Gibran Hadapi Gugatan Rp 125 Triliun, Tepatkah Didampingi Jaksa Pengacara Negara?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pakar Hukum Pidana Interdisipliner Universitas Trisakti, Albert Aries, menilai penggunaan Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk mendampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah tepat secara hukum.
Albert menjelaskan, petitum dalam gugatan itu menyentuh keabsahan Gibran sebagai Wakil Presiden periode 2024-2029. Maka dari itu, posisi Gibran dalam perkara ini bukan sekadar pribadi, melainkan melekat pada jabatannya sebagai wapres.
“Terkait dengan gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan kepada Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang mendalilkan bahwa Gibran tidak pernah menjalani sekolah SMA/sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI, maka kita perlu mencermati dahulu bunyi poin ketiga dari tuntutan (petitum) dari gugatan tersebut, yaitu ‘menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden RI periode 2024-2029’,” kata Albert kepada Kompas.com, Minggu (14/9/2025).
Menurut Albert, substansi dalil dan tuntutan semacam itu semestinya masuk dalam ranah sengketa proses pemilu.
Hal itu diatur dalam Pasal 471 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu jo Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara, setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu ditempuh.
“Dengan kata lain, mengingat seluruh sengketa proses pemilu itu dianggap sudah terlewati tempus dan proses-nya, maka gugatan perbuatan melawan hukum yang ditujukan kepada Gibran dan KPU yang mempertanyakan keabsahannya sebagai Wapres Periode 2024-2029 seharusnya tidak dapat dianggap sebagai ‘gugatan pribadi’ secara
an sich
, melainkan gugatan yang ditujukan terhadap Gibran sebagai Wakil Presiden secara ‘ex officio’, yaitu karena jabatannya saat ini,” ujarnya.
Jika konstruksi hukum demikian yang dipakai, lanjut Albert, maka penugasan Jaksa Pengacara Negara justru sejalan dengan aturan.
“Jika konstruksi hukumnya demikian, maka berdasarkan Pasal 24 Perpres No. 15 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI, hal tersebut termasuk lingkup bantuan hukum atau tindakan hukum lain kepada Negara atau Pemerintah dalam arti luas yang merupakan tugas dan wewenang Jaksa Agung Muda Bidang Perdata & Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan jajaran di bawahnya yang dapat bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara,” kata Albert.
Sebelumnya, sidang perdana gugatan ini sempat diwarnai keberatan dari Subhan Palal, penggugat yang menilai Gibran tidak semestinya diwakili jaksa negara.
Ia menegaskan gugatannya ditujukan terhadap Gibran secara pribadi.
Namun, Kejaksaan Agung memastikan JPN memang berwenang mendampingi wapres karena gugatan tersebut dialamatkan ke Sekretariat Wakil Presiden.
Dalam perkara ini, Subhan menuntut Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara tanggung renteng membayar ganti rugi senilai Rp 125 triliun.
Selain itu, ia juga meminta hakim menyatakan Gibran tidak sah sebagai Wakil Presiden RI periode 2024-2029.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Bawaslu
-
/data/photo/2025/09/12/68c3c55537e3b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gibran Hadapi Gugatan Rp 125 Triliun, Tepatkah Didampingi Jaksa Pengacara Negara? Nasional 14 September 2025
-
/data/photo/2025/09/12/68c3e9f785361.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pelanggaran Etik Pemilu 2024 Didominasi Tekanan dari Parpol dan Calon Kepala Daerah Regional 12 September 2025
Pelanggaran Etik Pemilu 2024 Didominasi Tekanan dari Parpol dan Calon Kepala Daerah
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, mengungkapkan bahwa banyaknya pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu pada 2024 tidak bisa dilepaskan dari tekanan peserta pemilu, terutama partai politik.
Ia menyebutkan bahwa sekitar 790 aduan menyangkut penyelenggara yang ditangani DKPP sepanjang 2024 menunjukkan rapuhnya integritas sebagian penyelenggara ketika menghadapi intervensi dari pihak luar.
