4 Perusahaan Beras Diperiksa Bareskrim, dari PT SUL hingga Food Station Tjipinang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Empat perusahaan produsen dan distributor beras yaitu
Wilmar Group
, PT
Food Station Tjipinang Jaya
, PT
Belitang Panen Raya
, dan PT Sentosa Utama Lestari (
Japfa Group
) diperiksa Bareskrim terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf membenarkan, proses pemeriksaan terhadap sejumlah perusahaan besar masih berlangsung.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Helfi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Keempatnya diperiksa berdasarkan sampel beras kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan.
Wilmar Group diperiksa terkait produk beras merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip, berdasarkan 10 sampel dari wilayah Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
PT Food Station Tjipinang Jaya dimintai keterangan terkait produk seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan Setra Pulen, dari total 9 sampel asal Sulsel, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh.
Sementara itu, PT Belitang Panen Raya diperiksa atas produk Raja Platinum dan Raja Ultima dari 7 sampel yang dikumpulkan di Sulsel, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.
Sedangkan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) diperiksa atas produk beras Ayana yang sampelnya berasal dari Yogyakarta dan Jabodetabek.
Satgas Pangan saat ini masih menganalisis hasil pemeriksaan terhadap sampel-sampel tersebut.
Jika ditemukan pelanggaran terhadap standar mutu dan takaran, Bareskrim memastikan akan menindaklanjuti secara hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Terkait pemeriksaan itu, Kepala Divisi Unit Beras PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group), Carmen Carlo Ongko S, mengatakan pihaknya menghormati dan mendukung penuh proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri.
Ia menegaskan pentingnya langkah tersebut demi menjaga kepercayaan publik terhadap rantai pasok pangan nasional.
“Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar mutu dan regulasi yang berlaku,” kata Carmen dalam pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025).
Sementara itu, Direktur Utama Food Station Karyawan Gunarso mengaku akan berkoordinasi dengan tim internal terlebih dahulu untuk menanggapi kasus ini.
Kompas.com juga telah berupaya menghubungi Wilmar Group dan PT Belitang Panen Raya, tetapi belum mendapatkan respons.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Bareskrim Polri
-
/data/photo/2025/02/04/67a1a7d429641.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 4 Perusahaan Beras Diperiksa Bareskrim, dari PT SUL hingga Food Station Tjipinang Nasional
-
/data/photo/2025/02/04/67a1a7d429641.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Perusahaan Beras Diperiksa Bareskrim, dari Japfa Group hingga Food Station Tjipinang
4 Perusahaan Beras Diperiksa Bareskrim, dari Japfa Group hingga Food Station Tjipinang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Empat perusahaan produsen dan distributor beras yaitu
Wilmar Group
, PT
Food Station Tjipinang Jaya
, PT
Belitang Panen Raya
, dan PT Sentosa Utama Lestari (
Japfa Group
) diperiksa Bareskrim terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf membenarkan, proses pemeriksaan terhadap sejumlah perusahaan besar masih berlangsung.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Helfi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Keempatnya diperiksa berdasarkan sampel beras kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan.
Wilmar Group diperiksa terkait produk beras merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip, berdasarkan 10 sampel dari wilayah Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
PT Food Station Tjipinang Jaya dimintai keterangan terkait produk seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan Setra Pulen, dari total 9 sampel asal Sulsel, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh.
Sementara itu, PT Belitang Panen Raya diperiksa atas produk Raja Platinum dan Raja Ultima dari 7 sampel yang dikumpulkan di Sulsel, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.
Sedangkan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) diperiksa atas produk beras Ayana yang sampelnya berasal dari Yogyakarta dan Jabodetabek.
Satgas Pangan saat ini masih menganalisis hasil pemeriksaan terhadap sampel-sampel tersebut.
Jika ditemukan pelanggaran terhadap standar mutu dan takaran, Bareskrim memastikan akan menindaklanjuti secara hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Terkait pemeriksaan itu, Kepala Divisi Unit Beras PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group), Carmen Carlo Ongko S, mengatakan pihaknya menghormati dan mendukung penuh proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri.
Ia menegaskan pentingnya langkah tersebut demi menjaga kepercayaan publik terhadap rantai pasok pangan nasional.
“Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar mutu dan regulasi yang berlaku,” kata Carmen dalam pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025).
Sementara itu, Direktur Utama Food Station Karyawan Gunarso mengaku akan berkoordinasi dengan tim internal terlebih dahulu untuk menanggapi kasus ini.
