintahan Biden,” kata salah satu sumber, dikutip dari New York Post.

    Sebelum kebijakan deportasi diberlakukan, pada era presiden Joe Biden, Gedung Putih sempat membuka program pembebasan bersyarat bagi warga Ukraina yang ingin tinggal sementara di AS selama perang dengan Rusia berlangsung.

    Program ini mulai dibuka sejak 2022 silam, memungkinkan lebih dari 1,8 juta warga Ukraina untuk memasuki AS dengan status perlindungan sementara.

    Joe Biden merancang program pembebasan bersyarat ini untuk memberikan jalur hukum sementara guna mencegah imigrasi ilegal dan memberikan bantuan kemanusiaan. 

    Alasan Trump Depak Warga Ukraina

    Akan tetapi buntut perseteruan panas yang terjadi antara Presiden Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada pekan lalu, Trump kini semakin keras dengan Ukraina.

    Meski begitu, Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri AS Tricia McLaughlin dengan tegas menolak pernyataan yang menyebut Trump melakukan deportasi karena ada kaitannya dengan adu mulut yang terjadi dengan Zelensky.

    Lantaran pencabutan perlindungan bagi warga Ukraina sedang berlangsung sebelum Trump secara terbuka berselisih dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky minggu lalu.

    Hal tersebut dilakukan sesuai perintah eksekutif Trump yang dikeluarkan pada tanggal 20 Januari, meminta Departemen Keamanan Dalam Negeri AS untuk menghentikan semua program yang terkait perlindungan era Biden.

    Termasuk mencabut pembebasan bersyarat bagi warga Ukraina.

    Tak hanya itu deportasi juga akan diberlakukan bagi 530.000 warga Kuba, Haiti, Nikaragua, dan Venezuela yang tiba di AS pada Mei 2023 dan menetap di DeWitt, Iowa.

    Menurut email internal Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), migran yang kehilangan status pembebasan bersyaratnya dapat menghadapi deportasi cepat tanpa batasan waktu tertentu.

    Adapun imigran yang dimaksud ialah mereka Mereka yang memasuki AS melalui jalur resmi tetapi tanpa status penerimaan resmi.

    Kebijakan Trump Picu Kekhawatiran

    Keputusan ini memicu kekhawatiran di kalangan imigran yang sebelumnya dilindungi oleh kebijakan Biden.

    Bahkan banyak dari mereka kini menghadapi ketidakpastian mengenai status hukum mereka di AS.

    Seperti Liana Avetisian, salah satu warga Ukraina yang kabur ke AS bersama suaminya, dan putrinya yang berusia 14 tahun.

    Avetisian kini tengah dibayangi ketidakpastian. Avetisian yang bekerja di bidang real estate di Ukraina dan suaminya bekerja konstruksi melarikan diri dari Kyiv pada Mei 2023.

    Ia memutuskan untuk memulai kehidupan baru di AS dan membeli rumah di kota kecil DeWitt, Iowa.

    Namun saat ini mereka terancam harus angkat kaki dari AS padahal telah menghabiskan sekitar 4.000 dolar AS untuk biaya pendaftaran guna memperbarui pembebasan bersyarat dan mencoba mengajukan program lain yang dikenal sebagai Status Perlindungan Sementara.

    “Kami tidak tahu harus berbuat apa, saya merasa pusing karena khawatir dengan situasi ini,” kata Avetisian.

    Kekhawatiran serupa juga diungkap Rafi, mantan perwira intelijen Afghanistan yang memasuki AS secara legal pada Januari 2024 melalui aplikasi CBP One.

    Ia memperoleh status pembebasan bersyarat selama dua tahun. Namun, pada 13 Februari, saat menghadiri pertemuan rutin di kantor ICE, statusnya dicabut dan ia langsung ditahan.

    Rafi telah mengajukan permohonan suaka dan dijadwalkan menghadiri sidang pada April.

    Pengacaranya meminta ICE untuk membebaskannya, menekankan bahwa ia tidak memiliki catatan kriminal dan memiliki kasus suaka aktif terkait pekerjaannya dengan militer AS di Afghanistan. 

    Namun, ICE menolak permintaan tersebut, dengan menyatakan bahwa kebijakan prioritas imigrasi saat ini berakhir pada 20 Januari 2025, bertepatan dengan pelantikan Trump.

    (Tribunnews.com / Namira)