Kata Silfester Matutina soal Bakal Dieksekusi Kejagung Terkait Kasus Fitnah Jusuf Kalla
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, menjawab soal pernyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut dirinya segera dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) terkait kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia, Jusuf Kalla.
Pernyataan tersebut disampaikan Silfester usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7, Joko Widodo, di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).
“Oh iya, nanti kita atur yang terbaiklah. Intinya gitu, enggak ada masalah,” kata Silfester saat ditemui di Polda Metro Jaya.
Saat ditanya apakah Silfester siap menjalani eksekusi dari Kejari Jaksel berkait perkara itu, dia hanya menjawab singkat.
“Enggak ada masalah. Intinya, kan saya sudah menjalankan proses itu. Nanti kita lihat lagi bagaimanakah prosesnya,” ucap dia.
Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polda Metro Jaya, relawan Jokowi itu mengaku tidak langsung bertolak ke Kejari Jaksel.
“Oh enggak, belum ya. Nanti kita atur dulu,” tutur dia.
Dalam kesempatan ini, rekan Silfester sekaligus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradi), Ade Darmawan, mengonfirmasi bahwa Silfester belum menerima surat eksekusi dari Kejari Jaksel.
Dilansir dari
Tribunnews.com
, Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara terkait belum ditahannya Silfester Matutina dalam kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla, padahal sudah divonis sejak 2019 lalu.
Solmet sendiri merupakan organisasi relawan Jokowi pada masa pemilu yang lalu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, mengungkapkan Silfester bakal diperiksa oleh Kejari Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025).
Dia mengatakan, jika Silfester tidak memenuhi panggilan, dipastikan akan ditahan.
“Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, diundang yang bersangkutan. Kalau enggak diundang ya silakan (dieksekusi atau ditahan). Harus dieksekusi,” katanya di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin siang.
Anang menegaskan, karena vonis telah inkrah, maka tidak ada alasan untuk tidak menahan Silfester.
“Harus segera (ditahan) kan sudah inkrah. Kita nggak ada masalah semua,” ujarnya.
Adapun Silfester dilaporkan kuasa hukum Jusuf Kalla ke Bareskrim Polri pada Mei 2017.
Silfester dianggap melontarkan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Kalla atas orasinya. Namun, Silfester menganggap ucapannya itu tak bermaksud memfitnah Kalla.
“Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” ujar Silfester kepada Kompas.com, Senin (29/5/2017).
Dua tahun berselang atau pada 2019, Silfester divonis 1,5 tahun penjara atas kasus tersebut. Namun, sampai saat ini Silfester belum menjalani vonis hukumannya yang diterimanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Bareskrim Polri
-
/data/photo/2025/08/04/6890813e0a322.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Kata Silfester Matutina soal Bakal Dieksekusi Kejagung Terkait Kasus Fitnah Jusuf Kalla Megapolitan
-

Relawan Solmet anggap kasus ijazah palsu Jokowi sudah selesai
Jakarta (ANTARA) – Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet) menganggap kasus tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sudah selesai.
“Soal tuduhan ijazah palsu, saya mau mengatakan bahwa urusan ini tuduhannya dari Roy Suryo CS, dari pada TPUA, dari pada penggugat itu sudah selesai,” kata Ketua Relawan Solmet, Silfester Matutina saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Senin.
Kasus yang sama di Bareskrim Polri juga sudah dihentikan, begitu pula di Pengadilan Negeri (PN) Solo juga dibatalkan atau tidak berwenang.
“Jadi, urusan ijazah palsu ini gagal semua nih, gagal semua ya, teman-teman,” katanya.
Intinya, lanjut Silfester, mengenai isu tuduhan ijazah palsu ini tidak terbukti, bahkan akhirnya mereka dipidana oleh hukum karena menyebarkan berita bohong.
“Sama seperti yang sekarang, saat ini sudah naik penyidikan di Polda Metro Jaya dan sudah banyak yang dimintai keterangan saksi-saksi, baik di Jakarta, Solo, Yogyakarta, termasuk bukti-bukti lainnya dan mungkin saksi ahli juga sudah diperiksa,” kata Silfester.
Roy Suryo CS, kata dia, tidak punya sertifikat ataupun kelayakan sebagai seorang peneliti dan yang mereka teliti itu adalah hanya foto digital di sosial media.
