Kementrian Lembaga: Bawaslu

  • Anggota DPR RI Muhammad Khozin Sebut Iklim Demokrasi Belum Sehat

    Anggota DPR RI Muhammad Khozin Sebut Iklim Demokrasi Belum Sehat

    Jember (beritajatim.com) – Muhammad Khozin, anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kabupaten Jember dan Lumajang, menyebut iklim demokrasi di Indonesia masih belum sehat.

    “Pemilu 2024 adalah pemilu terbrutal dalam sejarah Republik Indonesia. Selama medan tempur bergelombang, medan tempur itu tidak rata, maka iklim demokrasi kita belum sehat,” kata Khozin, dalam sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan, di kampus Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (16/12/2025).

    “Medan tempur ini harus rata. Semua profesi, semua anak bangsa punya hak yang sama untuk berkiprah di jalur politik. Tidak boleh hanya mereka yang punya isi tas. Mereka yang punya kualitas meskipun tidak punya isi tas punya aksesibilitas yang sama,” kata Khozin.

    Revisi undang-undang pemilu, menurut Khozin, merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan demokrasi yang lebih sehat dan adil bagi siapapun. “Low cost high impact. Ongkosnya ditekan seminimal mungkin tapi dengan impact sebesar mungkin. Itu prinsipnya,” katanya.

    Komisi II DPR RI akan mulai mengundang beberapa pihak termasuk akademisi dan organisasin non pemerintah untuk mulai mempersiapkan kajian-kajian kebutuhan rancangan undang-undang pemilu pada Januari 2026.

    Khozin memperkirakan akan ada titik temu antara sistem pemilu tertutup dengan terbuka. “Mungkin nanti titik temunya kombinasi antara terbuka atau tertutup. Variabelnya seperti apa, konkretnya seperti apa, kita tunggu masukan-masukan dari berbagai pihak,” katanya.

    Revisi UU Pemilu ini, menurut Khozin, akan satu paket dengan revisi UU Partai Politik dan UU Pilkada. “Kalau dalam format kodifikasi kan pasti berkaitan dengan beberapa undang-undang. Tidak mungkin hanya berdiri sendiri Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi tetap diakomodasi tanpa menabrak norma aturan yang lebih tinggi yaitu konstitusi UUD 1945,” katanya.

    Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu RI Rahmat Bagja membantah anggapan bahwa Pemilu 2024 brutal. “Enggak lah. Yang jelas persaingan di internal partai ada, persaingan antarpartai ada. Wajar saja. Kompetisi itu sangat terbuka dan sangat kompetitif. Mungkin itu yang diartikan brutal,” katanya, usai acara di UIN KHAS Jember.

    Bagja memahami pernyataan itu sebagai pengalaman personal Khozin. “Tapi menurut kami alhamdulillah pemilu bisa terselenggara dengan baik, dan kalaupun ada ketidakberesan, ada kanalisasi dalam menyelenggarakan pengaduan dan lain-lain,” katanya. [wir]

  • Bawaslu: Demokrasi Indonesia Mundur, Pemilu On The Right Track

    Bawaslu: Demokrasi Indonesia Mundur, Pemilu On The Right Track

    Jember (beritajatim.com) – Saat ini mulai terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia. Namun secara umum pelaksanaan pemilihan umum masih berada di jalur yang benar.

    Hal ini disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia Rahmat Bagja, dalam acara sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan, di kampus Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (16/12/2025).

    “Sekarang memang mulai declining democracy Tapi bukan hanya milik Indonesia, tapi milik dunia. Skandinavia maju, tapi penduduknya enam juta sampai 15 juta orang,. Masih oke. Kalau sudah di atas 100 juta orang, persoalan akan berbeda. Oleh sebab itu, maka kita lihat Amerika, lihat India yang mulai declining,” kata Bagja.

    Bagja menyebut penyelenggaraan pemilu di Indonesia sangat berat. “Hampir tidak ada negara yang berani membuat satu hari pemungutan suara untuk untuk 204 juta pemilih. Amerika Serikat punya namanya pre-election. Pre-election day itu pre-voting day. Jadi dua minggu sebelum voting day, warga negaranya masih bisa memilih,” katanya.

