Kementrian Lembaga: Bawaslu

  • Anggota DPR RI Muhammad Khozin Sebut Iklim Demokrasi Belum Sehat

    Anggota DPR RI Muhammad Khozin Sebut Iklim Demokrasi Belum Sehat

    Jember (beritajatim.com) – Muhammad Khozin, anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kabupaten Jember dan Lumajang, menyebut iklim demokrasi di Indonesia masih belum sehat.

    “Pemilu 2024 adalah pemilu terbrutal dalam sejarah Republik Indonesia. Selama medan tempur bergelombang, medan tempur itu tidak rata, maka iklim demokrasi kita belum sehat,” kata Khozin, dalam sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan, di kampus Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (16/12/2025).

    “Medan tempur ini harus rata. Semua profesi, semua anak bangsa punya hak yang sama untuk berkiprah di jalur politik. Tidak boleh hanya mereka yang punya isi tas. Mereka yang punya kualitas meskipun tidak punya isi tas punya aksesibilitas yang sama,” kata Khozin.

    Revisi undang-undang pemilu, menurut Khozin, merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan demokrasi yang lebih sehat dan adil bagi siapapun. “Low cost high impact. Ongkosnya ditekan seminimal mungkin tapi dengan impact sebesar mungkin. Itu prinsipnya,” katanya.

    Komisi II DPR RI akan mulai mengundang beberapa pihak termasuk akademisi dan organisasin non pemerintah untuk mulai mempersiapkan kajian-kajian kebutuhan rancangan undang-undang pemilu pada Januari 2026.

    Khozin memperkirakan akan ada titik temu antara sistem pemilu tertutup dengan terbuka. “Mungkin nanti titik temunya kombinasi antara terbuka atau tertutup. Variabelnya seperti apa, konkretnya seperti apa, kita tunggu masukan-masukan dari berbagai pihak,” katanya.

    Revisi UU Pemilu ini, menurut Khozin, akan satu paket dengan revisi UU Partai Politik dan UU Pilkada. “Kalau dalam format kodifikasi kan pasti berkaitan dengan beberapa undang-undang. Tidak mungkin hanya berdiri sendiri Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi tetap diakomodasi tanpa menabrak norma aturan yang lebih tinggi yaitu konstitusi UUD 1945,” katanya.

    Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu RI Rahmat Bagja membantah anggapan bahwa Pemilu 2024 brutal. “Enggak lah. Yang jelas persaingan di internal partai ada, persaingan antarpartai ada. Wajar saja. Kompetisi itu sangat terbuka dan sangat kompetitif. Mungkin itu yang diartikan brutal,” katanya, usai acara di UIN KHAS Jember.

    Bagja memahami pernyataan itu sebagai pengalaman personal Khozin. “Tapi menurut kami alhamdulillah pemilu bisa terselenggara dengan baik, dan kalaupun ada ketidakberesan, ada kanalisasi dalam menyelenggarakan pengaduan dan lain-lain,” katanya. [wir]

  • Bawaslu: Demokrasi Indonesia Mundur, Pemilu On The Right Track

    Bawaslu: Demokrasi Indonesia Mundur, Pemilu On The Right Track

    Jember (beritajatim.com) – Saat ini mulai terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia. Namun secara umum pelaksanaan pemilihan umum masih berada di jalur yang benar.

    Hal ini disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia Rahmat Bagja, dalam acara sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan, di kampus Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (16/12/2025).

    “Sekarang memang mulai declining democracy Tapi bukan hanya milik Indonesia, tapi milik dunia. Skandinavia maju, tapi penduduknya enam juta sampai 15 juta orang,. Masih oke. Kalau sudah di atas 100 juta orang, persoalan akan berbeda. Oleh sebab itu, maka kita lihat Amerika, lihat India yang mulai declining,” kata Bagja.

    Bagja menyebut penyelenggaraan pemilu di Indonesia sangat berat. “Hampir tidak ada negara yang berani membuat satu hari pemungutan suara untuk untuk 204 juta pemilih. Amerika Serikat punya namanya pre-election. Pre-election day itu pre-voting day. Jadi dua minggu sebelum voting day, warga negaranya masih bisa memilih,” katanya.

    Sementara di Indonesia, lanjut Bagja, pemilihan dilakukan dalam waktu bersamaan di tempat pemungutan suara, kecuali pemilihan di luar negeri. “Oleh sebab itu pengawasannya pun agak bermasalah,” katanya.

    “Inilah gambaran negara demokratis yang berbentuk kepulauan. Banyak persoalan iya, tapi harus kita akui sampai saat ini pemilu kita sudah on the track,” kata mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini.

