Kementrian Lembaga: Bappenas

  • Bappenas sebut pemberantasan korupsi penting untuk ketahanan ekonomi

    Bappenas sebut pemberantasan korupsi penting untuk ketahanan ekonomi

    membangun integritas, memberantas korupsi dan memastikan tata kelola pemerintahan yang transparan bukan hanya keharusan moral. Itu semua merupakan pendorong penting ketahanan ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi dalam meningkatkan ketahanan ekonomi nasional untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sebagaimana yang tertuang dalam SDGs Nomor 16: Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh.

    “Kami menyadari bahwa membangun integritas, memberantas korupsi dan memastikan tata kelola pemerintahan yang transparan bukan hanya keharusan moral. Itu semua merupakan pendorong penting ketahanan ekonomi,” kata Manajer Pilar Pembangunan Ekonomi Sekretariat Nasional SDGs Bappenas Setyo Budiantoro di Jakarta, Kamis.

    Ia mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah menanamkan prinsip-prinsip tersebut dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) serta Kerangka Pembiayaan Nasional Terpadu (Integrated National Financing Framework/INFF).

    Inisiatif tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk meningkatkan tata kelola, menarik investasi dan memberdayakan masyarakat.

    Ia menyampaikan bahwa upaya tersebut dapat mendorong assessment/penilaian kinerja yang lebih baik, akuntabilitas yang lebih kuat, serta peningkatan kolaborasi lintas sektor agar para pelaku industri dapat berkontribusi pada pencapaian SDGs.

    Namun, ia mengatakan bahwa masih terdapat sejumlah tantangan dalam memperkuat praktik ESG di Indonesia karena adanya gap terkait akses terhadap keadilan dan layanan publik, serta tingkat korupsi yang masih tinggi, sebagaimana yang disorot dalam SDGs Report 2024.

    “Upaya untuk menghapus kesenjangan ini membutuhkan tindakan kolektif dari semua pemangku kepentingan, pemerintah, kebijakan, bisnis dan masyarakat sipil untuk membangun sistem integritas yang melampaui kepatuhan,” ujar Setyo.

    Ia pun meminta pelaku bisnis untuk membantu pemerintah dalam memecahkan tantangan tersebut dengan mengintegrasikan praktik bisnis yang etis dalam operasional mereka.

    Dengan mengedepankan praktik bisnis yang etis, seperti operasi keuangan yang transparan, langkah-langkah antikorupsi dan kepatuhan yang kuat terhadap hukum lokal dan internasional, para pelaku bisnis dapat meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan publik.

    Setyo menyampaikan bahwa hal tersebut dapat diimplementasikan dengan mendorong inovasi dalam mekanisme antikorupsi serta memanfaatkan teknologi dan analisis data untuk mendorong transparansi.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kemenkeu beri penghargaan Anugerah Reksa Bandha kepada K/L berprestasi

    Kemenkeu beri penghargaan Anugerah Reksa Bandha kepada K/L berprestasi

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penghargaan Anugerah Reksa Bandha kepada kementerian/lembaga (K/L) yang berprestasi di bidang pengelolaan barang milik negara (BMN) dan lelang pada periode 2023-2024.

    “Anugerah ini merupakan bentuk apresiasi sekaligus dorongan agar pengelolaan kekayaan negara semakin optimal dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan perekonomian,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam kegiatan Anugerah Reksa Bandha Tahun 2024 di Aula Dhanapala, Kementerian Keuangan, dikutip di Jakarta, Kamis.

    Anugerah Reksa Bandha Tahun 2024 terdiri dari 4 kategori penghargaan di bidang pengelolaan BNM dan 4 kategori di bidang lelang.

    Pada bidang pengelolaan BNM, kategori pertama adalah utilisasi BNM. Pada kelompok 1, penghargaan diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai juara 1, 2, dan 3 secara berturut-turut.

    Pada kelompok 2, pemenangnya adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Kependudukan dan Keluarga Bencana Nasional (BKKBN).

    Pada kelompok 3, pemenangnya yaitu Kemenkeu, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

    Kategori berikutnya yaitu kualitas pelaporan BMN. Untuk kelompok 1, pemenangnya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Kementerian BUMN, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

    Untuk kelompok 2, pemenangnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

    Untuk kelompok 3, pemenangnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mahkamah Agung (MA), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

    Kategori selanjutnya yaitu sertifikasi BMN. Untuk kelompok 1, pemenangnya Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Ombudsman, dan Badan Informasi Geospasial.

    Untuk kelompok 2, pemenangnya Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, dan Badan Kepegawaian Negara.

    Untuk kelompok 3, pemenangnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Agama (Kemenag).

    Kategori terakhir yaitu peningkatan tata kelola berkelanjutan (continous improvement). Pemenang kategori ini di antaranya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kepolisian Negara.

    Adapun untuk bidang lelang, kategori pertama adalah penjual lelang eksekusi terbaik. Untuk kelompok 1, pemenangnya adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

    Untuk kelompok 2, pemenangnya Kejaksaan Agung (Kejagung), PT Bank Central Asia Tbk, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.

