Kementrian Lembaga: Bawaslu

  • Bupati Serang kembali  tidak hadiri panggilan Bawaslu terkait PSU

    Bupati Serang kembali tidak hadiri panggilan Bawaslu terkait PSU

    Serang (ANTARA) – Bupati Serang Banten kembali tidak menghadiri panggilan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat terkait dugaan tidak netral pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) daerah itu.

    Ketua Bawaslu Kabupaten Serang Furqon di Serang, Senin mengatakan jika kedua kalinya, Bupati Serang Tatu Chasanah tidak memenuhi panggilan Bawaslu.

    Panggilan kedua yang dijadwalkan pada Senin (17/3) kembali tidak dihadiri setelah sebelumnya Tatu juga absen pada panggilan pertama yang berlangsung pada Sabtu (15/3).

    “Informasi dari unit Penanganan Pelanggaran (PP) menyebutkan bahwa beliau tidak bisa hadir namun alasan pastinya belum diketahui karena saya belum menanyakan langsung kepada Koordinator Divisi PP,” ujarnya.

    Furqon menjelaskan bahwa pada pemanggilan pertama, Bupati Serang diwakili oleh Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda).

    Namun, karena laporan tersebut ditujukan langsung kepada Bupati Serang, Bawaslu kembali melayangkan panggilan untuk yang kedua kalinya.

    “Pada panggilan pertama, beliau diwakili oleh Pj Sekda pada hari Sabtu. Namun, karena yang dilaporkan adalah Bupati Serang sendiri, maka kami kembali memanggilnya hari ini. Tapi menurut informasi dari Koordinator Divisi PP, beliau kembali tidak bisa hadir,” jelasnya.

    Terkait pokok laporan, Furqon mengungkapkan bahwa kasus ini berkaitan dengan kegiatan Safari Ramadhan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang.

    “Kami telah memanggil beberapa saksi, termasuk Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra), yang merupakan bagian dari panitia pelaksana kegiatan,” paparnya.

    Selain itu, dua orang saksi dari pihak pelapor juga telah dimintai keterangan. Bawaslu juga berencana membahas kasus ini lebih lanjut melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu dalam waktu dekat.

    “Saksi dari pihak pelapor sudah ada dua orang, sementara Kabag Kesra hadir untuk memberikan penjelasan terkait pengelolaan kegiatan ini. Rencananya, jika tidak ada perubahan, pembahasan akan dilakukan hari ini,” jelasnya.

    Sebelumnya diberitakan, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah dilaporkan ke Bawaslu Banten atas dugaan ketidaknetralan dalam menghadapi Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Serang.

    Permasalahannya, program Safari Ramadan yang diselenggarakan Pemkab Serang diduga digunakan sebagai sarana kampanye terselubung untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 01, Andika Hazrumy dan Nanang Supriatna.

    Pewarta: Desi Purnama Sari
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bawaslu Kota Bekasi evaluasi partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024

    Bawaslu Kota Bekasi evaluasi partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024

    Sumber foto: Hamzah Aryanto/elshinta.com.

    Bawaslu Kota Bekasi evaluasi partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 17 Maret 2025 – 15:32 WIB

    Elshinta.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi, menggelar rapat evaluasi bersama berbagai pemangku kepentingan, untuk mengkaji tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum 2024.

    Pertemuan bertajuk “Ngabuburit Pengawasan” itu diselenggarakan di Hotel Amaroossa, Bekasi Selatan, Kota Bekasi.

    Rapat evaluasi tersebut mengungkap, bahwa tingkat partisipasi pemilih di Kota Bekasi hanya mencapai 55 persen dari total 1,8 juta pemilih terdaftar.

    “Alhamdulillah, hari ini kita melibatkan banyak pihak, karena buat kami sebenarnya pendidikan politik itu bukan hanya lembaga penyelenggara pemilu, tapi menjadi tugas bersama,” ujar Koordinator Divisi Pencegahan Humas dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Kota Bekasi, Choirunnisa Marzoeki seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hamzah Aryanto, Senin (17/3). 

    Menurut Choirunnisa, meskipun tahapan pemilu dan pilkada telah usai, upaya pendidikan politik tetap harus dilanjutkan. 

    “Kita tetap melakukan kegiatan-kegiatan ke depannya, juga aktif di media sosial untuk tetap menginformasikan pendidikan politik, hal-hal yang berkaitan dengan demokrasi, mendukung demokrasi di Kota Bekasi,” tegasnya.

    Ia mengakui, adanya penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pilkada, yang berdampak pada rendahnya partisipasi pemilih.

    “Partisipasi kemarin kan hanya 55 persen. Jadi dari 1,8 juta, ada sekitar 1 juta yang menggunakan hak pilih, 800 ribu orangnya ini nggak ada,” jelasnya.

    Choirunnisa menambahkan, terdapat persoalan teknis lainnya seperti data pemilih yang sudah meninggal, pindah tempat tinggal, dan surat undangan yang tidak sampai ke tangan pemilih.

    Di tempat yang sama, salah satu narasumber dalam diskusi tersebut, Dian Permata, menyoroti pentingnya evaluasi terhadap penyelenggaraan pemilu.

    “Evaluasi seperti ini kan pertama mereview apa yang sudah dilakukan sepanjang tahapan pilkada kemarin. Perihal baik buruk dan benarnya kan juga beberapa temuan dari pemerintah dalam penyelenggaraan,” katanya.

    Dian berharap, hasil evaluasi ini dapat menjadi titik perbaikan untuk berbagai aspek teknis pengawasan pemilu yang akan datang.

    “Diharapkan di pilkada akan datang, baik KPU ataupun Bawaslu serta masyarakat akan naik kelas. Artinya akan tahu siapa yang akan dipilih, tahu programnya si kandidat, tahu apa yang harus dilakukan pemilih lima tahun akan datang,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Dian mencatat beberapa permasalahan yang perlu diperbaiki, termasuk soal regulasi seperti adanya ketidakkonsistenan hukum dalam Peraturan KPU terkait diksi pemilih daftar tambahan.

    “Sering kali penyelenggara pemilu pilkada mengungkapkan ada pemilih khusus padahal nggak ada, karena di pilkada ini hanya tiga jenis pemilih, yaitu DPT, DPTb ditambahkan sama pindahan, sedangkan pemilih khusus itu hanya di pemilu,” imbuhnya.

