Kementrian Lembaga: Bareskrim Polri

  • Ahmad Dhani Buka Suara Usai Dilaporkan ke MKD oleh Rayen Pono

    Ahmad Dhani Buka Suara Usai Dilaporkan ke MKD oleh Rayen Pono

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi X DPR, Ahmad Dhani merespons pelaporan yang dilakukan oleh musisi Rayen Pono ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

    Menurut dia, hal tersebut sah-sah saja dilakukan oleh Rayen, karena semua orang punya hak yang sama di mata hukum.

    “Ya tidak apa-apa, kan semua orang punya hak dalam hukum,” katanya kala ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (24/4/2025).

    Ahmad Dhani mengaku dirinya kala itu hanya salah tulis nama alias typo dalam draf undangan debat terbuka Aksi vs Visi, Fesmi dan Pappri dengan topik UU hak cipta.

    “Itukan draf undangan, draf undangan. Ya itu typo udah disebutkan udah di dalam pembicaraan saya dengan WA kan sudah ada buktinya bahwa itu typo,” beber dia.

    Adapun, kala ditanyai apakah dirinya akan berkomunikasi langsung dengan Rayen dan meminta maaf, dia hanya menyebut urusannya sudah selesai.

    “Ngapain? Kan sudah selesai urusannya sudah di Whatsapp kan sudah ada,” jawab Dhani.

    Lebih jauh, dia tidak mempermasalahkan dirinya juga dilaporkan ke Bareskrim Polri dan dia berjanji akan datang bila dipanggil.

    Ahmad Dhani Dilaporkan ke MKD DPR

    Musisi Rayen Pono melaporkan anggota Komisi X DPR RI Ahmad Dhani ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Dia didampingi dengan tim kuasa hukumnya.

    Adapun, pelaporannya ini dimaksudkan karena dugaan pelanggaran kode etik atas penghinaan etnis dan ras yang dilakukan Ahmad Dhani terhadap marga Pono, marga dari Nusa Tenggara Timur (NTT). 

    “Jadi, berkas kami sudah diterima [MKD]. Jadi memang birokrasinya itu setelah berkas diterima, kemudian diverifikasi, dan 14 hari kerja setelah verifikasi, akan ada pemanggilan untuk cross check,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).

    Rayen menuturkan ini adalah bentuk keseriusan pihaknya menanggapi hal yang dilakukan oleh Ahmad Dhani, terlebih saat ini Dhani menjadi anggota dewan bukan sebatas musisi saja. 

    “Mas Dhani sebagai anggota Komisi X, itu Seni, Budaya, Pendidikan, Olahraga, dan lain-lain. Itu harusnya paham benar marwah ini. Sebenarnya itu, teman-teman. Kalau Mas Dhani itu bukan anggota Dewan, mungkin nggak akan seperti ini,” ungkapnya.

    Sementara itu, kuasa hukum Rayen, Amon Fiago Sianipar menyebut ada lima bukti yang pihaknya sampaikan kepada MKD untuk melaporkan Ahmad Dhani.

    Bukti ini di antaranya berupa tangkapan layar WhatsApp yang sudah beredar, video rekaman yang ditaruh di flashdisk dan sudah terverifikasi, hingga file-file yang juga sudah diverifikasi.

  • Dilaporkan Rayen Pono ke Bareskrim, Ahmad Dhani Santai

    Dilaporkan Rayen Pono ke Bareskrim, Ahmad Dhani Santai

    Jakarta, Beritasatu.com – Musisi sekaligus politisi Ahmad Dhani menanggapi santai pelaporan dirinya oleh Rayen Pono ke Bareskrim Polri pada Rabu (23/4/2025) kemarin terkait dugaan pelanggaran tindak pidana membuat perasaan, permusuhan di muka umum dan atau penghinaan terhadap suku, ras dan etnis. 

    “Semua orang sama di depan hukum. Yang berbeda adalah pandangan masyarakat kepada penafsiran hukum. Kalau pakai nalar, orang pasti enggak percaya saya melakukan hal yang dituduhkan itu,” ungkap Dhani dikutip dari channel YouTube, Kamis (24/4/2025)..