    Sementara di Indonesia, lanjut Bagja, pemilihan dilakukan dalam waktu bersamaan di tempat pemungutan suara, kecuali pemilihan di luar negeri. “Oleh sebab itu pengawasannya pun agak bermasalah,” katanya.

    “Inilah gambaran negara demokratis yang berbentuk kepulauan. Banyak persoalan iya, tapi harus kita akui sampai saat ini pemilu kita sudah on the track,” kata mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini.

    Kendati sudah berada di jalur yang tepat, Bagja merasa perlu mengkritik tidak adanya kewenangan bagi Bawaslu untuk mengakses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Keduanya adalah platform digital terintegrasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    Silon digunakan untuk memfasilitasi proses administrasi pencalonan peserta pemilu mulai dari pendaftaran, pengunggahan dokumen, hingga verifikasi, bertujuan untuk mempercepat, mempermudah, mengurangi kertas (less paper), serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas proses pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD, dan pilkada, dengan data yang terekam sistematis untuk audit publik.

    Sementara Sipol digunakan untuk memfasilitasi pendaftaran, verifikasi, dan pemutakhiran data partai politik peserta Pemilu (DPR dan DPRD) secara daring. Sistem ini memungkinkan parpol mengunggah data kepengurusan, keanggotaan, dan domisili, serta memberi akses publik untuk cek data nomor induk kependudukan agar mencegah penyalahgunaan data pribadi.

    Bagja mengajak mahasiswa untuk ikut mengawasi, memantau, dan memperhatikan kinerja penyelenggara pemilu. “Kecurangan itu dimulai bukan pada saat pemungutan suara, namun dimulai pada saat penyusunan daftar pemilih,” katanya.

    Pendaftaran pemilih di Indonesia, menurut Bagja, lebih mudah daripada pendaftaran pemilih di Amerika Serikat pada era Presiden Donald Trump. “Calon pemilih di AS mendaftarkan diri sebagai pemilih dipersulit dengan pertanyaan-pertanyaan staf Komisi Pemilihan Umum Amerika Serikat,” katanya.

    Sementara di Indonesia, kata Bagja, penyusunan daftar pemilih merupakan momentum terbuka bagi publik. “Ke depan teman-teman harus mengawasi bagaimana proses pendaftaran yang dilakukan pemilih. Di Indonesia hanya dua syaratnya. Pertama, dia berusia 17 tahun. Kedua, sudah menikah. Ini hal yang agak berbeda dengan negara-negara besar lain,” katanya. [wir]

  • Bawaslu dan Pramuka Mojokerto Bentuk Saka Adyasta Pemilu, Ajak Gen Z Kawal Demokrasi

    Bawaslu dan Pramuka Mojokerto Bentuk Saka Adyasta Pemilu, Ajak Gen Z Kawal Demokrasi

    Mojokerto (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mojokerto resmi menggandeng Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Mojokerto untuk membentuk Satuan Karya (Saka) Pramuka Pengawasan Pemilu atau yang dikenal sebagai Saka Adyasta Pemilu.

    Kesepakatan strategis ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang berlangsung di Kantor Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Desa Bangsal, Kecamatan Bangsal.

    Kerja sama ini dinilai sebagai langkah taktis dalam memperkuat partisipasi masyarakat, khususnya generasi muda dan Gen Z, dalam mengawal jalannya demokrasi yang berintegritas.

    Pembentukan Saka Adyasta Pemilu diproyeksikan menjadi wadah pembinaan karakter dan pendidikan politik yang sehat, sekaligus menanamkan nilai integritas, kejujuran, kedisiplinan, serta keberanian untuk mencegah dan mengawasi potensi pelanggaran pemilu.

    Wakil Bupati Mojokerto, Muhammad Rizal Octavian, menyampaikan apresiasi tinggi atas sinergi positif yang terjalin antara Bawaslu dan Gerakan Pramuka. Menurutnya, kolaborasi ini merupakan inovasi penting dalam memperkuat kualitas demokrasi di tingkat daerah.

    “Gerakan Pramuka adalah wadah pendidikan karakter yang terbukti membentuk generasi berakhlak, berdaya saing, dan bertanggung jawab,” ujar Rizal.

    Rizal menekankan bahwa peran Bawaslu sangat krusial dalam menjaga marwah demokrasi, dan dukungan dari elemen Pramuka akan memperkuat fungsi pengawasan tersebut.

