Kementrian Lembaga: Bawaslu

  • Wamendagri: Pilkada pengaruhi kepuasan publik dalam 100 hari kerja

    Wamendagri: Pilkada pengaruhi kepuasan publik dalam 100 hari kerja

    Jadi yang kita lakukan dalam membuat pemilu lancar, yang kita ikhtiarkan dalam membuat praktik-praktik bernegara ini baik, itu berkorelasi positif bagi tingkat kepercayaan publik terhadap institusi negara,

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memandang bahwa pelaksanaan Pilkada 2024 mempengaruhi kepuasan publik dalam 100 hari kerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Bima menyebut kepuasan publik tersebut tercermin dalam survei Litbang Kompas dan Indikator Politik Indonesia.

    “Kami memaknai ini sebagai apresiasi dari publik terhadap penyelenggaraan pilkada karena dalam waktu 100 hari atau 3 bulan tentu hal yang paling mudah dicatat, diingat, dan dilihat oleh publik adalah rangkaian pilkada,” kata Bima saat memberikan sambutan dalam acara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/1).

    Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa terdapat andil dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), DKPP, hingga TNI/Polri, terhadap kepuasan publik dalam survei Litbang Kompas mengenai kinerja pemerintahan Presiden Prabowo di bidang politik dan keamanan yang mencapai 85,8 persen.

    Sementara itu, dia mengatakan bahwa hasil survei Indikator mengenai tren kinerja demokrasi yang mencapai 75,8 persen merupakan bukti praktik demokrasi di Indonesia berjalan dengan sangat baik.

    “Jadi yang kita lakukan dalam membuat pemilu lancar, yang kita ikhtiarkan dalam membuat praktik-praktik bernegara ini baik, itu berkorelasi positif bagi tingkat kepercayaan publik terhadap institusi negara,” ujarnya.

    Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa data-data tersebut akan dievaluasi oleh Kemendagri, meskipun telah dinilai baik.

    Sebelumnya, survei Litbang Kompas yang melibatkan 1.000 responden di 38 provinsi digelar pada 4–10 Januari 2025, sedangkan Indikator melakukan survei pada periode 16–21 Januari 2025 dengan jumlah responden mencapai 1.220 orang.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Wamendagri buka peluang revisi UU Parpol terkait dengan pemilu-pilkada

    Wamendagri buka peluang revisi UU Parpol terkait dengan pemilu-pilkada

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto membuka peluang revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol).

    Revisi itu menurutnya, berkaitan dengan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada.

    “Maka ada baiknya bagi kita juga untuk membuka ruang diskusi-diskusi untuk pelembagaan dan peningkatan fungsi dari partai politik,” kata Bima saat memberikan sambutan dalam acara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis.

    Dia menjelaskan bahwa terdapat banyak isu yang akan dibenahi oleh Kementerian Dalam Negeri dan DPR RI, serta bersama pemangku kepentingan lain, seperti parpol maupun akademisi.

    Misalnya, lanjut dia, isu keserentakan dan dampaknya terhadap kualitas pemilu atau partisipasi pemilih.

    Selain itu, kata dia, isu lain yang akan dibahas adalah proses gugatan hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai berdampak terhadap prinsip keserentakan pilkada.

    “Kita juga akan berdiskusi tentang bagaimana kita mengevaluasi koordinasi antara KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), dan semua instansi terkait,” ujarnya.

    Kemudian, dia mengatakan bahwa isu proporsional terbuka atau tertutup, hingga ambang batas pencalonan akan dibahas sebagai bagian dari pembenahan sistem pemilihan di Tanah Air.

    “Ambang batas pencalonan kalau untuk mencalonkan presiden sudah nol, apakah kepala daerah juga terdampak angka threshold-nya? Dan kita juga akan berdiskusi tentang bagaimana memastikan agar aparat tetap netral dan sebagainya,” katanya.

    Menurut dia, peningkatan partisipasi politik melalui pendidikan politik, dan persoalan politik uang akan dibahas untuk dibenahi oleh Kemendagri.

    Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa diskusi terkait revisi UU mengenai politik dengan model omnibus law, atau kodifikasi politik secara terbatas juga akan dilakukan oleh Kemendagri.

    “Ini tentu plus dan minus, tetapi yang pasti kita punya waktu yang panjang untuk memastikan bahwa yang kita sepakati rumuskan itu komprehensif dan mencakup semua,” jelasnya.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Wamendagri: Masa jabatan terpotong demi kepentingan nasional

    Wamendagri: Masa jabatan terpotong demi kepentingan nasional

    Kepentingan nasional lebih besar untuk sinkronisasi pembangunan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menjelaskan masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 terpotong demi kepentingan nasional.

    Bima menyampaikan pernyataan tersebut untuk merespons sejumlah kepala daerah periode 2021-2026 yang mengkritik masa jabatannya terpotong atau tidak menjabat selama lima tahun penuh, karena pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 tidak dilakukan secara serentak.

    “Kepentingan nasional lebih besar untuk sinkronisasi pembangunan. Jadi, teman-teman yang jabatannya terpotong itu saya yakin dan percaya bahwa akan mengikuti kepentingan yang lebih besar ini,” kata Bima Arya ditemui usai menghadiri acara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa masa jabatan untuk kepala daerah hasil Pilkada 2020 pasti terpotong.

    “Enggak mungkin full sampai 2026. Itu enggak mungkin, bagaimanapun akan terpotong. Masalahnya terpotongnya berapa bulan? Jadi, tetap akan terpotong,” jelasnya.

    Ia juga mengatakan bahwa terpotongnya jabatan tersebut telah disepakati oleh Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

    “Berdasarkan Undang-Undang, ya seperti itu. Sudah ada aturannya, kan semua sudah ditetapkan, yang terpilih ini ditetapkan sebagai pemenang,” katanya.

    Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa Kemendagri akan melaksanakan peraturan yang berlaku dengan melantik kepala daerah hasil Pilkada 2024, meskipun berimbas pada terpotongnya masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • KPU Papua Pegunungan Pertanyakan Kedudukan Lokataru Sebagai Pemohon Sengketa Pilkada
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 Januari 2025

    KPU Papua Pegunungan Pertanyakan Kedudukan Lokataru Sebagai Pemohon Sengketa Pilkada Nasional 30 Januari 2025

    KPU Papua Pegunungan Pertanyakan Kedudukan Lokataru Sebagai Pemohon Sengketa Pilkada
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Pegunungan mempertanyakan kedudukan Yayasan Citta Loka Taru atau Lokataru sebagai pemohon dalam sengketa Pilkada Papua Pegunungan nomor 302/PHPU.GUB-XXIII/2025.
    KPU Provinsi Papua menilai Lokataru tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing atas perkara pilgub Papua Pegunungan.
    “Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d PMK 3/2024, pemantau pemilihan tidak dapat menjadi pemohon,” kata kuasa hukum
    KPU Papua
    Pegunungan, Syamsudin Slawat, dalam sidang pada Kamis (30/1/2025).
    Syamsudin pun menyebut Lokataru belum mendapatkan akreditasi sebagai pemantau pemilihan dari termohon, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai pemohon untuk mengajukan perkara tersebut.
    Syamsudin juga membantah dalil pemohon yang mempermasalahkan pemungutan suara ulang (PSU) pada 70 TPS yang dinilai tidak berdasar dan tidak beralasan menurut hukum, karena KPU telah melaksanakan PSU terhadap 70 TPS yang direkomendasikan oleh Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan.
    “Terhadap proses dan hasil PSU tersebut tidak ada keberatan baik dari pihak saksi maupun pasangan calon serta Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan,” ujar Syamsudin.
    Atas dasar hal tersebut, KPU meminta kepada Mahkamah agar menolak permohonan Lokataru untuk seluruhnya.
    Adapun gugatan Lokataru ini dilayangkan oleh Delpedro Marhaen Rismansyah dengan kuasa hukumnya, Haris Azhar.
    Mereka meminta agar hasil Pilkada Papua Pegunungan dibatalkan dan KPU melakukan pemungutan suara ulang tanpa diikuti oleh pasangan calon yang melanggar ketentuan pemilu.
    Meski demikian, dalam petitum tidak disebutkan siapa pasangan calon yang dimaksud oleh Lokataru.
    Mereka juga meminta agar
    Mahkamah Konstitusi
    memerintahkan Bawaslu hingga Polri untuk menjaga tahapan pemungutan suara ulang yang mereka minta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Curhat Saldi Isra: Hakim Sibuk Periksa Perkara Saat Orang-orang Libur Panjang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 Januari 2025