Menurut Heddy, mayoritas kasus menimpa penyelenggara di tingkat kabupaten/kota, baik dari unsur KPU maupun Bawaslu.
Meski demikian, Heddy menegaskan bahwa akar persoalan bukan semata kelemahan individu, melainkan tekanan berat dari peserta pemilu.
Hal itu disampaikan Heddy dalam Seminar Nasional Integritas Penyelenggara Pemilu dan Masa Depan Demokrasi Indonesia di Universitas Diponegoro, Semarang, Jumat (12/9/2025).
“Teman-teman KPU maupun Bawaslu itu bekerja dalam tekanan luar biasa. Indikasi kuatnya, bagaimana mungkin seorang anggota KPU kabupaten/kota berani menggeser suara kalau tidak diperintah peserta pemilu? Peserta itu ya partai politik, atau calon kepala daerah,” tegasnya.
Dia menyebutkan bahwa bentuk pelanggaran etik terbanyak terjadi pada tahapan rekrutmen penyelenggara ad hoc, tahap kampanye, lalu tahapan pemungutan dan penghitungan suara, baik di pemilihan legislatif maupun pilkada.
Baginya, hanya penyelenggara dengan integritas kuat yang bisa bertahan.
“Yang tidak kuat imannya ya jebol, yang kuat imannya ya bagus,” ujarnya.
Heddy menilai, kondisi ini menjadi alarm penting untuk pembenahan sistem pemilu.
Ia mendorong adanya revisi undang-undang pemilu, perbaikan regulasi, serta peningkatan kualitas rekrutmen penyelenggara agar lebih selektif.
“Kalau tekanan dari peserta pemilu tidak diimbangi dengan penyelenggara yang tangguh, kualitas demokrasi kita akan terus terancam,” imbuhnya.
Sebagai solusi, ia mendorong perbaikan regulasi pemilu, termasuk revisi undang-undang, serta peningkatan kualitas rekrutmen penyelenggara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Pileg 2029 atau 2031? Bawaslu Probolinggo Tegaskan Kepastian Masih Tunggu DPR RI
Probolinggo (beritajatim.com) – Polemik jadwal Pemilihan Legislatif (Pileg) mendatang kian memanas. Publik bertanya-tanya, apakah pesta demokrasi itu akan tetap digelar tahun 2029 atau justru bergeser hingga 2031. Suasana penuh tanda tanya itu dijawab langsung oleh Ketua Bawaslu Kota Probolinggo, Johan Dwi Angga.
Dalam keterangannya, Johan menegaskan bahwa meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan, kepastian jadwal pelaksanaan pileg masih menggantung. Semua masih menunggu lahirnya undang-undang baru dari DPR RI.
“Kalau menurut hasil MK, pasti ya di 2029 dan 2031 ada pileg semua. Tetapi untuk teknisnya masih menunggu undang-undang yang baru,” tegas Johan, Senin (9/9).
Isu tentang masa jabatan anggota legislatif yang bisa meluas hingga tujuh tahun pun mencuat. Namun Johan menepis anggapan itu sebagai kepastian. Ia menekankan, segala kemungkinan tetap terbuka sebelum ada payung hukum yang jelas.
“Belum tentu juga, karena putusan MK seperti itu. Tapi tetap menunggu undang-undang yang baru nanti,” ujarnya dengan nada hati-hati.
Lebih jauh, Johan memastikan bahwa konsep pemilu serentak tidak akan hilang. Hanya saja, pelaksanaannya akan dipisahkan antara pemilihan nasional dan pemilihan daerah. “2029 dan 2031 itu tetap serentak kok, hanya terpisah nasional dan daerah,” tandasnya.