    “Sementara Bawaslu memiliki mandat menjaga marwah demokrasi agar setiap tahapan pemilu berjalan sesuai aturan. Melalui MoU ini, kita berharap lahir program pendidikan dan pelatihan yang aplikatif, serta muncul kader-kader Pramuka yang peduli dan berani mencegah potensi pelanggaran pemilu,” ungkapnya.

    Lebih jauh, ia menambahkan bahwa pembentukan Saka Adyasta Pemilu bukan sekadar program kelembagaan semata, melainkan sebuah investasi jangka panjang untuk membangun budaya politik yang sehat, damai, dan beretika.

    Generasi muda, lanjutnya, harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk terlibat aktif dalam pengawasan pemilu.

    “Kualitas demokrasi Indonesia tidak hanya ditentukan oleh lembaga penyelenggara pemilu, tetapi juga kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda dalam mengawal proses demokrasi secara jujur dan adil. Seluruh pihak diharapkan bisa mendukung keberadaan Saka Adyasta Pemilu agar mampu berjalan efektif dan berkelanjutan,” ujarnya.

    Pihaknya berharap kolaborasi ini mampu melahirkan kader-kader muda yang tidak hanya memahami aturan main pemilu, tetapi juga memiliki keberanian moral untuk menegakkan nilai integritas di tengah masyarakat.

    Melalui MoU tersebut, Bawaslu Kabupaten Mojokerto dan Kwartir Cabang Gerakan Pramuka menyepakati tiga komitmen utama.

    Pertama, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pengawasan pemilu yang menarik dan adaptif sesuai perkembangan zaman. Kedua, melahirkan anggota pramuka yang peduli serta berani dalam mencegah dan mengawasi potensi pelanggaran pemilu. Ketiga, membangun budaya politik yang sehat, damai, dan beretika di tengah masyarakat. [tin/beq]

  • Temuan 357 Data Anomali, Bawaslu Blitar Desak KPU Segera Koreksi Daftar Pemilih

    Temuan 357 Data Anomali, Bawaslu Blitar Desak KPU Segera Koreksi Daftar Pemilih

    Blitar (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Blitar secara resmi melayangkan surat Saran Perbaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar, Kamis (4/12/2025). Langkah tegas ini diambil setelah pengawas pemilu menemukan ratusan ketidaksesuaian data dalam proses Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) menjelang Rapat Pleno Triwulan IV.

    Surat bernomor 89/PM.00.02/K.JI-03/12/2025 tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil uji petik dan pengawasan melekat di lapangan. Bawaslu mendesak KPU untuk segera menindaklanjuti temuan dinamika kependudukan yang berpotensi mencederai validitas daftar pemilih jika tidak segera dikoreksi.

    Berdasarkan data hasil pengawasan, tercatat total 357 poin temuan yang meliputi berbagai kategori perubahan status pemilih. Rinciannya terdiri dari 240 pemilih baru, 73 pemilih yang telah meninggal dunia, 25 pemilih pindah keluar, dan 13 pemilih pindah masuk. Selain itu, ditemukan pula perubahan status dari anggota aktif menjadi sipil, yakni 4 pensiunan TNI dan 2 pensiunan Polri.

    “Penyampaian saran perbaikan ini merupakan bagian penting dari fungsi pencegahan Bawaslu dalam menjaga validitas daftar pemilih sejak masa non-pemilihan,” tegas Jaka Wandira, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kabupaten Blitar, Kamis (4/12/2025).

    Jaka menekankan bahwa akurasi data adalah fondasi utama integritas demokrasi. Oleh karena itu, Bawaslu meminta KPU Kabupaten Blitar untuk segera melakukan koordinasi intensif dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) serta pemerintah desa setempat guna memverifikasi temuan tersebut.

    Dalam saran perbaikan itu, Bawaslu juga mengingatkan KPU untuk disiplin menjalankan regulasi. Hal ini mencakup penerapan Pasal 16 dan Pasal 17 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2025 tentang prosedur pembaruan data rutin, serta Pasal 18 terkait mekanisme pencocokan dan klarifikasi berbasis bukti kependudukan yang sah.

    Sebelum menerbitkan surat resmi ini, Bawaslu mencatat telah memberikan peringatan awal melalui surat imbauan pada 30 Oktober 2025 lalu. Langkah bertingkat ini dilakukan untuk memastikan KPU memiliki waktu yang cukup dalam menyusun Model A – Daftar Perubahan Pemilih PDPB yang presisi.