    Kendati sudah berada di jalur yang tepat, Bagja merasa perlu mengkritik tidak adanya kewenangan bagi Bawaslu untuk mengakses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Keduanya adalah platform digital terintegrasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    Silon digunakan untuk memfasilitasi proses administrasi pencalonan peserta pemilu mulai dari pendaftaran, pengunggahan dokumen, hingga verifikasi, bertujuan untuk mempercepat, mempermudah, mengurangi kertas (less paper), serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas proses pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD, dan pilkada, dengan data yang terekam sistematis untuk audit publik.

    Sementara Sipol digunakan untuk memfasilitasi pendaftaran, verifikasi, dan pemutakhiran data partai politik peserta Pemilu (DPR dan DPRD) secara daring. Sistem ini memungkinkan parpol mengunggah data kepengurusan, keanggotaan, dan domisili, serta memberi akses publik untuk cek data nomor induk kependudukan agar mencegah penyalahgunaan data pribadi.

    Bagja mengajak mahasiswa untuk ikut mengawasi, memantau, dan memperhatikan kinerja penyelenggara pemilu. “Kecurangan itu dimulai bukan pada saat pemungutan suara, namun dimulai pada saat penyusunan daftar pemilih,” katanya.

    Pendaftaran pemilih di Indonesia, menurut Bagja, lebih mudah daripada pendaftaran pemilih di Amerika Serikat pada era Presiden Donald Trump. “Calon pemilih di AS mendaftarkan diri sebagai pemilih dipersulit dengan pertanyaan-pertanyaan staf Komisi Pemilihan Umum Amerika Serikat,” katanya.

    Sementara di Indonesia, kata Bagja, penyusunan daftar pemilih merupakan momentum terbuka bagi publik. “Ke depan teman-teman harus mengawasi bagaimana proses pendaftaran yang dilakukan pemilih. Di Indonesia hanya dua syaratnya. Pertama, dia berusia 17 tahun. Kedua, sudah menikah. Ini hal yang agak berbeda dengan negara-negara besar lain,” katanya. [wir]

  • Bawaslu dan Pramuka Mojokerto Bentuk Saka Adyasta Pemilu, Ajak Gen Z Kawal Demokrasi

    Bawaslu dan Pramuka Mojokerto Bentuk Saka Adyasta Pemilu, Ajak Gen Z Kawal Demokrasi

    Mojokerto (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mojokerto resmi menggandeng Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Mojokerto untuk membentuk Satuan Karya (Saka) Pramuka Pengawasan Pemilu atau yang dikenal sebagai Saka Adyasta Pemilu.

    Kesepakatan strategis ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang berlangsung di Kantor Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Desa Bangsal, Kecamatan Bangsal.

    Kerja sama ini dinilai sebagai langkah taktis dalam memperkuat partisipasi masyarakat, khususnya generasi muda dan Gen Z, dalam mengawal jalannya demokrasi yang berintegritas.

    Pembentukan Saka Adyasta Pemilu diproyeksikan menjadi wadah pembinaan karakter dan pendidikan politik yang sehat, sekaligus menanamkan nilai integritas, kejujuran, kedisiplinan, serta keberanian untuk mencegah dan mengawasi potensi pelanggaran pemilu.

    Wakil Bupati Mojokerto, Muhammad Rizal Octavian, menyampaikan apresiasi tinggi atas sinergi positif yang terjalin antara Bawaslu dan Gerakan Pramuka. Menurutnya, kolaborasi ini merupakan inovasi penting dalam memperkuat kualitas demokrasi di tingkat daerah.

    “Gerakan Pramuka adalah wadah pendidikan karakter yang terbukti membentuk generasi berakhlak, berdaya saing, dan bertanggung jawab,” ujar Rizal.

    Rizal menekankan bahwa peran Bawaslu sangat krusial dalam menjaga marwah demokrasi, dan dukungan dari elemen Pramuka akan memperkuat fungsi pengawasan tersebut.

    “Sementara Bawaslu memiliki mandat menjaga marwah demokrasi agar setiap tahapan pemilu berjalan sesuai aturan. Melalui MoU ini, kita berharap lahir program pendidikan dan pelatihan yang aplikatif, serta muncul kader-kader Pramuka yang peduli dan berani mencegah potensi pelanggaran pemilu,” ungkapnya.

    Lebih jauh, ia menambahkan bahwa pembentukan Saka Adyasta Pemilu bukan sekadar program kelembagaan semata, melainkan sebuah investasi jangka panjang untuk membangun budaya politik yang sehat, damai, dan beretika.

    Generasi muda, lanjutnya, harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk terlibat aktif dalam pengawasan pemilu.

    “Kualitas demokrasi Indonesia tidak hanya ditentukan oleh lembaga penyelenggara pemilu, tetapi juga kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda dalam mengawal proses demokrasi secara jujur dan adil. Seluruh pihak diharapkan bisa mendukung keberadaan Saka Adyasta Pemilu agar mampu berjalan efektif dan berkelanjutan,” ujarnya.