    Ahmad Dhani menjelaskan, dirinya telah meminta maaf secara langsung kepada Rayen Pono terkait dugaan pelanggaran yang dilakukannya dengan salah menulis nama Rayen Pono menjadi Rayen Porno.

    “Saya sudah minta maaf atas typo di draf undangan,” tambahnya.

    Meski telah dilaporkan ke polisi dan direncanakan akan dilaporkan Rayen Pono ke MKD DPR lantaran dirinya sebagai wakil rakyat, Dhani mengaku belum mempersiapkan kuasa hukum untuk menyelesaikan kasus ini.

    Sebelumnya, Rayen Pono yang didampingi kuasa hukumnya, Jajang melaporkan Ahmad Dhani ke Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pelanggaran tindak pidana membuat perasaan permusuhan di muka umum dan atau penghinaan terhadap suku, ras dan etnis.

  • Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polisi kembali menelusuri kasus dugaan eksploitasi yang dialami para korban Oriental Circus Indonesia (OCI).

    Direktur Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nurul Azizah mengatakan kasus tersebut pernah dilaporkan 28 tahun silam.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997 tentu kami masih proses mencari datanya mengingat kejadian sudah sangat lama,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

    Polisi juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang turut mendampingi para korban.

    Beberapa pertemuan sudah dilakukan untuk memperbarui informasi dan mendalami penanganan kasus ini.

    “Dan kami sudah bersurat ke fungsi yang membidangi (Kemen PPPA),” tandasnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso mengungkapkan bahwa kasus dugaan pelanggaran HAM oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) mengandung unsur-unsur tindak pidana.

    Termasuk dugaan perdagangan anak, eksploitasi, dan penyiksaan. 

    Komisi XIII pun mendesak agar Polri membuka kembali kasus ini yang sebelumnya telah diberi status SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

    Hal itu disampaikannya usai audiensi Komisi XIII DPR bersama eks pegawai OCI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kementerian HAM.

    “Ada banyak tindakan kejahatan yang terjadi terkait kasus ini. Misalnya, ditemukan bahwa sejak umur bayi, ada yang usia 2 tahun, 5 tahun, mereka diperdagangkan, katakanlah oleh oknum orang tuanya ke OCI dan dieksploitasi untuk bekerja sebagai pemain sirkus,” kata Sugiat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Sugiat mengungkapkan, dari berbagai keterangan para korban, ditemukan indikasi kuat adanya penyiksaan dan berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dialami mereka selama bertahun-tahun.

    Bahkan, para korban telah memperjuangkan keadilan sejak tahun 1997, namun belum mendapatkan kejelasan hukum hingga kini.

    “Dan dari beberapa penjelasan mereka, ternyata banyak sekali tindak kejahatan, penyiksaan, dan sebagainya. Mereka sudah melakukan pencarian keadilan sejak tahun 1997,” ujarnya.

    Komisi XIII telah menyepakati untuk mendorong Polri membuka kembali penyelidikan kasus tersebut, dengan pintu masuk pada indikasi perdagangan manusia. 

    Sugiat mengakui bahwa untuk pembuktian kekerasan fisik mungkin sudah sulit, mengingat kasus ini terjadi puluhan tahun lalu.

    “Kalau pintu masuknya adalah tadi saya katakan, bisa saja terkait dengan kejahatan perdagangan manusia. Kalau penyiksaan fisik karena sudah 28 tahun, mungkin agak sulit menemukan bukti-bukti atau visum. Tapi OCI dan eks-karyawan ini sudah sepakat bahwa sejak umur bayi mereka sudah diperdagangkan di OCI. Saya pikir itu bisa jadi pintu masuk,” kata Sugiat.

    Ia juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam proses pemulihan para korban yang selama ini merasa ditelantarkan dan dieksploitasi sejak anak-anak.

    “Kehadiran negara dalam proses pemulihan itu penting. Mereka rakyat Indonesia, mereka sejak dari umur bayi sudah ditelantarkan dan dieksploitasi oleh oknum OCI. Saya pikir harus ada kehadiran negara untuk proses pemulihan itu,” ujar Sugiat.