    Curhat Saldi Isra: Hakim Sibuk Periksa Perkara Saat Orang-orang Libur Panjang Nasional 30 Januari 2025

    Curhat Saldi Isra: Hakim Sibuk Periksa Perkara Saat Orang-orang Libur Panjang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
    Saldi Isra
    mengungkapkan, tidak ada hari libur untuk sembilan hakim konstitusi, termasuk ketika libur panjang pada 25-29 Januari 2025 lalu.
    Saldi menyebutkan, alih-alih berlibur, para hakim konstitusi sibuk memeriksa perkara sengketa
    Pilkada 2024
    dan setumpuk alat bukti yang ada.
    “Kalau kami di MK libur bersama perkara dan tumpukan bukti-bukti. Lima hari ini kita masuk tetap 08.30 WIB, pulangnya jam 10-11 malam (22.00-23.00 WIB). Jadi kalau wajah kami agak kurang segar dengan yang lain, bisa dipahami,” kata Saldi dalam sidang lanjutan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
    Saldi mengatakan, pihak-pihak berperkara dalam
    sengketa Pilkada 2024
    lebih beruntung karena dapat menghabiskan masa libur.
    Menurut dia, hal itu membuat para pihak tampak berwajah segar, berbeda dengan para
    hakim MK
    .
    “Dari tampilannya sudah kelihatan segar semua ini, sudah ada libur, ada libur bersama, Imlek, Isra Miraj segala macamnya. Lima hari libur bersama, ada yang libur bersama keluarga, bersama teman-teman,” ujar Saldi dengan nada yang sedikit serak.
    Untuk diketahui, MK telah menggelar sidang sengketa Pilkada sejak 8 Januari 2025 untuk 310 perkara yang telah diregistrasi.
    Pada pekan pertama, MK menggelar sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan atau mendengar dalil pemohon.
    Dalam agenda ini, sehari bisa diisi oleh 50 sidang sengketa.
    Kemudian, tahap kedua adalah sidang mendengarkan jawaban dari pihak termohon, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan pihak terkait.
    Tahap kedua ini masih berlangsung hingga Jumat (31/1/2025) besok, dan rata-rata per hari mencapai 30 persidangan.
    Tahap ketiga adalah putusan dismissal yang akan memberikan keputusan apakah perkara akan dilanjutkan ke tahap pembuktian atau dihentikan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi II DPR sebut penguatan DKPP perlu diatur di revisi UU Pemilu

    Komisi II DPR sebut penguatan DKPP perlu diatur di revisi UU Pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa penguatan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI perlu diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

    Rifqinizamy mengatakan bahwa kelembagaan DKPP RI perlu dibuat menjadi independen, atau secara struktur tidak berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) seperti saat ini.

    “Biar kita juga punya lembaga dengan power (kekuatan, red.) yang bisa menyeimbangkan check and balances di antara para penyelenggara pemilu kita,” katanya usai menghadiri acara DKPP RI di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis.

    Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa revisi UU Pemilu akan membahas isu kelembagaan DKPP RI ke depannya.

    “Ya tentu itu jadi salah satu opsi yang akan kami bahas nanti, tetapi belum bisa kami pastikan arahnya ke mana. Akan tetapi, opsi ini pasti akan kami bahas bersama teman-teman nanti,” kata Bima ditemui usai menghadiri acara DKPP RI di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis.