Kompas.com juga telah berupaya menghubungi Wilmar Group dan PT Belitang Panen Raya, tetapi belum mendapatkan respons.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Rocky Gerung Skakmat Jokowi: Ijazah Pasti Asli, Pemiliknya yang Palsu
Lebih jauh, Hendri Satrio meminta pandangan Rocky terkait isu ini apakah sengaja dibina Jokowi agar terus mengemuka di lini massa.
Rocky lagi-lagi menjawab dengan diksi logika.
“Kalau isunya dibina Jokowi, gak mungkin Jokowi setiap malam minum obat penenang. Kan stres dia, gak bisa dong,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, gelar perkara khusus kasus ijazah palsu Jokowi telah dilaksankan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (9/7).
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan mengeklaim bahwa Roy Suryo Cs tak mampu membuktikan bahwa ijazah Jokowi palsu.
“Karena begini mereka tidak berhasil menunjukkan di mana cacatnya penyelidikan Bareskrim,” ujar Yakup.
Di sisi lain, Polda Metro Jaya resmi meningkatkan status kasus dugaan pencemaran nama baik atau fitnah ke tahap penyidikan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan, penyidik telah melakukan gelar perkara pada Kamis (10/7/2025) pukul 18.45 WIB.
Dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk saksi berinisial dr. TT.
“Saksi dr. TT telah hadir di Subdit Kamneg dan memberikan klarifikasi serta menjawab sejumlah pertanyaan penyidik,” ungkapnya.
Dari hasil gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa terdapat dugaan peristiwa pidana dalam laporan dugaan pencemaran nama baik tersebut.
“Berdasarkan hasil gelar perkara, laporan tersebut kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” tegasnya. (Pram/fajar)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5242034/original/058908400_1749016730-WhatsApp_Image_2025-06-04_at_12.15.33.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
212 Merek Beras Diduga Oplosan, Mentan: Potensi Kerugian Capai Rp 100 Triliun – Page 3
Diberitakan Sebelumnya, Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan terhadap empat produsen beras terkait dugaan praktik kecurangan pada Kamis, 10 Juli 2025.
Hal itu dibenarkan Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf. “Betul (dalam proses pemeriksaan),” ujar Helfi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Empat produsen beras yang menjalani pemeriksaan terkait dugaan praktik kecurangan itu adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari/ Japfa Group.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa sepuluh produsen beras berskala besar telah dipanggil oleh Satgas Pangan dan Bareskrim Polri untuk diperiksa terkait dugaan praktik kecurangan dalam distribusi beras.
“Sekarang ini, pemeriksaan sudah berjalan. Itu ada 10 perusahaan terbesar yang sudah dipanggil oleh Bareskrim (Polri), Satgas Pangan,” kata Amran Sulaiman saat ditemui di Jakarta, Senin (7/7/2025).
Tindakan ini merupakan respons atas laporan 212 merek beras yang tidak memenuhi standar, baik dari segi mutu, volume, maupun pelabelan. Laporan tersebut telah disampaikan langsung kepada Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti.
-

Kasus Fitnah Ijazah Jokowi Palsu Naik Penyidikan, Polisi: Tinggal Ungkap Tersangka
GELORA.CO – Polda Metro Jaya meningkatkan status kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke tahap penyidikan. Artinya, penyidik Subdit Keamanan Negara Kamneg Ditreskrimum mengantongi unsur pidana dan segera menetapkan tersangka.
“Di tahap penyidikan adalah tujuannya untuk mengungkap siapa, membuat terang peristiwa pidana, dan mengungkap siapa tersangkanya dan inilah di tahap kedua sekarang ini,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 11 Juli 2025.
Di samping itu, Ade Ary belum memastikan waktu pemeriksaan lanjutan terhadap saksi di tahap penyidikan. Baik saksi pelapor, yaitu Jokowi, hingga terlapor, yaitu Roy Suryo cs.
“Tentunya saksi-saksi, korban, saksi-saksi dari pihak korban kemudian nanti ada dugaan terlapor dan lain sebagainya saksi-saksi dari pihak terlapor itu akan dilakukan pemeriksaan dalam tahap penyidikan yang diawali pengiriman surat panggilan untuk seseorang hadir sebagai saksi dan sebagainya,” jelas mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan itu
Jokowi melaporkan lima orang ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik dan penghinaan serta fitnah atas tudingan memilki ijazah palsu. Mereka ialah Pakar Telematika Roy Suryo, Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana, Ahli Digital Forensik Rismon Hasiholan Sianipar, Dokter Tifauziah Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani.
