Kementrian Lembaga: Bawaslu

  • Ketua dan 3 Anggota KPU Banjarbaru Dipecat, Pengamat: Kegagalan Pengawasan Penyelenggara Pusat – Halaman all

    Ketua dan 3 Anggota KPU Banjarbaru Dipecat, Pengamat: Kegagalan Pengawasan Penyelenggara Pusat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap empat komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru. 

    Ini dilakukan setelah mereka terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).

    Pengamat kepemiluan sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menyoroti kasus itu menunjukkan kegagalan KPU pusat dalam menjalankan pencegahan serta pengawasan.

    Dalam UU 8/2015 Pilkada, diatur ihwal KPU pun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggara pemilihan di semua tingkatan. 

    “KPU dan Bawaslu ini kelembagaannya bersifat hierarkis sehingga mestinya KPU dan Bawaslu yang secara vertikal berada di atas KPU dan Bawaslu Banjarbaru bisa melakukan supervisi kepada jajarannya,” ujar Titi saat dihubungi, Sabtu (1/3/2025). 

    “Agar bekerja benar dalam penyelenggaraan tahapan pilkada,” sambungnya. 

    Titi menilai, kesalahan yang terjadi di KPU Banjarbaru tidak bisa dilepaskan dari peran jajaran penyelenggara pemilu di tingkat atas yang gagal mencegah terjadinya penyimpangan. 

    Menurutnya, pengawasan yang lebih ketat seharusnya dapat dilakukan untuk menghindari pelanggaran. 

    Lebih lanjut, ia mengungkapkan, jika ditelusuri lebih dalam, terdapat indikasi adanya dukungan dari struktur kelembagaan yang lebih tinggi terhadap keputusan yang dibuat oleh KPU Banjarbaru. 
     
    “Jadi kesalahan KPU Banjarbaru sejatinya tidak terlepas dari adanya juga kontribusi jajaran penyelenggara di atasnya yang gagal menghentikan anomali dan penyimpangan yang dilakukan oleh KPU Banjararu,” pungkasnya. 

    Sebagai informasi, empat komisioner itu adalah Dahtiar selaku Ketua KPUD Banjarbaru, serta tiga anggotanya, yaitu Resty Fatma Sari; Normadina; dan Hereyanto. Sedangkan satu anggota lainnya hanya disanksi peringatan keras.

    Dalam pertimbangannya, DKPP menyebut tidak melaksanakan pemungutan suara, penghitungan, dan rekapitulasi sesuai dengan tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berlaku.

  • Mobil Dinas KPU dan Bawaslu Karawang Ditarik Imbas Efisiensi, Komisioner Pakai Kendaraan Pribadi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 Maret 2025

    Mobil Dinas KPU dan Bawaslu Karawang Ditarik Imbas Efisiensi, Komisioner Pakai Kendaraan Pribadi Regional 1 Maret 2025

    Mobil Dinas KPU dan Bawaslu Karawang Ditarik Imbas Efisiensi, Komisioner Pakai Kendaraan Pribadi
    Tim Redaksi
     
    KARAWANG, KOMPAS.com
    – Mobil dinas operasional Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Karawang ditarik akibat efisiensi anggaran.
    Menurut Sekretaris KPU Karawang, Fauzi Purwendi, kendaraan tersebut merupakan mobil sewaan yang kontraknya habis dan tidak diperpanjang oleh KPU RI melalui KPU Provinsi.
    “Mobil kan sewa dari KPU RI melalui KPU provinsi, kebetulan kontraknya habis dan tidak diperpanjang,” ujar Fauzi, Sabtu (1/3/2025).
    Fauzi mengatakan bahwa pada Jumat (28/2/2025) pagi, total enam mobil dinas operasional KPU Karawang ditarik kembali oleh vendor rental.
    “Enam kendaraan ditarik karena sewa semua. Infonya enggak diperpanjang lagi, karena dari pusat ya kita penerima doang, pemakai saja,” jelasnya.
    Kini, Ketua dan Komisioner KPU Karawang menggunakan mobil dinas milik Pemkab Karawang, meskipun kondisinya sudah lama.
    “Yang termuda mobil tahun 2019, sisanya tahun 2014 ke sana,” tambah Fauzi.
    Sementara itu, Ketua Bawaslu Karawang, Engkus Kusnadi, juga mengonfirmasi bahwa enam mobil dinas Bawaslu Karawang ditarik karena kontraknya tidak diperpanjang akibat efisiensi anggaran.
    “Ada enam, komisioner lima dan satu kasek. Tidak diperpanjang sewanya karena enggak ada anggaran, kena efisiensi,” ujar Kusnadi.
    Setelah penarikan mobil dinas, para komisioner dan staf Bawaslu Karawang kini menggunakan kendaraan pribadi untuk berangkat ke kantor.
    “Ke kantor pakai kendaraan masing-masing, ada yang pakai motor,” kata Kusnadi.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DKPP Berhentikan 4 Komisioner KPU Banjarbaru yang Langgar Kode Etik