    Pihaknya berharap kolaborasi ini mampu melahirkan kader-kader muda yang tidak hanya memahami aturan main pemilu, tetapi juga memiliki keberanian moral untuk menegakkan nilai integritas di tengah masyarakat.

    Melalui MoU tersebut, Bawaslu Kabupaten Mojokerto dan Kwartir Cabang Gerakan Pramuka menyepakati tiga komitmen utama.

    Pertama, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pengawasan pemilu yang menarik dan adaptif sesuai perkembangan zaman. Kedua, melahirkan anggota pramuka yang peduli serta berani dalam mencegah dan mengawasi potensi pelanggaran pemilu. Ketiga, membangun budaya politik yang sehat, damai, dan beretika di tengah masyarakat. [tin/beq]

  • Temuan 357 Data Anomali, Bawaslu Blitar Desak KPU Segera Koreksi Daftar Pemilih

    Temuan 357 Data Anomali, Bawaslu Blitar Desak KPU Segera Koreksi Daftar Pemilih

    Blitar (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Blitar secara resmi melayangkan surat Saran Perbaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar, Kamis (4/12/2025). Langkah tegas ini diambil setelah pengawas pemilu menemukan ratusan ketidaksesuaian data dalam proses Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) menjelang Rapat Pleno Triwulan IV.

    Surat bernomor 89/PM.00.02/K.JI-03/12/2025 tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil uji petik dan pengawasan melekat di lapangan. Bawaslu mendesak KPU untuk segera menindaklanjuti temuan dinamika kependudukan yang berpotensi mencederai validitas daftar pemilih jika tidak segera dikoreksi.

    Berdasarkan data hasil pengawasan, tercatat total 357 poin temuan yang meliputi berbagai kategori perubahan status pemilih. Rinciannya terdiri dari 240 pemilih baru, 73 pemilih yang telah meninggal dunia, 25 pemilih pindah keluar, dan 13 pemilih pindah masuk. Selain itu, ditemukan pula perubahan status dari anggota aktif menjadi sipil, yakni 4 pensiunan TNI dan 2 pensiunan Polri.

    “Penyampaian saran perbaikan ini merupakan bagian penting dari fungsi pencegahan Bawaslu dalam menjaga validitas daftar pemilih sejak masa non-pemilihan,” tegas Jaka Wandira, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kabupaten Blitar, Kamis (4/12/2025).

    Jaka menekankan bahwa akurasi data adalah fondasi utama integritas demokrasi. Oleh karena itu, Bawaslu meminta KPU Kabupaten Blitar untuk segera melakukan koordinasi intensif dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) serta pemerintah desa setempat guna memverifikasi temuan tersebut.

    Dalam saran perbaikan itu, Bawaslu juga mengingatkan KPU untuk disiplin menjalankan regulasi. Hal ini mencakup penerapan Pasal 16 dan Pasal 17 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2025 tentang prosedur pembaruan data rutin, serta Pasal 18 terkait mekanisme pencocokan dan klarifikasi berbasis bukti kependudukan yang sah.

    Sebelum menerbitkan surat resmi ini, Bawaslu mencatat telah memberikan peringatan awal melalui surat imbauan pada 30 Oktober 2025 lalu. Langkah bertingkat ini dilakukan untuk memastikan KPU memiliki waktu yang cukup dalam menyusun Model A – Daftar Perubahan Pemilih PDPB yang presisi.

    “Pemutakhiran data pemilih harus dilakukan secara akurat, transparan, dan akuntabel. Temuan kami bersumber dari hasil pengawasan di lapangan, sehingga penting untuk segera ditindaklanjuti demi menjaga integritas proses demokrasi,” tutupnya. [owi/beq]

  • Puskapol UI: Revisi UU Pemilu harus lindungi perempuan dari kekerasan

    Puskapol UI: Revisi UU Pemilu harus lindungi perempuan dari kekerasan

    Depok (ANTARA) – Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) meminta agar revisi Undang-undang Pemilu harus bisa melindungi perempuan dari kekerasan politik.

    “Revisi UU Pemilu menjadi momentum penting untuk memastikan adanya struktur regulasi yang melindungi perempuan dan mendorong partisipasi politik yang lebih setara,” kata Direktur Puskapol UI Hurriyah di Depok, Kamis.

    Ia mengatakan melalui policy brief yang disusun berdasarkan hasil riset Puskapol UI, pihaknya merekomendasikan dua langkah strategis untuk memastikan revisi UU Pemilu benar-benar mendukung demokrasi yang inklusif dan setara gender.