“Ini tidak mungkin bisa diteliti, karena yang harus diteliti itu adalah ijazah yang asli, yang autentik atau yang analog. Nah, ini yang bisa diteliti seperti yang sudah dilakukan oleh Laboratorium Forensik Mabes Polri dan dikatakan bahwa ijazah ini asli,” kata Silfester.
Sementara itu, Sekjen Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradi) Bersatu, Ade Darmawan yang datang bersama dengan Silfester menyebutkan kali ini ada empat orang yang diambil kesaksiannya di Polda Metro Jaya.
“Untuk pemeriksaan kali ini dipanggil lagi mungkin ada yang ditanyakan lagi dan atau dilengkapi, karena kami saksi pelapor dan saksi pelapor yang lain,” ucapnya.
Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Tambang Ilegal Masih Merajalela di RI, Ini Biang Keroknya
Jakarta, CNBC Indonesia – Praktik pertambangan ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia masih menjadi isu yang belum tuntas. Bahkan yang terbaru, kegiatan PETI berada di dekat kawasan strategis nasional yakni di Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, setidaknya per November 2024, terdapat sekitar 2.000 titik PETI tersebar di Indonesia. Negara bahkan harus menanggung kerugian hingga triliunan rupiah dari praktik tambang ilegal tersebut.
Tak ayal, dari kasus tambang ilegal di IKN saja, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menyebutkan kerugian negara akibat adanya aktivitas pertambangan batu bara ilegal di wilayah IKN Nusantara ini mencapai Rp 5,7 triliun.
Lantas, kenapa tambang ilegal di Indonesia masih merjalela?
Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai persoalan PETI merupakan masalah struktural yang telah berlangsung cukup lama dan cenderung dibiarkan begitu saja.
“Ada beberapa faktor masih adanya tambang ilegal. Bahkan di dekat lokasi prioritas seperti IKN. Yang pertama saya kira ini masalah koordinasi dan juga masalah pembiaran,” ungkap Bhima kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (4/8/2025).
Bhima mengatakan, maraknya PETI juga tidak terlepas dari lemahnya koordinasi antar lembaga, terutama antara Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan pemerintah daerah. Menurutnya, sebelum Undang-Undang Cipta Kerja berlaku, kewenangan perizinan tambang berada di tangan pemerintah daerah.
Namun, setelah kewenangan tersebut ditarik ke pemerintah pusat, banyak pemda memilih untuk lepas tangan dalam hal pengawasan. Sementara, kapasitas pusat untuk mengawasi seluruh wilayah tambang di Indonesia sangat terbatas.
Kondisi itu lantas membuat pengawasan menjadi longgar dan tambang-tambang ilegal pun bermunculan di mana-mana. Ditambah lagi, terdapat keterlibatan aktor lokal dalam mendukung keberlangsungan tambang ilegal.
“Kedua, ada faktor aktor-aktor lokal yang melakukan beking atau menjaga tambang-tambang ilegal tadi. Nah dinasti politik konglomerat lokal itu mendukung adanya praktik tambang yang ilegal, termasuk juga pendanaan politik pada saat Pemilu. Itu banyak studinya menunjukkan ke sana, jadi ada pembiaran,” ujarnya.
Di samping itu, lonjakan harga komoditas juga menjadi pemicu masifnya aktivitas tambang ilegal, terutama seperti tambang emas. Sebagai contoh, saat harga emas hampir menyentuh Rp 1,9 juta per gram, banyak tambang emas ilegal baru bermunculan.
Kemudian, persoalan yang paling serius adalah korupsi dalam penegakan hukum. Ia mengatakan bahwa banyak tambang ilegal justru merasa aman karena menyetor pungli kepada oknum pengawas tambang maupun pejabat pemerintahan.
“Dan juga sanksi kepada tambang yang ilegal ini masih sangat ringan dan kalau tambang ilegal bermunculan kan seharusnya mereka yang udah tau bisa dilihat bisa dilacak tambang ilegalnya dilakukan penegakan hukum aturannya sudah jelas sebenarnya tapi penegakan hukumnya yang kurang. Itu yang membuat tambang ilegal masif,” kata Bhima.
Ada Beking di Balik Tambang Ilegal
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy turut buka suara perihal maraknya praktik pertambangan ilegal di berbagai wilayah Indonesia.
Menurut dia, Perhapi sejak lama telah aktif memberikan masukan kepada pemerintah, terutama kepada aparat penegak hukum agar bertindak lebih tegas dalam memberantas praktik yang merugikan negara.