Kini, bola panas ada di tangan DPR RI. Seluruh mata publik pun tertuju pada gedung parlemen, menanti undang-undang baru yang akan menentukan arah perjalanan demokrasi Indonesia lima hingga tujuh tahun ke depan. (ada/kun)
-

Sempat Beroperasi di Kecamatan, Polsek Tegalsari Pindah ke Kantor Bawaslu Jatim
Surabaya (beritajatim.com) – Gedung Bawaslu provinsi Jawa Timur (Jatim) di Jalan Tanggulangin 3, Keputran akan menjadi tempat operasional sementara anggota Polsek Tegalsari. Diketahui, markas Polsek Tegalsari rusak parah usai dibakar oknum massa aksi demo bubarkan DPR pada 30-31 Agustus 2025.
Kapolsek Tegalsari Kompol Riski Santoso mengatakan, kantor Bawaslu Jatim telah disiapkan sebagai kantor sementara sampai gedung yang dibakar massa selesai dibangun kembali. Nantinya, kantor sementara ini segera beroperasi setelah pihaknya bersama stakeholder terkait menyiapkan berbagai kebutuhan untuk melayani masyarakat.
“Alhamdulillah kami diberi tempat untuk berkantor sementara. Inshaallah dalam waktu satu dua hari semua peralatan sudah lengkap, baik laptop, printer, dan sebagainya,” katanya, Jumat (5/9/2025).
Rizki menjelaskan, kantor sementara ini hanya digunakan untuk pelayanan SKCK, SPKT, lalu lintas, dan Samapta. Sementara untuk kegiatan Reskrim seperti penahanan akan dialihkan ke Polrestabes Surabaya.
“Jadi khusus untuk pelayanan masyarakat kegiatan sehari-hari. Untuk tahanan, tetap dititipkan ke Polrestabes Surabaya,” lanjutnya.
Rizki memperkirakan kantor Polsek Tegalsari yang saat ini direnovasi akan selesai sekitar satu tahun. Jika sudah selesai, aktivitas operasional akan kembali ke kantor lama. “Insya Allah secepatnya nanti setelah selesai kurang lebih mungkin satu tahun, kami akan kembali ke Mako Polsek Tegalsari yang lama,” pungkasnya.
Diketahui, Kantor Polsek Tegalsari adalah salah satu dari puluhan fasilitas umum yang rusak akibat oknum pendemo bubarkan DPR beberapa waktu lalu. Massa sebelumnya melakukan pengrusakan dengan melempar batu dan benda-benda ke Polsek Tegalsari pada hari pertama aksi atau Kamis (29/8/2025).
Pembakaran kantor Polsek Tegalsari lantas dilakukan massa aksi pada Sabtu (30/8/2025) malam. Setelah massa aksi membakar salah satu bangunan di kawasan Gedung Negara Grahadi. Selain dua bangunan cagar budaya itu, oknum massa aksi juga membakar sebagian besar pos polisi yang berdiri di Surabaya. [ang/suf]
-

Pasca Dibakar, Polsek Tegalsari Surabaya Tempati Bekas Kantor Bawaslu Jatim
Surabaya (beritajatim.com) – Polsek Tegalsari Surabaya resmi menempati gedung bekas Kantor Bawaslu Jawa Timur di Jalan Tanggulangin No.3, Tegalsari, sebagai kantor sementara.
Pemindahan ini dilakukan pasca Markas Polsek Tegalsari hangus terbakar saat kerusuhan demonstrasi di Gedung Negara Grahadi pada 31 Agustus lalu.
Puluhan personel Polsek Tegalsari bersama unsur tiga pilar dan warga sekitar menggelar kerja bakti membersihkan gedung berlantai dua tersebut sebelum difungsikan.
Kapolsek Tegalsari, Kompol Rizky Santoso, menjelaskan bahwa kantor sementara ini digunakan untuk menjamin kelancaran pelayanan publik.
“Kantor bekas Bawaslu Jatim ini dipinjami oleh Pemprov Jawa Timur karena merupakan aset BPKAD. Kami gunakan sebagai Mapolsek Tegalsari sementara, agar layanan kepada masyarakat tetap berjalan,” ungkapnya, Kamis (5/9/2025).