    Menurutnya, berdasarkan keterangan korban, kuasa hukum, serta hasil investigasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan, kasus ini sudah layak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

    “Kalau dilihat dari temuan, saya pikir sudah dijelaskan kuasa hukum, para korban, dan dikuatkan oleh temuan investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, ini pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Sebagai tindak lanjut, Komisi XIII sepakat untuk berkolaborasi antara Kementerian HAM sebagai leading sector bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendorong Polri membuka kembali kasus ini.

    Kekerasan dan Pelecehan

    Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan pengalaman pahit mereka menjadi korban kekerasan fisik, eksploitasi, hingga pelecehan seksual selama bertahun-tahun terlibat dalam pertunjukan.

    Pengakuan ini mereka sampaikan di hadapan Komisi XIII DPR RI pada Rabu (23/4/2025).

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini menghadirkan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

    Fifi Nurhidayah, korban yang hadir dalam audiensi, menuturkan bahwa ia dibawa ke OCI oleh Frans Manansang sejak usia belia, ia bahkan tidak mengetahui pasti umurnya saat itu.

    Kekerasan fisik seperti pukulan, tendangan, dan cambukan rotan, menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya jika ia gagal menampilkan pertunjukan dengan baik.

    Akibat penyiksaan yang terus-menerus selama bertahun-tahun, membuat Fifi akhirnya melarikan diri dari Taman Safari.

    Namun, pelariannya hanya berlangsung tiga hari sebelum ia ditangkap kembali oleh pihak keamanan dan dibawa pulang.

    Akibat pelarian itu, ia mengaku mendapatkan hukuman berupa setruman di badan hingga alat kelamin, yang kemudian membuatnya mengompol.

    “Setelah saya melarikan diri, 3 hari saya menghirup udara luar, saya ditangkap lagi dengan security. Di tengah jalan saya dipukulin, dikata-katain kasar seperti binatang. Sampai rumah saya dimasukkan ke kantor dan saya disetrum pakai setruman gajah. Sampai saya lemas. Sampai alat kelamin saya disetrum. Akhirnya saya jatuh, saya lemas, saya minta ampun, saya sakit. Tapi dia tidak mendengarkan omongan saya, malah dia menambahkan pukulan itu,” ungkap Fifi dengan suara bergetar.

    “Setelah itu, saya jatuh lemas, ditarik lagi rambut saya, dijedotin ke dinding, dan saya ditampar. Akhirnya saya ngompol di situ. Setelah itu, saya dirantai selama 2 minggu, dipasung. Setelah 2 minggu dipasung, saya dibebaskan. Dan seperti biasa, saya latihan seperti biasa,” lanjutnya.

    Bertahun-tahun kemudian, Fifi akhirnya menemukan celah untuk kabur dan meninggalkan Taman Safari dengan bantuan sang mantan kekasih.

    Hingga sekarang, menurut Fifi, rangkaian peristiwa di Taman Safari masih membekas dan meninggalkan trauma mendalam.

    Dalam kesempatan yang sama, Ida mengatakan bahwa ia pernah terjatuh dari ketinggian 13-14 meter saat melakukan atraksi di Bandar Lampung pada tahun 1989.

    Ironisnya, setelah jatuh, pihak sirkus tidak langsung membawanya ke rumah sakit.

    Ia mengaku hanya dipijat di belakang panggung.

    “Setelah kira-kira beberapa jam (setelah jatuh) baru saya dibawa ke rumah sakit. Kejadiannya di Bandar Lampung. Satu malaman saya menunggu rasa sakit, belum ditangani sama dokter. Pagi baru mendapat penanganan, di-gips. Di-gips itu saya sudah tidak merasa sakit, karena mungkin dibius ya,” katanya.

    Setelah di gips, Ida dibawa ke Jakarta oleh pihak OCI untuk menjalani operasi dan terapi.

    Ia kemudian tak lagi menjadi pemain sirkus.

    Dalam keterbatasan fisik, Ida kemudian bekerja dalam naungan manajemen Taman Safari dengan kondisi menggunakan kursi roda.