Hal ini berangkat dari banyaknya laporan yang diterima Perhapi, baik dari masyarakat maupun dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi yang menyampaikan keberadaan aktivitas tambang ilegal di wilayah kerja mereka.
“Pada kenyataannya praktik pertambangan ilegal ini masih saja muncul di banyak area, sehingga kemudian muncul prasangka di tengah-tengah masyarakat jika para penambang ilegal tersebut bisa bekerja karena merasa dibekingi oleh oknum,” kata Widhy.
Namun, pihaknya tetap memberikan apresiasi atas langkah-langkah penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Seperti operasi terbaru yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dalam menindak praktik pertambangan batu bara ilegal di daerah Samboja, Kalimantan Timur, yang merupakan bagian dari kawasan pengembangan di IKN.
Meski demikian, upaya pemberantasan melalui penindakan saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal. Ia menilai perlu adanya strategi pencegahan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan oleh pemerintah.
Terpisah, Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menjelaskan, praktik tambang ilegal sejatinya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga marak di negara-negara lain seperti di Afrika, Asia, dan Amerika.
“Terutama dipengaruhi oleh harga komoditas yang bagus seperti emas, batubara dan lain-lain. Terdapatnya sumber daya dan cadangan komoditas yang gampang dijangkau dan diolah,” kata Rizal.
Selain itu, faktor utama maraknya PETI adalah kesulitan ekonomi masyarakat, tingginya pengangguran, lemahnya pengawasan, dan tidak tegasnya penegakan hukum. Lebih ironis lagi, praktek ini kerap mendapat perlindungan dari oknum aparatur negara.
“Sebenarnya kegiatan ini kasat mata tapi gak pernah bisa diberantas secara tuntas karena di sana bermain dana yang cukup besar,” katanya.
Rizal menilai meski pemerintah sudah mengeluarkan berbagai aturan terkait pertambangan, namun implementasi pengawasan dan penindakan hukum masih sangat minim. Satgas-satgas yang dibentuk juga belum mampu menuntaskan persoalan ini.
“Kemudian ada pemodal (cukong) dan jaringan perdagangan baik bahan pendukung maupun produknya. Mereka beroperasi dengan terang-terangan bahkan seperti di wilayah IKN pun tidak luput dari kegiatan PETI ini. Sudah banyak Satgas yang dibentuk, namun tetap saja hal ini sulit diberantas,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai bahwa tata kelola pertambangan di Indonesia terus mengalami perbaikan dalam 15 tahun terakhir ini. Ia lantas mengingatkan situasi pada tahun 2010 lalu, dimana terdapat lebih dari 15.000 izin tambang yang tersebar, banyak di antaranya bermasalah.
Kondisi pertambangan pada saat itu kemudian mulai dibenahi lewat koordinasi dan supervisi oleh KPK dalam kerangka Stranas Pencegahan Korupsi, yang menghasilkan pemetaan izin tambang menjadi kategori Clear and Clean (CNC) dan non-CNC.
“Akhirnya kan izin ini mulai dibenahi ya dan kemudian dipetakan mana yang clear and clean mana yang non-clear clean. Jadi sudah berjalan,” ujarnya.
Namun, ia mengakui bahwa PETI masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Polanya pun tidak banyak berubah, marak saat harga komoditas tinggi seperti emas dan batu bara dan menyebar di banyak daerah.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
-

Bareskrim Usut Kasus Tambang Zirkon di Kalteng, Siap Gelar Perkara Pekan Ini
Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana pertambangan mineral bukan logam, yakni Zirkon di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin mengatakan pihaknya bakal melakukan gelar perkara kasus tersebut pada pekan ini.
Gelar perkara itu dilakukan untuk menentukan apakah adanya tindak pidana serta menetapkan pihak yang bertanggung jawab atau tersangka dalam perkara ini.
“Minggu ini gelar penetapan tersangka,” ujar Nunung kepada wartawan, Senin (4/8/2025).
Nunung menambahkan dalam perkara ini pihak yang dilaporkan hanya satu orang, yakni Marcel Sunyoto selaku Direktur PT Karya Lisbet.
“Terlapor sementara ada 1 orang atas nama Marcel Sunyoto dari PT Karya Lisbet,” tambahnya.
Adapun, kasus ini diduga berkaitan dengan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahap operasi produksi dari Dinas ESDM Kalteng. Surat itu terbit setelah mendapatkan evaluasi rekonsiliasi dan monitoring kegiatan usaha bahan galian Zirkon.