    DKPP Berhentikan 4 Komisioner KPU Banjarbaru yang Langgar Kode Etik

    Banjarbaru

    Empat komisioner KPU Banjarbaru resmi mendapatkan sanksi pemberhentian tetap karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). Mereka dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.

    Dilansir Antara, Sabtu (1/3/2025), sanksi itu dibacakan langsung oleh Ketua DKKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan sebanyak tujuh perkara di Ruang Sidang Utama DKPP, Jakarta. Perkara yang teregister dengan nomor 25-PKE-DKPP/2025 itu diadukan oleh mantan calon Wakil Wali Kota Banjarbaru Said Abdullah yang memberikan kuasa kepada Syarifah Hayana, Abdul Hanap, dan Daldiri.

    “Mengabulkan permohonan pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi penghentian tetap kepada teradu,” kata Heddy.

    Empat komisioner yang diberhentikan tetap yakni Teradu I Dahtiar selaku ketua merangkap anggota KPU Kota Banjarbaru, Teradu II Resty Fatma Sari, Teradu III Normadina, dan Teradu IV Hereyanto masing-masing selaku anggota KPU Kota Banjarbaru. Selain itu, anggota KPU Banjarbaru lainnya, Haris Fadhillah sebagai Teradu V mendapat peringatan keras.

    “Keputusan ini terhitung sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan ini dibacakan dan memerintahkan badan pengawas pemilihan umum untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini,” ujarnya.

    Diketahui, mulanya dalam Pilkada Banjarbaru terdapat dua pasangan calon. Pasangan nomor urut 1 Erna Lisa Halaby-Wartono melawan pasangan nomor urut 2, Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah.

    Kemudian pada tanggal 31 Oktober 2024, KPU Banjarbaru membatalkan pencalonan pasangan Aditya-Said. Artinya, Aditya-Said didiskualifikasi kurang dari satu bulan sebelum hari pemungutan suara.

    Aditya yang merupakan Wali Kota Banjarbaru petahana itu didiskualifikasi berdasarkan surat rekomendasi Bawaslu Kalimantan Selatan yang menyatakan keduanya melakukan pelanggaran administrasi. Aditya-Said didiskualifikasi berawal dari laporan yang diajukan oleh rivalnya, yakni calon wakil wali kota Banjarbaru nomor urut 1, Wartono, ke Bawaslu.

    Wartono melaporkan Aditya karena dugaan penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Pilkada. Meski Aditya-Said didiskualifikasi, KPU tetap menggelar Pilkada Banjarbaru dengan 1 paslon tanpa ada kotak kosong di surat suara.

    KPU mengatakan hal itu dilakukan karena diskualifikasi dilakukan menjelang hari pemungutan suara sehingga tidak memungkinkan untuk mencetak ulang surat suara. Foto dari Aditya-Said masih ada di kertas suara. Pemilih yang mencoblos foto Aditya-Said dianggap tidak sah.

    Hasil perolehan suara, Lisa-Wartono meraih 36.135 suara sah atau 100% suara sah dalam Pilkada Banjarbaru 2024. Sementara total suara tidak sah pada pilkada Banjarbaru mencapai 78.736 dan suara pasangan calon yang didiskualifikasi dinyatakan 0.

