Kementrian Lembaga: Bea Cukai

  • 25 Negara Tangguhkan Pengiriman Barang ke AS Gara-gara Trump Kenakan Bea Masuk Paket Kecil

    25 Negara Tangguhkan Pengiriman Barang ke AS Gara-gara Trump Kenakan Bea Masuk Paket Kecil

    JAKARTA – Badan PBB yang bertanggung jawab atas sektor pos mengatakan sebanyak 25 negara anggotanya menangguhkan pengiriman barang ke Amerika Serikat.

    Ini terjadi di tengah ketidakpastian setelah pemerintahan Presiden Donald Trump menghapus aturan bea cukai yang membebaskan bea masuk untuk paket kecil. Artinya semua paket kiriman dari luar negeri akan dikenakan tarif dan bea masuk ke Amerika Serikat.

    Dilansir Reuters, Universal Postal Union (UPU) badan yang berbasis di Swiss yang mempromosikan kerja sama antar layanan pos dari 192 negara anggotanya, mengatakan mereka menyampaikan kekhawatiran tentang gangguan tersebut dalam surat kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada 25 Agustus.

    Pemerintah tidak menyebutkan nama negara-negara tersebut, meskipun Australia, Norwegia, Swiss, dan negara-negara lain telah mengumumkan penangguhan secara publik.

    Berita ini muncul setelah pemerintahan Trump bulan lalu mengatakan akan menangguhkan pengecualian “de minimis” global, yang juga memperbolehkan dokumen minimal, untuk pengiriman internasional di bawah $800, efektif per tanggal 29 Agustus.

  • Industri daur ulang investasikan 1,3 miliar dolar AS di Aceh

    Industri daur ulang investasikan 1,3 miliar dolar AS di Aceh

    Kami menyambut baik rencana investasi ini dan Pemerintah Aceh siap untuk memfasilitasi proses kehadiran industri ini.

    Banda Aceh (ANTARA) – PT Aceh Green Industri (AGI) menyatakan akan berinvestasi senilai 1,3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) di Aceh dengan membangun fasilitas pengolahan dan pemulihan tembaga serta litium di Aceh.

    “Kami menyambut baik rencana investasi ini dan Pemerintah Aceh siap untuk memfasilitasi proses kehadiran industri ini,” kata Pelaksana Harian Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh Rahmadhani, di Banda Aceh, Selasa.

    Ia menjelaskan DPMPTSP Aceh akan memastikan kemudahan dalam pengurusan perizinan yang mencakup izin pendirian pabrik, izin operasi, izin ekspor-impor, izin penggunaan lahan, hingga Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

    Menurut dia, kehadiran proyek strategis di kawasan Aceh Besar itu diproyeksikan akan menciptakan 2.000 lapangan kerja dan secara signifikan mengurangi emisi karbon hingga 2 juta ton per tahun.

    Menurut dia, rencana investasi besar tersebut menjadi agenda utama dalam rapat fasilitasi yang digelar oleh DPMPTSP Aceh.

    Direktur Utama PT Aceh Green Industri Munawar Khalil menyatakan komitmen investasi tersebut akan direalisasikan setelah semua perizinan dilengkapi oleh perusahaan untuk menjalankan usahanya.

    “Perusahaan siap mendukung proyek pengolahan dan pemulihan baterai lithium dengan melibatkan teknologi ramah lingkungan,” kata Munawar.

    PT Aceh Green Industri akan segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengajuan izin dan membangun koordinasi lebih lanjut dengan Bea Cukai, KSOP, dan perusahaan pelayaran, serta pertemuan lanjutan dengan PT Pembangunan Aceh (PEMA) untuk mematangkan persiapan proyek.

    Perwakilan PT AGI, Michael Soh dalam pertemuan tersebut memaparkan bahwa fasilitas tersebut akan menjadi pabrik daur ulang yang 100 persen ramah lingkungan, dengan fokus pada kumparan motor kendaraan listrik (EV) dan baterai lithium-ion.

    Ia mengatakan pembangunan akan dilakukan dalam dua tahap, dimulai dengan pabrik di atas lahan 10 hektare yang ditargetkan beroperasi dalam 10 bulan, diikuti pengembangan di lahan seluas 90 hektare.

    “Proyek ini menggunakan teknologi pemulihan berbasis AI dengan efisiensi hingga 99 persen serta ekstraksi material berkemurnian tinggi yang sesuai standar global,” kata Michael.

    Pewarta: M Ifdhal
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Target Penerimaan Negara: Perpajakan Naik, PNBP Turun Akibat Dividen BUMN

    Target Penerimaan Negara: Perpajakan Naik, PNBP Turun Akibat Dividen BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mematok target pendapatan negara dari kepabeanan dan cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp3.147,7 triliun, atau naik 9,8% dari outlook 2025 Rp2.865,5 triliun. 