Di samping itu, kasus ini memiliki persangkaan pasal 158 dan 161 UU Minerba. Pasal 158 mengatur sanksi pidana bagi pelaku pertambangan tanpa izin dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Sementara itu, Pasal 161 UU Minerba mengatur soal pemanfaatan, pengolahan, hingga penjualan mineral dan batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya yang tidak sesuai ketentuan terancam pidana maksimal 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
“Persangkaan pasal 158 dan 161 UU Minerba,” pungkas Nunung.
-

Pramono sesalkan beras oplosan Food Station terlanjur dikonsumsi
Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menyesalkan beras oplosan salah satunya dari Food Station terlanjur beredar dan sudah dikonsumsi oleh masyarakat luas.
“Kalau bisa ditarik (beras oplosannya) saya minta untuk ditarik. Tapi, ini kan persoalannya mungkin sudah dikonsumsi,” kata Pramono saat dijumpai di kawasan Jakarta Selatan, Senin.
Oleh sebab itu ke depannya, Pramono menekankan agar kasus beras oplosan ini dapat menjadi momentum memperkuat pengawasan dan akuntabilitas di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta.
Selain itu Pramono juga meminta seluruh jajaran direksi BUMD agar mengedepankan tata kelola yang profesional dan menjunjung tinggi integritas.
“BUMD adalah perpanjangan tangan pemerintah daerah dalam melayani masyarakat. Maka, akuntabilitas dan integritas harus menjadi fondasi utama,” kata Pramono.
Meski sejumlah pejabat Food Station telah ditetapkan sebagai tersangka, Pemprov DKI memastikan, layanan distribusi pangan untuk masyarakat tetap berjalan normal.
Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik, Cyril Raoul Hakim alias Chico Hakim mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memprioritaskan agar distribusi pangan melalui Food Station tidak terganggu.
“Asprekeu (Asisten Perekonomian dan Keuangan Jakarta), kepala BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) sedang intens melakukan pendistribusian bahan makanan yang menjadi tanggung jawab Food Statiom agar tidak terganggu,” kata Chico.
Pemprov DKI Jakarta juga mendukung dan mengikuti setiap langkah hukum yang dilakukan Bareskrim Polri.
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

OC Kaligis Gugat Bareskrim, Ini Sebabnya
GELORA.CO – Pengacara ternama Otto Cornelis (OC) Kaligis, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Penyebabnya, kliennya dijadikan tersangka oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, hanya gara-gara membuat patok di lahan izin usaha pertambangan (IUP) miliknya sendiri.
Menurut Kaligis, penetapan tersangka Awwab Hafidz yang merupakan Kepala Teknik Tambang (KTT) PT Wana Kencana Mineral (WKM), dan Marsel Balembang selaku Mining Surveyor PT WKM, tidak sah
Sidang praperadilan sudah berlangsung sejak Kamis, 31 Juli 2025 dan Jumat, 1 Agustus 2025, serta kini sudah masuk tahap pemeriksaan bukti-bukti surat dari pihak Kaligis atau penggugat.
Dijelaskan Kaligis, kedua kliennya dijadikan tersangka berdasarkan laporan dari HADP selaku Direktur PT P, ke Bareskrim. Keduanya dijerat dengan Pasal 162 Jo Pasal 70, Jo Pasal 86F huruf b, Jo Pasal 136 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 sebagai Pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan/atau tindak pidana kehutanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 sebagai Pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kaligis mengungkapkan, ada banyak ketidakadilan yang diterima kliennya, dalam menjalani pemeriksaan dan penyidikan oleh penyidik Bareskrim.
“Karena itu, melalui praperadilan ini, kedua klien kami berharap mendapatkan keadilan atas kesesatan dalam penegakan hukum dan kekeliruan penerapan hukum miscarriage of justice, di mana hal ini sangatlah merugikan kedua klien kami, sehingga klien kami merasa dikriminalisasi dalam perkara ini,” ujar Kaligis kepada wartawan, Minggu, 3 Agustus 2025.
Ia mengungkapkan, banyak kejanggalan dan pelanggaran dalam perkara yang menjerat kedua kliennya. Salah satunya, perbedaan pasal dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
“Pada proses penyelidikan, kedua klien kami dituduh melanggar Pasal 162 UU Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 50 ayat 3 huruf a dan huruf k UU Kehutanan, sedangkan di proses penyidikan, berubah pasalnya, dan dituduh melanggar Pasal 162 UU Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 50 ayat 2 huruf a UU Kehutanan,” bebernya.