    Pertama, kata dia, memperkuat afirmasi gender, dengan penguatan kebijakan afirmasi di dalam kepengurusan partai, yakni menyertakan minimal 30 persen di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta di dalam keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu dengan mengubah frasa memperhatikan menjadi memuat 30 persen keterwakilan perempuan.

    Selain itu, menurut dia, juga perlu menerapkan sistem zipper murni dan didistribusikan calon perempuan minimal 30 persen di dapil (daerah pemilihan).

    “Berikan insentif bagi partai yang patuh dan sanksi bagi yang melanggar. Tetapkan syarat minimal tiga tahun keanggotaan partai dan pendidikan kader untuk calon legislatif,” ujarnya.

    Kedua, kata Hurriyah, dengan melakukan integrasikan perlindungan terhadap kekerasan politik berbasis gender.

    Oleh karena itu, menurut dia, mendefinisikan kekerasan politik berbasis gender dalam UU, dan menyediakan mekanisme pengaduan yang cepat, rahasia, dan sensitif korban.

    “Berikan perlindungan hukum dan psikologis bagi korban, saksi, dan pelapor. Wajibkan KPU dan Bawaslu untuk mengedukasi partai, calon, dan pemilih tentang kekerasan politik berbasis gender sebagai pelanggaran serius terhadap demokrasi,” ujarnya.

    Puskapol UI bersama anggota koalisi lainnya menyerukan komitmen kolektif dari seluruh pemangku kepentingan pembuat kebijakan, partai politik, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil yang lebih luas untuk bersama-sama mengawal revisi UU Pemilu agar menciptakan ruang politik yang aman, setara, dan bebas dari kekerasan.

    “Demokrasi yang inklusif bukan hanya hak perempuan, tetapi prasyarat bagi keadilan dan kualitas demokrasi Indonesia. Tanpa langkah konkret ini, demokrasi kita berisiko terus mereproduksi ketimpangan dan kekerasan terhadap perempuan,” ujar Hurriyah.

    Pewarta: Feru Lantara
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Telusuri Data Ganda hingga Pelosok, Bawaslu Blitar Pastikan Hak Pilih Lansia Terlindungi

    Telusuri Data Ganda hingga Pelosok, Bawaslu Blitar Pastikan Hak Pilih Lansia Terlindungi

    Blitar (beritajatim.com) – Akurasi data pemilih adalah nyawa dari demokrasi. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Blitar.

    Tak hanya memantau dari balik meja, komisioner Bawaslu turun gunung mengawasi langsung proses Pencocokan dan Penelitian Terbatas (Coktas) di Desa Tumpakkepuh, Kecamatan Bakung, pada Selasa (25/11/2025).

    Langkah ini diambil guna memastikan validitas data dalam tahapan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar.

    Dalam pengawasan yang dipimpin langsung oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Blitar, Masrukin dan Jaka Wandira, tim gabungan menelusuri data pemilih yang terindikasi memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda. Fokus tertuju pada satu nama yakni Sukini.

    Dalam data awal, nama Sukini tercatat ganda. Hal ini tentu menjadi anomali yang harus segera diluruskan untuk mencegah potensi kerawanan administrasi maupun penyalahgunaan hak suara.

    “Setelah dilakukan verifikasi lapangan secara langsung, dipastikan bahwa pemilih atas nama Sukini tersebut adalah satu orang yang sama. Fakta di lapangan juga mengungkap bahwa yang bersangkutan belum pernah melakukan perekaman administrasi kependudukan (E-KTP),” jelas Jaka Wandira, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kabupaten Blitar.

    Mengingat Mbah Sukini sudah berusia lanjut, yakni 83 tahun, tim tidak membiarkan masalah ini menggantung. Dispendukcapil Kabupaten Blitar langsung melakukan tindakan responsif dengan melakukan perekaman biometrik di tempat (on the spot).

    Langkah taktis ini memastikan Mbah Sukini tidak hanya tercatat sebagai satu identitas tunggal yang sah, tetapi juga menjamin hak konstitusionalnya sebagai warga negara terlindungi secara administrasi.

    Jaka Wandira menegaskan, kegiatan Coktas seperti di Desa Tumpakkepuh ini bukan sekadar formalitas. Ini adalah benteng pertahanan untuk memastikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) nantinya benar-benar bersih, akurat, dan bebas dari data ganda.

    “Data pemilih yang valid adalah fondasi penting dalam memastikan pemilu berjalan Luber dan Jurdil. Karena itu, Bawaslu wajib mengawasi setiap tahapan, termasuk Coktas yang dilakukan KPU,” tegas Jaka.