    Sebelumnya, Ketua DKPP RI Heddy Lugito di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/9), mengusulkan agar revisi UU Pemilu mengakomodasi pembentukan kantor di 38 provinsi agar masyarakat makin mudah untuk mengadukan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).

    Selain itu, Heddy mengusulkan hal tersebut karena mempertimbangkan jumlah perkara KEPP, dan percepatan penyelesaiannya.

    Namun, saat ini Sekretariat DKPP masih berada di bawah Kemendagri, sehingga setiap rencana institusinya perlu mendapatkan persetujuan Mendagri. Hal tersebut berbeda dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang sudah mandiri.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tak Jalankan Perintah Bawaslu Soal PSU, KPU Barito Utara Terancam Diberhentikan

    Tak Jalankan Perintah Bawaslu Soal PSU, KPU Barito Utara Terancam Diberhentikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisioner KPU Barito Utara, Kalimantan Tengah terancam diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik karena tak menjalankan perintah Bawaslu melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 2 TPS.

    Ketua dan anggota KPU Kabupaten Barito Utara diadukan ke DKPP oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Barito Utara, Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya.

    DKPP pun menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, yang diduga dilakukan ketua dan anggota KPU Kabupaten Barito Utara di kantor DPKP, Jakarta, pada Kamis (30/1/2025).

    Dalam perkara nomor 30-PKE-DKPP/I/2025 ini yang menjadi pihak teradu adalah Ketua KPU Barito Utara Siska Dewi Lestari, bersama anggota, Herman Rasidi, Lutfia Rahman, Paizal Rahman dan Roya Izmi Fitrianti. 

    Dalam sidang pemeriksaan perkara di DKPP, pasangan Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya, melalui kuasa hukumnya Andi Muhammad Asrun mempersoalkan keputusan KPU yang tidak melakukan pemungutan suara ulang (PSU). Padahal, Bawaslu sudah merekomendasikan untuk melakukan PSU di TPS 04 Malem Waken dan TPS 01 Kampung Melayu.

    “Rekomendasi Bawaslu Kabupaten tidak dilaksanakan oleh KPU. Padahal tidak ada kewenangan untuk menolak, karena wajib hukumnya. Malah KPU ini, dia berdalih, dia membuat kajian hukum dalam rangka mengalahkan rekomendasi Bawaslu itu kesalahannya,” ujar Asrun saat ditemui di kantor DKPP, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Dalam proses persidangan ini, Asrun menyatakan terdapat dugaan pelanggaran pemungutan suara. Dia menyebut KPU Kabupaten Barito Utara melakukan pelanggaran etik lantaran tidak mematuhi keputusan Bawaslu.

    “Pihak KPU mengelak dengan membuat kajian, ya dasarnya apa? Karena ada surat edaran ketua KPU yang mengatakan, sehingga dibuat kajian, bukan melaksanakan itu. Padahal tidak seperti itu aturan KPU, kajian itu bukan untuk mengelakkan rekomendasi, tetapi harus dilaksanakan. Kesalahannya di situ jadi kita adukan. Ini kan pelanggaran hukum dan termasuk pelanggaran etik,” jelas Asrun.

    Dia menyesalkan terdapat penambahan suara tanpa identitas. Bahkan, dalam persidangan DKPP terungkap adanya pemilih yang tidak membawa kartu tanda penduduk (KTP) saat melakukan pencoblosan pada 14 Februari 2024.

    Atas pembiaran ini, Komisioner KPU Barito Utara terancam disanksi pemberhentian jika DKPP menilai terjadi pelanggaran Pemilu di wilayah tersebut.

  • Donny Yoesgiantoro: Badan Publik yang Tidak Informatif Paling Banyak dari BUMN – Page 3

    Donny Yoesgiantoro: Badan Publik yang Tidak Informatif Paling Banyak dari BUMN – Page 3

    Berkaca pada pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, dari hasil monev KI Pusat apakah ada keterbukaan informasi dari KPU dan Bawaslu?