    Target pendapatan negara itu ditopang oleh pertumbuhan penerimaan pajak dan bea cukai, yang masing-masing dipatok sebesar Rp2.357,7 triliun dan Rp334,3 triliun. 

    Penerimaan pajak tahun depan ditargetkan tumbuh sebesar 13,5% dari outlook 2025 yakni Rp2.076,9 triliun. Khusus untuk pajak, Sri Mulyani menyebut akan melakukan berbagai langkah reformasi (reform) untuk mencapai target rasio pendapatan negara yakni 12,24% terhadap PDB. 

    “Rasio pendapatan negara diharapkan naik ke 12,24% [terhadap] PDB. Rasio pajak naik ke 10,47%,” terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di hadapan Komisi XI DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2025).  

    Terdapat beberapa langkah reformasi yang dimaksud olehnya untuk memastikan pendapatan negara dari pajak terealisasikan. Dia menyebut langkah reformasi itu meliputi pemanfaatan Coretax dan sinergi pertukaran data kementerian/lembaga atau stakeholders lain; sistem pemungutan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri; joint program dalam analisis data, pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan kepatuhan perpajakan; serta pemberian insentif daya beli, investasi dan hilirisasi.

    “Termasuk dalam hal ini Dirjen Pajak bekerja erat dengan aparat penegak hukum, KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, bahkan NGO dalam rangka untuk menciptakan enforcement yang reliable dan credible,” tuturnya.  

    Adapun terkait dengan penerimaan kepabeanan dan cukai yang dipatok Rp334,3 triliun itu naik 7,7% dari outlook 2025 yakni Rp310,4 triliun. Sri Mulyani mengakui bahwa target optimistis pemerintah itu merupakan tantangan di tengah tekanan yang dialami penerimaan bea cukai utamanya karena bea keluar. 

    Tekanan itu, jelas Bendahara Negara, didorong oleh pelarangan ekspor bahan mentah oleh pemerintah sehingga menekan penerimaan dari bea keluar. Namun demikian, untuk 2026, Kemenkeu tetap menargetkan penerimaan yang cukup tinggi dari bea cukai dengan sejumlah strategi lain. Salah satunya dengan esktensifikasi barang kena cukai.

    “Ini cukup tinggi tentu sangat ditopang oleh Cukai Hasil Tembakau namun juga ekstensifikasi barang kena cukai. Kita akan mengintensifkan bea masuk dalam rangka percaturan perdagangan internasional yang berubah sangat cepat, di mana kecenderungan bea masuk diturunkan sementara bea keluar adalah dalam rangka mendukung hilirisasi produk,” ujarnya di hadapan Komisi XI DPR pekan lalu. 

    Salah satu langkah esktensifikasi barang kena cukai yang akan ditempuh adalah pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Upaya pengenaan cukai MBDK ini sudah mulai ditempuh beberapa tahun lalu, kendati belum kunjung diterapkan hingga saat ini. 

    Pada kesimpulan rapat pengambilan keputusan RAPBN 2026, pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati bahwa pengenaan cukai terhadap minuman manis dalam kemasan bakal dimasukkan dalam target penerimaan pada APBN tahun depan. 

    “Ekstensifikasi barang kena cukai antara lain melalui program penambahan obyek cukai baru berupa minuman berpemanis dalam kemasan untuk diterapkan dalam APBN 2026 di mana pengenaan tarifnya harus dikonsultasikan dengan DPR,” terang Ketua Komisi XI MIsbakhun.

    Politisi Partai Golkar itu lalu memastikan bahwa pengenaan cukai MBDK itu akan diterapkan di tahun depan. Dia memahami pemerintah masih harus akan membahasnya secara lintas sektoral dengan pemangku kepentingan lainnya, baik dari sisi industri dan kesehatan. 

    “Jangan sampai memberikan tekanan terhadap sektor industri, sektor riilnya,” kata Misbakhun.

    Adapun besaran tarif akan dibahas bersama-sama juga dengan DPR. Salah satu konsultasi yang dilakukan adalah terkait dengan ambang batas atau threshold persentase kadar gula dalam MBDK yang akan dikenakan cukai. 

    “Misalnya dalam kandungan per miligram itu 0,5 atau 0,3. Kita sepakat di threshold-nya. Jangan sampai kemudian dinol-kan, kan enggak,” kata Misbakhun.

    PNBP Turun Karena Danantra

    Di tengah kenaikan target penerimaan pajak dan bea cukai, pemerintah memasang target lebih rendah dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). 

    Pemerintahan RAPBN yang dirancang pertama kali oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, PNBP dipatok tahun depan sebesar Rp455 triliun. Nilai itu sudah lebih rendah dari outlook 2025 yakni Rp477,2 triliun. 

    Outlook 2025 pun anjlok dari perolehan 2024 yakni Rp584,4 triliun usai kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara di awal tahun ini. Sebagaimana diketahui, Danantara mengambil alih pengelolaan seluruh BUMN sehingga dividennya juga tidak lagi masuk ke kantong negara. 