    Ia juga menyoroti rendahnya partisipasi pemilih yang hanya mencapai 55 persen di Kota Bekasi, karena ada banyak faktor yang berperan.

    “Namun sebenarnya turunnya partisipasi bisa karena banyak faktor, bisa saja karena memang kandidat yang dijual itu tidak mempunyai daya tarik buat masyarakat untuk memilih, terutama soal program-program yang ditawarkan,” pungkasnya.

    Perlu diketahui, rapat evaluasi tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, awak media, forum guru, perwakilan kampus, organisasi masyarakat, LSM, kelompok rentan, dan KPU Kota Bekasi. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • 24 Daerah Lakukan PSU, Pengamat: Gambaran Buruk Tata Kelola Pilkada

    24 Daerah Lakukan PSU, Pengamat: Gambaran Buruk Tata Kelola Pilkada

    Liputan6.com, Yogyakarta – 24 daerah di Indonesia yang coblos ulang Pilkada 2024 menurut Dosen Politik dan Pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia menjadi cermin buruknya tata kelola pemilu dan pilkada di Indonesia belakangan ini. 24 daerah coblos ulang ini tentu akan merepotkan karena membutuhkan anggaran hingga Rp719 miliar yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    “Keputusan PSU menjadi cerminan akan buruknya tata kelola pemilihan di Indonesia. Jelas ada banyak yang perlu diperbaiki. Pemilu atau pilkada kita ini prosesnya berhenti di pra-pemilihan. Secara substantif sudah bisa diperkirakan hasilnya, menjadi tidak kompetitif. Artinya Pilkada sekarang tidak berkualitas,” ungkap Alfath, Kamis 13 Maret 2025

    Alfath melihat semua proses yang berperan dalam Pilkada, yaitu mulai dari partai politik melakukan kaderisasi, sampai penyampaian gagasan di publik. Menurutnya seluruh proses itu, saat ini telah menjadi pragmatis dan jauh dari kata ideal demokrasi maka masalah kecurangan dan pelanggaran pilkada marak terjadi. “Hubungan partai politik, kandidat, dan masyarakat menjadi transaksional dan tidak substantif,” ujarnya.

    24 daerah coblos ulang ini ia mengatakan jika melihat penyebab dari keputusan PSU oleh MK, sebagian besar sengketa menyebutkan, bahkan sejumlah masalah administratif masih bermasalah. Artinya, ada faktor-faktor pragmatis yang menyebabkan Pilkada tidak lagi berintegritas. Padahal pemerintah seharusnya memiliki kewenangan tegas untuk menegakkan aturan dan implementasinya selama pelaksanaan pemilihan. “Pemilu kita ini mahal. Modalnya untuk menjadi kandidat saja luar biasa. Belum lagi budaya buying vote (membeli suara) di masyarakat,” kata Alfath.

    Alfath mengatakan ada beberapa upaya yang bisa memperbaiki sistem Pemilu maupun Pilkada, Pertama, memperbaiki aturan kepemiluan. Sebab, ada perbedaan antara pelaksanaan pemilihan di tingkat nasional dan daerah, disertai dengan jarak kampanye yang cukup lama. Sehingga, kandidat memiliki kesempatan menyampaikan visi misi ke masyarakat, dan masyarakat mampu memahaminya. “Substansi tersebut penting menjadi bagian besar dalam pemilihan,” terangnya.

    Kedua, perlunya reformasi partai politik. Kaderisasi dan penyaringan kandidat harus dikembalikan ke titik awal. Posisi kandidat politik dilandaskan pada kapasitas seseorang, bukan kemampuan dan modal politik saja. Terakhir, perlu penegasan dan penguatan Badan Pengawasan Pemilu. Seringkali dalam pelaksanaan pemilihan, Bawaslu belum menjadi elemen aktif yang memiliki kewenangan dalam penegakan aturan pemilu. “Setelah penyelesaian regulasi, harapannya pemilu itu sifatnya meritokrasi. Hanya orang-orang yang berkapasitas dan ber-passion yang bertarung di pemilihan,” paparnya.

    Alfath sangat menyayangkan jika 24 daerah coblos ulang dalam pelaksanaan Pilkada disebabkan adanya tindak kecurangan yang dilakukan oleh kontestan maupun penyelenggara pilkada. Padahal seharusnya PSU dilakukan apabila terjadi bencana alam atau kerusuhan sehingga hasil pemungutan suara tidak bisa digunakan.

    Meskipun bukan merupakan hal baru dalam sengketa pemilihan, namun PSU kali ini jelas memberikan tambahan beban bagi peserta maupun penyelenggara Pilkada. “Contohnya di Papua dia membutuhkan sekitar Rp100 miliar. Jumlah itu sangat melebihi kemampuan dari APBD. Belum lagi tenaga dan waktu yang harus dikerahkan,” tutur Alfath.

    Apalagi di tengah efisiensi yang dilakukan pemerintah, anggaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pengelolaan dan pembangunan justru harus dikeluarkan untuk mengulangi kembali proses pemilihan.

  • Sidang Perdana Hasto Kristiyanto, Dakwaan KPK Ungkap Peran Lindungi Harun Masiku