    Jadi begini, waktu tahun 2023, KPU kami beri peringkat pertama pada waktu monev. Saya waktu itu dengan Mbak Titi Anggraini dari Perludem juga ditanya, Bapak itu kok ngasih KPU itu informatif, padahal kelakuannya kayak gitu?

    Saya bilang begini, Mbak ini ibaratnya dosen, murid itu pintar, tapi setelah jadi insinyur setelah jadi doktorandus dia itu berperkara atau dia itu asusila dan sebagainya, itu kan dosennya enggak boleh disalahin dong, saya bilang begitu.

    Artinya, saya itu sudah lihat dari Self-Assessment Questionnaire tadi, wah canggih betul dia, isinya bagus semua, kita lihat bagus semua, terus gimana? Kita kasih dong nilai 100, itu 80%. Pada waktu kita uji publik, eh Ketua KPU-nya datang. Sama saya kan kenal dekat.

    Dia datang dan presentasinya bagus, ya kasih nilai bagus juga gitu kan. Seperti mahasiswa dikasih ujian nilainya bagus, wawancara bagus, setelah jadi insinyur, setelah jadi dokter keluar dia kena asusila, lah masa dosennya disalahkan, kan enggak boleh begitu dong, ya kan?

    Saya mengatakan kita ini hanya melihat kalau mobil itu ada STNK-nya, ada BPKB-nya, BPKB-nya tidak kedaluwarsa. Kemudian ada SIM, STNK dan BPKB, kemudian dia itu tidak pernah ada asuransinya, kalau naik motor itu ada pentilnya. Kalau semuanya sudah bagus, ya sudah. Tapi begitu kita lihat motornya itu untuk nyopet, masa kita salah?

    Itu bukan wilayah KI Pusat lagi?

    Itu urusan lembaga lain. Jadi kita ini di Indonesia jangan ada lembaga yang superbody, harus ada sendiri-sendiri begitu. Itu urusan polisi, lembaga kepolisian kalau nyopet.

    Kalau hubungan KI Pusat dengan lembaga atau organisasi pers bagaimana?

    Satu, dia sama-sama lembaga non-structural, seperti Dewan Pers, dan Dewan Pers itu sama-sama koordinasinya di Kementerian Komdigi. Jadi ada di Komdigi karena kami belum independen, belum total independen, seperti KPU kan dia independen. Kalau kami kan masih ke Komdigi karena sekretaris kami itu masih eselon II.

    Jadi gampang melihat lembaga non-struktural itu, dia itu sudah mandiri atau tidak lihat sekjennya, kalau sekjennya eselon satu berarti dia sudah mandiri. Seperti KPU, KPK, Bawaslu dan dia punya anggaran sendiri. Kalau anggaran kami dikasih anggaran, tapi harus koordinasi dengan Komdigi.

    Soal Dewan Pers, kami juga mengatakan kepada Dewan Pers, kan ada beberapa organisasi wartawan, ada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), ada AJI gitu kan, urusannya kan ke wartawan. Kami mengatakan bahwa kalau kami, informasi-informasi itu tidak harus dibuka semuanya, ada informasi yang memang boleh ditutup di undang-undang kami.

    Kalau undang-undangnya mungkin Undang-Undang Pers, kami tidak mau masuk ke sana, dia akan mengatakan jangan dihalang-halangi dong kalau wartawan itu mau cari berita, ya silakan saja. Tapi di undang-undang kami boleh dikecualikan walaupun sifatnya ketat dan terbatas.

    Kita biasanya dengan AJI, dengan Dewan Pers dan PWI sudah membuat MoU. Kami mengatakan kami ada beberapa kerja sama dengan mereka bagaimana kalau misalnya wartawan ingin mengajukan permohonan informasi, boleh juga. Jadi wartawan sebagai pribadi maupun sebagai institusi boleh.

    Kalau yang meminta informasi publik itu adalah person, misalnya seorang karyawan, apakah itu juga dibolehkan?

    Boleh. Jadi seperti kami pernah menyelesaikan, ini kebetulan kasusnya sudah selesai, ada dosen bersengketa dengan universitasnya. Jadi katakanlah seorang dosen universitas, ini negeri ya karena PTN, kita tidak boleh masuk di PTS, perguruan tinggi swasta enggak boleh.