    Pada tahun 1997 ia akhirnya mengajukan diri untuk keluar dari Taman Safari.

    “Sekitar tahun 1997 saya lalu izin keluar. Saya sudah tidak mau ikut lagi di situ. Setelah saya keluar, saya diminta buat surat pengunduran diri. Padahal saya pikir untuk apa saya bikin, karena saya sebetulnya kan bagian dari keluarga katanya. Tapi saya dipaksa membuat surat sebelum saya meninggalkan Taman Safari. Jadi setelah saya tanda tangan, saya diizinkan keluar, tapi saya tidak menerima apa-apa. Jadi saya keluar, tidak dapat satu rupiah pun, saya keluar meninggalkan Taman Safari pada saat itu seperti itu gitu,” katanya.

    Lisa, mantan pemain sirkus OCI lainnya, mengungkapkan bagaimana pihak OCI tidak mengizinkannya untuk bertemu keluarga kandungnya.

    Menurut pengakuannya, istri dari Yansen, seorang pengelola sirkus, mengatakan bahwa Lisa adalah anak yang dijual oleh orang tuanya.

    “Setelah usia saya 12 tahun, saya minta sama Pak Tony untuk dipertemukan dengan keluarga saya. Tapi Tony bilang, nanti suatu saat kalau kamu ada waktunya, kamu akan saya pertemukan. Setelah 15 tahun, saya juga minta lagi dengan Ibu Yansen. Kita panggil dia Sausau. Sau, saya ingin ketemu orang tua saya. Sausau terus bilang, kamu itu dijual. Kamu itu anak yang dijual. Saya sedih dari saat itu,” ungkapnya.

    Lisa juga mengaku bahwa ia tidak diizinkan untuk memiliki KTP pada usia 17 tahun.

    Ia akhirnya berhasil keluar dari sirkus pada usia 19 tahun setelah memiliki seorang pacar, namun hingga kini ia tak tahu asal usul keluarganya dan tidak menerima upah sepeserpun selama menjadi pemain sirkus.

    “Sampai sekarang saya pun belum bisa ketemu orang tua saya. Identitas saya juga tidak tahu. Dari mana saya, nama orang tua saya itu siapa,” imbuh Lisa.

  • Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Jakarta, Beritasatu.com – Bareskrim Polri sedang mencari kembali laporan dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang pernah diajukan oleh korban pada 1997.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997, tentu kami masih mencari datanya, mengingat kejadian sudah 28 tahun,” kata Direktur Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Brigjen Pol Nurul Azizah di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Dirtipid PPA-PPO Bareskrim, lanjut Nurul, telah menyurati fungsi di Polri yang membidangi berkas laporan guna mendapatkan data laporan penyiksaan pemain sirkus OCI.

    Selain mencari data, Nurul juga memastikan Dirtipid PPA-PPO Bareskrim terus berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terkait penanganan kasus eksploitasi pemain sirkus OCI.

    “Kami selalu mengikuti kegiatan beberapa kali pertemuan dengan Kementerian PPPA,” katanya dikutip dari Antara.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR Sugiat Santoso meminta Bareskrim Polri membuka kembali kasus dugaan eksploitasi pemain sirkus OCI.

    Berdasarkan catatan Komisi Nasional (Komnas) HAM, penyelidikan kasus dugaan eksploitasi sirkus OCI sudah dihentikan oleh Polri pada 1999.

    “Kami mendorong bahwa kasus ini dibuka kembali oleh Mabes Polri, nanti silakan bagaimana teknisnya,” kata Sugiat setelah audiensi dengan para korban sirkus OCI, Rabu (23/4/2025).

    Dalam audiensi dengan DPR, seorang korban sirkus OCI Lisa mengaku dirinya diambil oleh pemilik OCI Jansen Manansang sekitar tahun 1976 ketika masih berusia balita.

    Dia saat itu dipisahkan dari kedua orang tuanya untuk menjadi pemain sirkus. “Saya takut, saya nangis, saya minta pulang saat itu, tetapi enggak dikasih. Saya dibawa ke dalam seperti karavan gelap. Saya menangis, saya cari mama saya,” kata Lisa.