Laporan dibuat Jokowi langsung di Polda Metro Jaya pada Rabu, 30 April 2025. Para terlapor dipersangkakan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan atau Pasal 28 ayat 3 Jo Pasal 45A ayat 3 UU ITE.
Di samping itu, Biro Wassidik Polri belum membeberkan hasil gelar perkara khusus atas kasus dugaan ijazah Jokowi di Bareskrim Polri. Gelar khusus yang dilaksanakan Rabu, 9 Juli 2025 atas permintaan TPUA.
Gelar ini dilakukan karena TPUA masih tidak terima dengan hasil penyelidikan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Yakni menyimpulkan ijazah Jokowi asli.
-
/data/photo/2025/07/11/6870cdba54c1f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Paradoks Pemberantasan Narkoba
Paradoks Pemberantasan Narkoba
Penyuluh Antikorupsi Sertifikasi | edukasi dan advokasi antikorupsi. Berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya integritas dan transparansi di berbagai sektor
”
Pemberantasan narkoba omong kosong! Bagaimana polisi di Nunukan bisa memberantas narkoba kalau mereka sendiri terlibat penyelundupan?
”
DEMIKIANLAH
banyak komentar yang saya temukan dari berbagai pembicaraan hangat masyarakat Nunukan, Kalimantan Utara. Ironi melukai nurani dalam paradoks pemberatasan narkoba di perbatasan negeri.
Di garis batas negeri, pemberantasan narkoba menjelma paradoks yang mencengkeram. Polisi, yang disumpah sebagai benteng hukum, justru terseret dalam pusaran kejahatan penyelundupan narkoba.
Nunukan, jantung perbatasan Indonesia-Malaysia, sorot lampu perang melawan narkotika memantul pada bayang-bayang pengkhianatan: oknum penegak hukum menjadi pelaku.
Bagaimana mungkin mereka yang memegang tameng keadilan justru menikamnya dari belakang?
Ketika sabu merayap melalui jalur tikus dan dermaga gelap, pertanyaan dari rakyat yang selalu terzholimi menggema: apakah musuh sejati ada di luar sana, atau justru bersemayam dalam seragam yang seharusnya melindungi?
Kisah tragis “polisi tangkap polisi” mengaburkan garis antara pemburu dan buruan, mengungkap luka sistemik yang melemahkan perjuangan melawan narkoba di perbatasan negeri.
Pada Rabu, 9 Juli 2025, kabar mengejutkan terkait penangkapan polisi itu datang. Tim gabungan dari Direktorat Tindak Pidana
Narkoba
Bareskrim Polri dan Divisi Propam menangkap empat oknum polisi, termasuk Iptu Sony Dwi Hermawan, Kepala Satuan Reserse Narkoba (Kasat Reskoba) Polres Nunukan, terkait dugaan penyelundupan sabu di wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia.
Peristiwa ini bukan sekadar kasus hukum biasa, melainkan cerminan krisis integritas yang mengguncang Institusi Kepolisian, terutama dalam misi pemberantasan narkoba di kawasan rentan seperti di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan.
Penangkapan berlangsung di Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Tengah, wilayah perbatasan yang dikenal sebagai jalur rawan penyelundupan narkotika.
Operasi ini dilakukan secara senyap oleh Tim Mabes Polri, dengan pengawalan ketat yang bahkan melibatkan jenderal bintang dua, menunjukkan tingkat keseriusan kasus.
Kapolda Kalimantan Utara, Irjen Pol Hary Sudwijanto, membenarkan penangkapan tersebut dan menegaskan bahwa keempat oknum polisi diduga terlibat penyalahgunaan narkoba.
Ironi mengingat mereka bertugas di Satuan Reserse Narkoba yang seharusnya menjadi garda terdepan melawan peredaran gelap narkotika.
Informasi awal menyebutkan tujuh polisi ditangkap. Namun, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso, meluruskan bahwa hanya empat polisi yang diciduk, semuanya dari Polres Nunukan, tanpa melibatkan warga sipil.
Penggeledahan juga dilakukan di rumah Iptu Sony, meskipun belum ada keterangan resmi mengenai barang bukti yang ditemukan. Kasus ini masih dalam pengembangan, dengan keempat polisi dibawa ke Mabes Polri di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kasus ini menyoroti krisis integritas di tubuh kepolisian, khususnya di unit yang bertugas menangani narkoba. Iptu sony, sebagai kasat reskoba, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin operasi pemberantasan narkotika di wilayah perbatasan yang strategis.