    “Pemutakhiran data pemilih harus dilakukan secara akurat, transparan, dan akuntabel. Temuan kami bersumber dari hasil pengawasan di lapangan, sehingga penting untuk segera ditindaklanjuti demi menjaga integritas proses demokrasi,” tutupnya. [owi/beq]

  • Puskapol UI: Revisi UU Pemilu harus lindungi perempuan dari kekerasan

    Puskapol UI: Revisi UU Pemilu harus lindungi perempuan dari kekerasan

    Depok (ANTARA) – Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) meminta agar revisi Undang-undang Pemilu harus bisa melindungi perempuan dari kekerasan politik.

    “Revisi UU Pemilu menjadi momentum penting untuk memastikan adanya struktur regulasi yang melindungi perempuan dan mendorong partisipasi politik yang lebih setara,” kata Direktur Puskapol UI Hurriyah di Depok, Kamis.

    Ia mengatakan melalui policy brief yang disusun berdasarkan hasil riset Puskapol UI, pihaknya merekomendasikan dua langkah strategis untuk memastikan revisi UU Pemilu benar-benar mendukung demokrasi yang inklusif dan setara gender.

    Pertama, kata dia, memperkuat afirmasi gender, dengan penguatan kebijakan afirmasi di dalam kepengurusan partai, yakni menyertakan minimal 30 persen di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta di dalam keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu dengan mengubah frasa memperhatikan menjadi memuat 30 persen keterwakilan perempuan.

    Selain itu, menurut dia, juga perlu menerapkan sistem zipper murni dan didistribusikan calon perempuan minimal 30 persen di dapil (daerah pemilihan).

    “Berikan insentif bagi partai yang patuh dan sanksi bagi yang melanggar. Tetapkan syarat minimal tiga tahun keanggotaan partai dan pendidikan kader untuk calon legislatif,” ujarnya.

    Kedua, kata Hurriyah, dengan melakukan integrasikan perlindungan terhadap kekerasan politik berbasis gender.

    Oleh karena itu, menurut dia, mendefinisikan kekerasan politik berbasis gender dalam UU, dan menyediakan mekanisme pengaduan yang cepat, rahasia, dan sensitif korban.

    “Berikan perlindungan hukum dan psikologis bagi korban, saksi, dan pelapor. Wajibkan KPU dan Bawaslu untuk mengedukasi partai, calon, dan pemilih tentang kekerasan politik berbasis gender sebagai pelanggaran serius terhadap demokrasi,” ujarnya.

    Puskapol UI bersama anggota koalisi lainnya menyerukan komitmen kolektif dari seluruh pemangku kepentingan pembuat kebijakan, partai politik, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil yang lebih luas untuk bersama-sama mengawal revisi UU Pemilu agar menciptakan ruang politik yang aman, setara, dan bebas dari kekerasan.

    “Demokrasi yang inklusif bukan hanya hak perempuan, tetapi prasyarat bagi keadilan dan kualitas demokrasi Indonesia. Tanpa langkah konkret ini, demokrasi kita berisiko terus mereproduksi ketimpangan dan kekerasan terhadap perempuan,” ujar Hurriyah.

    Pewarta: Feru Lantara
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • TII: Pemisahan jadwal Pemilu berpeluang perkuat pengawasan

    TII: Pemisahan jadwal Pemilu berpeluang perkuat pengawasan

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga penelitian kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) menilai pemisahan jadwal Pemilu Nasional dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 membuka peluang signifikan untuk memperkuat pengawasan pemilu.

    Namun kebijakan tersebut juga menyisakan tantangan besar, terutama terkait kepastian hukum dan kesiapan regulasi.

    “Jeda waktu antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah adalah kesempatan emas untuk memperbaiki sistem pengawasan. Selama ini beban kerjanya sangat menumpuk,” kata Research Associate The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk Dampak Pemisahan Jadwal Pemilu dengan Pilkada bagi Pengawasan Pemilu yang digelar The Indonesian Institute.

    Arfianto memaparkan empat peluang utama yang muncul dari keputusan MK ini. Pertama, pengurangan beban kerja, sehingga pengawasan dapat dilakukan lebih fokus. Kedua, pengawasan mendalam, karena tidak ada lagi tahapan besar yang berjalan bersamaan.