    Misalnya dosen UI atau dosen Gadjah Mada atau dosen Undip dia merasa jenjang jabatan akademisnya itu enggak naik-naik. Dia nberpikir, kalau enggak naik-naik jabatan ini jangan-jangan saya dimainkan di level dekanat, dekannya. Dia boleh minta permohonan, tolong dong saya minta dokumen penilaian jenjang jabatan akademis, kok saya enggak naik-naik.

    Begitu dikasih dibilang pula, kamu enggak naik jabatan karena penilaiannya jelek. Lho, saya pengen dong siapa yang menilai saya jelek? Enggak boleh gitu kan, itu kan masuk ke ranah pribadi kan enggak boleh dibuka. Kalau dibuka nanti diancam lagi yang menilai, itu ada seperti itu.

    Jadi akhirnya kita mediasi, mediasinya gagal. Karena mediasi gagal kita masukkan lagi ke ajudikasi non-litigasi. Jadi boleh karyawan meminta informasi publik, kalau karyawan SCTV enggak bisa karena SCTV swasta. Tapi kalau di RRI, TVRI boleh karena dia pakai APBN. Kalau swasta kan duitnya sendiri.

    Bagaimana cara KI Pusat merangkul Generasi Millenial dan Gen-Z untuk juga ikut mengawasi keterbukaan informasi ini?

    Strateginya ya saya dekatin dulu Menteri Pemuda dan Olahraga, itu kan termasuk Gen-Z juga dia. Badannya gede, besar, tinggi besar, tetapi termasuk Milenial kan? Kita sangat akrab dan Kemenpora kemarin nomor satu.

    Ya kita lakukan pendekatan, mereka bagus juga karena apa? Karena sesmennya juga bagus, sesmennya itu orang lama dan menterinya manut sama sesmen. Ini penting karena kadang-kadang pimpinan badan publik itu dia mengatakan kadang-kadang gini, itu enggak penting itu keterbukaan informasi.

    Sehebat apa pun sesmen kalau menterinya sudah ngomong begitu susah. Nah ini kebetulan koordinasinya bagus, bagus sekali, komunikasinya bagus. Dari kepala bironya, kepala biro biasanya PPID dari Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi.

    Atasan PPID itu pejabat administratif tertinggi di kementerian, biasanya sekjen, bisa sekjen, sestama, corporate secretary, pimpinan badan publik, atasan, atasan PPID, pimpinan badan publik, ini semuanya bagus. Nah, kita dekatin saja lewat itu karena Milenial tadi. Kita sering ada event-event dengan Pak Menteri, Pak Menterinya anak muda.

    Kedua, kita cari lagi mana ini yang kira-kira anak-anak muda yang suka. Kemudian kita dengan Pak Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata. Jadi itu adalah strategi kita, karena apa? Karena kita enggak bisa langsung, lihat saja undang-undang kita, membuat standar pelayanan informasi publik, menyelesaikan sengketa informasi publik.

    Jadi kita ke publiknya lewat badan publik. Jadi seperti tadi saya sampaikan, walaupun guyon Komisi Informasi Pusat itu tidak dikenal KIP ya, KI Pusat, lebih dikenal Kartu Indonesia Pintar betul, karena apa? Karena banyak masyarakat yang belum kenal Komisi Informasi karena tidak pernah dilakukan literasi.

    Ada literasi digital, ada literasi, ada rasio elektrifikasi. Tapi literasi keterbukaan informasi publik di masyarakat tidak ada, yang ada adalah literasi indeks keterbukaan informasi publik, itu yang disasar selalu di badan publik, pemerintah provinsi.

    Saya itu tidak tahu publik yang sudah terliterasi itu enggak tahu. Berapa persen publik yang sudah tahu keterbukaan informasi publik tidak pernah tahu, ini yang menjadi PR pemerintah sebenarnya.