Kejanggalan kedua, lanjut dia, pasal yang disangkakan adalah pelanggaran Pasal 162 UU Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 50 ayat 2 huruf a UU Kehutanan, akan tetapi pertanyaan yang diajukan kepada tersangka dan saksi, bukan pertanyaan seputar pelanggaran atas ketentuan tersebut.
“Melainkan pertanyaan seputar patok/pagar pembatas yang dilakukan oleh kedua klien kami di wilayah IUP milik klien kami sendiri, yang menurut penyidik, pemasangan patok tersebut, di jalan angkutan (logging) yang sedang dikerjakan PT P,” jelas Kaligis.
Ia menegaskan, tidak ada tindakan perusakan hutan yang dilakukan kedua kliennya, sebagaimana disangkakan oleh penyidik.
“Klien kami melakukan pemasangan patok/pagar pembatas di IUP sendiri dalam rangka menjaga lahan IUP-nya sendiri sebagaimana diwajibkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Jika memang benar ada perusakan hutan, maka perusakan hutan justru dilakukan oleh PT P karena pengerjaan yang dilakukan PT P, bukan membuka jalan angkutan (logging) melainkan pengerukan,” jelasnya lagi.
Menurut dia, tindakan pengerukan yang dilakukan oleh PT P di daerah Wilayah IUP kliennya, diduga telah mengakibatkan pencemaran lingkungan. Tindakan ini yang kemudian yang menjadi dasar bagi klien Kaligis untuk membuat laporan polisi (LP), atas dugaan tindak pidana di bidang pertambangan mineral dan batu bara, yaitu melakukan kegiatan pertambangan di luar wilayah izin usaha produksi yang diduga dilakukan oleh PT P, di Desa Loleba, Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur yang terjadi pada tahun 2025.
“Laporan polisi tersebut kemudian dihentikan penyelidikannya dengan alasan harus diselesaikan terlebih dahulu secara keperdataan. Bukannya mendapat perlindungan hukum atas upayanya mencegah perusakan hutan dan pencemaran lingkungan, serta mencegah kerugian negara, yang diduga dilakukan oleh PT P, kedua klien kami justru dilaporkan balik ke Mabes Polri, bahkan ditersangkakan,” papar Kaligis.
“Jika laporan polisi klien kami, di Polda Maluku Utara, dihentikan dengan alasan harus diselesaikan terlebih dahulu secara keperdataan, maka LP di Mabes Polri, juga seharusnya terlebih dahulu diselesaikan dalam ranah keperdataan,” imbuhnya.
Yang terutama di kasus ini, masih kata Kaligis, kliennya selaku pemegang IUP dengan luas areal 24,700 Ha, dijamin dan dilindungi haknya, untuk melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tepatnya Pasal 94 UU tentang Minerba.
“Dalam hal ini tindakan mematok lahan IUP, yang dilakukan oleh klien kami merupakan hak klien kami yang dijamin oleh UU dan merupakan kewajiban klien kami dalam rangka pelaksanaan usahanya. Pemegang IUP wajib melaksanakan keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 96 UU tentang Minerba,” tegasnya.
Lebih lanjut, kliennya telah melakukan pengaduan kepada Kementerian Kehutanan, atas pembukaan lahan dan pembukaan material di kawasan IUP milik kliennya oleh IUP PT P, dan Gakkum Wilayah Maluku dan Papua telah mengeluarkan surat tugas untuk melakukan pengumpulan data dan informasi atas dugaan bukaan lahan dan penggalian material tersebut.
“Atas laporan tersebut telah terdapat laporan hasil pengaduan dugaan bukaan lahan dan pengambilan material di kawasan hutan oleh IUP PT P di Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Timur yang dibuat oleh Gakkum Kementerian Kehutanan,” tegasnya lagi.
“Yang pada intinya memiliki kesimpulan ‘Berdasarkan hasil kegiatan pengumpulan data dan informasi oleh Gakkum Seksi II Ambon dapat disimpulkan bahwa IUP PT P telah melakukan pembukaan lahan jalan angkutan dan pengambilan material mineral nikel di dalam kawasan hutan produksi tanpa melalui proses PPKH sehingga patut diduga telah terjadi tindak pidana di bidang kehutanan’,” papar dia.