    Dia mengaku tidak sendirian pada saat itu karena banyak anak-anak lainnya yang juga ikut menjadi pemain sirkus. Selama latihan, menurut dia, kekerasan kerap terjadi jika pemain melakukan kesalahan.

    “Kita tidak dapat gaji, tidak pernah disekolahkan, hanya belajar itu menulis dan menghitung aja. Itu bukan homeschooling yang mengajari, itu karyawati,” kata Lisa dalam audiensi dengan DPR.

    Dia mengaku berada di lingkungan sirkus OCI itu sampai berusia 19 tahun. Hingga 2025, Lisa mengaku belum mengetahui identitas aslinya dan identitas kedua orang tuanya.

  • DPR Desak Polisi Buka Lagi Kasus Eks Pemain Sirkus OCI

    DPR Desak Polisi Buka Lagi Kasus Eks Pemain Sirkus OCI

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XIII DPR mendesak Bareskrim Polri untuk membuka kembali kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang sempat dihentikan atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

    Wakil Ketua Komisi XIII Sugiat Santoso menegaskan, kasus ini bisa dibuka kembali dengan pintu masuk tindak pidana perdagangan orang.

    Hal ini disampaikan Sugiat seusai rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama para eks pemain sirkus di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (23/4/2025). Menurutnya, banyak korban yang sejak kecil sudah diperjualbelikan lalu dieksploitasi untuk menjadi pemain sirkus.

    Diduga Diperdagangkan Sejak Usia Balita

    “Berdasarkan keterangan para korban, mereka sudah diperjualbelikan sejak usia 2-8 tahun. Setelah itu, mereka mengalami eksploitasi berkepanjangan dan kekerasan selama menjadi pemain sirkus,” ujarnya.

    Sugiat menyebut, kendala terbesar dalam mengungkap kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI adalah lamanya waktu yang telah berlalu sehingga banyak bukti hilang.

    Namun, menurutnya, pasal perdagangan orang dapat menjadi dasar hukum yang lebih kuat untuk membuka kembali penyidikan kasus tersebut sehingga dapat menjadi terang.

    DPR Janji Kawal Proses Hukum

    Komisi XIII DPR berjanji akan terus mengawal proses hukum terhadap kasus ini dan memastikan negara hadir dalam pemulihan korban.

    “Negara harus hadir dalam pemulihan mereka. Mereka adalah warga negara yang sejak kecil sudah ditelantarkan dan dieksploitasi. Ini tanggung jawab negara,” tegas Sugiat.

    Sebagai informasi, Mabes Polri sempat menangani kasus ini pada 1997. Namun penyidikan dihentikan alias SP3 pada 1999 karena dianggap kurang bukti.

    Kini, dengan desakan DPR dan munculnya bukti serta pengakuan baru dari para korban, tekanan publik untuk membuka kembali kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI semakin kuat.

  • Rayen Pono Laporkan Ahmad Dhani ke MKD Terkait Dugaan Penghinaan Marga

    Rayen Pono Laporkan Ahmad Dhani ke MKD Terkait Dugaan Penghinaan Marga

    Jakarta, Beritasatu.com – Musisi Rayandie Rohy Pono atau yang dikenal sebagai Rayen Pono berencana melaporkan anggota DPR, Ahmad Dhani, ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Senayan, Jakarta Pusat, terkait dugaan penghinaan terhadap marga keluarganya.

    Pelaporan ke MKD dijadwalkan dilakukan pada Kamis (24/4/2025), menyusul laporan sebelumnya yang telah disampaikan Rayen ke Bareskrim Polri pada Rabu (23/4/2025).

    “Karena itu, kami rencananya besok akan ke Senayan untuk menyampaikan surat pengaduan ke MKD, agar saudara AD diproses sesuai kedudukannya sebagai anggota DPR,” ujar kuasa hukum Rayen, Jajang, kepada wartawan di Bareskrim Polri.