    (isa/dnu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Akibat Efisiensi Anggaran, Bawaslu Hadapi Kendala Pengawasan PSU di 24 Daerah – Halaman all

    Akibat Efisiensi Anggaran, Bawaslu Hadapi Kendala Pengawasan PSU di 24 Daerah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja, mengungkapkan pihaknya tak memiliki cukup anggaran untuk mengawasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 daerah.

    Sebab, pihaknya mengalami efisiensi anggaran hampir 50 persen.

    Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Kamis (27/2/2025).

    “Kondisi Anggaran APBN di Bawaslu saat ini telah melaksanakan kebijakan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, di mana anggaran Bawaslu diblokir hampir 50 persen. Sehingga Provinsi Bawaslu tidak memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan pengawasan PSU di Kabupaten/Kotanya,” ujar Bagja.

    Bagja menjelaskan bahwa penyelenggaraan pemilihan dialokasikan melalui dana hibah yang diterima melalui APBD.

    Namun, ada ketentuan yang mengharuskan sisa dana hibah yang tidak terpakai untuk segera dikembalikan ke kas daerah, paling lambat tiga bulan setelah penetapan calon kepala daerah terpilih.

    “Kami harapkan ada beberapa daerah yang PSU-nya dananya belum dikembalikan, tapi sudah banyak pemerintah daerah yang meminta sisa dana tersebut untuk dikembalikan ke pemda,” kata Bagja.

    Menurut Bagja, persoalan ini semakin kompleks ketika Bawaslu Kabupaten/Kota diputuskan untuk menyelenggarakan PSU.

    Dalam hal ini, Bawaslu Provinsi memiliki kewajiban untuk mengawasi jalannya PSU tersebut hingga tahapan berakhir. Ini berarti bahwa ketika anggaran untuk pengawasan PSU belum tersedia, Bawaslu Provinsi akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.

    Salah satu contoh yang diberikan adalah Banjarbaru, di mana pemerintah provinsi sudah mengembalikan dana hibah.

    Namun pengawasan PSU di tingkat provinsi dan pengaktifan Sentra Gakkumdu menjadi permasalahan karena kekurangan anggaran.

    Sebab itu, Bawaslu berharap adanya dukungan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait masalah anggaran ini.

    “Perlu dukungan Kemendagri dan Kemenkeu terkait permasalahan yang dimaksud,” pungkasnya.

    Adapun alokasi anggaran Bawaslu tahun 2025 sebesar Rp 2.416.945.124.000, kemudian dilakukan efisiensi sebesar 40 persen dari alokasi anggaran tahun 2025 atau senilai Rp 955.000.000.000.

    Sehingga pagu anggaran Bawaslu tahun 2025 hasil efisiensi sebesar Rp 1.461.945.124.000.

    Sebagai informasi, PSU di 24 daerah ini merupakan imbas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memutus 40 sengketa Pilkada pada Senin (24/2/2025).

    Total 24 perkara harus melakukan PSU, 1 perkara melakukan rekapitulasi ulang, dan 1 perkara diminta untuk memperbaiki Keputusan KPU tentang penetapan hasil.

    Sementara 14 sisanya tidak dikabulkan.

    Sebagai tindak lanjut, Idham menekankan pihaknya akan merancang jadwal terkait PSU terlebih dulu. Selain itu, KPU RI juga akan berkoordinasi dengan jajaran di 24 daerah yang akan menggelar PSU.

    “Prinsipnya apa yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi atas perselisihan hasil pilkada itu akan ditindaklanjuti oleh KPU. Karena putusan Mahkamah Konstitusi bersifat erga omnes,” jelasnya.

    Untuk 14 perkara yang tidak dikabulkan MK, pihaknya akan segera menetapkan pasangan terpilih di daerah tersebut. Dia memastikan penetapan mulai dilakukan hari ini.