Namun, dugaan keterlibatannya dalam penyelundupan sabu-sabu justru memperlihatkan bagaimana oknum di posisi kunci dapat melemahkan upaya penegakan hukum.
Data dari Badan Narkotika Nasional menunjukkan bahwa Kalimantan Utara, khususnya Nunukan, merupakan salah satu pintu masuk utama narkotika dari Malaysia, dengan sabu sebagai komoditas utama.
Pada 2024, BNN mencatat lebih dari 50 kasus penyelundupan narkoba di wilayah perbatasan kalimantan, dengan nilai barang bukti mencapai puluhan miliar rupiah.
Fakta bahwa oknum polisi, termasuk pimpinan satuan narkoba, diduga terlibat dalam jaringan penyelundupan menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan internal.
Divisi Propam, yang turut terlibat dalam operasi ini, seharusnya menjadi benteng pencegahan pelanggaran etik dan pidana oleh polisi.
Namun, kasus ini menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal masih sangat lemah. Laporan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada 2024 mencatat bahwa pelanggaran etik oleh polisi meningkat 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan sebagian besar kasus terkait penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
Wilayah perbatasan seperti Pulau Sebatik, Nunukan memiliki tantangan unik dalam pemberantasan narkoba.
Lokasi geografis yang berbatasan langsung dengan Malaysia, ditambah dengan banyaknya jalur tikus dan dermaga tradisional, mempermudah penyelundupan narkoba.
Data dari Polda Kaltara menunjukkan bahwa pada 2023, lebih dari 60 persen kasus narkoba di wilayah ini melibatkan lintas batas, dengan sabu sebagai barang yang paling banyak diselundupkan.
Faktor ini diperparah minimnya sumber daya, seperti personel dan teknologi pengawasan, di wilayah terpencil seperti Sebatik.
Namun, tantangan terbesar bukan hanya pada logistik, melainkan integritas aparat. Kasus penangkapan empat polisi ini menegaskan bahwa ancaman narkoba tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam institusi penegak hukum itu sendiri.
Ketika oknum polisi yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi bagian dari masalah, kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian semakin terkikis.
Survei Indikator Politik Indonesia pada 2024 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap polri hanya 65 persen, turun dari 72 persen pada 2022, dengan salah satu penyebab utama adalah kasus-kasus pelanggaran oleh oknum polisi.
Kasus “polisi tangkap polisi” di Kabupaten Nunukan bukanlah insiden terisolasi. Pada 2023, kasus serupa juga pernah terjadi di Polda Sumatera Utara, di mana seorang perwira polisi ditangkap karena melindungi jaringan narkoba.
Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bersifat sistemik dan memerlukan reformasi mendalam.
Menurut penulis, dengan melihat fakta yang terjadi, ada beberapa hal urgen yang harus dibenahi terkait sistem yang ada di institusi Polri.
Pertama, Polri perlu memperkuat mekanisme pengawasan internal. Divisi propam harus dilengkapi teknologi dan wewenang lebih besar untuk mendeteksi dini potensi pelanggaran, seperti melalui audit rutin terhadap anggota di unit-unit strategis seperti Satresnarkoba.
Kedua, seleksi dan pelatihan personel untuk penempatan di wilayah perbatasan harus lebih ketat. Polisi yang bertugas di area rawan seperti
nunukan
harus memiliki integritas tinggi dan dilatih untuk menghadapi godaan finansial dari sindikat narkoba.
Ketiga, kerja sama lintas instansi, seperti dengan BNN dan Bea Cukai, harus diperkuat untuk menutup celah penyelundupan di perbatasan.
Data BNN menunjukkan bahwa kerja sama lintas instansi pada 2024 berhasil menggagalkan 30 persen lebih banyak kasus penyelundupan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal seperti ini harus lebih ditingkatkan.
Keempat, hukuman tegas wajib diterapkan bagi polisi yang melanggar hukum, seperti kolusi dengan sindikat narkoba. Sanksi ringan, misalnya teguran atau shalat lima waktu, tidak efektif.
Data Propam Polri 2023 menunjukkan hanya 10 persen pelaku pelanggaran berat dipecat, sisanya mendapat hukuman ringan. Pemecatan dan tuntutan pidana harus diterapkan konsisten untuk menegakkan integritas Polri.
Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi publik bahwa pemberantasan narkoba bukan hanya tugas polisi, tetapi juga tanggung jawab bersama.
Masyarakat di wilayah perbatasan dapat berperan sebagai mata dan telinga dengan melaporkan aktivitas mencurigakan, seperti yang menjadi cikal bakal pengungkapan kasus ini.
Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa krisis integritas dalam kepolisian tidak boleh digeneralisasi sebagai kegagalan seluruh institusi.
Saya akui banyak polisi yang bekerja dengan dedikasi, tapi ulah oknum seperti yang terlibat di Nunukan mencoreng nama baik mereka.
Lebih jauh lagi, kasus ini mengingatkan kita akan kompleksitas perang melawan narkoba. Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang membangun sistem yang mampu menahan godaan dari “lahan basah” dan penyalahgunaan wewenang.
Publik harus menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Polri, sambil mendukung reformasi yang memastikan aparat penegak hukum bebas dari keterlibatan dalam kejahatan yang mereka lawan.
Penangkapan empat polisi di Nunukan adalah tamparan keras bagi Polri dan publik. Ini menunjukkan bahwa pemberantasan narkoba di perbatasan tidak hanya menghadapi tantangan eksternal, tetapi juga ancaman dari dalam.
Dengan memperkuat pengawasan internal, meningkatkan seleksi personel, dan melibatkan masyarakat, Polri dapat memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa kasus seperti ini tidak terulang.
Publik, di sisi lain, harus melihat kasus ini sebagai panggilan untuk bersama-sama menjaga integritas dalam perang melawan narkoba. Hanya dengan kerja sama dan komitmen kolektif, perbatasan Indonesia dapat menjadi benteng yang kokoh melawan ancaman narkotika.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dian Sandi PSI: Ijazah Jokowi Asli, yang Ribut Itu Cuma Cari Sensasi Politik
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader PSI, Dian Sandi Utama menyebut, analisa Rismon terkait perbedaan cetakan huruf pada ijazah Jokowi terbilang ngawur.
Hal ini diungkapkan Dian usai Bareskrim Polri menggelar agenda gelar perkara khusus terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi.
“Pak Rismon bilang huruf ijazah Pak Jokowi beda dengan temannya. Padahal, saya bandingkan dengan ijazah alumni lain seperti Andi Pramaria, hasilnya persis sama,” kata Dian dalam keterangannya (11/7/2025).
Dikatakan Dian, metode analisa yang digunakan Rismon yang selama ini dikenal sebagai Pakar Digital Forensik tidak akurat.
Termasuk, kata Dian, Pakar Telematika Roy Suryo yang juga menjadi bagian dari kelompok Rismon Sianipar.
“Mereka itu cuma comot-comot data untuk menguatkan tudingan. Kalau ada ijazah lain yang sama dengan Pak Jokowi, mereka diam saja. Metodenya acak-acakan,” tegas Dian.
Dian selaku pihak yang mengunggah foto ijazah Jokowi lalu diteliti Rismon cs bilang, jika dirinya nanti dinyatakan bersalah, itu murni karena penilaian negara, bukan karena dirinya bersalah secara fakta.
“Yang penting bagi saya sekarang, persoalan ini cepat selesai. Saya juga tidak mau Pak Jokowi terus dicaci maki,” tandasnya.
Kata Dian, beban pembuktian soal ijazah ini sudah selesai sejak Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan ijazah Jokowi asli.
“Lawan mereka itu UGM, bukan Pak Jokowi. Pak Jokowi itu sekarang santai saja, sedang menikmati waktu dengan anak cucunya,” terangnya.
Dian menambahkan, pihak yang terus menggulirkan isu ini sebenarnya hanya ingin menyerang politik Jokowi. Bukan uang lain.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5204227/original/075931900_1745995104-WhatsApp_Image_2025-04-30_at_13.35.32.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Top 3 News: Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi, Saling Klaim dan Adu Persepsi – Page 3
Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) bersikukuh menyatakan ijazah Jokowi palsu, sementara kepolisian telah berpegangan pada hasil penyelidikan yang menyimpulkan ijazah Presiden Ke-7 Jokowi dipastikan keasilannya.
Hasil penyelidikan itu pun mematahkan laporan yang dilaporkan oleh TPUA ke Bareskrim Polri. Laporan tercatat dengan surat nomor Khusus/TPUA/XII/2024 dan nomor LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal 9 April 2025.