    Konflik ini bermula dari undangan debat terbuka soal royalti musik yang digelar di Artotel Ruang Bagaspati, Senayan, Jakarta, pada Kamis (10/4/2025). Dalam undangan tersebut, Ahmad Dhani diduga mengubah nama Rayen Pono menjadi “Rayen Porno”, yang dianggap sebagai bentuk penghinaan.

    Rayen mengaku sangat tersinggung karena marga “Pono” tidak hanya melekat pada dirinya, tetapi juga merupakan identitas keluarga besarnya yang tersebar di kampung halaman hingga mancanegara.

    “Ini bukan hanya soal Pono, tetapi semua masyarakat Indonesia Timur yang memiliki marga, bahkan masyarakat Indonesia secara umum. Semua memahami bahwa marga adalah bagian dari marwah dan martabat keluarga,” tegas Rayen Pono

  • Kuasa Hukum Korban Pelecehan Seksual Eks Rektor UP Laporkan Dugaan Intimidasi Oknum Yayasan – Halaman all

    Kuasa Hukum Korban Pelecehan Seksual Eks Rektor UP Laporkan Dugaan Intimidasi Oknum Yayasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual eks Rektor Universitas Pancasila (UP) Edie Toet Hendratno (ETH) terhadap karyawannya RZ kini memasuki babak baru.

    Kuasa hukum korban Yansen Ohoirat mengatakan pihaknya saat ini melaporkan dugaan intimidasi yang dilakukan oknum yayasan ke LLDikti Wilayah III Kemendiktisaintek RI.

    Yansen membuat laporan terkait dugaan intimidasi yang dilakukan oleh dua orang dosen inisial DT dan YP terhadap korban.

    Namun korban pada 12 Februari 2025 diminta untuk mencabut laporannya.

    “Dan disampaikan di situ ini berdasarkan perintah dari rektor (saat itu) berarti kan relasi kuasa masih ada sampai dengan tahun 2024,” tambah Yansen didampingi rekannya Amanda Manthovani saat dijumpai di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (23/4/2025).

    Intimidasi kedua dialami RZ pada 20 Januari 2024.

    Dosen YP menyampaikan bahwa atas perintah yayasan korban akan dipindahkan dari rektorat ke fakultas. 

    “Kalau kita lihat dari kedua kejadian intimidasi tersebut semua atas dasar perintah berarti ini tidak terlepas dari relasi kuasa yang memang selama ini sudah kita duga,” jelas Yansen. 

    Laporan kedua pengacara korban meminta agar Kemendiktisaintek menyelidiki beberapa dosen dan staf UP yang hadir dalam pertemuan mediasi di Pondok Indah Mall (PIM) 2 pada 1 Februari 2024.

    Mereka yang hadir saat itu adalah sekretaris yayasan sekaligus dosen berinisial YS, Wakil Rektor II berinisial NY, Kabiro SDM inisial JH, Kabiro Umum inisial G dan staf khusus rektor inisial G. 

    Pengacara korban mempertanyakan pertemuan yang dilakukan di jam kerja. 

    “Ketika mereka keluar dari tempat bekerja mereka, apakah ada agenda khusus atau adakah syarat-syarat administratif yang telah dilewati oleh mereka, kemudian ketika mereka keluar melakukan mediasi tersebut itu untuk operasional itu dibiayai oleh siapa?” tutur Yansen.

    Pihak korban meminta agar gelar profesor ETH dicabut.

    Dia berharap korban yang saat ini berstatus mendapat perlindungan LPSK tidak lagi diintimidasi. 

    “Korban RZ ini sedang dalam perlindungan lembaga saksi dan korban. Jadi segala macam bentuk intimidasi dan sebagainya itu, harap agar tidak dilakukan karena negara sedang melindungi seorang korban,” ujarnya.

    Untuk diketahui, Mantan Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno dilaporkan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.

    Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. 

    Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

     

  • Rayen Pono Laporkan Ahmad Dhani ke MKD Terkait Dugaan Penghinaan Marga

    Rayen Pono Laporkan Ahmad Dhani ke Bareskrim Terkait Kasus Penghinaan

    Jakarta, Beritasatu.com – Musisi Rayen Pono melaporkan Ahmad Dhani ke polisi. Rayen melaporkan pentolan band Dewa 19 itu terkait kasus dugaan tindak pidana membuat perasaan, permusuhan dimuka umum dan atau penghinaan terhadap suku, ras dan etnis. 