    “(Sebanyak) 14 yang ditolak, yang mulai hari ini akan ditindaklanjuti dengan penetapan pasangan calon terdiri, ada 14,” tuturnya.

    Berikut 24 perkara yang diputuskan untuk digelar PSU:

    1. Perkara Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Pasaman

    2. Perkara Nomor 224/PHPU.BUP- XXIII/2025 Pilbup Mahakam Ulu

    3. Perkara Nomor 260/PHPU.BUP- XXIII/2025 Pilbup Boven Digoel

    4. Perkara Nomor 28/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Barito Utara

    5. Perkara Nomor 132/PHPU.BUP-XXIII/2025 Bupati Tasikmalaya

    6. Perkara Nomor 30/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Magetan

    7. Perkara Nomor 174/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Buru

    8. Perkara Nomor 304/PHPU.GUB- XXIII/2025 Pilgub Papua

    9. Perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 Pilwalkot Banjarbaru

    10. Perkara Nomor 24/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Empat Lawang

    11. Perkara Nomor 99/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Bangka Barat

    12. Perkara Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Serang

    13. Perkara Nomor 20/PHPU.BUP- XXIII/2025 Pilbup Pesawaran

    14. Perkara Nomor 195/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Kutai Kartanegara

    15. Perkara Nomor 47/PHPU.WAKO-XXIII/2025 Pilwalkot Kota Sabang

    16. Perkara Nomor 51/PHPU.BUP-XXIII 2025 Pilbup Kepulauan Talaud

    17. Perkara Nomor 171/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Banggai

    18. Perkara Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Gorontalo Utara

    19. Perkara Nomor 173/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Bungo

    20. Perkara Nomor 68/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Bengkulu Selatan

    21. Perkara Nomor 168/PHPU.WAKO- XXIII/2025 Pilwalkot Kota Palopo

    22. Perkara Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Parigi Moutong;

    23. Perkara Nomor 73/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Siak

    24. Perkara Nomor 267/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Pulau Taliabu.

     

     

     

  • Komisi II DPR Enggan Tanggapi Terlalu Jauh Soal Wacana Omnibus Law RUU Politik

    Komisi II DPR Enggan Tanggapi Terlalu Jauh Soal Wacana Omnibus Law RUU Politik

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi II DPR enggan menanggapi terlalu jauh terkait dengan wacana pembahasan revisi Undang-Undang terkait politik yang menggunakan metode Omnibus Law.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf mengatakan proses Pilkada pun saat ini masih terjadi dan pemerintahan baru berjalan sekitar empat bulan, sehingga masih melakukan penataan-penataan yang diperlukan.

    Hal tersebut Dede sampaikan seusai menggelar rapat kerja dengan Kemendagri, KPU, dan Bawaslu dengan agenda mengenai pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

    “Kalau mau berbicara tentang revisi Undang-Undang Pemilu, saat ini terlalu terburu-buru, sementara proses Pilkada masih terjadi, kita sebutlah pemerintah yang baru berjalan empat bulan ini sedang melakukan pentaan demi penataan, rasanya kurang pas,” tuturnya.

    Legislator Demokrat ini turut berujar pihaknya akan memberi ruang bagi stakeholder terkait seperti pengamat, peninjau, dan akademisi untuk mendengarkan masukannya untuk revisi UU Politik.

    “Dalam 6 bulan sampai 1 tahun ke depan ini, kita akan terus membuat panja [panitia kerja] untuk mendengarkan masukan-masukan. Kita belum akan mungkin melakukan keputusan,” jelasnya.

    Keputusan itu, imbuh Dede, baru bisa dilakukan pada 2026 mendatang. Hal ini karena tahapan Pemilu sudah mulai dilangsungkan pada 2027, sehingga sudah dengan proses yang baru.

    Eks Wakil Gubernur Jawa Barat ini mengaku pihaknya sudah mulai melakukan pendalaman tentang revisi UU Politik, tetapi tidak sampai membuat naskah akademik.

    “Karena kalau kita buat naskah akademik saat ini di mana pemerintah baru berjalan, kelihatannya belum pas. Kita sekarang masih harus berbicara tentang pertumbuhan ekonomi, bagaimana mengembalikan investasi anggaran, dan sebagainya,” ucapnya.