    Bawaslu Kabupaten Blitar berkomitmen bahwa pengawasan semacam ini akan dilakukan secara berkesinambungan. Tujuannya jelas yakni memastikan seluruh proses pemutakhiran data berjalan transparan, akuntabel, dan mencegah hilangnya hak pilih warga yang memenuhi syarat.

    Dengan tuntasnya masalah data ganda di Tumpakkepuh, Bawaslu berharap integritas proses pemilihan di Kabupaten Blitar terus terjaga, dimulai dari hal yang paling mendasar: data pemilih yang jujur. [owi/suf]

  • Bawaslu RI Ajak Mahasiswa Unusa Perkuat Pengawasan Partisipatif Melalui Pemanfaatan Big Data

    Bawaslu RI Ajak Mahasiswa Unusa Perkuat Pengawasan Partisipatif Melalui Pemanfaatan Big Data

    ​Surabaya (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI kembali menggelar kegiatan Literasi Data di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Jumat (21/11/2025).

    Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Bawaslu untuk meningkatkan sinergi dengan perguruan tinggi dalam mendukung pengawasan pemilu yang berbasis data dan partisipatif.

    ​Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu RI, Dr. Puadi, menyebut Unusa menjadi kampus ke-12 dari target 16 kampus yang disasar dalam kegiatan Literasi Data sepanjang tahun 2025.

    ​”Kegiatan ini dibarengi dengan bedah buku yang merupakan output dari proses penyelenggaraan dan hasil pengawasan di tiap tahapan Pemilu,” ujar Dr. Puadi.

    ​Mengangkat tema “Sinergi Universitas dan Pengawas Pemilu melalui Literasi Data”, kegiatan ini secara khusus mendorong mahasiswa memanfaatkan data yang dihimpun Bawaslu untuk kebutuhan riset akademik.

    ​Dr. Puadi berharap data-data yang tersedia dapat digunakan mahasiswa Unusa untuk menyelesaikan karya ilmiah mereka, mulai dari skripsi (S1), tesis (S2), hingga disertasi (S3).

    ​”Ini juga create sedemikian rupa dalam sebuah data yang merupakan satu big data. Paling tidak memang ini mahasiswa harus mengetahui,” harapnya.

    ​Data tersebut menghimpun berbagai informasi, termasuk hasil pengawasan, laporan, penanganan pelanggaran, hingga proses sengketa Pemilu.

    Menurut Puadi, sebagai lembaga publik, Bawaslu wajib menyampaikan informasi tersebut kepada kalangan civitas akademika untuk membangun budaya pengawasan yang cerdas dan berbasis bukti. [tok/beq]

  • Usung Semangat Kepahlawanan, Bawaslu Jatim Tutup Rangkaian Penguatan Kelembagaan

    Usung Semangat Kepahlawanan, Bawaslu Jatim Tutup Rangkaian Penguatan Kelembagaan

    Surabaya (beritajatim.com) – Bawaslu Jatim resmi menutup rangkaian penguatan kelembagaan bersama Komisi II DPR RI yang dimulai 19 Agustus 2025, pada Kamis, 20 November 2025 di Surabaya.

    Serangkaian penguatan kelembagaan diselenggarakan 40 kali di 38 titik, melibatkan 2.850 peserta, 152 narasumber dari akademisi, pemantau dan penyelenggara pemilu.

    Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits menyampaikan bahwa proses
    panjang penguatan kelembagaan merupakan komitmen Bawaslu Jatim untuk terus belajar, memperbaiki tata kelola, dan meningkatkan kapasitas pengawasan di tengah tantangan pemilu yang semakin kompleks.

    “Bawaslu Jawa Timur tidak berhenti belajar dan memperkuat diri. Ini adalah investasi besar untuk kesiapan pengawasan pemilu di masa yang akan datang,” ujarnya.

    Menurut Warits, penguatan kelembagaan terselenggara dengan dukungan penuh Komisi II DPR RI yang telah memberikan ruang dialog, fasilitasi, serta penguatan terkait berbagai aspek regulatif dan kelembagaan. Dukungan tersebut dinilai menjadi bagian penting dalam meningkatkan kualitas kelembagaan Bawaslu Jatim.

    Secara simbolis penguatan kelembagaan dibuka dan ditutup di Surabaya. “Ketika kita bicara penguatan kelembagaan, pada dasarnya kita membicarakan semangat para pahlawan: keberanian berubah, integritas dalam bekerja, dan komitmen memberi yang terbaik bagi bangsa,” ungkapnya.

    Menurut Warits, walau rangkaian penguatan kelembagaan bersama
    Komisi II DPR RI telah selesai, namun penguatan kelembagaan internal akan terus dilakukan.

    Penguatan yang Warits maksud berfokus pada delapan bidang stategis. Antara lain, penguatan tata kelola dan manajemen internal, literasi demokrasi, hubungan dan eksistensi kelembagaan, layanan PPID dan hukum, pengolahan data, akuntabilitas keuangan, modernisasi birokrasi dan peningkatan kinerja kelembagaan.