    Sidang Perdana Hasto Kristiyanto, Dakwaan KPK Ungkap Peran Lindungi Harun Masiku

    Sidang Perdana Hasto Kristiyanto, Dakwaan KPK Ungkap Peran Lindungi Harun Masiku
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristianto
    , telah menjalani sidang perdana dugaan korupsi
    Harun Masiku
    pada Jumat (14/3/2025).
    Dalam agenda pembacaan dakwaan tersebut, sejumlah tuduhan serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terungkap terkait Hasto dan keterlibatannya dalam kasus yang telah berlanjut sejak 2019.
    Hasto didakwa telah melakukan sejumlah tindakan untuk menghalangi penyidikan terkait kasus korupsi pergantian antar-waktu (PAW) Anggota DPR RI.
    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” ungkap jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
    Dalam pembacaan dakwaan, jaksa menyoroti tindakan Hasto yang diduga memerintahkan Nur Hasan untuk meminta Harun Masiku merendam telepon genggamnya ke dalam air.
    Perintah ini disampaikan setelah KPK melakukan tangkap tangan terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, pada 8 Januari 2020.
    Pasalnya, Harun Masiku diketahui tengah dikejar oleh tim penyidik KPK dalam penyelidikan kasus suap PAW DPR RI.
    Tak hanya itu, Hasto juga diduga meminta Harun untuk bersembunyi di Markas Partai.
    Jaksa menjelaskan, tujuan tindakan itu adalah agar Harun tidak terdeteksi oleh petugas KPK.
    “Terdakwa memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (
    stand by
    ) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK,” ujarnya.
    Dari investigasi yang dilakukan oleh tim KPK, diketahui bahwa Harun Masiku kemudian bertemu dengan Nur Hasan di Hotel Sofyan Cikini, sebelum berpindah ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
    “Namun, ketika petugas KPK mendatangi PTIK, mereka tidak berhasil menemukan Harun Masiku,” kata jaksa.
    Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHAP.
    Setelah pembacaan dakwaan, kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, menyampaikan pandangannya kepada media.
    Febri menyentil dakwaan tersebut tidak disusun dengan hati-hati, mengingat terdapat kesalahan penulisan undang-undang.
    “Salah satu pasal yang paling penting yang didakwakan pada dakwaan ke-1 ternyata salah menggunakan undang-undang,” kata Febri.
    Febri menunjukkan bahwa seharusnya jaksa mencantumkan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) alih-alih Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
    “Jadi, pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara,” ujarnya.
    Meskipun kesalahan terletak pada satu huruf, kata Febri, hal itu menjadi sangat berbeda.
    Pasal 65 KUHAP, kata dia, mengatur tentang hak terdakwa untuk menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan.
    Di sisi lain, persoalan hak Hasto untuk menghadirkan saksi dan ahli meringankan inilah yang diabaikan KPK ketika melakukan penyidikan.
    “Jadi, pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara,” ujar mantan Juru Bicara KPK tersebut.
    “Nah, sekarang justru pasal itu yang salah tulis begitu. Nah, itu catatan kami tentu saja yang pertama,” tambah dia.
    Tak hanya itu, Febri juga menyoroti inkonsistensi dalam materi dakwaan terkait sumber uang Rp 400 juta yang digunakan Harun Masiku untuk menyuap Wahyu Setiawan.
    Ia menjelaskan, dakwaan tersebut merupakan gabungan dari beberapa surat dakwaan yang berbeda.
    Menurut dia, terdapat ketidaksesuaian antara keterangan yang diajukan dalam surat dakwaan yang berbeda oleh KPK.
    “Kami menemukan inkonsistensi,” ungkapnya.
    Dia menuturkan, dakwaan yang dibacakan jaksa KPK merupakan gabungan dari tiga surat dakwaan Wahyu Setiawan dan eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Hasto.
    Mantan Juru Bicara KPK itu mengatakan, dalam surat dakwaan Wahyu, disebutkan pada kurun sekitar 17 atau 19 Desember 2019, uang Rp 400 juta diberikan Harun Masiku kepada Saeful Bahri.
    Adapun Wahyu dan Tio saat ini sudah berstatus terpidana dan menghirup udara bebas.
    Sementara, dalam dakwaan yang dibacakan hari ini disebutkan, uang Rp 400 juta seolah-olah berasal dari Hasto.
    Adapun perkara Hasto dan Wahyu Setiawan merupakan satu rangkaian dan masih dalam kasus suap Harun Masiku.
    Ia mempertanyakan bagaimana KPK bisa membuat dua dakwaan dengan fakta yang saling bertolak belakang.
    “Apakah sedemikian rupa mengubah dakwaan hanya untuk menjerat Hasto Kristiyanto?” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPU RI pastikan anggaran PSU Pilkada 2024 tersedia

    KPU RI pastikan anggaran PSU Pilkada 2024 tersedia

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    KPU RI pastikan anggaran PSU Pilkada 2024 tersedia
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 14 Maret 2025 – 14:14 WIB

    Elshinta.com – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin memastikan anggaran untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah terfasilitasi.

    Kendati demikian, dia belum mendapatkan informasi terkini soal dua daerah yang belakangan tidak memiliki anggaran, yakni Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat dan Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan.

    “Masih belum ada update dari dua daerah tersebut, tapi dipastikan nanti terfasilitasi lah kalau teman-teman dari Kemendagri,” kata Afifuddin di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat.

     

    Menurut dia, daerah yang menggelar PSU Pilkada 2024 telah mencari keluar soal pendanaan. Anggaran PSU Pilkada 2024 untuk 22 daerah lainnya terpenuhi lewat sisa dana Naskah Perjanjian Hidah Daerah (NPHD) dan dari pemerintah daerah.

    “Kami meyakini Insya Allah bisa terfasilitasi semua. Kalaupun tidak (terpenuhi dari anggaran daerah), kan ada mekanismenya, bisa di-support dari anggaran pusat,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menegaskan bahwa anggaran pendapatan belanja negara (APBN) bakal menyuntikkan daerah yang kekurangan anggaran untuk menggelar PSU.

    Anggaran PSU Pilkada 2024 di 22 daerah terpenuhi setelah Kemendagri berkoordinasi dengan jajaran KPU, Bawaslu, dan pemerintah daerah untuk memanfaatkan APBD di tengah kebijakan efisiensi.

    Dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI pada Senin (10/3), Tito mengungkap anggaran PSU Pilkada 2024 sebesar Rp719,170 miliar dengan rincian kebutuhan untuk KPU sebesar Rp429,725 miliar, Bawaslu sebesar Rp158,919 miliar, TNI Rp38,531 miliar, dan Polri Rp91,993 miliar.

    Mahkamah Konstitusi resmi memerintahkan PSU di 24 daerah setelah memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024. Putusan tersebut diumumkan pada sidang pleno yang berlangsung 24 Februari 2025, dengan seluruh sembilan hakim konstitusi telah menuntaskan pembacaan keputusan atas 40 perkara yang diperiksa secara lanjut.

    Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, dari seluruh perkara tersebut, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak sembilan perkara, dan tidak menerima lima perkara lainnya.

    Dengan berakhirnya sidang ini, MK dinyatakan telah menyelesaikan seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024.

    Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara menghasilkan keputusan untuk menggelar pemungutan suara ulang. KPU di daerah terkait wajib menjalankan putusan ini sesuai instruksi MK.

