Kementrian Lembaga: Bareskrim Polri

  • Nelayan Mengeluh Sulit Cari Ikan, Anggota DPR Desak Ketegasan Pemerintah soal Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi

    Nelayan Mengeluh Sulit Cari Ikan, Anggota DPR Desak Ketegasan Pemerintah soal Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi

    JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan merespons keluhan para nelayan akibat masih adanya pagar laut di perairan Tangerang dan Bekasi.

    Para nelayan tradisional di dua wilayah tersebut mengaku kesulitan untuk mencari ikan karena pagar laut belum sepenuhnya dibongkar.

    Menurut Daniel, kondisi ini merupakan bentuk nyata dari perampasan ruang hidup rakyat kecil oleh korporasi yang difasilitasi pembiaran oleh negara.

    Ia mengatakan, para nelayan menunggu ketegasan pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan penegakan hukum dalam pembongkaran pagar laut secara tuntas.

    “Ini bukan hanya masalah akses. Ini adalah bentuk keadilan dan penegakan hukum. Jangan sampai nelayan tradisional semakin miskin. Mereka yang hidup dari laut kini dikungkung pagar. Negara harus bertindak tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum,” kata Daniel Johan, Rabu, 16 April. 

    Nelayan asal Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mengeluhkan hingga hari ini akses melautnya masih tertutup pagar laut milik PT Tata Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). Hal itu lantaran batang bambu yang masih membentang di lautan masih menancap hingga dasar laut, sehingga akses nelayan melaut menjadi terbatas.

    Pagar bambu yang belum dibongkar itu juga disebut tidak memberikan celah bagi kapal nelayan kecil untuk melintas menuju laut lepas. 

    Hal yang sama juga terjadi di perairan Tangerang. Kondisi ini dianggap merugikan nelayan, terutama yang menggunakan alat tangkap sederhana. Pasalnya, potongan bambu yang tersembunyi di bawah permukaan air bisa merusak jaring ikan dan baling-baling kapal.

    Daniel menegaskan praktik pemasangan pagar bambu di laut yang membatasi ruang gerak nelayan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan ekologis, bahkan melanggar konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh penghidupan yang layak.

    Ia pun menyoroti pembongkaran pagar bambu yang hanya dilakukan secara simbolis di area reklamasi dekat daratan tanpa menyentuh wilayah laut lepas yang menjadi jalur utama nelayan kecil. Daniel menilai tindakan tersebut hanya pencitraan semu tanpa solusi nyata.

    “Jangan main sandiwara di hadapan rakyat. Nelayan bukan butuh seremonial, mereka butuh akses nyata untuk melaut dan mencari nafkah. Setiap hari mereka berjuang, tapi hari ini mereka dikalahkan oleh bambu-bambu yang melanggar hukum,” ungkap Daniel.

    Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan kelautan itu pun heran mengapa hingga hari ini tidak ada ketegasan negara dalam mengatasi persoalan pagar laut tersebut. Daniel mewajarkan, jika hal ini tidak diselesaikan secara tuntas maka akan menambah frustasi masyarakat khususnya nelayan sekitar. 

    “Harap diingat, nelayan kita kehilangan sumber nafkah, kehilangan martabat. Tapi kok Pemerintah terkesan lamban. Jika ini dibiarkan, maka masyarakat akan semakin frustasi,” kata Daniel.

    Sementara terkait penetapan tersangka terhadap Kepala Desa Segarajaya dan stafnya, Daniel mendesak aparat penegak hukum untuk tidak berhenti pada aktor lokal semata. Menurutnya, aparat penegak hukum bersama pemerintah harus menelusuri dugaan keterlibatan lebih luas dari pihak yang disebut dalam laporan masyarakat. 

    Daniel juga mempertanyakan pembongkaran pagar laut di Tangerang masih belum tuntas. Padahal, Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto bersama anggota lainnya sudah turun langsung ke lokasi untuk mengawal proses pembongkaran pagar laut pada akhir Januari lalu.

    Karena itu, Daniel meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup, serta masing-masing Pemda untuk segera bertindak mengatasi persoalan pagar laut ini, baik di perairan Tangerang maupun Bekasi.