    Hal itu pun turut dinilai menjadi tantangan bagi Kemenkeu, sejalan juga dengan harga komoditas yang masih dalam level konservatif hingga tahun depan. “Sedangkan PNBP ini karena tidak ada lagi dividen dan kita juga memprediksi harga komoditas masih cukup konservatif, maka kita menargetkan Rp455 triliun atau turun 4,7% dari tahun ini,” ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. 

    Meski dividen BUMN tak lagi disalurkan ke negara melalui kantong penerimaan, SWF baru bentukan Prabowo itu diharapkan bisa menyalurkan sumber dayanya ke dalam bentuk investasi guna mendorong target pertumbuhan ekonomi 5,4% yoy di tahun depan. 

    Prabowo telah mengamanatkan agar capaian investasi pada 2026 untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi 5,4% yakni Rp7.450 triliun. Presiden ke-8 itu telah mewanti-wanti agar investasi tidak hanya berasal dari APBN, namun juga swasta dan Danantara.

    Dari target investasi Rp7.450 triliun untuk mencapai pertumbuhan PDB 5,4%, maka di antaranya harus ada kontribusi investasi dari Danantara yakni sekitar Rp720 triliun. 

    “Di mana [investasi] Rp720 triliun adalah Danantara, sedangkan lain dari swasta Rp6.200 triliun dan APBN di Rp530 triliun,” jelas Sri Mulyani pada konferensi pers RAPBN 2026 di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Jumat (15/8/2025). 

    Adapun saat dimintai konfirmasi lebih lanjut mengenai apa saja proyek investasi yang akan digarap Danantara, CEO Danantara Rosan Roeslani mengaku akan mengumumkannya dalam waktu dekat. Meski demikian, dia tidak bisa mengungkapnya saat ini karena sudah menandatangani persetujuan untuk merahasiakan hal tersebut atau non-disclosure agreement (NDA). 

    “Nanti kita akan umumkan untuk investasi ada beberapa investasi yang kita laksanakan. Saya tidak bisa umumkan itu karena saya juga terikat dalam perjanjian NDA, sabar aja tunggu aja,” terangnya di kantor Ditjen Pajak.

  • Jawaban Dirjen Bea Cukai soal Rencana Pengenaan Cukai MBDK Tahun Depan

    Jawaban Dirjen Bea Cukai soal Rencana Pengenaan Cukai MBDK Tahun Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Djaka Budi Utama menyebut pemerintah akan merapatkan lebih lanjut soal kebijakan pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dalam RAPBN 2026.

    Adapun, pemerintah dan DPR telah menyepakati pemberlakuan cukai MBDK tahun depan sejalan dengan kenaikan target penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai RAPBN 2026 sebesar Rp334,3 triliun.

    “Udah, entar aja, belum,” ujar Djaka sambil bergegas menuju kendaraannya usai rapat bersama Komisi XI DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

    Kemudian, purnawirawan TNI berpangkat terakhir Letnan Jenderal itu lalu menyebut pihak pemerintah masih akan merapatkan lagi soal kesepakatan dengan DPR pada RAPBN 2026 itu.

    “Ah nanti bakalan rapat-rapat lagi,” ucapnya.

    Sebelumnya, pemerintah dan DPR kembali menyepakati untuk penerapan kebijakan pengenaan cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

    Hal itu disepakati oleh pemerintah dan DPR pada Rapat Pengambilan Keputusan Asumsi Dasar RAPBN TA 2026, Jumat (22/8/2025).

    Dalam kesimpulan rapat pengambilan keputusan itu, Ketua Komisi XI Misbakhun menyebut pemberlakuan cukai MBDK harus diterapkan pada APBN 2026 sejalan dengan kenaikan target penerimaan kepabeanan dan cukai.

    “Ekstensifikasi barang kena cukai antara lain melalui program penambahan objek cukai baru berupa minuman berpemanis dalam kemasan untuk diterapkan dalam APBN 2026 di mana pengenaan tarifnya harus dikonsultasikan dengan DPR,” ujarnya di Gedung DPR.

    Untuk diketahui, target penerimaan kepabeanan dan cukai naik menjadi Rp334,3 triliun pada RAPBN 2026. Itu akan menopang target pendapatan negara sebesar Rp3.786,5 triliun.

    Selain Bea Cukai, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun, PNBP Rp455 triliun dan Hibah Rp0,7 triliun.

    Adapun pemerintah dan DPR menyepakati Asumsi Dasar Makro untuk RAPBN 2026 pada rapat pengambilan keputusan tentang RAPBN Tahun Anggaran (TA) 2026, Jumat (22/8/2025).

    Rapat itu dihadiri oleh Komisi XI DPR dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rohmat Pambudy, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar.