Menurut Rizky, pelayanan yang tetap dibuka di lokasi baru mencakup pembuatan SKCK, SPKT, Samapta, hingga pelayanan lalu lintas.
Sementara untuk penahanan tersangka dialihkan ke Polrestabes Surabaya. “Gedung ini akan difungsikan penuh untuk pelayanan masyarakat. Sedangkan untuk tahanan kami titipkan di Polrestabes,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rizky menargetkan perbaikan kantor Polsek Tegalsari yang terbakar akan selesai dalam waktu satu tahun ke depan.
Sebagaimana diketahui, Mapolsek Tegalsari terbakar hebat pada Minggu dini hari, 31 Agustus 2025, saat kerusuhan usai demonstrasi di kawasan Gedung Grahadi.
Massa yang dipukul mundur dengan gas air mata menyebar ke sejumlah titik, salah satunya ke Kantor Polsek Tegalsari. Gedung pun dilalap api hingga rata dengan tanah, menyisakan struktur bangunan utama. (ted)
-

Anggota Komisi II DPR RI dukung kewenangan Bawaslu menjadi lebih luas
“Jadi ada dampak bagi Bawaslu dengan adanya putusan MK 135 seperti beban kerja berkurang, kualitas pengawasan meningkat dan ruang evaluasi lebih panjang,”
Sigi (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Longki Djanggola mendukung kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diperluas dalam hal pengawasan dengan menyatukan regulasi pemilu, pilkada dan penyelenggara pemilu dalam satu undang-undang.
“Jadi ada dampak bagi Bawaslu dengan adanya putusan MK 135 seperti beban kerja berkurang, kualitas pengawasan meningkat dan ruang evaluasi lebih panjang,” kata Longki saat mengisi materi kegiatan penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas SDM kepemiluan di Sigi, Selasa.
Ia mengemukakan ke depan bawaslu memiliki sejumlah tantangan dengan adanya putusan itu yakni regulasi baru, anggaran ganda, koordinasi lintas lembaga serta penguatan SDM di Badan Pengawas Pemilihan Umum.
“Kalau kita bisa memanfaatkan yang baik maka pemilu 2029 insyaallah akan lebih efisien, inklusif dan demokratis,” ucapnya.
Ia menuturkan agar Bawaslu di Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Sigi dapat menjadi penjaga kedaulatan rakyat.
“Tentunya bagaimana partisipasi masyarakat meningkat karena prosesnya lebih sederhana,” sebutnya.
Longki menyebutkan putusan MK tersebut bisa memberikan ruang kepada Bawaslu dengan beban kerja yang berkurang disebabkan tidak semua tahapan menumpuk di waktu yang sama.
“Paling penting kualitas pengawasan meningkat karena pengawasan dapat lebih fokus karena Pemilu dibagi dalam dua waktu yakni nasional dan daerah,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Bawaslu Sigi Hairil menjelaskan pihaknya terus melakukan evaluasi untuk terus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) kepemiluan di daerah tersebut.
“Pada prinsipnya putusan MK 135 itu belum ditindaklanjuti oleh pembuat Undang-undang artinya regulasi yang ada saat ini masih menggunakan regulasi yang lama,” katanya.
Menurut dia, terkait peningkatan kapasitas ini merupakan bentuk keseriusan Bawaslu untuk secara maksimal agar penyelenggara dan sumber daya manusia bisa meningkat baik dari sisi pengetahuan dan lain sebagainya.
“Kami mengapresiasi kepada anggota Komisi II DPR RI Longki Djanggola yang memang merupakan mitra dari KPU dan Bawaslu dengan memberikan pesan kepada kami untuk tetap menjadi pengawas yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang ada,” jelasnya.
Ia pun mengatakan pihaknya memastikan rutin melakukan evaluasi guna meningkatkan kapasitas SDM di Bawaslu Sigi khususnya dalam menghadapi pemilu 2029 mendatang.