    Batas waktu pelaksanaan PSU sebagaimana tenggat waktu yang diberikan oleh MK, yakni 30 hari, 45 hari, 60 hari, 90 hari, hingga 180 hari sejak putusan dibacakan pada Senin (24/2) lalu:
    1. Batas waktu 30 hari tanggal 22 Maret 2025;
    2. Batas waktu 45 hari tanggal 5 April 2025;
    3. Batas waktu 60 hari tanggal 19 April 2025;
    4. Batas waktu 90 hari tanggal 24 Mei 2025;
    5. Batas waktu 180 hari tanggal 9 Agustus 2025.

    Selain itu, MK juga mengeluarkan dua putusan tambahan. Pertama, pada Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berkaitan dengan Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil suara.

    Kedua, pada Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Jayapura, MK menginstruksikan adanya perbaikan penulisan pada keputusan KPU mengenai penetapan hasil Pilkada Bupati dan Wakil Bupati 2024.

    Sumber : Antara

  • PSU di Mahakam Ulu, Pengamat Khawatirkan Potensi Abuse of Power

    PSU di Mahakam Ulu, Pengamat Khawatirkan Potensi Abuse of Power

    Liputan6.com, Mahakam Ulu – Tahapan Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk pemilihan kepada daerah (pilkada) di Kabupaten Mahakam Ulu telah dimulai per hari ini. KPU Mahulu sudah membuka pendaftaran calon sejak 8-10 Maret 2025. Beredar informasi Bupati Mahulu, Bonifasius Belawan kembali mendorong putranya menjadi calon bupati menggantikan putrinya Owena Mayang Shari yang sebelumnya didiskualifikasi MK.

    Upaya ini menimbulkan kekhawatiran publik bahwa praktik abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) berpotensi terulang sebagaimana sebelumnya hingga berujung diskualifikasi Owenan Mayang Sari oleh MK. “Harusnya siapa pun nanti calon yang diusulkan mengganti paslon yang diskualifikasi tidak lagi mengulang perbuatan yang menjadi penyebab PSU Mahulu,” ungkap pengamat politik Kaltim, Saipul saat dikonfirmasi, Sabtu (8/3/2025).

    Apalagi, kata Saipul, PSU ini akan menguras anggaran APBD. “Yang dirugikan lagi-lagi masyarakat, karena itu duit masyarakat, yang seharusnya dipakai buat pembangunan, karena perbuatan kelompok atau golongan, dipakai untuk PSU. “Ini harus ada tanggung jawab moral,” tegas dia.

    MK sudah memutuskan penyebab PSU ini karena ada perbuatan bupati yang sedang menjabat, yang menguntungkan paslon tertentu. “Sehingga paslon ke depan harusnya klir dari konflik kepentingan, meski pun tidak ada larangan mencalonkan anak, istri, cucu dan lain dalam UU Pilkda, tapi dimensi penyebab PSU itu harusnya tidak terulang. Saya mau membandingkan konteks Kukar, misalnya, ketidakpenuhan paslon hingga didiskualifikasi ada di personal Edi. Bukan dikehendaki oleh calon, tapi ada multitafsir. MK menafsirkan posisi Edi tidak lagi 2 periode,” sambung dia.

    “Tetapi kontes Mahulu ini sangat berbeda, ada penggunaan abuse of power hingga terjadilah diskualifikasi dan diadakan PSU. Di Mahulu itu ada relasi kuasa, penggunaan kekuasaan untuk keuntungan paslon tertentu,” ucap dia.

    Lebih lanjut Saipul menekankan penting otoritas atau kewenangan partai pengusung dalam menentukan paslon pengganti, termasuk mempertimbangkan sehingga mengusulkan calon tersebut. Saipul juga menyarankan agar partai pengusung bisa melakukan uji publik atas calon tersebut. Dia berharap ada supervisi khusus dari Bawaslu Kaltim terhadap tahapan pilkada Mahulu agar memastikan praktik TSM yang sebelumnya tidak berulang kembali.

    Sebagai informasi, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mahakam Ulu Paulus Winarno Hendratmukti menegaskan, seluruh tahapan PSU berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Saat ini, proses pencalonan dimulai tahap pendaftaran ulang sebelum masuk ke tahapan berikutnya. Mengenai surat dari pasangan calon (paslon) baru yang bakal mendaftar, Paulus menyatakan bahwa hingga saat ini KPU belum menerimanya. Meski pendaftaran calon dibuka dari 8–10 Maret.

    Setelah proses pencalonan selesai, tahapan berikutnya kampanye serta persiapan perekrutan badan ad hoc untuk PSU. Paulus berharap agar anggota badan ad hoc sebelumnya dapat kembali bergabung guna mempercepat proses kerja, mengingat waktu pelaksanaan PSU hanya 90 hari. “Semoga teman-teman badan ad hoc kemarin bisa kembali berfungsi seperti semula, itu yang diharapkan. Karena waktu PSU hanya 90 hari, apabila merekrut tenaga baru juga bekerja ulang, bekerja dari awal,” tuturnya.

  • Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    TRIBUNJATIM.COM – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kini meminta agar sosok yang meminta PDIP untuk tak memecat dirinya bisa dibuktikan.

    Pada momen itu Jokowi juga membantah soal adanya utusan yang meminta PDIP tak memecat dirinya dari partai.

    Diketahui sebelumnya, pernyataan itu datang dari Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus.

    Ia menyebut jika ada utusan yang datang dan meminta PDIP tak memecat Jokowi dari partai.

    Jokowi mengaku tak memiliki kepentingan menyuruh utusan untuk datang ke PDIP dan meminta dirinya tak dipecat.

    Ia pun meminta lebih baik PDIP mengungkap siapa sosok yang dimaksud. 

    “Nggak ada (komentar). Ya harusnya disebutkan siapa biar jelas. Nggak ada,” kata Jokowi di kediaman Sumber, Banjarsari, Jumat (14/3/2025), dikutip dari TribunSolo.com. 

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu. Coba logikanya,” lanjutnya. 

    Jokowi mengaku selama ini banyak diam ketika difitnah, dijelekkan hingga dimaki. 

    Namun, ia menegaskan bahwa sikap diamnya itu ada batasnya. 

    “Saya udah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Tapi ada batasnya,” tuturnya.

    Jokowi resmi dipecat dari PDI Perjuangan (PDIP) terhitung sejak 14 Desember 2024 lalu. 