    Kemudian, Misbakhun selaku Ketua Komisi XI DPR membacakan kesimpulan rapat panja yang meliputi asumsi dasar makro hingga postur APBN. Dia lalu bertanya ke Komisi XI DPR apabila menyetujui kesimpulan rapat sore itu, di mana anggota parlemen menyetujuinya.

    Kemudian, pemerintah lalu juga menyetujui kesimpulan tersebut.

    “Setuju pak,” terang Sri Mulyani.

    “Dengan mengucapkan alhamdulillah apa yang menjadi kesimpulan rapat sore ini saya nyatakan disetujui,” terang Misbakhun.

  • DPR-Sri Mulyani Sepakat Cukai Minuman Berpemanis Berlaku Tahun Depan, Tarif Masih Dibicarakan

    DPR-Sri Mulyani Sepakat Cukai Minuman Berpemanis Berlaku Tahun Depan, Tarif Masih Dibicarakan

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan DPR kembali menyepakati untuk penerapan kebijakan pengenaan cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

    Hal itu disepakati oleh pemerintah dan DPR pada Rapat Pengambilan Keputusan Asumsi Dasar RAPBN TA 2026, Jumat (22/8/2025).

    Dalam kesimpulan rapat pengambilan keputusan itu, Ketua Komisi XI Misbakhun menyebut pemberlakuan cukai MBDK harus diterapkan pada APBN 2026 sejalan dengan kenaikan target penerimaaan kepabeanan dan cukai.

    “Ekstensifikasi barang kena cukai antara lain melalui program penambahan obyek cukai baru berupa minuman berpemanis dalam kemasan untuk diterapkan dalam APBN 2026 di mana pengenaan tarifnya harus dikonsultasikan dengan DPR,” ujarnya di Gedung DPR.

    Untuk diketahui, target penerimaan kepabeanan dan cukai naik menjadi Rp334,3 triliun pada RAPBN 2026. Itu akan menopang target pendapatan negara sebesar Rp3.786,5 triliun.

    Selain bea cukai, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun, PNBP Rp455 triliun dan Hibah Rp0,7 triliun.

    Adapun pemerintah dan DPR menyepakati Asumsi Dasar Makro untuk RAPBN 2026 pada rapat pengambilan keputusan tentang RAPBN Tahun Anggaran (TA) 2026, Jumat (22/8/2025).

    Rapat itu dihadiri oleh Komisi XI DPR dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rohmat Pambudy, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar.

    Rapat didahului oleh laporan Panja Pertumbuhan, Panja Penerimaan dan Panja Defisit yang dibacakan oleh tiga orang pimpinan Komisi XI DPR termasuk Misbakhun.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai perwakilan pemerintah pun menyepakati laporan dari tiga panja itu. Kemudian, pemerintah dan DPR menyepakati asumsi dasar makro RAPBN 2026 itu.

    “Disepakati biaya asumsi dasar ekonomi makro dan sasaran pembangunan pada RAPBN 2026, saya nyatakan disepakati dan disetujui,” ujar Misbakhun.

  • Jual Rokok Ilegal, Seorang Pemuda di Madiun Didenda Rp 326 Juta
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        21 Agustus 2025

    Jual Rokok Ilegal, Seorang Pemuda di Madiun Didenda Rp 326 Juta Surabaya 21 Agustus 2025

    Jual Rokok Ilegal, Seorang Pemuda di Madiun Didenda Rp 326 Juta
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com
    – Tertangkap basah menjual rokok ilegal, seorang pemuda berinisial RA (22) harus membayar denda kepada negara hingga Rp 326 juta.
    Sanksi pembayaran denda diberlakukan setelah Tim Bea Cukai Madiun menggerebek rumah milik RA (22), oknum pesilat salah satu perguruan pencak silat yang berada di Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.
    Kepala Kantor Bea Cukai Madiun, P Dwi Jogyastara yang dikonfirmasi Kamis (21/8/2025) membenarkan penangkapan RA beserta ratusan ribu batang rokok ilegal.
    Selain menangkap RA, tim juga menyita ratusan ribu batang rokok ilegal yang dikemas dalam berbagai merek rokok tanpa pita cukai.
    “Kami bersama Denpom berhasil mengamankan satu orang pelaku yang menjual rokok ilegal dengan inisial RA (22) dengan barang hasil penindakan sejumlah 144.200 batang pada Jumat (15/8/2025). Potensi kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 141.133.091. Pemuda ini dikenakan sanksi administratif dengan membayar denda sebesar tiga kali nilai cukai yakni uang sebesar Rp 326.521.200,” kata Dwi.
    Dwi mengatakan, timnya menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana berdasarkan Pasal 54 dan/atau Pasal 56 Undang-undang Cukai.
    Atas pelanggaran tersebut, RA mengajukan permohonan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan penyidikan atau melalui mekanisme ultimatum remidium.
    “Pemuda berinisial RA itu telah menyetorkan uang denda sebesar Rp 326.521.200 ke rekening negara,” kata Dwi.
    Ia mengatakan, proses penyelesaian melalui mekanisme ultimum remidium sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-237/PMK.04/2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai.
    Dwi mengungkapkan, prinsip ultimum remedium diterbitkan untuk mengatasi pelanggaran di bidang cukai dan memberikan efek jera. Bentuknya, melalui penerapan sanksi administratif berupa denda agar pelaku tidak mengulangi perbuatan pidana.
    Untuk mencegah rokok ilegal, Dwi menyatakan timnya rutin melakukan operasi dan patroli pada daerah-daerah yang rawan peredaran rokok ilegal di wilayah pengawasan Bea Cukai Madiun.
    Daerah yang diawasi yakni Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Pacitan.
    Ia mengatakan, tahun 2025 hingga 20 Agustus 2025, tim Bea Cukai Madiun sudah melakukan penindakan 56 kali. Dari penindakan itu disita 4.361.224 batang rokok dan 21 liter miras ilegal.
    “Potensi kerugian negara sebesar Rp 4.193.738.635,” kata Dwi.
    Ia menambahkan, capaian itu hasil kerja sama lintas sektoral antara Bea Cukai Madiun, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Startup Tak Terkenal Baru Naik Daun Langsung Anjlok Gila-gilaan