“Tantangan pemilu dan pilkada ke depan pasti jauh lebih berat, jadi mulai dari sekarang kapasitas SDM di Bawaslu Sigi harus terus ditingkatkan,” tuturnya.
Diketahui Bawaslu Sigi saat ini sedang melaksanakan pengawasan proses pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum setempat.
Pewarta: Moh Salam
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Komisi II DPR komitmen perkuat demokrasi dan pengawasan pemilu
Saya juga melihat dengan adanya pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal akan menjadikan partai politik terus bekerja selama lima tahun, sehingga peran parpol akan benar-benar dirasakan di tengah-tengah masyarakat
Bantul (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Zulfikar Arse Sadikin menegaskan komitmennya untuk memperkuat demokrasi dan pengawasan pemilihan umum (pemilu) di masa mendatang.
“Adanya putusan MK Nomor 135 yang substansinya membagi pemilu menjadi pemilu nasional dan pemilu lokal akan menguatkan peran penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu,” kata Zulfikar dalam rapat penguatan kelembagaan Bawaslu Bantul bersama mitra kerja 2025 di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, hal tersebut karena penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu dan KPU akan terus bekerja sepanjang periode mengingat setelah berakhirnya tahapan pemilu nasional akan dilanjutkan dengan tahapan pemilu lokal.
“Selain itu perlu juga diperkuat peran badan pengawas ‘ad hoc’ sejak dari panwascam (panitia pengawas kecamatan), pengawas desa sampai dengan pengawas TPS (tempat pemungutan suara),” katanya.
Pihaknya meyakini apabila ada penguatan kelembagaan pengawas pemilu sampai level ‘ad hoc’, maka kualitas pemilu akan semakin baik dan pemilu yang luber, jurdil serta bersih dapat terwujud.
“Saya juga melihat dengan adanya pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal akan menjadikan partai politik terus bekerja selama lima tahun, sehingga peran parpol akan benar-benar dirasakan di tengah-tengah masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Muhammad Najib mengatakan, bahwa momentum melakukan revisi undang-undang pemilu adalah momentum membuat pemilu yang ideal sehingga dapat mengarahkan pemilu dengan baik.
Selain itu, Bawaslu juga berharap bahwa kemitraan kelembagaan dengan pengawas pemilu harus terus berjalan meskipun tahapan pemilu sudah berakhir.
“Hal ini karena penguatan demokrasi tidak mengenal waktu, pemilu juga mempunyai siklus yang terus harus berjalan. Oleh karena itu kerja sama dan kemitraan kelembagaan harus terus berkesinambungan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Bantul Didik Joko Nugroho mengatakan, Bawaslu Bantul tetap menjalankan program dan kegiatan pasca pengawasan pemilu dan pemilihan.
Dia mengatakan, dalam hal pencegahan, Bawaslu Bantul concern terhadap penguatan terhadap gerakan anti politik uang melalui Desa Anti Politik Uang (APU) yang sampai saat ini telah terbentuk 18 Desa APU dan telah mempunyai relawan masing masing.
“Dalam rangka peningkatan literasi demokrasi, Bawaslu Bantul membentuk Bawaslu Corner di Perpustakaan Daerah. Ini selain menjadi tempat literasi demokrasi, juga menjadi wahana ekpose hasil-hasil pengawasan pemilu dan pemilihan di Bantul,” katanya.
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Bawaslu, Guardian of Democracy yang Terbatasi Regulasi
Jember (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memiliki peran penting sebagai penjaga demokrasi. Namun selama ini lembaga tersebut tak bisa berbuat banyak dalam pemilu.
Hal ini disampaikan Muhammad Khozin, anggota Komisi II DPR RI, acara penguatan kelembagaan keterbukaan informasi publik dan produk hukum, yang digelar Badan Pengawas Pemilu, di Hotel Aston, Kabupaten Jember, Jumat (30/8/2025).