    Jokowi telah merespons keputusan tersebut, ia memilih menerima dan menghormati apa sikap PDIP itu.  

    “Ya ndak apa. Ndak apa. Saya menghormati itu,” ungkapnya di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, Selasa (17/12/2024) lalu.

    “Dan saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian. Karena keputusan sudah terjadi,” lanjutnya. 

    Pernyataan PDIP soal Ada Utusan Minta Jokowi Tak Dipecat 

    Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus, menungkapkan, sempat ada permintaan agar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mundur dari jabatanNYA pada 14 Desember 2024 atau sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Deddy menyebut, permintaan itu disampaikan oleh seorang utusan yang disebutnya memiliki kewenangan.

    Selain meminta Hasto mundur, utusan itu juga meminta PDIP tak melakukan pemecatan Jokowi.

    “Sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa Sekjen harus mundur lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Tak hanya itu, Deddy menuturkan bahwa utusan tersebut juga menyampaikan terdapat 9 orang kader PDIP ditarget aparat penegak hukum.

    “Dan menyampaikan ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ujarnya.

    “Jadi, itu lah salah satu dan itu disampaikan oleh orang yang sangat berwenang,” ucapnya menambahkan.

    Karenanya, Deddy meyakini bahwa kasus yang menjerat Hasto bukan murni penegakan hukum.

    “Karena seharusnya kalau memang KPK ingin menjadi lembaga yang sebenar-benarnya ingin menegakkan hukum, maka sungguh banyak persoalan-persoalan yang bisa dipecahkan oleh KPK,” tegasnya.

    KPK ditantang untuk memeriksa keluarga Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo alias Jokowi

    Tantangan itu diungkap oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Menanggapi hal itu, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution menilai jika permintaan itu sah saja.

    Bahkan Bobby menyebut jika wajar Hasto meminta KPK untuk memeriksa mertuanya dan keluarga.

    “Ya silakan, silakan saja. Namanya permintaan,” ucapnya seusai pisah sambut  dan serah terima jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut dari PJ Gubernur Sumut Fatoni kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Bobby Nasution dan Surya di Kantor Gubernur, Senin (3/2/2025). 

    Gubernur Sumut ini juga mengatakan, memberikan masukan kepada KPK hal yang wajar.

    “Masukan  itu, diperbolehkan semua. Jadi sah-sah saja, masukan, kritik ya silakan saja, kita diperbolehkan semua untuk melakukan itu,” katanya.

    Untuk diketahui dilansir dari Kompas.com, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta KPK tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.

    Hal ini disampaikan Hasto usai ditahan oleh Komisi Antirasuah terkait kasus dugaan perintangan penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat eks anggota legislatif dari PDIP, Harun Masiku.

    Hasto meminta KPK berani mengungkap berbagai kasus korupsi, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Joko Widodo.

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto, saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis (20/2/2025 )lalu. 

    SEKJEN PDIP DITAHAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (20/2/2025). Hasto tak menyesal atas perbuatannya. Ia justru menantang KPK untuk periksa keluarga Jokowi. (KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

    Dokumen Skandal Pejabat Negara Era Jokowi di Tangan Connie Bakrie, KPK Tantang Hasto Cs Segera Lapor

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah ditahan KPK sejak Kamis (20/2/2025.

    Setelah penahanan Hasto Kristiyanto ini, publik menunggu isi dokumen rahasia yang dipegang Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen rahasia itu disebut tentang dokumen skandal dahsyat para petinggi negara. 

    Pada saat itu, Connie menyebut bakal membongkar semua skandal jika Sekjen PDIP ditahan. 

    Kini, Hasto Kristiyanto telah ditahan atas kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku, politisi PDIP.

    Connie Bakrie muncul menjelaskan soal dokumen skandal itu. 

    Connie yang mengklaim kini berada di Rusia menyebutkan bahwa dokumen itu tidak bisa disebar. 

    Ia cuma menyimpan dan tak boleh menyebarkan meskipun Hasto telah dipenjara. 

    “Banyak sekali yang menyebut saya menyimpan dokumen dari Pak Hasto Kristiyanto.

    Yang anda sebutkan terkait FPI lah, itulah.

    Saya cuma dititipkan menandatangani notaris.

    Saya cuma dititipkan. Tidak boleh menyebarkan atau memindahtangankan,”kata Connie dikutip dari video yang disebar akun Ferry Koto pernyataannya di twitter, Minggu (23/2/2025). 

    Padahal, pada akhir Desember 2024, PDIP mengancam akan menunjukkan video skandal petinggi negara. 

    Ancaman ini setelah mereka mengaku menjadi korban kriminalisasi. 

    Apalagi sekarang Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto telah ditahan oleh KPK kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku. 

    Sebelumnya, Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengungkap soal dokumen dan video skandal pejabat itu pada Jumat 27 Desember 2024 lalu.

    Guntur Romli saat itu mengatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang akan membongkar dokumen dan video itu.

    “Betul (akan diungkap ke publik). Sebagai perlawanan. Bukan serangan balik, tapi sebagai perlawanan terhadap kriminalisasi,” kata Guntur Romli dikutip dari Kompas.com.

    Guntur mengatakan bahwa ancaman untuk membongkar skandal ini merupakan respons terhadap tuduhan kriminalisasi yang dialami Hasto yang kala itu baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.

    Dia sangat yakin informasi dan video yang akan disampaikan oleh Hasto adalah akurat.

    Mengingat Hasto memiliki pengalaman selama sembilan tahun di lingkaran kekuasaan pemerintahan Presiden ke-7, Joko Widodo.

    Ia bahkan mengklaim bahwa skandal ini akan lebih mengejutkan dibandingkan dengan kasus “Watergate” di Amerika Serikat.

    “Ini skandal besar melebihi kasus Watergate di Amerika. Bagaimana rekayasa hukum dengan menyalahgunakan aparat negara dipakai untuk membunuh lawan politik. Daya ledaknya luar biasa,” tegas Guntur.

    Guntur Romli juga pernah mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto telah menitipkan dokumen dan video skandal pejabat negara kepada pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen tersebut saat ini berada di Rusia, di mana Connie sedang menjalankan tugasnya sebagai Guru Besar di Saint Petersburg State University.