    Ketiga, perencanaan lebih optimal dengan jeda minimal dua tahun antarpemilihan. Keempat, kesempatan untuk perbaikan strategi jangka panjang, mulai dari pemutakhiran data pemilih hingga pendidikan politik yang lebih efektif.

    Meski demikian, Arfianto mengingatkan adanya risiko besar yang harus diantisipasi. Ia menyoroti ketidakpastian hukum karena belum adanya revisi UU Pemilu, tumpang tindih kewenangan, serta potensi pelanggaran konstitusional apabila masa jabatan DPRD tidak lagi serempak lima tahunan.

    Menurutnya, pemerintah dan DPR perlu segera melakukan revisi komprehensif terhadap regulasi pemilu sambil memperkuat transparansi dan koordinasi antar-lembaga.

    Hadir dalam diskusi ini yakni Anggota Bawaslu RI, Dr. Puadi, menegaskan bahwa Putusan MK tidak hanya mengubah jadwal pemilu, tetapi juga mengubah total desain penyelenggaraan pemilu.

    Ia menyebut Putusan MK 135/2024 sebagai jawaban atas kritik terhadap pelaksanaan Pemilu Serentak Penuh yang dinilai membebani logistik, administrasi, hingga pengawasan di lapangan.

    “Desain penyelenggaraan pemilu akan berubah dan itu berdampak langsung pada tata kerja dan strategi pengawasan,” ujar Puadi.

    Menurut Puadi, pemisahan pemilu memungkinkan Bawaslu melakukan pengawasan yang lebih mendalam terhadap satu jenis pemilihan dalam satu siklus.

    Hal ini memperkuat kualitas investigasi pelanggaran dan mempermudah penegakan hukum, termasuk dalam kasus-kasus seperti politik uang.

    Ia menjelaskan bahwa Bawaslu kini tengah mengundang para ahli hukum dan mantan hakim MK untuk memperkuat norma hukum acara pengawasan pasca putusan tersebut.

    Puadi juga menilai pemisahan jadwal akan meningkatkan mitigasi risiko, efektivitas koordinasi antar-lembaga, serta pendidikan pemilih yang lebih terstruktur.

    Namun di sisi lain, ia mengungkap sederet risiko: kebutuhan anggaran yang meningkat, kerja pengawasan tanpa jeda lima tahun penuh, potensi kelelahan pengawas, hingga ancaman kekosongan norma transisional jika revisi UU Pemilu tak kunjung dilakukan.

    Pembicara lainnya, Manajer Policy Research Populi Center, Dimas Ramadhan, menyoroti lambannya proses pembahasan revisi UU Pemilu di DPR meskipun Putusan MK 135 sudah keluar sejak awal tahun. Menurutnya, hingga kini belum jelas apakah pembahasan akan dilakukan oleh Baleg atau Komisi II.

    “Progresnya lamban. Padahal revisi ini menentukan desain pemilu ke depan, termasuk bagi pengawasan,” kata Dimas.

    Dimas menggarisbawahi enam prinsip keadilan pemilu yang harus dijadikan acuan dalam merancang aturan baru, antara lain integritas proses, efisiensi administratif, aksesibilitas bagi pemilih, serta independensi penyelenggara.

    Ia juga memaparkan alasan di balik kebutuhan pemisahan pemilu, seperti tumpang tindih tahapan, beban kerja ekstrem penyelenggara, hingga tenggelamnya isu lokal dalam pemilu serentak.

    Menurutnya, dampak bagi Bawaslu bisa positif jika diikuti perencanaan matang.

    “Risiko overload bisa turun, koordinasi antar-lembaga lebih intensif, dan kualitas pengawasan meningkat,” ujarnya.

    Selain itu, Bawaslu dapat memperkuat kemampuan pengawasan tematik: isu nasional seperti pendanaan kampanye dan disinformasi dipisahkan dari kerawanan lokal seperti politik uang atau keberpihakan ASN.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bawaslu gandeng mahasiswa dalami penegakan hukum Pemilu

    Bawaslu gandeng mahasiswa dalami penegakan hukum Pemilu

    Demokrasi yang dimaknai dengan pemilihan umum itu sudah berjalan dengan baik atau tidak? Sudah ada landasan hukumnya? Landasan hukumnya bermasalah atau tidak? Kritis terhadap aturan Pemilu kita, Bagaimana aturan hukum pemilu itu dalam kenyataannya da

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menggandeng mahasiswa melalui kompetisi Debat Penegakan Hukum Pemilu yang diikuti lebih dari 300 kampus dari seluruh Indonesia untuk mendorong mahasiswa memahami lebih dalam tentang hukum pemilu dan penegakannya.