    Akan tetapi, dia kembali menegaskan pihaknya mendengar masukan-masukan dari eksternal dengan sebanyak-banyaknya, karena teori tentang Pemilu banyak sekali.

  • DPR Beri Pemerintah Waktu 10 Hari untuk Kasih Solusi Pembiayaan PSU Pilkada 2024

    DPR Beri Pemerintah Waktu 10 Hari untuk Kasih Solusi Pembiayaan PSU Pilkada 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi II DPR memberi tenggat waktu selama 10 hari kepada pemerintah untuk memastikan solusi pembiayaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024, di sejumlah daerah yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak mencukupi.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menyebut tenggat waktu itu diberikan mulai hari ini hingga Jumat, 7 Maret mendatang alias pekan depan.

    “10 hari dari sekarang [jadi] 7 maret [kepastiannya],” katanya seusai memimpin rapat dengan Kemendagri, KPU, dan Bawaslu dengan agenda mengenai pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

    Dia menjelaskan, tenggat waktu itu diberikan lantaran ada PSU yang tahapannya direncanakan akan mulai pada 22 Maret mendatang. Pihaknya khawatir bilamana pemerintah belum memiliki solusi, maka daerah tersebut terancam tak jadi menggelar PSU.

    “Kenapa? Karena ada Pilkada yang akan start di tanggal 22 Maret. Jadi artinya kalau tanggal 10 Maret Pemerintah belum punya solusi, ini berarti yang tanggal 22 Maret akan terancam tidak jadi Pilkada, maknya kami tadi meminta segera dalam satu minggu ke depan,” jelas Dede.

    Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan terdapat peluang penggunaan APBN untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 jika pemerintah daerah tidak memiliki anggaran yang cukup.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk kemungkinan itu pun sebenarnya sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2014. Dalam Pasal 166 disebut pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada APBD dan dapat didukung oleh APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    “Jadi nanti kita cek dulu selama 10 hari ini mekanismenya [menggunakan APBD] seperti apa, kalau memang tidak bisa ya barulah kita akan menempuh mekanisme sumber pembiayaan dari APBN,” ujarnya seusai rapat dengan Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

  • Komisi II DPR Taksir Biaya Gelar PSU Pilkada 2024 Telan Biaya Hampir Rp1 Triliun

    Komisi II DPR Taksir Biaya Gelar PSU Pilkada 2024 Telan Biaya Hampir Rp1 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi II DPR memperkirakan besaran anggaran untuk penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 bisa mencapai Rp900 miliar hingga Rp1 triliun.

    Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menyatakan besaran ini didapatkan setelah menghitung jumlah perkiraan anggaran yang sebelumnya disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kurang lebih sebesar Rp486 miliar dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sekitar Rp215 miliar.

    “Tambah kalau ada pilih kata ulangnya kurang lebih Rp250 [miliar]. Belum TNI dan Polri jika harus melakukan fungsi pengamanan. Tadi saya hitung kasar saja itu bisa mencapai Rp900 [miliar] sampai Rp1 triliun,” jelasnya seusai rapat dengan Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

    Dia menyebut anggaran PSU dibebankan kepada pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Akan tetapi, jika masih belum mencukupi, dapat pula dibantu oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Sisanya ya mungkin pemerintah pusat lah, sesuai dengan amanat Undang-Undang bahwa jika pemerintah daerah tidak sanggup, maka pemerintah pusat dapat [membantu],” ucapnya.

    Amanat Undang-Undang tersebut, ujar eks Wakil Gubernur Jawa Barat ini, perlu dibahas lebih lanjut untuk menentukan mekanisme bantuan dana dari APBN.

    “Konotasi ini yang kita mesti dudukkan bersama-sama. Dapat itu semuanya kah? Atau nanti ambil dari provinsi kah? Atau yang lainnya?” pungkasnya.

    Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin menyebut butuh anggaran Rp486,3 miliar untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah dan merekapitulasi ulang hasil perolehan suara di satu daerah.