“Kalau kita baca di Undang-Undang Pemiluan kita, baik UU Nomor 7 Tahun 2017 maupun UU Nomor 1 Tahun 2015 terkait pemilu dan pilkada, di sana dijelaskan bahwa Bawaslu adalah the guardian of democracy,” kata Khozin.
Khozin menyebut tugas itu tidak sederhana. “Bawaslu adalah penjaga marwah demokrasi kita. Oleh karena itu baik buruk iklim demokrasi kita, hulunya ada di Bawaslu sebetulnya,” katanya.
Namun, lanjut Khozin, dalam praktiknya kewenangan Bawaslu dalam menindak dibatasi regulasi. “Kita dihadapkan pada satu realitas bahwa Bahwaslu hanya menjadi lembaga pengawas saja. Cuma mengawasi atau ngomong awas-awas gitu aja. Tidak bisa kemudian punya yurisprudensi yang kokoh untuk melakukan penindakan,” katanya.
“Kalau saya mengistilahkan, Bawaslu itu menjelma menjadi kurir kasus saja dari konteks di lapangan ke Gakkumdu (Sentra Penegak Hukum Terpadu). Selebihnya enggak bisa ngapa-ngapain. Mau ketua Bahwaslu berakrobat bagaimanapun, kalau secara regulasi terkunci, ya enggak bisa,” kata Khozin.
Ini yang kemudian menurut Khozin memunculkan dilema politik. “Antara kemauan dan kemampuan tidak berjalan linier,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa dari Daerah Pemilihan Jember dan Lumajang ini.
Khozin juga menyebut Bawaslu tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengakses data kependudukan. “KPU punya akses terhadap NIK (Nomor Induk Kependidikan) full, tapi Bawaslu terbatas. Logika sederhana: lantas bagaimana Bawaslu mau melakukan penindakan kepada KPU?” katanya.
Selaim problem kewenangan, Khozin meihat Bawaslu mengalami keterbatasan sumber daya manusia. “Bawaslu secara person sampai ke tingkat desa dan sampai tingkat TPS sangat terbatas. Rasionya itu satu berbanding tujuh. Contoh: PKD (Pengawas Kelurahan dan Desa) hanya satu orang, sementara KPU bisa tujuh orang,” katanya.
Dengan jumlah yang terbatas, menurut Khozin, jajaran Bawaslu di tingkat bawah akhirnya lebih disibukkan kerja administratif daripada substantif pengawasan. “PKD banyak disibukkan urusan pelaporan, administrasi, nge-print sana, nge-print sini, bundel sana, bundel sini. Akhirnya meaningless secara fungsi,” katanya.
Hal ini yang kemudian membuat Khozin menyuarakan agar fungsi Bawaslu diperkuat agar bisa melakukan penindakan tegas terhadap pelanggaran pemilu. Dia mencontohkan lemahnya Bawaslu dalam menindak pelanggaran politik uang.
“Secara teori itu jelas sudah. Secara praksis, saya berani taruhan, se-Indonesia berapa sih kasus money politics yang bisa diproses lebih lanjut? Apakah itu masuk dalam pidana umum, apakah itu masuk di dalam pidana kepemiluan, apakah itu masuk dalam pidana khusus lainnya, itu kan enggak jelas,” kata Khozin.
Ketidakjelasan ini, menurut Khozin, harus diubah. “Yang insyaallah dalam waktu yang tidak lama ini, Komisi II dengan KPU dan Kemendagri secara intensif mempersiapkan perumusan paket undang-undang politik yang di dalamnya juga ada undang-undang kepemiluan kita,” katanya.