    “Teman-teman bisa menyaksikan bagaimana mahasiswa-mahasiswa muda berbicara tentang hukum Pemilu dan penegakan hukum Pemilu. Ini penting untuk membuat demokrasi kita semakin bermakna, demokrasi kita semakin banyak landasan hukumnya dan kritis terhadap hukum pemilu, khususnya revisi undang-undang pemilu ke depan,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

    Bagja juga menilai panggung debat ini akan menjadi ruang penting generasi muda untuk menyampaikan kritik dan pandangannya soal Undang-Undang Pemilu. Ia mengungkapkan saat ini kompetisi debat sudah memasuki tahap semifinal dan menyisakan tim dari 24 perguruan tinggi.

    Bagja mengungkapkan penilaian dewan juri akan berfokus pada substansi, performa, dan sikap berdebat, seraya menekankan pentingnya sikap dewasa dan profesional dalam berdebat.

    “Kan kalau baperan misuh-misuh kan enggak pas juga ada dalam debat,” ujarnya.

    Bagja berharap kegiatan ini dapat membangkitkan rasa penasaran mahasiswa untuk mempelajari lebih dalam soal sistem demokrasi yang saat ini berlaku di Indonesia.

    “Demokrasi yang dimaknai dengan pemilihan umum itu sudah berjalan dengan baik atau tidak? Sudah ada landasan hukumnya? Landasan hukumnya bermasalah atau tidak? Kritis terhadap aturan Pemilu kita, Bagaimana aturan hukum pemilu itu dalam kenyataannya dan juga bagaimana yang seharusnya. Itu yang diharapkan dipelajari oleh mahasiswa,” ujarnya.

    Ia mengatakan kompetisi Debat Penegakan Hukum Pemilu juga menjadi momentum bagi para penyelenggara Pemilu untuk terus berbenah dan melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan Pemilu di Tanah Air.

    Bagja optimis kompetisi ini akan memberi dampak positif terhadap perkembangan hukum Pemilu di Indonesia.

    Hukum pemilu, kata Bagja, merupakan hukum yang masih muda, oleh karena itu kompetisi debat ini juga menjadi momentum untuk mendengar langsung pandangan civitas akademika terhadap hukum Pemilu.

    “Hukum pemilu ini merupakan hukum yang baru ya, terutama setelah adanya pengawas pemilu, barulah kita sekarang berdebat tentang (penegakannya), dulu mungkin pernah berdebat mengenai politik uang, tapi tidak sekencang pada saat ini, setelah pengawas pemilu ada,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Telusuri Data Ganda hingga Pelosok, Bawaslu Blitar Pastikan Hak Pilih Lansia Terlindungi

    Telusuri Data Ganda hingga Pelosok, Bawaslu Blitar Pastikan Hak Pilih Lansia Terlindungi

    Blitar (beritajatim.com) – Akurasi data pemilih adalah nyawa dari demokrasi. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Blitar.

    Tak hanya memantau dari balik meja, komisioner Bawaslu turun gunung mengawasi langsung proses Pencocokan dan Penelitian Terbatas (Coktas) di Desa Tumpakkepuh, Kecamatan Bakung, pada Selasa (25/11/2025).

    Langkah ini diambil guna memastikan validitas data dalam tahapan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar.

    Dalam pengawasan yang dipimpin langsung oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Blitar, Masrukin dan Jaka Wandira, tim gabungan menelusuri data pemilih yang terindikasi memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda. Fokus tertuju pada satu nama yakni Sukini.

    Dalam data awal, nama Sukini tercatat ganda. Hal ini tentu menjadi anomali yang harus segera diluruskan untuk mencegah potensi kerawanan administrasi maupun penyalahgunaan hak suara.