    Laporan itu telah diterima di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dengan nomor Laporan LP/B/188/IV/2025/SPKT Bareskrim Polri tanggal 23 April 2025.

    “Intinya laporan hari ini sudah berjalan dengan baik dan diterima dengan baik dan terkait unsur-unsur pasalnya juga semua sudah memenuhi unsur. Ya intinya ini sesuai dengan harapan kami lah,” kata Rayen kepada wartawan di Bareskrim Polri, Rabu (23/4/2025). 

    Kemudian Rayen juga memperlihatkan bukti laporan yang diterbitkan penyidik ke SPKT Bareskrim Polri. 

    Dalam dokumen laporan itu, Ahmad Dhani dipersangkakan Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 315 KUHP dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. 

    Sementara itu kuasa hukum Rayen, Jajang menyebut dalam laporan ini pihaknya turut menyampaikan beberapa bukti yang menjadi dasar laporan hari ini. 

    Pertama bukti video diskusi live ketika ada pembahasan mengenai hak cipta, bukti chat di WhatsApp, dan juga bukti lainnya seperti ada pernyataan dari komunitas-komunitas dari marga keluarga juga sudah mengeluarkan statement, bahwa mereka sangat mengecam keras, tidak menerima dengan pernyataan yang sangat melecehkan tersebut.

    “Apalagi yang melakukannya adalah figur publik yang semua orang tahu, yang seharusnya memberikan kelahiran yang baik kepada masyarakat,” ucapnya. 

    Tidak hanya itu, Jajang juga melihat bahwa Ahmad Dhani ini seorang anggota dewan yang terikat juga dengan kode etik anggota dewan. Nantinya pihaknya juga akan melaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Kamis (24/4/2025) besok.

    Diketahui, konflik ini berawal setelah Ahmad Dhani mengubah nama Rayen Pono menjadi Rayen Porno dalam undangan debat terbuka mengenai royalti musik yang digelar di Artotel Ruang Bagaspati Senayan, Jakarta pada Kamis (10/4/2025).

    Atas hal itu, Rayen tidak terima karena telah menghina marga Pono. Menurutnya Pono itu hanya buka melekat di namanya tetapi juga di keluarganya di kampung halaman dan juga tersebar di seluruh dunia. 

    “Bukan hanya Pono tetapi secara umum semua Indonesia Timur yang memiliki marga. Bukan hanya Indonesia Timur, tapi secara umum orang Indonesia yang memiliki marga. Semua mengerti muruah dan martabat kehormatan sebuah marga itu gimana,” tutur Rayen mengenai konflik dengan AHmad Dhani.

  • Gagalkan Peredaran 20 Kg Sabu di Palu, Polisi Ringkus 2 Tersangka

    Gagalkan Peredaran 20 Kg Sabu di Palu, Polisi Ringkus 2 Tersangka

    Jakarta, Beritasatu.com – Polisi berhasil menggagalkan upaya peredaran 20 kilogram narkoba jenis sabu di Jalan Trans Palu-Donggala, Kecamatan Ulujadi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dua orang berhasil diringkus dalam kasus ini.

    Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Eko Hadi Santoso membeberkan, penangkapan terjadi pada Senin (21/4/2025) sekitar pukul 01.50 Wita.

    Personel Subdit III Ditresnarkoba Polda Sulawesi Tengah mengamankan dua orang yang diduga telah melakukan penyalahgunaan narkotika jenis sabu.

    “Modus operandi menerima dan memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I jenis sabu,” kata Eko dalam keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).

    Dua orang yang berhasil diringkus, yaitu Ahmad Masquri dan Rudy Octavianto. Keduanya merupakan warga Kota Palu dan saat ini telah ditetapkan tersangka dan ditahan.