“Sehingga, diberikan saran, ‘Atas dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang kehutanan, maka perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan operasi penegakan hukum untuk dapat mengamankan barang bukti serta membuat laporan kejadian sebagai langkah proses hukum’,” pungkasnya.
-

Direksi BUMD di Jakarta harus sosok yang berintegritas
Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengatakan bahwa direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta harus sosok yang memiliki integritas tinggi agar kasus seperti di Food Station tidak terulang.
“Harus ada evaluasi tata kelola BUMD setelah kasus ini (penetapan tersangka terhadap Direktur Utama Food Station), termasuk penunjukan direksi baru yang berintegritas,” kata Rio saat di konfirmasi di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, kasus beras oplosan yang dilakukan BUMD DKI Jakarta harus menjadi perhatian serius oleh Pemerintah Provinsi selaku pemilik saham penuh di BUMD.
Selain itu, kata dia, audit internal di Food Station perlu dilakukan dan juga penguatan pengawasan untuk mencegah praktik serupa demi melindungi hak konsumen Jakarta.
“Harus menjadi perhatian serius untuk memastikan distribusi pangan strategis tetap lancar dan sesuai standar mutu,” ujarnya.
Arsip foto – Seseorang menyusun karungan beras SPHP kemasan 5 kg dalam kegiatan gerakan pangan murah yang dilaksanakan di Gudang Bulog Jakarta, Senin (1/4/2024). ANTARA/Harianto
Ia menambahkan bahwa BUMD sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah harus menjunjung tinggi akuntabilitas, terutama di sektor pangan yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
Rio juga menghargai langkah Satgas Pangan Polri yang telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran mutu beras premium.
“Mendukung penuh proses hukum yang transparan dan berintegritas, serta meminta semua pihak terkait, termasuk PT Food Station, untuk kooperatif dalam penyidikan,” kata dia.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo. ANTARA/Khaerul Izan
Sebelumnya, Satgas Pangan Polri menetapkan tiga karyawan produsen beras PT FS sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran standar mutu beras.
“Penyidik telah melakukan gelar perkara dan menemukan dua alat bukti untuk meningkatkan status tiga orang karyawan PT FS menjadi tersangka,” kata Kasatgas Pangan Polri Brigjen Poly Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (1/8).
Tiga tersangka itu adalah KG selaku Direktur Utama PT FS, RL selaku Direktur Operasional dan RP selaku Kepala Seksi Pengendalian Mutu PT FS.
Modus operandi yang digunakan para tersangka selaku pelaku usaha adalah memperdagangkan beras premium tidak sesuai dengan standar mutu SNI Beras Premium Nomor 6128:2020 yang ditetapkan Permentan Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Ditjenpas Dukung Penuh Polisi Tindak Napi di Pekanbaru yang Terlibat Narkoba
Jakarta –
Ditjen Kemenimipas berkomitmen dan mendukung penuh pengungkapan kasus narkoba yang melibatkan warga lapas di Riau. Kemenimipas mengatakan pengungkapan kasus sabu di Riau yang dibongkar Barekrim telah melibatkan lembaganya.
“Ditjenpas beserta jajaran mendukung penuh semua pengungkapan dalam rangka membersihkan lapas dan rutan dari narkoba, termasuk di LPN Pekanbaru Rumbai yang telah berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak Bareskrim,” kata Kabag Humas Ditjenpas, Rika Aprianti, kepada wartawan, Sabtu (2/8/2025).
Kemenimipas juga menegaskan bahwa lapas tanpa keterlibatan narkoba harus terpenuhi. Kemenimipas tak segan-segan menindak warga lapas yang terlibat peredaran narkoba.
“Zero narkoba adalah harga mati, dan tidak ada ampun siapa pun yang terlibat di dalamnya. Jadi kami pun mendukung dan siap bekerja sama untuk penindakan bagi oknum warga binaan yang terbukti terlibat dalam peredaran narkoba,” imbuhnya.
Bareskrim Polri sebelumnya menggagalkan peredaran narkoba jenis sabu total 16 kg di Riau. Total ada 4 tersangka yang diamankan Bareskrim dalam pengungkapan kasus ini.
Tersangka menerangkan bahwa karung goni warna putih berisikan sabu tersebut adalah milik Jay alias Adi napi kasus narkotika di Lapas Bengkalis. Tersangka mengakui mendapat perintah dari Jay untuk menjemput narkotika tersebut di lokasi yang sudah ditentukan.