    “Jika masalah itu terus berlarut, maka saya akan usulkan Komisi IV DPR RI menggunakan hak pengawasan secara penuh. Kita tidak akan tinggal diam saat rakyat pesisir dikhianati,” jelas Daniel.

    Daniel pun mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut kasus pagar laut yang terindikasi adanya tindak pidana korupsi.

    Seperti diketahui, hari ini Jaksa penuntut umum (JPU) kembali mengembalikan lagi berkas perkara kasus pagar laut di Tangerang ke penyidik Bareskrim Polri terkait kasus penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) dengan rujukan Perda dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

    Pengembalian berkas perkara ini merupakan kali kedua dilakukan Kejagung karena pihak kepolisian masih belum melengkapi berkas perkara dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi. Padahal jaksa telah memberikan petunjuk adanya indikasi korupsi dalam perkara tersebut mulai dari indikasi suap, pemalsuan hingga penyalahgunaan kewenangan.

    “Ini juga yang menjadi pertanyaan. Mengapa kasusnya berlarut-larut, padahal dari kejaksaan sudah jelas menyatakan adanya indikasi korupsi. Saya harap penegak hukum bisa lurus, karena ini menyangkut nasib dan kebutuhan perut masyarakat kecil,” pungkas Daniel.

  • 27 Brigjen Pol Digeser Kapolri pada Mutasi Polri April 2025, Ini Daftar Namanya

    27 Brigjen Pol Digeser Kapolri pada Mutasi Polri April 2025, Ini Daftar Namanya

    loading…

    Sebanyak 27 Perwira Tinggi (Pati) berpangkat Brigjen Pol digeser Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada mutasi Polri April 2025. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Sebanyak 27 Perwira Tinggi (Pati) berpangkat Brigjen Pol digeser Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada mutasi Polri April 2025. Total 49 Pati dan Perwira Menengah (Pamen) Polri dimutasi pada kesempatan kali ini.

    Mutasi para perwira Polri tertuang dalam Surat Telegram: ST/688/IV/KEP./2025 tertanggal 13 April 2025 yang ditandatangani As SDM Kapolri Irjen Pol Anwar.

    Jenderal bintang 1 itu ada yang ditempatkan di internal Polri dan ada juga yang memasuki masa pensiun. Berikut daftar nama-namanya.

    27 Brigjen Pol Digeser Kapolri pada Mutasi Polri April 20251. Brigjen Pol Kumbul Sudwijanto Sudjadi
    Jabatan lama: Pati Bareskrim Polri penugasan pada KPK
    Jabatan baru: Sahlisosbud Kapolri

    2. Brigjen Pol Edi Ciptianto
    Jabatan lama: Pengembang Teknologi Informasi Kepolisian Utama TK II Polri
    Jabatan baru: Pati Div Tik Polri

    3. Brigjen Pol Riko Sunarko
    Jabatan lama: Analis Kebijakan Utama Bidang Pamobvit Baharkam Polri
    Jabatan baru: Pengembang Teknologi Informasi Kepolisian Utama TK II Polri

    4. Brigjen Pol Jebul Jatmoko
    Jabatan lama: Karokurlum Lemdiklat Polri
    Jabatan baru: Widyaiswara Kepolisian Utama TK I Sespim Lemdiklat Polri

    5. Brigjen Pol Dody Marsidy
    Jabatan lama: Dosen Kepolisian Utama TK II STIK Lemdiklat Polri
    Jabatan baru: Karokurlum Lemdiklat Polri

    6. Brigjen Pol Didik Sugiarto
    Jabatan lama: Widyaiswara Kepolisian Utama TK II Sespim Lemdiklat Polri
    Jabatan baru: Dosen Kepolisian Utama TK II STIK Lemdiklat Polri

    7. Brigjen Pol Hero Henrianto Bachtiar
    Jabatan lama: Wakapolda NTB
    Jabatan baru: Widyaiswara Kepolisian Utama TK II Sespim Lemdiklat Polri

  • Kejagung Vs Bareskrim, Kasus Pagar Laut Pidana Biasa atau Korupsi?