    Ini yang harus pemerintah lihat bahwa publik itu harus dicerahkan juga. Ada keterbukaan informasi publik, ada lembaga yang namanya Komisi Informasi Pusat atau KI Pusat, dia punya di daerah juga, ada undang-undangnya, ada peraturan pemerintahnya.

     

  • KPK Periksa 6 Saksi Terkait Harun Masiku
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 Januari 2025

    KPK Periksa 6 Saksi Terkait Harun Masiku Nasional 30 Januari 2025

    KPK Periksa 6 Saksi Terkait Harun Masiku
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) memanggil enam orang sebagai saksi terkait kasus suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019-2024 untuk
    tersangka
    eks kader PDIP
    Harun Masiku
    .
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (30/1/2025).
    Berdasarkan informasi yang dihimpun, enam orang saksi tersebut yakni Saeful Rohman selaku wiraswasta; Irvansyah selaku wiraswasta; dan Moh Ilham Yulianto selaku sopir dari kader PDIP Saeful Bahri.
    Kemudian, Darmadi Djufri selaku pengacara; Dewi Angi selaku Ibu Rumah Tangga; dan Diah Okta Sari selaku mahasiswa.
    Kasus Harun Masiku terungkap ketika KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
    Dari hasil operasi, tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat orang sebagai tersangka.
    Empat tersangka tersebut adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saiful Bahri, dan Harun Masiku.
    Namun, saat itu Harun lolos dari penangkapan.
    Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi Harun Masiku di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.
    Hingga saat ini, Harun masih berstatus buronan dan masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
    Adapun Harun Masiku diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk meloloskan langkahnya menjadi anggota DPR melalui PAW.
    Belakangan, KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap proses PAW yang menjerat Harun Masiku.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DKPP Luncurkan Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu 2024, KPU-Bawaslu Patuh tapi Belum Aman

    DKPP Luncurkan Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu 2024, KPU-Bawaslu Patuh tapi Belum Aman

    loading…

    DKPP meluncurkan Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) Tahun 2024 dalam kegiatan Ekspos IKEPP DKPP Tahun 2024 di Hotel Grand Sahid jaya, Jakarta. FOTO/DOK.DKPP

    JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP ) hari ini meluncurkan Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) Tahun 2024 dalam kegiatan Ekspos IKEPP DKPP Tahun 2024 di Hotel Grand Sahid jaya, Jakarta. IKEPP DKPP Tahun 2024 merupakan hasil dari survei terhadap kepatuhan Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang dilakukan DKPP di 38 provinsi.

    “Untuk pertama kalinya DKPP akan mempublikasi hasil IKEPP dari seluruh wilayah Indonesia,” kata Sekretaris DKPP, David Yama dalam keterangannya dikutip, Kamis (30/1/2025).

    IKEPP merupakan bentuk inovasi DKPP pada 2024, di mana penelitiannya dilakukan pada penyelenggara pemilu tingkat provinsi yang selanjutnya akan dikembangkan ke tingkat kabupaten/kota. Dari hasil survei tersebut tingkat kepatuhan KPU dan Bawaslu tingkat provinsi di Indonesia terbilang Patuh. Hanya, ia menyebut tingkat kepatuhan ini masih belum dapat dikatakan aman.

    “Hasil selengkapnya nanti akan diungkap dalam Ekspos IKEPP DKPP Tahun 2024,” tuturnya.

    David menjelaskan, IKEPP adalah sebuah instrumen pengukuran untuk memetakan secara kuantitatif dan kualitatif kepatuhan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Indonesia. “Nantinya Ekspos IKEPP 2024 akan dihadiri oleh Ketua Komisi II DPR, Wakil Menteri Dalam Negeri, dan perwakilan dari Bappenas,” ungkapnya.

    Menurutnya, pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu sudah dinilai sebagai sebuah tantangan dalam membangun demokrasi di Indonesia. Tantangan ini sudah disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    “Sehingga keberadaan IKEPP mutlak dibutuhkan untuk memetakan tingkat kepatuhan etik penyelenggara Pemilu di seluruh wilayah Indonesia,” ucap David.

    (abd)