    Startup Tak Terkenal Baru Naik Daun Langsung Anjlok Gila-gilaan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nama Palantir Technologies sempat menjadi sorotan lantaran mencatat pertumbuhan gila-gilaan. Startup yang bergerak di bidang software untuk penambangan data dan analisis berbasis AI tersebut bisa dibilang ‘anak emas’ pemerintahan Donald Trump.

    Dalam beberapa bulan di 2025, Palantir sempat membukukan nilai valuasi yang meningkat 2 kali lipat. Bahkan, bulan lalu Palantir masuk dalan jejeran ‘Top 20’ perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar.

    Hal ini dipicu oleh kontrak-kontrak pemerintah yang mengalir deras ke Palantir. Misalnya, kontrak senilai US$10 miliar dengan militer AS untuk memenuhi kebutuhan perang hingga dekade berikutnya.

    Selain itu, ada juga kontrak terpisah senilai US$178 juta dengan Angkatan Darat AS yang disepakati pada awal 2025. Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) juga menambah kontrak ke Palantir sebesar US$30 miliar untuk membangun software.

    Sayangnya, Palantir tak lama-lama naik daun. Sahamnya pelan-pelan ‘longsor’ setelah enam hari berturut-turut mengalami aksi jual besar-besaran.

    Fenomena ini menandai rentetan penurunan terpanjang bagi perusahaan software AI tersebut sejak April 2024. Sahamnya turun 18% dari rekor intraday terbaru, dikutip dari CNBC International, Kamis (21/8/2025).

    Saham ditutup di wilayah koreksi pada Selasa (19/8) waktu setempat setelah mengakumulasi kerugian 15% dari level tertingginya. Alhasil, Palantir tergeser dari posisi ‘Top 50’ sebagai perusahaan AS paling bernilai.

    Penurunan Palantir menyusul aksi jual pasar yang lebih luas dan menyusul laporan short selling dari Citron Research milik Andrew Left. Ia menyebut perusahaan tersebut terlepas dari fundamental dan analisis.

    Citron mengatakan sahamnya seharusnya dihargai US$40 jika dibandingkan dengan rasio harga terhadap pendapatan yang sama dalam valuasi OpenAI baru-baru ini sebesar US$500 miliar.

    “Alex Karp [CEO Palantir] dan timnya patut bangga. Namun bagi investor, di situlah disiplin berperan,” tulis Left, dikutip dari CNBC International.

    “Perbandingan adalah musuh kebahagiaan, dan ketika dibandingkan dengan para pemimpin AI sejati, harga Palantir sudah mencerminkan kesuksesan yang melampaui fundamentalnya,” ia menambahkan.

    Pada awal bulan ini, Palantir terbang dengan rekor harga saham tertinggi setelah melaporkan pendapatan kuartalan yang menembus US$1 miliar untuk pertama kalinya. Pencapaian itu jauh di atas estimasi Wall Street.

    Perusahaan ini mendapat dorongan besar dari ledakan AI dan berhasil meraih kontrak-kontrak pemerintah, termasuk dengan Departemen Pertahanan.

    Tahun ini saja, perusahaan ini menjadi salah satu dari 10 perusahaan teknologi teratas AS. Tahun lalu, perusahaan ini bergabung dengan S&P 500.