    Kejagung Vs Bareskrim, Kasus Pagar Laut Pidana Biasa atau Korupsi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) lagi-lagi mengembalikan berkas perkara kasus pagar laut Tangerang. Jaksa penuntut umum mengendus ada dugaan korupsi dari tingkat desa hingga kementerian dalam kasus tersebut.

    Pendapat jaksa itu bertentangan dengan versi Bareskrim yang menganggap kasus pagar laut Tangerang tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

    Adapun Kejagung bahkan telah meminta supaya kasus pagar laut di Tangerang diambil alih Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.

    Direktur A Jampidum Kejagung RI, Nanang Ibrahim Soleh mengatakan pihaknya telah mengembalikan kembali berkas perka ke Bareskrim Polri.

    Setelah dikembalikan, Kejagung meminta agar Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk meneruskan berkas yang dikembalikan ke Kortastipidkor.

    “Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortastipikor. Ke Kortastipikor. Apalagi Kortastipikor disampaikan kan bahwa dia sedang menangani,” ujarnya di Kejagung, Rabu (16/4/2025).

    Dia menambahkan, jaksa penuntut umum juga meminta agar kasus pagar laut Tangerang yang ditangani oleh Dirtipidum Bareskrim agar digabung dengan perkara di Kortastipidkor.

    Adapun, sesuai Pasal 25 UU Tipikor No.31/1999 menjelaskan bahwa apabila ada perkara umum dan ditemukan unsur pidana khusus maka harus didahulukan penanganannya.

    “Ya, apabila sudah menangani kan minimal bisa dijadikan satu. Jadi Kortastipikor bisa koordinasi dengan dalam hal ini dengan pidana khusus,” pungkasnya.

    Di samping itu, Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan menilai bahwa kasus pemalsuan dokumen pada area Pagar Laut Tangerang memiliki unsur tindak pidana korupsi.

    Misalnya, berkaitan dengan kerugian negara. Jaksa menilai bahwa kerugian negara itu didukung oleh alat bukti yang mengungkap adanya area laut yang berubah statusnya menjadi milik perorangan dan perusahaan.

    “Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” ujar Sunarwan.

    Dia menambahkan, ada juga tindak perbuatan penyalahgunaan yang diduga dilakukan oleh penyelenggara negara dari tingkat desa hingga kementerian.

    “Dilakukan oleh siapa? Penyelenggaran negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara,” tegasnya.

    Versi Bareskrim 

    Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan tetap mengirim berkas perkara terkait kasus pagar laut di Tangerang, Banten kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan sikapnya itu lantaran berkas perkara kasus pemalsuan dokumen itu dinilai sudah lengkap secara materil dan formil.

    “Menurut penyidik, yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kita sudah hari ini kita kembalikan,” ujarnya di Bareskrim, Kamis (10/4/2025).

    Kemudian, dia juga merincikan sejumlah alasan lainnya terkait pengembalian berkas perkara itu. Misalnya, perkara pemalsuan dokumen di Tangerang yang ditangani itu tidak memenuhi unsur korupsi. 

    Informasi itu, kata Djuhandhani, diperoleh setelah pihaknya melakukan diskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ahli terkait.

    Kemudian, berkaitan dengan ketentuan UU Tipikor telah mengatur secara eksplisit menyatakan bahwa kasus yang dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar UU Tipikor. 

    Sementara itu, tersangka pada kasus ini, yakni Kades Kohod Arsin Cs dikenakan pasal Pidana Umum dengan jeratan Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

    Adapun, berdasarkan asas hukum lex consumen derogat legi consumte menyatakan bahwa dalam sebuah perkara, penyidik melihat fakta dominan. Alhasil, dari kasus pemalsuan ini tidak menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara.

    “Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” imbuh Djuhandhani.

    Di samping itu, menurut Djuhandhani, unsur rasuah dalam perkara pagar laut di Tangerang itu saat ini tengah ditangani oleh Kortastipidkor Polri.

    “Terdapatnya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri,” pungkasnya.