    Selanjutnya Eko menjelaskan kronologi pengungkapan kasus berawal pada Senin (21/4/2025) sekitar pukul 01.50 Wita , anggota Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sulteng yang dipimpin langsung Dirresnarkoba Polda Sulteng Kombes P Sembiring beserta anggota Subdit III Ditresnarkoba Polda Sulteng mendapatkan informasi dari masyarakat.
     

    Informasi tersebut yaitu Ahmad Masquri dan Rudi Oktavianto akan menjemput narkotika dari seseorang yang tidak diketahui identitasnya yang berada di Kabupaten Donggala.

    Setelah itu, Tim Opsnal Subdit 3 yang dibantu Personel Brimob Polda Sulteng berhasil mangamankan kedua pelaku tersebut. Kemudian, menggeledah dan menyita barang bukti yang disaksikan oleh masyarakat setempat.

    “Adapun barang yang berhasil di amankan berupa 20 bungkus narkotika jenis sabu yang disimpan di dalam tas yang terbungkus dos,” ucapnya soal upaya polisi menggagalkan peredaran sabu di Palu.

    Menurutnya, satu bungkus sabu itu setelah ditimbang seberat 1 kg. Selain sabu, penyidik juga menyita satu unit mobil Mitsubishi Xpander warna hitam dengan nomor polisi DN 1068 IJ dan tiga buah hand phone merek samsung warna hitam. Kemudian, anggota menginterogasi kedua pelaku dan diketahui bahwa mereka menjemput sabu atas perintah Vika.

    Kemudian, tersangka dan barang bukti dibawa ke Mako Ditresnarkoba Polda Sulteng untuk pemeriksaan lebih lanjut. Khususnya, menggali informasi keberadaan pelaku lain dan jaringan di atasnya.

    “Saya perintahkan semua jajaran mitigasi narkoba lebih ke hard approach dari rantai suplai ke demand, dari hulu ke hilir, akan kita evaluasi rutin,” tutur Eko.

    Atas perbuatannya, kedua tersangka peredaran sabu di Palu ini dikenai Pasal 114 ayat (2) dan 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 

  • 11 Brigjen Pol Dapat Promosi Bintang 2 usai Dimutasi Maret-April 2025, Ini Namanya

    11 Brigjen Pol Dapat Promosi Bintang 2 usai Dimutasi Maret-April 2025, Ini Namanya

    loading…

    Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memberikan promosi jabatan bintang dua kepada sejumlah perwira tinggi Polri pada mutasi Maret dan April 2025. Foto/istimewa

    JAKARTA – Sebanyak 11 Perwira Tinggi (Pati) Polri yang menyandang pangkat bintang satu atau Brigadir Jenderal (Brigjen) Pol mendapat promosi jabatan. Hal itu menyusul kebijakan mutasi yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada Maret dan April 2025.

    Berdasarkan data yang dihimpun SindoNews, Selasa (22/4/2025), mutasi para perwira tinggi Polri tersebut tertuang dalam dua surat telegram yakni, ST/488/III/KEP./2025 tertanggal 12 Maret 2025 yang ditandatangani Irwasum Komjen Pol Dedi Prasetyo. Teranyar, Surat Telegram ST/688/IV/KEP./2025 tertanggal 13 April 2025 yang ditandatangani As SDM Kapolri Irjen Pol Anwar.

    Dengan kebijakan tersebut, para Pati Polri tersebut akan menduduki tugas dan jabatan baru serta mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari sebelumnya menjadi Inspektur Jenderal (Irjen) Pol.

    Berikut ini nama-nama Pati Polri yang mendapatkan promosi jabatan:

    1. Brigjen Pol Kumbul Susdwijanto

    Jabatan lama: Pati Bareskrim Polri penugasan pada KPK
    Jabatan baru: Sahli Sosbud Kapolri
    Menggantikan Irjen Pol Aries Syarief Hidayat

    2. Brigjen Pol Jebul Jatmoko

    Jabatan lama: Karokurlum Lemdiklat Polri
    Jabatan baru: Widyaiswara Kepolisian Utama TK I Sespim Lemdiklat Polri
    Menggantikan Irjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo

    3. Brigjen Pol Hudit Wahyudi