    Meskipun harga saham baru-baru ini turun, rasio harga terhadap pendapatan (Price-to-Earnings ratio) sebesar 193 kali lipat membuat saham Palantir tetap mahal, terutama jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan megacap lainnya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Emak-Emak di Karimun Kepri Teriak Akibat Kelangkaan Beras Premium

    Emak-Emak di Karimun Kepri Teriak Akibat Kelangkaan Beras Premium

    Liputan6.com, Jakarta Puluhan emak-emak di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, meluapkan keresahannya kepada Kantor Bea Cukai. Mereka prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini. Kelangkaan beras premium terjadi di sana.

    Persoalan semakin pelik dengan kabar beredarnya beras tidak layak konsumsi di tengah-tengah masyarakat. Beras itu berkutu, warna yang sudah berubah dan mengeluarkan bau apek.

    Emak-emak yang tergabung dalam Pergerakan Aksi Damai Rakyat Karimun Bersuara ini menuntut kejelasan soal kelangkaan beras.

    Mereka sempat berorasi di depan pintu keluar kantor Bea Cukai dan meminta Kepala Kanwil menemui massa.

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Khusus Kepri membantah isu yang menyebut Bea Cukai sebagai penyebab kelangkaan beras premium di Karimun. Pihaknya menekankan hingga saat ini tidak ada penindakan terhadap beras di wilayah Karimun.

    “Perlu diluruskan, Bea Cukai tidak pernah melakukan penindakan beras di Karimun. Penindakan yang dilakukan selama ini terkait pengiriman tujuan daratan Sumatera, bukan untuk konsumsi di Karimun,” kata Humas Kanwil DJBC Khusus Kepri, Candra saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (20/8) malam.

    Dia menjelaskan, Bea Cukai justru mendukung upaya pemerintah daerah dan Bulog dalam memastikan ketersediaan pangan, termasuk beras premium, agar segera terpenuhi kebutuhan masyarakat.

    “Kami siap bersinergi dengan Pemkab Karimun dan instansi terkait untuk menjaga stabilitas kebutuhan pokok,” tambahnya.

    Tuntutan Hibah Beras Hasil Tangkapan

    Terkait aspirasi masyarakat soal permintaan hibah beras hasil tangkapan, Bea Cukai meminta agar permohonan diajukan secara tertulis sehingga dapat dikoordinasikan dengan pihak Karantina Kepri di Batam.

    “Kami pastikan tidak ada kebijakan Bea Cukai yang menghambat masuknya beras untuk kebutuhan masyarakat Karimun,” ujarnya.

  • Viral WNA Ngaku Kehilangan Uang 5.000 Dollar saat Pemeriksaan di Bandara Soetta, Petugas Tolak Lihatkan CCTV

    Viral WNA Ngaku Kehilangan Uang 5.000 Dollar saat Pemeriksaan di Bandara Soetta, Petugas Tolak Lihatkan CCTV

    GELORA.CO – Viral di media sosial, uang USD5000 milik Warga Negara (WN) Amerika raib di Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta (Soetta).

    Dilansir Poskota melalui Instagram @pembasmi.kehaluan.reall, kabar ini mulanya dibagikan dari akun Threads @esty_linggar.

    Akun @esty_linggar menyebutkan bahwa uang kawannya hilang ketika menjalani pemeriksaan oleh pihak Bea Cukai.

    “Teman saya, Jamaica WN Amerika, ketika menjalani pemeriksaan di kantor bea cukai bandara Soekarno Hatta telah kehilangan uang 5000 dollar lebih di dompetnya ketika ditinggal sebentar ke toilet,” katanya seperti dilansir Poskota pada Selasa, 19 Agustus 2025.

    Ia juga menceritakan bahwa petugas Bea Cukai menolak untuk memperlihatkan CCTV dengan berbagai alasan.

    “Petugas bea cukai di kantor itu menolak untk mperlihatkan CCTV ruangan dg seribu macam alasan,” jelasnya.

    Disebutkan bahwa temannya tidak akan pergi sampai mendapatkan keadilan.

    “Teman saya tidak mau pergi dr kantor itu sampai dia mwndapatkan keadilan dr pihak bea cukai bandara untuk memperlihatkan CCTV nya. Dia msh di ruangan itu dr jm 12 siang sampai 10mlm,” tuturnya.

    Netizen pun beramai-ramai memberikan sejumlah komentar terkait hal ini.

    “Yg berwajib mending langsung cepet proses sebelum sampe ke berita internasional. Udah cukup memalukan ini negara jangan bikin tambah malu,” kata netizen.

    “tau kan siapa yg ngambil ?” sahut yang lain.

    “Keterlaluan sekali petugas aja bsa malingbapalagi org lain dn cctv TDK bsa diliat y btul hrus melalu prosedur ..” ujar seseorang.

    “Jadikan kasus internasional,” timpal yang lain.

    Serta masih banyak lagi komentar lainnya. Hingga saat ini, pihak Bea Cukai belum memberikan konfirmasi apa pun.

  • Berburu di Kebun Binatang, Target Pajak Rp2.358 Triliun 2026 Bebani Wajib Pajak?