Lalu Tim Subdit IV Dittipid Narkoba Bareskrim juga menangkap Muslim (23) dan Budiyono (25) di Lembah Sari, Pekanbaru, dan Siak Hulu, Kampar. Barang bukti yang disita sabu 6 kg, sabu 66 gram, dan sabu 10 gram.
(rfs/aud)
-

NFA Percepat Penyaluran Beras SPHP
Jakarta: Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mengoptimalkan penyaluran beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui berbagai jalur distribusi. Hal itu untuk memperkuat upaya menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pangan, khususnya komoditas beras.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, seusai menghadiri konferensi pers terkait temuan beras tidak sesuai mutu, bersama sejumlah instansi terkait di Gedung Mabes Polri, Jakarta.
“Kami sudah menugaskan Bulog untuk mempercepat penyaluran beras SPHP ke berbagai jalur Mitra Perum Bulog. Pemerintah Daerah, unit pelaksana teknis Kementerian Pertanian, kita dorong untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan serta menjamin akses masyarakat terhadap pangan pokok strategis,” kata Ketut.
Menurut Ketut, NFA terus memantau kondisi lapangan secara intensif dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dengan harga yang wajar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan, masyarakat tak perlu khawatir, pemerintah telah mengantisipasi dan memastikan kecukupan pangan bagi masyarakat di tengah kondisi ini.
“Kami sudah memastikan kepada Aprindo, ritel modern, pasar tradisional, serta Satgas Pangan Daerah maupun Pusat, minta agar mereka tetap mengisi, dengan catatan perbaikan produksi dilakukan,” kata Helfi.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan pasokan beras di pasaran. Arief menegaskan, stok beras di Bulog aman dan cukup, distribusi beras SPHP menjadi instrumen stabilisasi yang terus dipercepat.
Arief juga mengimbau pelaku usaha mematuhi standar mutu dan melakukan perbaikan terhadap praktik produksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
“Kami imbau kepada para pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga dengan kualitas aktual produknya, serta memperbaiki proses produksinya. Tidak ada larangan untuk menjual beras tersebut, asalkan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Arief dalam kunjungan kerja di Kota Kupang, NTT.
Jakarta: Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mengoptimalkan penyaluran beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui berbagai jalur distribusi. Hal itu untuk memperkuat upaya menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pangan, khususnya komoditas beras.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, seusai menghadiri konferensi pers terkait temuan beras tidak sesuai mutu, bersama sejumlah instansi terkait di Gedung Mabes Polri, Jakarta.
“Kami sudah menugaskan Bulog untuk mempercepat penyaluran beras SPHP ke berbagai jalur Mitra Perum Bulog. Pemerintah Daerah, unit pelaksana teknis Kementerian Pertanian, kita dorong untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan serta menjamin akses masyarakat terhadap pangan pokok strategis,” kata Ketut.Menurut Ketut, NFA terus memantau kondisi lapangan secara intensif dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dengan harga yang wajar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan, masyarakat tak perlu khawatir, pemerintah telah mengantisipasi dan memastikan kecukupan pangan bagi masyarakat di tengah kondisi ini.
“Kami sudah memastikan kepada Aprindo, ritel modern, pasar tradisional, serta Satgas Pangan Daerah maupun Pusat, minta agar mereka tetap mengisi, dengan catatan perbaikan produksi dilakukan,” kata Helfi.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan pasokan beras di pasaran. Arief menegaskan, stok beras di Bulog aman dan cukup, distribusi beras SPHP menjadi instrumen stabilisasi yang terus dipercepat.
Arief juga mengimbau pelaku usaha mematuhi standar mutu dan melakukan perbaikan terhadap praktik produksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
“Kami imbau kepada para pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga dengan kualitas aktual produknya, serta memperbaiki proses produksinya. Tidak ada larangan untuk menjual beras tersebut, asalkan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Arief dalam kunjungan kerja di Kota Kupang, NTT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FZN)
-

Setelah Dirut, Food Station Bakal Jadi Tersangka Korporasi?
Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Karyawan Gunarso sebagai tersangka kasus beras oplosan atau pelanggaran standar mutu beras.
Kasatgas Pangan Polri Brigjen Polisi Helfi Assegaf mengatakan bahwa tim penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan ketiga pejabat PT Food Station Tjipinang (FS) sebagai tersangka dalam tindak pidana tersebut.