    Diakui Connie Rahakundini Bakrie bahwa sejumlah dokumen dalam berbagai bentuk diduga berisi informasi mengenai dugaan skandal sejumlah pejabat dalam negeri.

    “Betul. Silakan cek Instagram saya, karena itu sumber beritanya. Saya yang sampaikan,” kata Connie saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/12/2024) lalu.

    Connie mengatakan  langkah itu diambil sebagai langkah pengamanan supaya dokumen itu tidak dihilangkan.

    Menurut Connie, berbagai dokumen itu dititipkan ketika dia pulang ke Jakarta dan dibawa ketika kembali ke Rusia.

     Gedung Merah Putih KPK. (https://www.kpk.go.id/)

    Tantangan KPK pada Hasto Cs

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah  meminta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, melaporkan dokumen-dokumen yang memuat skandal pejabat negara ke lembaga anti-rasuah.

    Meski demikian, KPK tak akan langsung menghakimi seseorang melakukan tindak pidana.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya akan mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menangani setiap perkara.

    Karena itu, Asep mengimbau Hasto Cs agar membawa dokumen tersebut ke KPK sebagai bukti terkait kasus korupsi oleh pejabat negara.

    “Jadi kalau punya misalkan dokumen untuk men-challenge, bawa. Tunjukkan kepada kita bahwa misalkan dokumen-dokumen tidak benar. Ini buktinya,” tegas Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Asep mengaku tahu dokumen-dokumen itu telah dititipkan ke pengamat militer, Connie Bakrie, lalu dibawa ke Rusia, lewat media.

    Sekali lagi, Asep mengatakan lebih baik dokumen itu dibawa ke KPK untuk segera diproses.

    “Saya juga lihat di media, dokumen dititipkan kepada seorang profesor, kemudian dibawa ke Rusia.”

    “Sebetulnya, kalau itu memang dokumen terkait dengan perkara yang sedang kita tangani, dibawa saja ke sini,” pungkasnya.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, juga telah meminta Hasto untuk melaporkan dokumen skandal pejabat negara yang dimiliki ke aparat penegak hukum (APH).

    Sebab, kata Tessa, KPK sebagai lembaga anti-rasuah, berharap siapapun yang memiliki informasi mengenai dugaan korupsi, bisa segera melaporkan.

    “KPK berharap siapapun yang memiliki informasi tentang adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk bisa melaporkan hal tersebut kepada APH yang berwenang menangani perkara korupsi,” ujar Tessa.

    Karena itu, Tessa menyarankan agar Hasto melapor ke KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung), atau Polri.

    Ia pun memastikan APH akan menindaklanjuti laporan Hasto sesuai prosedur.

    “Agar dapat dilakukan tindakan sesuai prosedur yang berlaku,” tukas Tessa.

    Respons Jokowi

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo merespons pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada KPK untuk memeriksa juga keluarga Jokowi.

    Pernyataan Hasto Kristiyanto muncul setelah dirinya ditahan oleh KPK, Kamis (20/2/2025) kemarin.

    Dalam pernyataannya, Hasto meminta agar keluarga Jokowi juga diadili.

    Jokowi merespons santai dan tertawa saat ditanya mengenai pernyataan Hasto Kristiyanto.

    “Hasto minta keluarga Jokowi diadili,” tanya awak media.

    “Ha-ha-ha-ha. Ya kalau ada fakta hukum, ada bukti hukum, ya silakan,” kata Jokowi sambil tersenyum kepada awak media, di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (21/2/2025).

    Jokowi menilai bahwa pernyataan semacam itu sudah sering dilontarkan sehingga dia merasa tidak perlu mengulang-ulang tanggapannya. 

    “Ya sudah sering kan pernyataan seperti itu, masa saya ulang-ulang terus,” ungkapnya.

    Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya siap untuk diadili, asalkan ada dasar hukum yang jelas untuk menjeratnya.

    “Kalau ada bukti hukum, ada fakta hukum. Ya silakan,” tegasnya. 

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa penahanannya oleh KPK mencerminkan sikap lembaga tersebut yang dinilai pandang bulu.

    Ia berharap penahanannya menjadi momentum bagi KPK untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Presiden Jokowi. 

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis malam.

    Harun Masiku, kader PDIP yang kini buron kasus suap di KPK. (Tribunnews.com)

    Jejak Kasus

    KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merintangi penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) dalam kasus Harun Masiku.

    Dalam perkara ini, Hasto bersama Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Harun Masiku disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.

    Uang pelicin ini diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

    Untuk diketahui, Riekzy Aprilia merupakan kader PDIP peraih suara tertinggi kedua setelah Nazarudin Kiemas.

    Setelah Nazarudin meninggal, maka Riekzy yang berhak menggantikan posisinya di DPR RI. 

    Namun, Hasto lebih memilih Harun Masiku untuk duduk di DPR, meskipun perolehan suaranya masih di bawah Riekzy.

    Dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Biro Hukum KPK menyampaikan bahwa Hasto menawarkan Riezky jabatan komisaris di perusahaan BUMN agar mau melepas posisinya untuk Harun Masiku.

    Namun, Riezky menolak tawaran itu dan bersikukuh duduk di DPR RI.

    Hasto kemudian menemui Komisoner KPU saat itu yakni Wahyu Setiawan.

    “Dalam pertemuan tersebut pemohon meminta Wahyu Setiawan untuk menetapkan sebagai Caleg terpilih DPR RI atas nama Maria Lestari dari Dapil I Kalimantan Barat dan Harun Masiku dari Dapil I Sumatera Selatan,” ucap Biro Hukum KPK.

    Setelah itu Hasto menunjuk advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai kuasa hukum PDIP dalam sidang pengujian materil terkait peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu 2019 di Mahkamah Agung (MA).

    “Adapun pengujian materil itu dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan agar menetapkan Harun Masiku mendapatkan limpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas,” ucap Biro Hukum.

    Langkah uji materil ini dilakukan oleh kubu Hasto lantaran pada tahap rekapitulasi suara nasional 21 Mei 2019 dan rapat penetapan kursi dan calon terpilih 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon terpilih dari Dapil I Sumsel.

    Pada 23 September 2019 Riezky dihubungi oleh Donny Tri untuk diminta bertemu di kantor DPP PDIP di Jakarta.