Belakangan, TPUA meminta Bareskrim Polri melakukan gelar perkara khusus. Permintaan itu diamini, sehingga diadakan di salah satu ruangan di Bareskrim Polri pada Rabu, 9 Juli 2025.
Dari kubu pelapor, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) diwakili Eggi Sudjana, Rizal Fadhilah, Roy Suryo, hingga akademisi Rismon Sianipar.
Dari pihak terlapor, Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi diwakili kuasa hukumnya, Yakup Hasibuan. Sedangkan, dari pihak eksternal hadir Kompolnas, Ombusman dan Komisi III DPR RI.
Selengkapnya…
-
/data/photo/2025/07/10/686fd1643c0c8.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kapolri soal Polisi Nunukan Berkasus Narkoba: Pecat-Pidana Bila Terbukti
Kapolri soal Polisi Nunukan Berkasus Narkoba: Pecat-Pidana Bila Terbukti
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Merespons soal polisi di
Nunukan
yang berkasus
narkoba
,
Kapolri
Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa pihaknya konsisten menindak tegas setiap
anggota Polri
yang terbukti terlibat kasus narkoba.
“Apabila terbukti, proses, pecat, pidanakan. Sudah jelas, dan ini berlaku sampai sekarang,” kata Jenderal Sigit di Jakarta, Kamis (11/7/2025).
Pernyataan ini disampaikan menyusul penangkapan tujuh anggota Polres Nunukan, termasuk Kasat
Narkoba
, yang diduga terlibat dalam peredaran gelap narkoba di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Kapolri juga mengatakan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas mulai dari mutasi hingga pemecatan, jika terbukti melakukan pelanggaran tersebut.
“Saya kira dari dulu kita tidak pernah berubah, konsisten terkait dengan anggota yang melanggar,” ujar Sigit.
Sebelumnya, ketujuh anggota Polres Nunukan diringkus oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri di Wilayah Aji Kuning, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, pada Rabu (9/7/2025) lalu.
Salah satu dari mereka diketahui menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Narkoba.
Kapolri juga menegaskan bahwa ketegasan ini tidak hanya berlaku untuk kasus di Nunukan, tetapi juga di wilayah lain.
Seperti di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), di mana seorang terduga bandar narkoba berinisial WD tewas ditembak saat penggerebekan oleh tim operasional Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTB.
“Ya, saya kira sama,” tegas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Tak Berani Hadiri Gelar Perkara, Jokowi Disebut Manusia Pengecut!
GELORA.CO – Gelar perkara khusus Bareskrim Polri terkait dugaan ijazah palsu dianggap tidak bernilai lantaran Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi sebagai pemilik ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak hadir.
Demikian penegasan peneliti media dan politik Buni Yani dalam keterangannya, Kamis 10 Juli 2025.
“Gelar perkara khusus kemarin di Bareskrim tak punya nilai karena Jokowi mangkir datang,” kata Buni Yani.
Buni Yani berpendapat, Jokowi selaku mantan penguasa tidak bernyali dalam menghadapi perkara yang membelitnya.
“Manusia pengecut!” pungkas Buni Yani.
Gelar perkara khusus dilakukan atas permintaan tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).
Gelar perkara khusus awalnya diagendakan Kamis 3 Juli 2025, namun baru bisa terlaksana pada Rabu 9 Juli 2025.
Diketahui, Polda Metro Jaya tengah mengusut enam laporan polisi terkait tudingan ijazah palsu Jokowi. Dari enam laporan itu, salah satunya dilaporkan langsung oleh Jokowi.
Jokowi melayangkan laporan terkait dugaan fitnah atau pencemaran nama baik buntut tudingan ijazah palsu. Dalam laporan itu, Jokowi melaporkan soal dugaan pelanggaran Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 305 Jo 51 ayat 1 UU ITE.
Polisi telah mengantongi sejumlah barang bukti yang diserahkan ke kepolisian saat Jokowi dan tim kuasa hukum membuat laporan, antara lain flashdisk berisi 24 tautan video Youtube dan konten media sosial X hingga fotokopi ijazah.
Polisi juga telah meminta keterangan sejumlah pihak dalam proses penyelidikan laporan tersebut. Beberapa di antaranya adalah Roy Suryo, Tifauzia alias dokter Tifa, Michael Sinaga Rismon Hasiholan Sianipar, hingga Kader PSI Dian Sandi.