    Berburu di Kebun Binatang, Target Pajak Rp2.358 Triliun 2026 Bebani Wajib Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas fiskal tidak akan menaikkan tarif ataupun menerapkan kebijakan baru pada 2026, meski target penerimaan pajak ambisius capai Rp2.357,7 triliun. Pemerintah akan lebih banyak melakukan insentifikasi kepatuhan wajib pajak yang sudah terdaftar alias ‘berburu di kebun binatang’.

    Target penerimaan pajak Rp2.357,7 triliun itu sendiri tercantum dalam Rancangan Anggaran dan Pendapat Negara (RAPBN) 2026 yang sudah diserahkan Presiden Prabowo Subianto ke parlemen pada akhir pekan lalu. Angka itu naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah tidak akan memberlakukan pajak baru maupun menaikkan tarif pajak pada 2026, meski target penerimaan negara naik cukup tinggi.

    Sri Mulyani menjelaskan kebijakan perpajakan tahun depan akan tetap mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan regulasi lainnya yang sudah ada.

    “Tadi kan pertanyaan menjurus ke, ‘Apakah ada pajak baru, tarif baru?’ Kita tidak, tapi lebih kepada reform di internal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2026, Jumat (15/8/2025).

    Bendahara negara itu menjelaskan, reformasi internal akan diarahkan pada penguatan administrasi dan penegakan hukum. Caranya, sambung Sri Mulyani, Kementerian Keuangan akan terus memperbaiki sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax.

    Selain itu, intensifikasi pertukaran data akan ditingkatkan melalui perluasan kolaborasi, tidak hanya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea Cukai, tetapi juga dengan kementerian/lembaga lain seperti Kementerian ESDM.

    Menurutnya, akurasi dan ketepatan waktu data menjadi kunci untuk meningkatkan kepatuhan, menutup celah penghindaran pajak, dan menekan praktik ekonomi bayangan (shadow economy) maupun aktivitas ilegal.

    “Dengan data yang akurat dan timing yang tepat, peluang untuk enforcement yang lebih baik akan terbuka,” tegasnya.

    Beban Wajib Pajak?

    Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan mengingatkan bahwa pertumbuhan rata-rata penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir hanya 5—6%. Oleh sebab itu, menurutnya, target kenaikan penerimaan pajak hingga 13,5% terasa terlalu tinggi.

    Masalahnya, Deni meyakini bahwa pemerintah tidak bisa memaksakan peningkatan penerimaan pajak terutama dalam waktu singkat akibat struktur perekonomian yang belum memadai. Menurutnya, ada lima permasalahan yang menghambat peningkatan penerimaan pajak secara masif dalam waktu singkat.

    “Pertama, ada masalah ekonomi informal atau underground economy yang sebesar. Sebesar 59% tenaga kerja itu ada di sektor informal [sehingga tidak tercatat secara administratif dalam sistem perpajakan],” jelas Deni dalam media briefing CSIS, Senin (18/8/2025).

    Kedua, basis pajak yang sangat kecil. Dari 145 juta angkatan kerja, yang tercatat sebagai wajib lapor pajak atau surat pemberitahuan tahunan (SPT) hanya 17 juta. Ketiga, Deni meyakini kepatuhan formal UMKM ataupun perusahaan-perusahaan besar juga masih lemah.

    Keempat, struktur penerimaan dari sumber daya alam (SDA) masih sangat bergantung royalti sehingga rentan terhadap praktek transfer pricing dari perusahaan-perusahaan. Kelima, administrasi pajak yang masih jauh dari efisien.

    “Harapannya lewat Coretax, dia bisa mengintensifkan penerimaan pajak.
    Itu kayak mengejar, berburu di kebun binatang. Jadi, orang yang selama ini bayar pajak, ya itu yang akan dikejar terus,” ujar Deni.

    Senada, Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Riandy Laksono menyatakan target penerimaan pajak yang naik 13,5% terkesan terlalu optimis. Secara historis, sambungnya, kenaikan penerimaan pajak hingga 13,5% hanya terjadi ketika terjadi commodity boom sekitar 2003—2012 yang ditopang peningkatan besar-besaran dari industri China.

    Masalahnya, commodity boom sudah berakhir. Malahan, harga komoditas unggulan Indonesia seperti CPO, batu bara, nikel, dan gas alam beberapa tahun belakangan menurun.

    Semua itu tak lepas dari perekonomian China yang tumbuh melandai beberapa waktu belakangan, ditambah perang tarif antara Negeri Panda dengan Paman Sam.

    “Intinya adalah commodity boom enggak akan lagi balik waktu Cina booming waktu itu.
    Nah, sehingga basis penerimaan akan susah,” kata Riandy pada kesempatan yang sama.

    Mau tak mau, sambungnya, pemerintah harus jalan panjang. Dia mendorong pemerintah memperbaiki struktur ketenagakerjaan di Indonesia karena masih banyak pekerja informal yang tidak tercatat dalam administrasi perpajakan.