    Namun karena Riezky saat itu sedang di Singapura, Saeful Bahri yang merupakan kader PDIP diutus oleh Hasto untuk menemui yang bersangkutan di Shangri-La Orchar Hotel Singapura pada 25 September 2019 dan menyampaikan pesan dari Sekjen PDIP tersebut.

    “Dalam pertemuan tersebut, Saeful Bahri mengatakan jika diutus dan diperintah oleh Pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya (Riezky Aprilia) untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberi rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM dan Komisaris BUMN,” ungkap tim Biro Hukum KPK.

    Dari pertemuan itu disebutkan juga bahwa permintaan Riezky untuk mundur supaya posisinya di DPR dapat digantikan oleh Harun Masiku.

    “Namun Riezky Aprilia menolak tegas dan mengatakan akan melawan,” jelasnya.

    Mengetahui penolakan itu, Hasto tetap mengupayakan agar Harun menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumsel.

    “Dengan cara memerintahkan dan mengendalikan operasi senyap yang dilakukannya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah,” ujarnya.

    Kucurkan Rp 400 Juta

    Hasto disebut mengucurkan uang Rp 400 juta untuk membantu Harun Masiku menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Endang Tri Lestari, mengungkapkan pada awal September 2019, kader PDIP Saeful Bahri meminta eks anggota Bawaslu RI 2005-2010, Agustiani Tio Fridelina, untuk membantu mengurus PAW DPR RI tahun 2019-2024 Harun Masiku ke KPU.

    Pada Desember 2019, Agustiani mengabarkan kepada Saeful bahwa Komisioner KPU Wahyu Setiawan meminta uang Rp 1 miliar. 

    Saeful meminta Agustiani, yang juga merupakan anggota DPP PDIP, untuk menawar besaran uang yang diminta Wahyu, dan akhirnya disepakati Rp 900 juta. 

    Selanjutnya, Saeful bersama kader PDIP Donny Tri Istiqomah menemui Harun Masiku di Hotel Grand Hyatt dan menyampaikan permintaan Wahyu.

    “Pada permintaan itu, Harun Masiku menyanggupi biaya operasional Rp 1.500.000.000 (Rp 1,5 miliar). Selanjutnya, Hasto Kristiyanto mempersilakannya,” tutur Endang. 

    Pada 13 Desember 2019, Saeful Bahri melaporkan perkembangan pengurusan PAW Harun Masiku kepada Hasto.

    Elite PDIP itu mempersilakan pengurusan dilanjutkan, dan apabila perlu, ia akan menalangi sebagian biaya yang diperlukan dalam mengurus PAW.

    “Hasto mengatakan, ‘ya silakan saja, bila perlu saya menyanggupi untuk menalanginya dulu biar urusan Harun Masiku cepat selesai’,” ujar Endang. 

    Pada 16 Desember 2019, sekitar pukul 16.00 WIB, staf Hasto yang bernama Kusnadi menemui Donny di ruang rapat Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat.

    Ia menitipkan uang dalam amplop warna coklat yang dimasukkan di dalam tas warna hitam.

    Kusnadi menyampaikan bahwa dirinya menjalankan perintah Hasto untuk menyerahkan uang pengurusan operasional PAW Harun Masiku dengan rincian Rp 400 juta dari Hasto dan Rp 600 juta dari Harun. 

    “Masih pada tanggal 16 Desember 2019, Donny Tri Istiqomah menghubungi Saeful Bahri melalui chat WhatsApp, yang berbunyi, ‘Mas Hasto ngasih Rp 400 juta, yang Rp 600 (juta) Harun katanya, sudah kupegang,’” kata Endang. 

    Lolos OTT

    Terungkap juga di persidangan praperadilan, bahwa Hasto Kristiyanto masuk dalam target operasi tangkap tangan (OTT) tim penyelidik bersama Harun Masiku pada 2019.

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala, menyampaikan, pada Rabu (8/1/2020), tim KPK sedang bergerak untuk melakukan OTT terkait suap PAW anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.

    OTT ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan tertutup yang sudah diproses sejak Desember 2019.

    Dalam OTT itu, tim KPK berhasil menangkap kader PDIP Saeful Bahri dan Donny Tri Istikomah di Jakarta Pusat, anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina di kediaman, serta Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta. 

    “Tim KPK kemudian bergerak mengejar Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto dengan bermaksud untuk mengamankan,” kata Kharisma, di ruang sidang PN Jaksel, Kamis.

    Namun, ketika tim penyelidik KPK belum berhasil menangkap Harun dan Hasto, Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, justru mengumumkan melalui media massa bahwa lembaga antirasuah sedang menggelar OTT di KPU pada pukul 16.00 WIB.

    Padahal, saat itu OTT belum tuntas. Tim KPK belum berhasil mengamankan Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto. 

    Berselang beberapa jam, KPK kemudian mendapat informasi bahwa Harun Masiku dan Hasto diduga melarikan diri ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta. Lembaga anti-rasuah langsung mengirimkan petugas untuk menangkap Harun. 

    Namun, begitu tiba di PTIK sekitar pukul 20.00 WIB, tim penyelidik dan penyidik KPK yang berjumlah lima orang dihentikan sekelompok orang yang dipimpin AKBP Hendy Kurniawan. Tim KPK diintimidasi, digeledah, dan diinterogasi tanpa prosedur. 

    Alat komunikasi mereka juga disita dan diminta menjalani tes urine meski hasilnya negatif. AKBP Hendy dkk meminta keterangan dari petugas KPK hingga pukul 04.55 WIB keesokan harinya.

    “Petugas KPK malah digeledah tanpa prosedur, diintimidasi, dan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh Hendy Kurniawan dan kawan-kawan,” kata Iskandar.

    Dia menyampaikan, terduga pelaku sempat mengambil paksa handphone (HP) milik petugas KPK saat mengejar Harun. Intimidasi terhadap tim KPK itu berakhir setelah Setyo Budiyanto turun tangan.

    Pada saat itu, Setyo, yang merupakan perwira Polri, menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

    Kini, Setyo yang menyandang pangkat Komisaris Jenderal atau jenderal bintang tiga menjabat sebagai Ketua KPK sejak Desember 2024. (*)

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com 

  • Bawaslu Kota Bandung Tangani 8 Dugaan Pelanggaran Selama Pilkada 2024

    Bawaslu Kota Bandung Tangani 8 Dugaan Pelanggaran Selama Pilkada 2024

    JABAR EKSPRES – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bandung mencatat setidaknya ada 8 laporan dugaan pelanggaran selama Pilkada 2024, tapi tidak sampai ada yang inkrah.