    Afifuddin menjelaskan dari 26 satuan kerja atau satker KPU yang melaksanakan PSU ada 6 satker KPU yang tak memerlukan tambahan anggaran karena masih punya sisa Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada 2024. 

    Sementara itu, masih ada 19 Satker KPU yang dia sebutkan mengalami kekurangan anggaran untuk menggelar PSU. Kekurangannya ini mencapai Rp373,7 miliar.

    “Kemudian terdapat satu Satker KPU yaitu kabupaten Jayapura yang tidak memerlukan biaya karena bersifat administrasi perbaikan SK saja,“ katanya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

  • Komisi II DPR taksir biaya menggelar PSU pilkada hingga Rp1 triliun

    Komisi II DPR taksir biaya menggelar PSU pilkada hingga Rp1 triliun

    Pemerintah harus siap, mau tidak mau harus siap melaksanakan PSU

    Jakarta (ANTARA) – Komisi II DPR RI menaksir perkiraan biaya yang digelontorkan untuk menggelar pemungutan suara ulang di sejumlah daerah dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024 dapat mencapai hampir Rp1 triliun.

    “Tadi saya hitung kasar saja itu bisa mencapai Rp900 (miliar) sampai Rp1 triliun,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf usai memimpin rapat kerja dengan lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Jumlah biaya tersebut berasal dari kebutuhan anggaran yang disampaikan lembaga penyelenggara pemilu untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) hingga anggaran aparat keamanan untuk menjalankan fungsi pengamanan.

    “KPU menyampaikan (butuh anggaran) kurang lebih Rp486 miliar sekian, Bawaslu kurang lebih sekitar Rp215 (miliar), tambah kalau ada pilkada ulangnya kurang lebih Rp250 (miliar) lah. Belum TNI dan Polri jika harus melakukan fungsi pengamanan,” ujarnya.

    Dede mengatakan besaran kebutuhan anggaran untuk menggelar PSU itu dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan dapat pula didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari pemerintah pusat.

    “Sisanya ya mungkin pemerintah pusatlah sesuai dengan amanat undang-undang bahwa jika pemerintah daerah tidak sanggup maka pemerintah pusat dapat (mendukung pembiayaan PSU). Nah, konotasi ‘dapat’ ini yang kita mesti dudukkan bersama-sama,” ucapnya.

    Dede menimpali, “Pemerintah harus siap, mau tidak mau harus siap melaksanakan PSU.”

    Ia menambahkan Komisi II DPR memberikan waktu kepada pemerintah untuk menyimulasikan kepastian mekanisme pembiayaan PSU menggunakan APBD dan APBN dalam kurun waktu 10 hari kerja terhitung sejak rapat Komisi II DPR pada Kamis hari ini.

    “Kami memberikan tenggat waktu 10 hari kepada pemerintah untuk segera menyampaikan nanti kepada DPR, apa yang bisa disiapkan oleh daerah dan apa yang bisa disiapkan oleh pemerintah pusat,” katanya.

    Sebelumnya pada rapat kerja itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengungkapkan bahwa pemungutan suara ulang (PSU) dampak dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024 membutuhkan anggaran Rp486.383.829.417.

    Ia menjelaskan ada sebanyak 26 daerah yang gugatannya dikabulkan MK dan 24 daerah di antaranya harus menggelar PSU. Namun, dari seluruh daerah tersebut, ada sebagian yang tidak membutuhkan anggaran tambahan karena ketersediaan anggaran masih cukup.

    “Sebanyak enam satuan kerja KPU tidak memerlukan tambahan anggaran karena masih terdapat sisa NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) Pilkada 2024,” kata Afifuddin.

    Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa PSU Pilkada 2024 di sejumlah daerah imbas putusan MK memerlukan dukungan anggaran dari pemerintah pusat guna mengantisipasi APBD yang terbatas.