    “Delapan bidang ini bukan pekerjaan kecil. Ini adalah kerangka besar
    modernisasi Bawaslu Jawa Timur. Dan apabila kedelapan bidang ini terus kita rawat bersama, maka kita bukan saja memperbaiki ‘cara bekerja’, tetapi juga membentuk budaya baru dalam organisasi kita,” tambahnya.

    Lebih jauh, Warits menganalisis bahwa tantangan ke depan semakin kompleks, mulai dari disinformasi dan misinformasi, dinamika kampanye digital, polarisasi politik, hingga penggunaan teknologi baru seperti kecerdasan buatan.

    Oleh sebab itu, penguatan kelembagaan dianggap sebagai fondasi penting menghadapi perubahan-perubahan tersebut.

    “Pengawasan pemilu tidak bisa lagi bertumpu pada mekanisme lama. Kita harus adaptif, berbasis data, dan memiliki SDM yang terlatih dan memperkuat kelembagaan kita,” tegasnya.

    Selain itu, pihaknya berkomitmen mengembangkan literasi politik dan
    demokrasi berbasis catatan peristiwa pemilu. Mengingat bahwa Bawaslu Jatim memiliki kekayaan data berupa jutaan Form A, laporan hasil pengawasan, serta dokumentasi temuan lapangan yang dinilai sangat berharga.

    “Literasi politik yang paling kuat adalah literasi yang berbasis pengalaman nyata. Ketika kita membangun literasi politik berbasis catatan peristiwa pemilu, itu berarti kita menghidupkan kembali pengalaman lapangan. Kita memberikan pengetahuan berbasis data. Kita memberikan pembelajaran yang lebih konkret kepada masyarakat. Dan tentu membantu membangun pemilih yang lebih cerdas serta demokrasi yang lebih sehat,” tambahnya.

    Langkah ini akan memperluas manfaat pengetahuan pemilu tidak hanya bagi lembaga, tetapi juga masyarakat, akademisi, peneliti, dan terutama generasi muda Indonesia.

    “Penguatan kelembagaan bukanlah program temporer. Ini merupakan
    budaya kerja yang harus dirawat setiap hari. Konsistensi, integritas, serta keberanian berinovasi menjadi kunci untuk menjaga kualitas pengawasan di seluruh tingkatan,” pungkasnya. (tok/ian)

  • Putusan Progresif MK: Dari Larangan Rangkap Jabatan Wamen dan Polri, hingga Keterwakilan Perempuan

    Putusan Progresif MK: Dari Larangan Rangkap Jabatan Wamen dan Polri, hingga Keterwakilan Perempuan

    Putusan Progresif MK: Dari Larangan Rangkap Jabatan Wamen dan Polri, hingga Keterwakilan Perempuan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali memberikan putusan progresif dalam sidang uji materi beberapa undang-undang.
    Putusan terbaru itu diucapkan pada 13 November 2025, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025) terhadap Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (
    Polri
    ).
    Putusan itu menegaskan, anggota Polri tak bisa lagi merangkap jabatan, sebagai penegak hukum sekaligus menduduki jabatan sipil seperti yang sering dilakukan belakangan ini.
    Putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu menegaskan, frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah syarat mutlak jika anggota Polri mau cawe-cawe duduk pada jabatan sipil.
    Rumusan tersebut adalah rumusan norma yang
    expressis verbis
    yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain.
    Sementara itu, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud.
    Terlebih, adanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” telah mengaburkan substansi frasa “setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.
    Menurut hakim konstitusi Ridwan mansyur, hal tersebut berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian; dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
    “Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para Pemohon bahwa frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 telah ternyata menimbulkan kerancuan dan memperluas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah beralasan menurut hukum,” jelas Ridwan.

    Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti mengatakan, putusan
    progresif
    ini menjadi hal yang menggembirakan masyarakat secara luas.
    Dia melihat putusan-putusan ini semakin terlihat progresivitasnya dan tak terlepas dari titik nadir MK saat mengeluarkan putusan 90/2023 yang mengubah batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
    “Akibat putusan 90 MK itu berada di titik nadir, dan dengan putusan-putusan progresif ini mereka berusaha untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik,” kata Susi saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/11/2025) malam.
    Saat ini yang perlu dilakukan MK adalah bagaimana progresivitas ini bisa tetap dipertahankan.
    Salah satu caranya adalah tenaga ahli di MK yang sangat bagus dan memberikan perspektif terkait jalan lurus yang pernah dicetak MK.
    Hakim memang memiliki independensi, tetapi hakim juga bisa berdiskusi terkait dengan diskursus yang sedang digugat di MK.
    “Jadi di MK sendiri harus dibangun sebuah lingkungan yang memastikan progresivitas itu tetap terpelihara,” katanya.
    “Dan jangan lupa bahwa mereka itu dinilai loh oleh masyarakat. Progresifitas itu tetap diharapkan gitu. Nanti kalau Anda nggak progresif lagi, di ini lagi sama masyarakat,” tuturnya.
    Masyarakat juga berperan penting agar para hakim bisa tetap mempertahankan putusan yang progresif.
    Catatan
    Kompas.com
    ,
    putusan MK
    yang melarang anggota Polri aktif duduk di jabatan sipil bukan satu-satunya putusan progresif yang diputus sepanjang tahun 2025.
    Berikut beberapa putusan progresif yang diputus MK:
    Putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Juni 2025 itu menyatakan, keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
    Putusan MK ini juga menyatakan bahwa pemilu lokal dilaksanakan dalam rentang waktu antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD.
    Putusan tersebut disambut gembira oleh para penyelenggara pemilu seperti Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang merasakan lelahnya pemilu serentak lokal dan nasional.
    Tetapi berbeda sikap dengan elit partai politik yang merasa keberatan atas putusan tersebut, karena biaya logistik yang bisa lebih besar setelah pemisahan pemilu tersebut.
    Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra bahkan menyebut putusan MK berpotensi melanggar konstitusi.
    Karena dalam konstitusi disebutkan pemilu dari tingkat nasional dan lokal harus terselenggara lima tahun sekali. Putusan MK ini akan berakibat pada penundaan pemilu selama 2 tahun untuk Pilkada.
    Putusan lainnya adalah putusan nomor 96/PUU-XXII/2024 terkait Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera).
    MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya yang dibacakan pada 29 September 2025.
    Pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra saat itu menyebut, Tapera menimbulkan persoalan khususnya untuk para pekerja.
    Pasalnya, beleid itu diikuti dengan unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta Tapera, sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas.
    Padahal Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa layaknya pajak dan pungutan resmi lainnya.
    “Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon,” kata Saldi.
    Putusan ini juga memberikan kesempatan kepada BP Tapera untuk mengatur uang nasabah yang sudah terlanjur menyetor, seperti para aparatur sipil negara (ASN), TNI dan Polri.
    Putusan lainnya yakni perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang berkaitan dengan rangkap jabatan wakil menteri khususnya sebagai komisioner di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
    Hakim MK Enny Nurbaningsih menyebutkan, dalil pemohon yang meminta agar para wakil menteri fokus mengurus kementerian dinilai sejalan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
    Atas hal tersebut, MK menilai perlu agar para wakil menteri dilarang merangkap jabatan agar fokus mengurus kementerian.
    “Dalam batas penalaran yang wajar, peraturan perundang-undangan dimaksud salah satunya adalah UU 39/2008. Oleh karena itu, penting bagi Mahkamah menegaskan dalam amar Putusan
    a quo
    mengenai larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri termasuk sebagai komisaris, sebagaimana halnya menteri agar fokus pada penanganan urusan kementerian,” kata Enny.
    Putusan yang dibacakan pada 28 Agustus 2025 itu menyebut wakil menteri juga memerlukan konsentrasi waktu untuk menjalankan jabatannya sebagai komisaris.
    “Terlebih, pengaturan larangan rangkap jabatan karena berkaitan pula dengan prinsip penyelenggaraan negara yang bersih, bebas dari konflik kepentingan, serta pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik,” kata Enny.
    Atas dasar hal tersebut, MK memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon dan melarang wamen rangkap jabatan.
    Putusan yang tak kalah progresif adalah perhatian MK terhadap komposisi perempuan dalam alat kelengkapan dewan (AKD) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
    Putusan nomor 169/PUU-XXII/2024 ini dibacakan pada Kamis, 30 Oktober 2025 dengan penggugat adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, dan Titi Anggraini
    Dalam putusan ini, MK menyatakan agar setiap (AKD) mulai dari komisi, Badan Musyawarah (Bamus), panitia khusus (Pansus), Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan setiap pimpinan alat kelengkapan dewan harus memiliki keterwakilan perempuan.
    Dalam putusan tersebut, MK menilai kebijakan afirmatif untuk kelompok perempuan menjadi kesepakatan nasional untuk memberikan jaminan pemenuhan hak asasi manusia yang lebih komperhensif.
    Karena faktanya, meskipun perbandingan jumlah penduduk antara perempuan dan laki-laki relatif berimbang, namun perempuan jauh tertinggal dibandingkan dengan laki-laki pada hampir semua penyelenggara negara.
    Fakta tersebut membuat negara harus memberikan perlakuan khusus untuk kelompok perempuan. Dasar tersebut menjadi alasan, jumlah perempuan yang berimbang pada sistem politik juga harus tercermin pada semua alat kelengkapan anggota lembaga perwakilan, termasuk AKD.
    Dua putusan lainnya adalah putusan terkait dengan hak atas tanah dalam gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) nomor perkara 181/PUU-XXII/2024, dan Hak Atas Tanah (HAT) di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur (Kaltim) melalui putusan perkara 185/PUU-XXII/2024.
    Pada perkara 181, MK mengabulkan agar masyarakat tak perlu izin pemerintah untuk menggarap lahan hutan untuk berkebun.
    Dalam pertimbangan hukumnya, putusan yang dibacakan pada 17 Oktober 2025 itu menyebut larangan setiap orang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat dikecualikan bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
    Terakhir terkait dengan hak atas tanah di IKN lewat putusan 185. Ketentuan soal Hak Atas Tanah (HAT) di IKN diatur dalam Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahu 2023 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).
    Putusan ini mengatur, agar HAT tak lagi bisa diperpanjang menjadi 190 tahun.
    Artinya, batasan waktu HGB paling lama kini mencapai 80 tahun, yang dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Politik kemarin, kunjungan Raja Yordania hingga misi perdamaian Gaza