  • Kejagung Yakin Kasus Pagar Laut Sarat Korupsi, Berkas Dikembalikan ke Bareskrim

    Kejagung Yakin Kasus Pagar Laut Sarat Korupsi, Berkas Dikembalikan ke Bareskrim

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan berkas perkara pagar laut Tangerang dikembalikan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

    Direktur A Jampidum Kejagung RI, Nanang Ibrahim mengatakan alasan pengembalian itu karena perkara yang ditangani oleh Bareskrim itu dinilai memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

    “Mengapa kita kembalikan? Karena sesuai dengan petunjuk kita ini, saya didampingi tim kita, ada Pak Sunarwan selaku ketua tim, beserta teman-teman semua di belakang ini, bahwa petunjuk kita bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi,” ujarnya di Kejagung, Rabu (16/4/2025).

    Di samping itu, Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum Sunarwan menyatakan bahwa Bareskrim tidak mengembalikan sesuai dengan petunjuk jaksa pada (10/4/2025).

    “Jadi petunjuk kita belum ada yang dipenuhi satu pun,” ujar Sunarwan.

    Dia juga menjelaskan bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah potensi kerugian negara dalam perkara ini. Sebab, berdasarkan analisis pihaknya, bukti yang dilampirkan penyidik Bareskrim sangat mendukung adanya unsur korupsi.

    “Karena ada fakta yang didukung dengan alat bukti adanya laut yang kemudian berubah statusnya menjadi milik perorangan dan kemudian menjadi milik perusahaan. Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, berkas perkara pagar laut telah diterima Kejagung pada 13 Maret lalu. Namun, setelah diteliti Kejagung, berkas itu dikembalikan kepada Bareskrim Polri karena tidak mencantumkan unsur pidana korupsi.

    Pengembalian berkas perkara dari Kejagung dilakukan pada 25 Maret lalu. Adapun, Bareskrim kembali melimpahkan kembali berkas perkara itu ke Kejagung pada 10 April 2025.

    Dalam hal ini, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan bahwa Bareskrim menilai kasus pemalsuan dokumen itu tidak memiliki unsur korupsi.

    “Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kami sudah hari ini, kami kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” tutur Djuhandhani di Bareskrim, Kamis (10/4/2025).

  • Ikuti Jejak Direktur Penyelidikan, Kini Deputi Penindakan KPK Dimutasi Jadi Kapolda

    Ikuti Jejak Direktur Penyelidikan, Kini Deputi Penindakan KPK Dimutasi Jadi Kapolda

    Bisnis.com, JAKARTA – Dua perwira tinggi Polri yang bertugas sebagai pejabat struktural di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini resmi diangkat ataupun dimutasi menjadi Kepala Kepolisian Daerah alias Kapolda.

    Teranyar, Irjen Pol Rudi Setiawan yang merupakan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada akhir pekan lalu resmi dimutasi oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Kapolda Jawa Barat (Jabar). Hal itu tertuang pada Surat Telegram Kapolri No.ST/688/IV/KEP/2025 tanggal 13 April 2025.

    “Irjen Pol Rudi Setiawan, S.I.K., S.H., M.H NRP 68110456 Pati Bareskrim Polri (Penugasan pada KPK) diangkat dalam jabatan baru sebagai Kapolda Jabar,” demikian dikutip dari Surat Telegram Kapolri itu, Rabu (16/4/2025).

    Adapun Rudi resmi dilantik sebagai Deputi Penindakan KPK pada November 2023 lalu. Saat itu, dia masih sempat dilantik oleh Ketua KPK Firli Bahuri sebelum pengunduran dirinya di tengah kasus pemerasan.

    Saat ini, KPK menyebut belum ada sosok pengganti Rudi yang akan menjadi Deputi Penindakan KPK secara definitif. Setelah terbitnya Surat Telegram Kapolri itu, maka lembaga antirasuah akan segera menunjuk pelaksana tugas (Plt).

    “Akan ditunjuk Pelaksana Tugas setelah adanya pelepasan/pengembalian Bapak Rudi Setiawan ke Mabes Polri,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dimintai konfirmasi oleh wartawan, Selasa (15/4/2025).