    Caranya, kembali fokus melakukan industrialisasi. Sayangnya, dia melihat arah investasi semakin menjauh dari industri pengolahan dan manufaktur yang selama ini menjadi penciptaan lapangan kerja berkualitas utama di Indonesia.

    Riandy mencontohkan, dari total investasi langsung yang mengarah ke sektor padat modal hanya berkisar 30—40% dalam sepuluh tahun terakhir. Padahal pada 2002—2010, persentasenya mencapai 50—80%.

    Menurutnya investasi yang fokus ke sektor padat modal memperlemah penciptaan lapangan kerja berkualitas.

    “Jadi strategi industrialisasinya harus dibenerin, begitu, karena penyedia pekerja formal dan pembayar pajak paling besar itu dari industri pengolahan,” ungkapnya.

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar tidak heran apabila pemerintah tak mau menaikkan tarif maupun menetapkan pajak baru pada tahun depan, terutama resistensi masyarakat yang masih besar.

    “Opsi kebijakan pajak punya risiko politik. Ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang juga masih tinggi,” katanya kepada Bisnis, Jumat (15/8/2025).

    Rp524 Triliun dari Sumber Pajak Baru

    Padahal sebelumnya, Center of Economics and Law Studies (Celios) mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan negara Rp524 triliun setiap tahunnya dari sumber-sumber pungutan pajak baru.

    Temuan itu diungkapkan Celios dalam publikasi bertajuk Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang.

    Direktur Kebijakan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar menilai pemerintah semakin bergantung pada pajak konsumsi yang regresif seperti pajak pertambahan nilai (PPN). Misalnya kontribusi PPN mencapai Rp819 triliun atau 36,7% dari total penerimaan pajak pada 2024.

    Masalahnya, sambung Media, PPN lebih menekan rakyat kecil yang hampir seluruh pendapatannya dipakai untuk konsumsi—beda dengan para kelompok kaya yang pendapatannya hanya sebagian kecil untuk konsumsi.

    “Coba bayangkan Rafi Ahmad, Deddy Corbuzier, mereka punya uang triliunan rupiah, mereka gak mungkin spending Rp1 miliar per hari. Mereka hanya bisa spending sedikit uang secara persentase dari total pendapatan mereka. Berbeda dengan masyarakat miskin, yang menghabiskan bahkan 120% dari pendapatannya untuk spending, 20%-nya datang dari hutang,” ujar Media dalam agenda peluncuran publikasi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Oleh sebab itu, dia melihat pemerintah hanya gagah di hadapan rakyat kecil tapi kurang bernyali di hadapan super kaya. Celios pun mendorong agar pemerintah menerapkan pajak progresif.

    Mereka mengidentifikasi sebelas sumber potensi penerimaan baru yang lebih progresif. Pertama, tinjauan ulang insentif pajak yang tidak tepat sasaran dengan potensi penerimaan capai Rp137,4 triliun per tahun.

    Kedua, penerapan pajak kekayaan. Berdasarkan perhitungan Celios, potensi penerimaan negara dari pajak kekayaan hanya dari 50 orang terkaya di Indonesia saja mencapai Rp81,6 triliun per tahun.

    Ketiga, pajak karbon dengan potensi penerimaan mencapai Rp76,4 triliun per tahun. Keempat, pajak produksi batu bara dengan potensi penerimaan sebesar Rp66,5 triliun per tahun.

    Kelima pajak windfall profit atau pungutan atas kenaikan laba berturut-turut akibat lonjakan harga komoditas sektor ekstraktif dengan potensi penerimaan Rp50 triliun per tahun. Keenam, pajak pengurangan keanekaragaman hayati dengan potensi Rp48,6 triliun per tahun.

    Ketujuh, pajak digital dari perusahaan jasa digital besar dengan potensi penerimaan capai Rp29,5 triliun per tahun. Kedelapan, peningkatan tarif pajak warisan dengan potensi penerimaan Rp20 triliun per tahun.

    Kesembilan, pajak kepemilikan rumah ketiga dengan potensi penerimaan Rp4,7 triliun per tahun. Kesepuluh, kenaikan tarif pajak capital gain atau keuntungan dari saham dan aset finansial lainnya sebesar Rp7 triliun per tahun.

    Kesebelas atau terakhir yaitu cukai minuman berpemanis dalam kemasan, yang dinilai dapat mendukung kesehatan publik sekaligus menambah potensi penerimaan hingga Rp3,9 triliun.

    “Ini kalau kita total dengan pendekatan yang progresif atau optimis, itu kita bisa mendapat penerimaan hingga Rp524 triliun. Saya kira sangat besar kalau setiap tahun kita bisa memaksimalkan angka hingga Rp524 triliun,” ujar Peneliti Celios Jaya Darmawan pada kesempatan yang sama.