    Ketua Bawaslu Kota Bandung, Dimas A. Iskandar menguraikan, 8 dugaan pelanggaran itu terdiri dari 6 laporan dan 2 temuan.

    “Kebanyakan laporan itu masuk saat hari tenang, hingga selepas pemungutan,” cetusnya selepas Rakor, Jumat (14/3).

    Dimas melanjutkan, jenis dugaan pelanggaran itu beragam, mulai dari money politik hingga dugaan keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN).

    BACA JUGA: Jelang Mudik 2025, Polresta Bandung Lakukan Ramp Check Bus di Katapang

    Dimas mengakui bahwa dari 8 dugaan pelanggaran itu tidak sampai ada yang tembus ke putusan atau inkrah. Menurutnya ada beberapa tantangan yang membuat laporan dugaan pelanggaran sulit naik ke tahap berikutnya.

    Pertama adalah keterbatasan alat bukti. “Barang bukti itu susah didapat, contoh ada laporan pembagian barang tertentu, tapi setelah ditelusuri barang tersebut telah habis dipakai,” cetusnya.

    Tantangan berikutnya adalah ketersedian saksi. Tidak sedikit saksi yang dalam laporan itu mundur ketika berproses ataupun saksi kunci yang sulit didapat.

    Kehadiran saksi menjadi penting dalam penanganan pelanggaran, jika saksi tidak ada maka sulit sebuah laporan pelanggaran naik ke tahap penyelidikan apalagi sampai ke putusan.

    BACA JUGA: Satpol PP Kota Bandung Persilakan PKL Bebas Berjualan Selama Ramadan, Asal Tak Langgar Aturan

    Namun demikian, Dimas mengklaim bahwa secara statistik, jumlah laporan pelanggaran itu menurun jika dibanding pilkada sebelumnya.

    “Kalau di pilkada sebelumnya itu ada belasan, ini hanya 8,” sebutnya.

    Berbagai evaluasi juga tengah dilakukan untuk memperbaiki pengawasan pilkada di kemudian hari.(son)

  • KPU dan BPS Teken Perjanjian Kerja Sama untuk Perkuat DTSEN

    KPU dan BPS Teken Perjanjian Kerja Sama untuk Perkuat DTSEN

    KPU dan BPS Teken Perjanjian Kerja Sama untuk Perkuat DTSEN
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemilihan Umum (
    KPU
    ) bersama Badan Pusat Statistik (
    BPS
    ) menandatangani perjanjian kerja sama untuk berkolaborasi pemanfaatan data pemilih.
    Ketua KPU RI, Afifuddin menjelaskan, penandatanganan kerja sama ini dilakukan sebagai upaya memudahkan pengolahan informasi oleh BPS yang akan menjadi pusat dari Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (
    DTSEN
    ).
    “Tentu ini adalah hal baik untuk kemudian semua informasi data yang dipunyai oleh KPU itu juga bisa dimanfaatkan, di-
    sharing
    -kan dengan teman-teman BPS,” kata Afifuddin saat ditemui di Kantor KPU RI, Jumat (14/3/2025).
    Afifuddin memastikan bahwa kolaborasi data ini akan tetap mengikuti aturan terkait perlindungan data pribadi, sehingga para pemilih tak perlu khawatir datanya dibocorkan karena adanya kerja sama ini.
    Dia juga menjelaskan bahwa kerja sama ini akan memiliki manfaat untuk kedua lembaga, baik KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
    “Tentu dalam konteks kami untuk tata kelola pemilu dalam kontek BPS untuk pemanfaatan-pemanfaatan sesuai dengan kebutuhan dari BPS,” ujarnya.
    Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, kerja sama ini penting dilakukan untuk memperkaya sumber data yang dimiliki oleh BPS.
    Dengan harapan, data yang dimiliki oleh BPS akan lebih akurat dan berkualitas.
    “Nah salah satu sumbernya tentunya adalah data pemilih dari KPU yang sudah dimutahirkan oleh KPU ini akan menjadi sumber data yang berharga untuk kami tentunya, terutama karena pada saat ini BPS sedang melakukan pemutahiran data tunggal sosial ekonomi nasional,” kata Amalia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Perintahkan Harun Masiku Rendam HP dan Standby di DPP PDIP Agar Lolos dari KPK

    Hasto Perintahkan Harun Masiku Rendam HP dan Standby di DPP PDIP Agar Lolos dari KPK

    loading…

    KPK mendakwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto telah melakukan perintangan penyidikan kasus yang menyeret Harun Masiku. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto telah melakukan perintangan penyidikan kasus yang menyeret Harun Masiku. Perintangan tersebut berupa perintah untuk merendam handphone (HP) dan meminta Harun Masiku standby di DPP PDIP.

    Dalam surat dakwaan dijelaskan, peristiwa itu bermula pada terbitnya Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-146/01/12/2019 terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara di Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) terkait dengan Penetapan Anggota DPR-RI terpilih 2019-2024 pada 20 Desember 2019.

    Petugas KPK kemudian menerima informasi perihal adanya komunikasi antara eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina terkait adanya penerimaan uang perihal rencana penetapan Harun Masiku menjadi anggota DPR 2019-2024 melalui mekanisme PAW.

    Dari informasi itu, KPK mulai mengawasi sejumlah pihak yang diduga terkait praktik suap tersebut, di antaranya Wahyu Setiawan, Harun Masiku, Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Agustiani Tio Fridelina.

    “Selang beberapa waktu kemudian petugas KPK berhasil mengamankan Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta,” kata Jaksa membacakan isi surat dakwaan Hasto di ruanh sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Pada pukul 18.19 WIB di hari yang sama, Hasto menerima informasi penangkapan Wahyu oleh KPK. Hasto melalui Nurhasan yang merupakan penjaga rumah aspirasi Jalan Syahrir memerintahkan Harun untuk merendam ponselnya.

    “Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air,” ungkap Jaksa.

    Melalui orang yang sama, Hasto juga meminta Harun agar bersembunyi di Kantor DPP PDIP guna aman dari tim KPK.