    Sebelum Rudi, pejabat struktural KPK lainnya yang turut berpindah jabatan yakni Endar Priantoro. Dia sebelumnya menjabat Direktur Penyelidikan KPK.

    Pada 30 Maret 2025 lalu, Kapolri memimpin langsung upacara Korps Raport Kenaikan Pangkat Perwira Tinggu (Pati) Polri. Pada saat itu, Endar yang sebelumnya berpangkat Brigjen diangkat menjadi Irjen dengan penugasan sebagai Kapolda Kalimantan Timur (Kaltim).

    Saat ini, posisi Direktur Penyelidikan dijabat sementara oleh Jaksa Ronald Worotikan sebagai Pelaksana Tugas (Plt).

    “Plt. Ronald Worotikan. Jaksa,” kata Tessa secara terpisah melalui pesan singkat kepada Bisnis, Rabu (16/4/2025).

    Dalam catatan Bisnis, posisi pejabat di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi biasanya diisi oleh polisi dan jaksa. Posisi Deputi Penindakan biasanya diisi oleh Pati Polri bintang dua berpangkat Irjen.

    Sebelum Rudi, posisi tersebut pernah diisi oleh Karyoto, yang saat ini menjabat Kapolda Metro Jaya, dan Firli Bahuri yang akhirnya terpilih sebagai Ketua KPK 2019-2023.

  • Merasa Janggal, Pihak Korban Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Datangi Propam Polri – Halaman all

    Merasa Janggal, Pihak Korban Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Datangi Propam Polri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno, memasuki babak baru yang penuh ketegangan. Pihak korban, melalui dua pengacaranya, Amanda Manthovani dan Yansen Ohoirat, mendatangi kantor Divisi Propam Polri di Jakarta pada Rabu (16/4/2025).

    Mereka menyampaikan kekecewaan terhadap jalannya penyidikan kasus ini di Polda Metro Jaya yang dirasa janggal dan penuh pelanggaran prosedur.

    Kasus yang telah berjalan lebih dari satu tahun ini, tanpa perkembangan yang signifikan, semakin mencuatkan kejanggalan.

    Pihak korban merasa penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya, dan lebih parahnya, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan.

    Oleh karena itu, mereka meminta pihak Divisi Propam Polri untuk memberikan asistensi dan pengawasan penanganan kasus ini agar tidak terjadi penyelewengan.

    “Kami minta Propam Polri melakukan pengawasan terhadap laporan kami di Polda Metro Jaya, karena tingkatannya kan lebih tinggi,“ kata Yansen kepada wartawan.

    Permintaan asistensi ini setelah pihak korban menemukan kejanggalan dan pelanggaran syarat formil oleh penyidik Polda Metro Jaya.

    Salah satunya, soal waktu pemberian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 25 Juli 2024 kepada korban, padahal SPDP itu terbit sejak 14 Juni 2024.

    Hal ini dinilai tidak berkesesuian dengan Pasal 14 ayat (1) Perkap 6/2019 yang mengatur bahwa SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah diterbitkan surat perintah penyidikan.

    “Ini sudah tidak sesuai dengan kode etik hukum acaranya. Artinya, di sini kita menemui ada syarat-syarat formil yang sudah dilanggar oleh penyidik Polda,” ungkapnya.

    Selain itu, setelah mengadu ke Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya pada 9 April 2025 lalu, pihaknya melakukan penelusuran berkas di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

    “Kami melakukan penelusuran berkas perkara dan baru kami ketahui, ternyata dalam perkara tersebut terdapat dua SPDP,” tuturnya.

    Selain itu, Yansen juga mempertanyakan sikap penyidik yang dinilai tidak komunikatif. Pasalnya, penyidik ternyata melakukan pemeriksaan saksi dari pihak korban tanpa sepengetahuan dan tanpa pendampingan pengacara.

    “Penyidik lebih suka berkomunikasi dengan klien kami, sehingga ketika kita berkomunikasi dengan penyidik, dia enggan menjawab, penyidik menyampaikan dokumen pun langsung ke rumah atau apartemen klien kami sehingga membuat kami khawatir dan waswas,” ucap Amanda.