    “Setelah dilakukan verifikasi lapangan secara langsung, dipastikan bahwa pemilih atas nama Sukini tersebut adalah satu orang yang sama. Fakta di lapangan juga mengungkap bahwa yang bersangkutan belum pernah melakukan perekaman administrasi kependudukan (E-KTP),” jelas Jaka Wandira, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kabupaten Blitar.

    Mengingat Mbah Sukini sudah berusia lanjut, yakni 83 tahun, tim tidak membiarkan masalah ini menggantung. Dispendukcapil Kabupaten Blitar langsung melakukan tindakan responsif dengan melakukan perekaman biometrik di tempat (on the spot).

    Langkah taktis ini memastikan Mbah Sukini tidak hanya tercatat sebagai satu identitas tunggal yang sah, tetapi juga menjamin hak konstitusionalnya sebagai warga negara terlindungi secara administrasi.

    Jaka Wandira menegaskan, kegiatan Coktas seperti di Desa Tumpakkepuh ini bukan sekadar formalitas. Ini adalah benteng pertahanan untuk memastikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) nantinya benar-benar bersih, akurat, dan bebas dari data ganda.

    “Data pemilih yang valid adalah fondasi penting dalam memastikan pemilu berjalan Luber dan Jurdil. Karena itu, Bawaslu wajib mengawasi setiap tahapan, termasuk Coktas yang dilakukan KPU,” tegas Jaka.

    Bawaslu Kabupaten Blitar berkomitmen bahwa pengawasan semacam ini akan dilakukan secara berkesinambungan. Tujuannya jelas yakni memastikan seluruh proses pemutakhiran data berjalan transparan, akuntabel, dan mencegah hilangnya hak pilih warga yang memenuhi syarat.

    Dengan tuntasnya masalah data ganda di Tumpakkepuh, Bawaslu berharap integritas proses pemilihan di Kabupaten Blitar terus terjaga, dimulai dari hal yang paling mendasar: data pemilih yang jujur. [owi/suf]

  • Bawaslu RI Ajak Mahasiswa Unusa Perkuat Pengawasan Partisipatif Melalui Pemanfaatan Big Data

    Bawaslu RI Ajak Mahasiswa Unusa Perkuat Pengawasan Partisipatif Melalui Pemanfaatan Big Data

    ​Surabaya (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI kembali menggelar kegiatan Literasi Data di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Jumat (21/11/2025).

    Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Bawaslu untuk meningkatkan sinergi dengan perguruan tinggi dalam mendukung pengawasan pemilu yang berbasis data dan partisipatif.

    ​Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu RI, Dr. Puadi, menyebut Unusa menjadi kampus ke-12 dari target 16 kampus yang disasar dalam kegiatan Literasi Data sepanjang tahun 2025.

    ​”Kegiatan ini dibarengi dengan bedah buku yang merupakan output dari proses penyelenggaraan dan hasil pengawasan di tiap tahapan Pemilu,” ujar Dr. Puadi.

    ​Mengangkat tema “Sinergi Universitas dan Pengawas Pemilu melalui Literasi Data”, kegiatan ini secara khusus mendorong mahasiswa memanfaatkan data yang dihimpun Bawaslu untuk kebutuhan riset akademik.

    ​Dr. Puadi berharap data-data yang tersedia dapat digunakan mahasiswa Unusa untuk menyelesaikan karya ilmiah mereka, mulai dari skripsi (S1), tesis (S2), hingga disertasi (S3).

    ​”Ini juga create sedemikian rupa dalam sebuah data yang merupakan satu big data. Paling tidak memang ini mahasiswa harus mengetahui,” harapnya.

    ​Data tersebut menghimpun berbagai informasi, termasuk hasil pengawasan, laporan, penanganan pelanggaran, hingga proses sengketa Pemilu.

    Menurut Puadi, sebagai lembaga publik, Bawaslu wajib menyampaikan informasi tersebut kepada kalangan civitas akademika untuk membangun budaya pengawasan yang cerdas dan berbasis bukti. [tok/beq]

  • Usung Semangat Kepahlawanan, Bawaslu Jatim Tutup Rangkaian Penguatan Kelembagaan

    Usung Semangat Kepahlawanan, Bawaslu Jatim Tutup Rangkaian Penguatan Kelembagaan

    Surabaya (beritajatim.com) – Bawaslu Jatim resmi menutup rangkaian penguatan kelembagaan bersama Komisi II DPR RI yang dimulai 19 Agustus 2025, pada Kamis, 20 November 2025 di Surabaya.