Ketua Bawaslu Jember Sanda Aditya menyadari ada waktu hingga 2029 bagi lembaganya untuk berbenah. “Kami tahu kami banyak kekurangan. Makanya kami ingin berbenah lebih baik lagi agar bisa lebih kuat,” katanya. [wir]
-

Legislator DPR RI dari Jember Akui Kepercayaan Publik terhadap Kepemiluan Rendah
Jember (beritajatim.com) – Muhammad Khozin, legislator DPR RI dari Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengakui, bahwa kepercayaan publik terhadap kepemiluan rendah. Perlu ada perbaikan sistem agar pemilu lebih berkualitas.
“Suka atau tidak, harus kita akui, trust level masyarakat terhadap kepemiluan kita, dalam hal ini peserta pemilu maupun pelaksana pemilu, memang sangat berkurang atau ada di titik rendah,” kata Khozin, usai acara penguatan kelembahaan keterbukaan informasi publik dan produk hukum, yang digelar Badan Pengawas Pemilu, di Hotel Aston, Kabupaten Jember, Jumat (30/8/2025).
Rendahnya kepercayaan ini, menurut Khozin, memicu pemerintah, DPR RI, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu untuk melakukan sejumlah perbaikan tata kelola dan tata laksana kepemiluan.
Pemilu masih akan dilaksanakan empat tahun lagi. “Tapi hasil yang baik dimulai dengan perencanaan dan persiapan yang baik. DPR RI sedang menyiapkan kajian-kajian dan naskah-naskah bersama pemerintah untuk memenuhi prinsip meaningful participation publik dalam hal perumusan undang-undang,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
DPR RI meminta publik memberikan masukan. “Kemudian secara kelembagaan, regulasinya kita perbaiki melalui revisi undang-undang paket politik dan undang-undang pemilu,” kata Khozin.
Khozin menegaskan pentingnya penguatan kelembagaan kepemiluan. “Bawaslu ini diibaratkan wasit. KPU itu diibaratkan panitia pelaksana, partai politik diibaratkan petinjunya. Jadi kalau kemudian wasitnya baik, insyaallah itu akan men-trigger dan mendorong pesertanya ikut baik,” katanya.
“Sebaliknya, kalau pengawasnya tidak baik, pelaksananya tidak baik, maka output yang dihasilkan juga akan tidak baik. Artinya semua sektor harus memperbaiki diri sekarang,” kata Khozin.
Menurut Khozin, tugas pemerintah adalah memitigasi kesempatan kepada pemangku kepentingan pemilu untuk tidak melanggar dan bertindak tidak jauh dari filosofi demokrasi dan undang-undang. “Sementara masyarakat harus disadarkan untuk memiliki niat yang baik dan keyakinan yang baik,” katanya.
Khozin mengakui politik uang menjadi isu klasik dari pemilu ke pemilu. Dia kemudian mengingatkan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi yang memperkuat institusi partai politik dengan menaikkan dana bantuan politik “Itu jelas sudah beberapa tahun terakhir KPK sudah merekomendasikan itu,” katanya.
“Karena jika partai politik tidak diintervensi oleh pemerintah dalam hal keuangan, itu sama halnya membiarkan partai untuk mencari sumber uang lain. Ketika itu terjadi, maka birokrasi kita yang muaranya adalah dari instrumen partai politik nantinya akan berisiko,” kata Khozin.
Komisi II DPR RI sudah sepakat menambah bantuan keuangan untuk partai politik sesuai kemampuan keuangan negara dan rasional. “Belum sampai ke pembahasan itu, tapi spirit untuk memperkuat partai politik di antaranya dengan intervensi keuangan dari negara, kita sepakati. Bahwa nanti berapa persen hitungannya seperti apa, kita menunggu rumusan yang diajukan oleh pemerintah,” kata Khozin. [wir]
-

Mitos atau Fakta, Bisakah Pasta Gigi Menangkal Paparan Gas Air Mata?
Jakarta –
Aksi unjuk rasa kembali digelar di depan Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, pada Kamis (28/8 2025). Setelah massa buruh membubarkan diri, sekelompok mahasiswa datang dengan sejumlah atribut dan menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kinerja anggota legislatif.