    Politik kemarin, kunjungan Raja Yordania hingga misi perdamaian Gaza

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin (14/11) menjadi sorotan, mulai dari Presiden Prabowo terima kunjungan Raja Yordania di Istana Merdeka hingga Pemerintah siapkan 20.000 personel untuk misi perdamaian di Gaza.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca:

    1. Presiden Prabowo terima kunjungan Raja Yordania di Istana Merdeka

    Presiden RI Prabowo Subianto menerima kunjungan kenegaraan Raja Kerajaan Yordania Hasyimiah Raja Abdullah II ibn Al Hussein di Istana Merdeka Jakarta, Jumat sore.

    Berdasarkan pantauan ANTARA, iring-iringan kendaraan yang membawa Raja Abdullah II dan Presiden Prabowo, yang juga meliputi pasukan pengawal bermotor dan pasukan berkuda, tiba di Istana Merdeka pukul 16.49 WIB.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo menyambut langsung kedatangan Raja Abdullah II di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jumat sore, pukul 16.05 WIB. Keduanya lalu bersama-sama menuju Istana Merdeka dalam satu kendaraan.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Bawaslu tingkatkan kemampuan pengawas pemilu awasi penggunaan AI

    Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Lolly Suhenty mengatakan lembaganya kini sedang fokus meningkatkan kemampuan para pengawas pemilu untuk mengawasi penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada pelaksanaan pemilu mendatang.

    “Dalam konteks penggunaan AI, kami menyiapkan berbagai upaya peningkatan kapasitas di jajaran pengawas pemilu supaya mereka tidak gagap,” kata Lolly di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat.

    Lolly mengatakan Bawaslu akan menggandeng banyak pakar teknologi informasi dan siber untuk merumuskan formula terbaik dalam penguatan pengawasan ruang digital terkait pemilu.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Golkar: Hormati putusan Presiden beri gelar Pahlawan ke Soeharto

    Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Idrus Marham mengajak seluruh pihak menghormati keputusan Presiden Prabowo Subianto yang telah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.

    Menurut dia, keputusan negara tidak seharusnya ditanggapi dengan emosi “dendam politik” yang dapat memecah belah masyarakat.

    “Keputusan Presiden sudah keluar dan menetapkan Pak Soeharto. Mari kita hormati kebijakan ini dan fokus pada bagaimana program-program pembangunan kita laksanakan bersama,” ujar Idrus dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    4. DPR akan bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi untuk tiga institusi penegak hukum, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan, dan Pengadilan.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pembentukan Panja itu dilakukan berdasarkan banyaknya masukan dari masyarakat atas tiga lembaga penegak hukum itu.

    “Rencananya, pekan depan hari Selasa, ya, kita akan memanggil pimpinan tiga institusi tersebut. Selanjutnya akan dilakukan pengesahan Panja,” kata Habiburokhman saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Pemerintah siapkan 20.000 personel untuk misi perdamaian di Gaza

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan TNI telah menyiapkan 20.000 prajurit untuk diturunkan dalam misi perdamaian di Gaza.

    “Kita maksimalkan 20.000 prajurit kita siapkan, tetapi spesifikasinya kepada kesehatan dan juga konstruksi,” kata Sjafrie di kantor Kementerian Pertahanan, Jumat.

    Sjafrie menjelaskan, penyiapan pasukan dalam jumlah besar itu dilakukan berdasarkan perintah Presiden Prabowo Subianto.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.