Dia membeberkan ketiga tersangka itu berinisial KG selaku Direktur Utama PT FS, SL selaku Direktur Operasional PT FS dan RP selaku Kepala Seksi Quality Control PT FS.
“Ketiganya langsung kita tetapkan menjadi tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup,” tuturnya di Jakarta, Jumat (1/8).
Meskipun ketiga pejabat PT FS tersebut telah ditetapkan jadi tersangka, dia mengatakan mereka belum ditahan oleh tim penyidik Satgas Pangan Polri.
Helfi menjelaskan bahwa ketiga tersangka tersebut sampai saat ini masih bersikap kooperatif, sehingga belum ditahan selama 20 hari ke depan sesuai KUHAP.
“Ketiga tersangka ini akan kita panggil lagi pekan depan,” katanya.
Helfi juga membeberkan modus operandi yang digunakan ketiga tersangka adalah memperdagangkan beras premium tidak sesuai dengan standar mutu SNI Beras Premium Nomor 6128:2020 yang ditetapkan Permentan Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.
Menurutnya, barang bukti yang telah disita adalah beras premium produksi PT FS dengan total seberat 132,65 ton dengan rincian dari 127,3 ton kemasan lima kilogram dan 5,35 ton kemasan 2,5 kilogram.
“Penyidik juga menyita dokumen legalitas dan sertifikat penunjang,” ujarnya.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tersangka Korporasi
Di sisi lain, Polri segera menetapkan PT Food Station menjadi tersangka korporasi terkait kasus tindak pidana beras oplosan atau pelanggaran standar mutu beras.
Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Polisi Helfi Assegaf mengatakan bahwa pihaknya kini hanya tinggal melengkapi kesaksian ahli untuk menetapkan PT Food Station menjadi tersangka korporasi, setelah menetapkan 3 petinggi PT Food Station jadi tersangka.
“Kita akan melakukan pemeriksaan kepada ahli korporasi untuk memastikan pertanggungjawaban dari korporasi PT FS dalam perkara ini dan penetapan korporasi sebagai tersangka,” tuturnya di Bareskrim Polri Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Berkaitan dengan perkara tersebut, Helfi juga mengatakan bahwa tim penyidik telah menyita sejumlah dokumen dari PT Food Station.
Dokumen tersebut di antaranya legalitas dan sertifikat penunjang, dokumen produksi, hasil maintenance, legalitas perusahaan, dokumen izin edar, sertifikat merek, standar operasional prosedur, pengendalian untuk ketidaksesuaian produk dan proses.
“Dan juga dokumen lainnya yang berkaitan dengan perkara ini semuanya sudah disita,” katanya.
Helfi juga menegaskan bahwa tim penyidik berencana menyita mesin produksi beras PT Food Station dan berbagai jenis beras dari merek Beras Sentra Ramos.
“Ditemukan 232 sampel atau 189 merek yang tidak sesuai dengan mutu dan takaran di lapangan,” ujarnya.
Mundur dari Food Station
Adapun Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Karyawan Gunarso telah resmi mengundurkan diri usai jadi tersangka oleh Satgas Pangan Polri dalam kasus dugaan beras oplosan.
Gubernur Jakarta, Pramono Anung mengatakan bahwa dirinya telah menerima surat pengunduran diri Karyawan Gunarso melalui Sekretaris Daerah Provinsi Jakarta dan telah ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Pramono menegaskan bahwa pemerintah provinsi Jakarta tidak akan mengintervensi proses penyidikan yang sedang berjalan di Satgas Pangan Polri terhadap Dirut PT Food Station Tjipinang Jaya, Karyawan Gunarso dan kedua anak buahnya.
“Saya sudah menerima laporan terkait surat pengunduran diri dari Direktur Utama PT Food Station. Ini adalah bentuk tanggung jawab pribadi yang kami hargai,” tuturnya di Jakarta, Jumat (1/8).
Pramono juga mengatakan bahwa perkara yang menjerat sejumlah petinggi PT Food Station tersebut harus dijadikan pelajaran untuk memperkuat pengawasan sekaligus akuntabilitas di tubuh BUMD DKI.
Tidak lupa, Pramono juga meminta seluruh jajaran direksi BUMD agar mengedepankan tata kelola yang profesional dan menjunjung tinggi integritas.
“BUMD adalah perpanjangan tangan pemerintah daerah dalam melayani masyarakat. Maka akuntabilitas dan integritas harus menjadi fondasi utama,” katanya.