    Serangkaian penguatan kelembagaan diselenggarakan 40 kali di 38 titik, melibatkan 2.850 peserta, 152 narasumber dari akademisi, pemantau dan penyelenggara pemilu.

    Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits menyampaikan bahwa proses
    panjang penguatan kelembagaan merupakan komitmen Bawaslu Jatim untuk terus belajar, memperbaiki tata kelola, dan meningkatkan kapasitas pengawasan di tengah tantangan pemilu yang semakin kompleks.

    “Bawaslu Jawa Timur tidak berhenti belajar dan memperkuat diri. Ini adalah investasi besar untuk kesiapan pengawasan pemilu di masa yang akan datang,” ujarnya.

    Menurut Warits, penguatan kelembagaan terselenggara dengan dukungan penuh Komisi II DPR RI yang telah memberikan ruang dialog, fasilitasi, serta penguatan terkait berbagai aspek regulatif dan kelembagaan. Dukungan tersebut dinilai menjadi bagian penting dalam meningkatkan kualitas kelembagaan Bawaslu Jatim.

    Secara simbolis penguatan kelembagaan dibuka dan ditutup di Surabaya. “Ketika kita bicara penguatan kelembagaan, pada dasarnya kita membicarakan semangat para pahlawan: keberanian berubah, integritas dalam bekerja, dan komitmen memberi yang terbaik bagi bangsa,” ungkapnya.

    Menurut Warits, walau rangkaian penguatan kelembagaan bersama
    Komisi II DPR RI telah selesai, namun penguatan kelembagaan internal akan terus dilakukan.

    Penguatan yang Warits maksud berfokus pada delapan bidang stategis. Antara lain, penguatan tata kelola dan manajemen internal, literasi demokrasi, hubungan dan eksistensi kelembagaan, layanan PPID dan hukum, pengolahan data, akuntabilitas keuangan, modernisasi birokrasi dan peningkatan kinerja kelembagaan.

    “Delapan bidang ini bukan pekerjaan kecil. Ini adalah kerangka besar
    modernisasi Bawaslu Jawa Timur. Dan apabila kedelapan bidang ini terus kita rawat bersama, maka kita bukan saja memperbaiki ‘cara bekerja’, tetapi juga membentuk budaya baru dalam organisasi kita,” tambahnya.

    Lebih jauh, Warits menganalisis bahwa tantangan ke depan semakin kompleks, mulai dari disinformasi dan misinformasi, dinamika kampanye digital, polarisasi politik, hingga penggunaan teknologi baru seperti kecerdasan buatan.

    Oleh sebab itu, penguatan kelembagaan dianggap sebagai fondasi penting menghadapi perubahan-perubahan tersebut.

    “Pengawasan pemilu tidak bisa lagi bertumpu pada mekanisme lama. Kita harus adaptif, berbasis data, dan memiliki SDM yang terlatih dan memperkuat kelembagaan kita,” tegasnya.

    Selain itu, pihaknya berkomitmen mengembangkan literasi politik dan
    demokrasi berbasis catatan peristiwa pemilu. Mengingat bahwa Bawaslu Jatim memiliki kekayaan data berupa jutaan Form A, laporan hasil pengawasan, serta dokumentasi temuan lapangan yang dinilai sangat berharga.

    “Literasi politik yang paling kuat adalah literasi yang berbasis pengalaman nyata. Ketika kita membangun literasi politik berbasis catatan peristiwa pemilu, itu berarti kita menghidupkan kembali pengalaman lapangan. Kita memberikan pengetahuan berbasis data. Kita memberikan pembelajaran yang lebih konkret kepada masyarakat. Dan tentu membantu membangun pemilih yang lebih cerdas serta demokrasi yang lebih sehat,” tambahnya.

    Langkah ini akan memperluas manfaat pengetahuan pemilu tidak hanya bagi lembaga, tetapi juga masyarakat, akademisi, peneliti, dan terutama generasi muda Indonesia.

    “Penguatan kelembagaan bukanlah program temporer. Ini merupakan
    budaya kerja yang harus dirawat setiap hari. Konsistensi, integritas, serta keberanian berinovasi menjadi kunci untuk menjaga kualitas pengawasan di seluruh tingkatan,” pungkasnya. (tok/ian)