    Dalam kasus ini, Edie dilaporkan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.

    Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

    Edie Toet sendiri sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.

    Klaim Kasusnya Dipolitisasi

    Konferensi pers rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno, bersama tim kuasa hukumnya menyusul kasus dugaan pelecehan seksual, Kamis (29/2/2024) (Tribunnews/Fahmi Ramadhan)

    Rektor non aktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno sempat mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.

    Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.

    “Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres,” kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Selain itu, ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.

    Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.

    “Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami,” pungkasnya.
     

  • Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan ada indikasi korupsi pada kasus pagar laut di perairan Tangerang. Kejagung kemudian menyarankan agar Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri mengusutnya.

    Hal itu disampaikan oleh Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, setelah mengembalikan lagi berkas perkara kasus pagar laut Tangerang ke penyidik Bareskrim Polri.Pengembalian berkas untuk kedua kalinya itu telah dilakukan pada Senin (14/4) lalu.

    “Bahwa petunjuk kita, bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi. Karena menyangkut di situ ada suap, ada pemalsuannya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada semua,” kata Nanang di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).

    “Jadi sesuai dengan Pasal 25 UU 31/99, apabila perkara tersebut, dari banyak perkara yang didahulukan adalah perkara yang khususnya lex spesialis-nya itu perkara tindak pidana korupsi,” lanjutnya.

    Menurut Nanang, penanganan perkaranya yakni berdasar asas lex specialis.Lex specialis derogat legi generalia dalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

    “Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortas Tipikor (Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri). Apalagi Kortas Tipikor disampaikan kan, bahwa dia sedang menangani,” jelas Nanang.

    “Itu nanti kan ini jadi perkara yang sama tidak bisa diadili dua kali. Nah makanya kalau lebih ininya, tadi kan saya bilang lex spesialisnya kan. Nah makanya dijadikan satu perkaranya,” terang dia.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Peneliti Berkas Jampidum Kejagung, Sunarwan,menjelaskan alasan mengapa perkara itu masuk ke dugaan korupsi. Sebab, adanya perubahan status kepemilikan.

    “Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” urainya.

    Selain itu, Sunarwan juga menjelaskan ada dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara negara dalam perkara pagar laut di perairan Tangerang itu. Penyalahgunaan wewenang itu dilakukan mulai dari tingkat kepala desa.

    “Dilakukan oleh siapa? Penyelenggara negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara. Sehingga di sini ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” ucap Sunarwan.

    Dia pun juga menegaskan bahwa perkara pagar laut Tangerang adalah tindak pidana korupsi.

    “Maka dari itu, kita sampaikan bahwa petunjuk kita adalah ini adalah perkara tindak pidana korupsi,” imbuhnya.

    Terkait kerugian negara, Sunarwan mengatakan memang tidak ada keterangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerugian negara. Namun, ada ahli yang menduga adanya kerugian negara.

    “Jadi tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada. Tetapi ada dari ahli, tetapi bukan ahli tentang korupsi, bukan,” ucap Sunarwan.

    Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan pihaknya telah melengkapi berkas perkara kasus pagar laut di perairan Tangerang.

    “Kami tetap dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materiil,” kata Djuhandhani di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).

    Dia menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli, termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus dokumen SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang, belum ditemukan indikasi kerugian negara.

    (ond/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang Nasional 16 April 2025

    Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    menyebutkan,
    Bareskrim Polri
    tidak mengikuti sama sekali petunjuk yang diberikan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) agar
    kasus pagar laut
    di Tangerang diusut hingga ke kasus dugaan tindak pidana korupsi.
    “Jadi, berkas perkara yang kita terima, itu tidak ada perubahan dari berkas perkara yang awal. Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi,” ujar Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
    Sunarwan mengatakan, berdasarkan berkas yang dilimpahkan kembali Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada 10 April 2025, tidak ada penambahan dari berkas yang awalnya telah dikembalikan Kejaksaan Agung pada 25 Maret 2025.
    Padahal, Dirtipidum Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro sempat mengatakan kalau pihaknya sudah berdiskusi dengan pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mengaku tidak ada kerugian negara dalam kasus yang tengah diselidiki ini.
    “Tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada,” lanjut Sunarwan.
    Dalam berkas yang dilimpahkan Bareskrim hanya terdapat penjelasan atau pendapat dari ahli KUHP, bukan ahli untuk menjelaskan perkara korupsi.
    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar juga menyinggung Pasal 110 ayat 2 KUHAP yang menekankan pentingnya suatu berkas untuk dilengkapi sesuai petunjuk dari penuntut umum.
    “Berdasarkan ketentuan Pasal 110 itu, berkas perkara yang dikembalikan oleh penuntut umum kepada penyidik itu dengan petunjuk untuk dilengkapi. Jadi, saya kira tidak perlu harus diperdebatkan,” kata Harli dalam kesempatan yang sama.
    Harli menyinggung beban pembuktian perkara ada pada penuntut umum, sehingga kasus pagar laut di Tangerang ini sepatutnya dilengkapi hingga dugaan tindak pidana korupsi.
    Pasalnya, setelah membaca berkas dari Bareskrim, jaksa penuntut umum mengendus adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
    “Karena jaksa penuntut umum setelah membaca, mempelajari, meneliti berkas perkara yang diserahkan, setidaknya, satu, ada indikasi penerimaan suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 atau Pasal 12 Undang-Undang Tipikor,” kata Harli.
    Untuk itu, Kejagung mengembalikan lagi berkas pagar laut di Tangerang ini ke Bareskrim Polri, tepatnya pada 14 April 2025 lalu.
    Diberitakan, Bareskrim Polri telah mengirimkan kembali berkas perkara kasus dugaan pemalsuan surat izin di lahan pagar laut di Tangerang.
    Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya yakin bahwa kasus ini masih berfokus pada dugaan pemalsuan surat, bukan tindak pidana korupsi.
    “Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil. Artinya, kita sudah hari ini kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” ujar Djuhandhani saat konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).
    Djuhandhani mengatakan, setelah menerima petunjuk dari berkas P19 yang diberikan oleh Kejaksaan Agung, penyidik segera melakukan sejumlah pemeriksaan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli, terutama untuk memeriksa ada tidaknya unsur korupsi dalam kasus yang tengah diselidiki.
    Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum telah berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari tahu ada tidaknya kerugian negara dalam kasus pagar laut di Tangerang.
    “Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” lanjutnya.
    Ada tidaknya kerugian negara ini penting karena menjadi salah satu unsur penentu suatu kasus disebut sebagai kasus korupsi atau bukan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3 Pejabat KPK Jadi Kapolda, Nomor 2 Pernah Tugas di BNN

    3 Pejabat KPK Jadi Kapolda, Nomor 2 Pernah Tugas di BNN

    loading…

    Tiga pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Kapolda. Mereka yakni Irjen Rudi Setiawan, Irjen Karyoto, dan Irjen Endar Priantoro. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Tiga pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Kapolda . Teranyar, Deputi Penindakan KPK Irjen Pol Rudi Setiawan ditunjuk sebagai Kapolda Jawa Barat (Jabar).

    Sebelumnya, Direktur Penyelidikan KPK Irjen Pol Endar Priantoro ditunjuk menjadi Kapolda Kalimantan Timur (Kaltim). Jauh sebelum itu, pada tahun 2023 Irjen Pol Karyoto menjabat Kapolda Metro Jaya.

    Untuk penempatan Irjen Rudi Setiawan sebagai Kapolda Jabar berdasarkan Surat Tugas Kapolri Nomor ST/688/IV/KEP/2025 per 13 April 2025. Dia menggantikan Irjen Akhmad Wiyagus yang naik pangkat menjadi Komjen Pol dan mengemban amanah sebagai Asisten Utama Operasi (Astama Ops) Kapolri.

    Berikut 3 Pejabat KPK Jadi Kapolda

    1. Kapolda Jabar Irjen Rudi Setiawan

    Rudi Setiawan menduduki jabatan terakhir sebagai Deputi Penindakan KPK pada 2023 hingga 2025. Jenderal bintang 2 kelahiran Kalianda, Lampung Selatan, 9 November 1968 ini merupakan lulusan Akpol 1993.