Selain menyoroti kinerja DPR yang dinilai kurang memuaskan, mahasiswa juga memprotes pemberian tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan bagi anggota dewan.
Namun, sekitar pukul 15.30 WIB, situasi mulai memanas. Massa mahasiswa terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian. Polisi kemudian menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan, memaksa mahasiswa mundur hingga ke kawasan Jalan Gerbang Pemuda, depan Stadion Gelora Bung Karno.
“Tadi demo soal tunjangan DPR, cuma sudah mulai rusuh,” ujar seorang mahasiswa yang tampak bergerak menjauh saat kericuhan pecah.
Dalam sejumlah video live streaming di media sosial, beberapa orang yang turun di aksi demo menggunakan pasta gigi di area wajah sebagai penangkal efek pedih.
Betulan Ngaruh?
Hal ini sudah pernah dijelaskan praktisi kesehatan dari Perhimpunan Dokter Emergency Indonesia, dr Wisnu Pramudito D Pusponegoro, SpB. Faktanya, pasta gigi tidak memiliki khasiat untuk mencegah efek gas air mata.
“Odol nggak ngaruh sebenarnya. Gas air mata bekerjanya karena terhirup, bukan kontak dengan mata. Efek gas air mata itu kan terhirup yang menyebabkan sekresi dari kelenjar air mata,” jelas Wisnu beberapa waktu lalu.
Menurutnya, gas air mata menimbulkan gejala berupa mata perih, keluarnya air mata berlebihan, hingga rasa terbakar di saluran pernapasan. Gejala ini tidak bisa ditangkal hanya dengan mengoleskan pasta gigi.
Hal senada disampaikan Fu’umori, anggota kepolisian yang pernah bertugas saat kerusuhan di depan Bawaslu 2019 lalu. Ia mengungkapkan fungsi pasta gigi bukan untuk menghalau gas air mata, melainkan sekadar merangsang keluarnya air mata.
“Jadi, odol itu biar keluar saja air matanya, bukan biar nggak kena gasnya. Kena gas mah tetap,” ujarnya.
Ia menjelaskan, gas air mata mengandung partikel mirip bubuk merica yang menimbulkan rasa pedih di mata. Saat terkena, refleks alami tubuh adalah mengeluarkan air mata untuk membersihkan zat tersebut.
“Makanya jangan dikucek, biarin saja biar nangis. Kalau dikasih air malah makin jadi (perihnya). Diemin saja,” demikian lanjut Fu’umori.
Sementara peneliti, dosen, sekaligus pakar Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada Dra. Ani Setyopratiwi, M.Si., menyebut penggunaan pasta gigi yang sering dipakai mahasiswa saat aksi di jalan sebagai penangkal efek gas air mata, dikarenakan terdapat emulsi yang terkandung dalam pasta gigi.
Gas air mata yang jika bertemu akan saling merusak satu sama lain. Emulsi pada pasta gigi adalah berupa gel dan emulsi pada gas air mata adalah berupa air.
“Semua pasta gigi khususnya pasta gigi yang baru bisa digunakan karena larutannya masih homogen. Kalau sudah lama dan tercampur air, larutannya cenderung pecah dan berair sehingga emulsinya sudah rusak dan kurang efektif,” papar Dra Ani menyoroti penggunaan yang kurang efektif.
Alih-alih memakai pasta gigi, Dra Ani menyarankan untuk menggunakan larutan air garam yang disemprotkan di sekitar area yang terkena paparan gas air mata.
Perlu diingat, tidak ada cara mengurangi efek gas air mata yang lebih efektif selain dengan menghindari paparannya. Jika berada di dalam ruangan, sebisa mungkin segera keluar untuk mendapatkan udara.
Apabila berada di luar ruangan, segera menjauh dari titik pelepasan gas air mata. Carilah lokasi juga yang lebih tinggi karena uap atau asap gas air mata dapat menyebar.
Simak Video “Video: Temuan Baru, Pasta Gigi dari Keratin Rambut”
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)