    “Keterbatasan APBD pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengakibatkan tidak dapat terpenuhinya anggaran untuk kegiatan pengawasan PSU sehingga perlu dukungan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan,” kata Bagja.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sebut Pilkada Paling Kacau Sepanjang Sejarah, Deddy Sitorus PDIP Ajak Mundur Massal

    Sebut Pilkada Paling Kacau Sepanjang Sejarah, Deddy Sitorus PDIP Ajak Mundur Massal

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pilkada serentak yang berlangsung pada 2024 dinilai paling kacau sepanjang sejarah perpolitikan tanah air. Penilaian itu disampaikan politikus PDIP, Deddy Yevri Sitorus.

    Deddy Sitorus yang merupakan anggota Komisi II DPR RI menilai pelaksanaan pemilu oleh pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kontestasi politik yang paling kacau sepanjang sejarah.

    Dia mengatakan hal tersebut saat hadir dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengan Pendapat (RDP) bersama KPU, Bawaslu, dan Kemendagri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2).

    “Pemilu kita ini di bawah pemerintahan sebelumnya, adalah pemilu paling berengsek dalam sejarah. Sah,” kata Deddy Sitorus dalam rapat, Kamis.

    Deddy beralasan hampir 60 persen atau sekitar 310 dari total 545 hasil Pilkada 2024 yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga dia menilai kontestasi politik era Jokowi begitu kacau.

    “Hampir 60 persen, gila itu,” cetus legislator Fraksi PDI Perjuangan itu.

    Deddy pun menyerukan mundur berjemaah atau massal sebagai bentuk tanggung jawab atas kacaunya pelaksanaan pemilu 2024.

    Pimpinan KPU, Bawaslu, Mendagri, sampai Kapolri bisa meletakkan jabatan alias mengundurkan diri.

    “Saya kira wajar kita mundur semua. KPU, Bawaslu, Mendagri, Kapolri gagal kita ini,” katanya.

    Deddy bahkan mengaku sebagai legislator DPR merasa gagal atas banyaknya gugatan hasil Pilkada 2024 yang menandakan kacaunya pelaksanaan kontestasi politik.

    “DPR juga, supaya adil. Enggak apa-apa, kalau perlu mundur berjamaah, saya siap, supaya sebagai tanggung jawab kita kepada bangsa ini, lo,” kata dia.

  • DPR minta Mendagri jadwalkan pelantikan kepala daerah pascaputusan MK

    DPR minta Mendagri jadwalkan pelantikan kepala daerah pascaputusan MK

    Jakarta (ANTARA) – Komisi II DPR RI meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian segera menjadwalkan pelantikan kepala daerah, bagi daerah yang gugatannya ditolak dan tidak dapat diterima berdasarkan hasil putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi.

    Pelantikan itu, perlu dilaksanakan sesuai Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 dan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

    “Komisi II DPR RI meminta untuk segera ditetapkan oleh KPU provinsi/kabupaten/kota dan hasilnya disampaikan kepada DPRD provinsi/kabupaten/kota untuk melaksanakan paripurna penetapan pasangan calon kepala daerah terpilih,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

    Untuk itu, dia mengatakan penetapan pasangan calon kepala daerah terpilih juga perlu segera disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dibuat surat Keputusan Presiden untuk Gubernur dan Wakil Gubernur serta Keputusan Menteri Dalam Negeri untut Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Selain itu, dia meminta agar pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri untuk dapat mengusulkan pendanaan anggaran untuk PSU Pilkada daerah kepada Menteri Keuangan sesuai dengan Pasal 166 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa “Pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

    “Dan melaporkan kepada Komisi II DPR RI paling lambat 10 hari dari rapat kerja dan rapat dengar pendapat saat ini,” kata dia.

    Menurut dia, Komisi II DPR RI meminta agar penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah berdasarkan asas dan prinsip pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dengan mempersiapkan semua teknis tahapan dan regulasinya.

    “Serta menjaga kredibilitas, integritas, profesionalnya sebagai penyelenggara pemilu,” katanya.

    Adapun dari 40 perkara PHPU Kepala Daerah Tahun 2024 yang diperiksa secara lanjut, MK mengabulkan sebanyak 26 perkara, menolak 9 perkara, dan tidak menerima sebanyak 5 perkara.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025