    Dia memulai karier dari bawah dengan bidang reserse. Rudi pernah menimba ilmu penyelidikan dan penyidikan di Federal Bureau of Investigation (FBI), Amerika Serikat tahun 2002.

    Rudi pernah menempati beberapa jabatan di antaranya penyidik Madya Unit I Dit II/Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri dan Kapolres Indramayu tahun 2010.

    2. Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto

    Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menunjuk Irjen Karyoto sebagai Kapolda Metro Jaya menggantikan Irjen Fadil Imran yang dipromosikan menjadi Kabaharkam Polri.

    Karyoto merupakan mantan Wakapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah pada Oktober 1968 ini menjabat Wakapolda DIY pada 2 Agustus 2019 hingga April 2020.

    Lulusan Akpol 1990 ini dilantik menjadi Deputi Penindakan KPK pada 14 April 2020. Karyoto memiliki pengalaman dalam bidang reserse.

    Dia pernah menjadi Kapolres Ketapang, Kasubdit III Dittipidkor Bareskrim Polri, Kapolresta Barelang, dan Direskrimum Polda DIY pada 2014.

    Pada 2015, Karyoto menjabat Analis Kebijakan Madya bidang Pideksus Bareskrim Polri. Karyoto juga sempat bertugas di Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai Direktur Analis Pemutus Jaringan Internasional BNN pada 2016.

  • Hoaks! Tautan dan nomor WhatsApp konsultasi dan pelaporan penipuan online

    Hoaks! Tautan dan nomor WhatsApp konsultasi dan pelaporan penipuan online

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan yang beredar di Facebook dengan nama akun “Pengaduan Penipuan Online” menyertakan tautan dan nomor WhatsApp yang diklaim sebagai saluran resmi untuk melaporkan kasus penipuan online.

    Dalam narasinya, unggahan tersebut menyatakan bahwa masyarakat yang menjadi korban penipuan, seperti kasus investasi bodong atau pinjaman online ilegal, dapat langsung menghubungi tautan atau nomor yang tercantum.

    Pihak pengunggah juga mengklaim bahwa laporan yang masuk akan segera ditindaklanjuti oleh kepolisian dan menjanjikan pengembalian dana kepada para korban.

    Berikut narasi dalam unggahan tersebut:

    “Saudara pernah mengalami kejadian ditipu lewat online silahkan di laporkan agar dana nya bisa kembali baik dari segi uang gaib investasi,pinjaman,hadiah atau sebagainya”

    Namun, benarkah tautan dan nomor WhatsApp konsultasi dan pelaporan penipuan online tersebut?

    Unggahan yang menarasikan tautan dan nomor WhatsApp konsultasi dan pelaporan penipuan online. Faktanya, pelaporan penipuan online atau kejahatan siber lainnya melalui tautan https://patrolisiber.id/submit-report/. (Facebook)

    Penjelasan:

    Berdasarkan penelusuran, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri), pelaporan penipuan online atau kejahatan siber lainnya melalui tautan https://patrolisiber.id/submit-report/.
    Berikut cara mengirimkan pengaduan kejahatan siber:

    1. Kronologi Kejadian :

    Uraikan dengan jelas urutan kejadian menjelang dan setelah insiden kejahatan siber. Sertakan tanggal, waktu, dan informasi kontekstual apa pun yang relevan.

    2. Detil Pelaku :

    Berikan rincian apa pun yang tersedia tentang individu atau entitas yang dicurigai terlibat. Ini mungkin termasuk nama pengguna, nama akun media sosial, nomor telepon, alamat email, URL, atau informasi identitas apa pun.

    3. Bukti Digital:

    Lampirkan bukti digital yang mendukung laporan Anda. Ini mungkin termasuk tangkapan layar, dokumen, bukti transaksi, atau file apa pun yang relevan. Semakin detail dan spesifik bukti Anda, tim investigasi kami akan semakin siap.

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: Indriani
    Copyright © ANTARA 2025