    Kategori berikutnya yaitu penjual lelang noneksekusi terbaik. Untuk kelompok 1, pemenangnya adalah Kemenkeu, Kepolisian, dan Kemenag. Untuk kelompok 2, pemenangnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), KPU, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Kategori selanjutnya yaitu balai lelang dengan tata kelola terbaik, di mana pemenangnya adalah PT Balai Lelang Serasi, PT Mega Armada Sudeco, dan PT Balai Lelang Megatama.

    Kategori terakhir yaitu pejabat lelang kelas II berkinerja terbaik yang dimenangkan oleh Cari Azhari, Chitra W. Mukhsin, dan Dhody Ananta Rivandi Widjajaatmadja.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • Peran Aktif BRI Dukung Ketahanan Pangan, Salurkan Kredit Senilai Rp199,83 Triliun di Sektor Pertanian

    Peran Aktif BRI Dukung Ketahanan Pangan, Salurkan Kredit Senilai Rp199,83 Triliun di Sektor Pertanian

    Jakarta: PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menunjukkan komitmennya dalam berperan aktif mendukung ketahanan pangan nasional. Hingga akhir September 2024, BRI (bank only) telah berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp199,83 triliun kepada sektor pertanian, kehutanan dan pertanian.
     
    Langkah ini sejalan dengan visi BRI sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperkuat sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
     
    Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
    “Kami memahami bahwa sektor pertanian bukan hanya tulang punggung perekonomian nasional, tetapi juga kunci dalam memastikan ketahanan pangan bagi masyarakat. Oleh karena itu, kami terus memperluas akses pembiayaan kepada para pelaku di sektor ini, termasuk petani, UMKM, dan pelaku agribisnis lainnya,” ujar Sunarso.
     

    Direktur Utama BRI Sunarso. (Foto: Dok. BRI)
     
    Kredit yang disalurkan BRI mencakup berbagai subsektor pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hingga peternakan dan perikanan. Pendekatan yang diambil BRI tidak hanya fokus pada penyaluran dana, tetapi juga mencakup pemberdayaan petani melalui program pendampingan, pelatihan, dan digitalisasi sektor pertanian.
     
    Sunarso mengungkapkan bahwa BRI akan terus berkomitmen dalam mendukung ketahanan pangan, karena melalui ketahanan pangan Indonesia dapat keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap). 
     
    “Berdasarkan kajian Bappenas, Indonesia diperkirakan akan keluar dari jebakan kelas pendapatan menengah pada tahun 2041 jika asumsi rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen terpenuhi,” kata Sunarso. 
     
     

     
    Untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah, menurut Sunarso, pendapatan per kapita Indonesia harus berada di atas USD4.465 (sumber: World Bank). Terkait hal tersebut, Sunarso mengungkapkan dalam kajian BRI bahwa faktor yang paling menentukan pertumbuhan ekonomi 6 persen adalah investasi pada human capital atau nilai ekonomi dari pengalaman dan keterampilan pekerja. Pembentukan human capital juga perlu didorong oleh tiga faktor. 
     
    Pertama, Indonesia harus fokus dalam memaksimalkan kebutuhan nutrisi dan pangan. “Maka menjadi penting, kita fokus untuk memiliki strategi yang khusus, spesifik, dan visioner untuk masalah ketahanan pangan,” ujar Sunarso.
     
    Kedua, negara punya tugas untuk menyejahterakan rakyat dan ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi. Sunarso mengatakan bahwa cara terbaik untuk menyejahterakan rakyat adalah dengan memberikan mereka pekerjaan.
     
    “Jadi semua orang pada usia produktif memang harus bekerja. Kalau begitu, pemerataan kesempatan kerja itu menjadi penting,” jelasnya. 
     
    Ketiga, adalah pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Untuk mendapatkan pemerataan kesempatan kerja dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, di mana di dalamnya juga ada unsur pemerataan serta partisipasi masyarakat untuk ikut tumbuh dan berkembang.
     
    “Investasi yang penting adalah human capital, dan kalau mau memperbaiki human capital, perbaiki dulu nutrisi dan pangan. Dan kemudian kita tunggu, untuk pemerataan butuh inklusivitas pertumbuhan,” ujar Sunarso.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Industri baja nasional dukung akselerasi ekonomi hijau

    Industri baja nasional dukung akselerasi ekonomi hijau

    Jakarta (ANTARA) – PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), produsen baja di Indonesia, menyatakan komitmen perusahaan dalam mendukung agenda keberlanjutan nasional akselerasi Transformasi Ekonomi Hijau.

    Sebagai bentuk dukungan terhadap agenda ini, Presiden Direktur GRP, Fedaus memaparkan berbagai langkah inovatif yang dilakukan GRP untuk mendukung pembangunan rendah karbon.

    “Sebagai salah satu perusahaan baja di Indonesia, kami percaya bahwa transisi menuju ekonomi hijau harus menjadi prioritas,” katanya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Dengan strategi keberlanjutan komprehensif yang dimiliki perusahaan seperti ESG Strategy Handbook dan Net Zero Roadmap, tambahnya, pihaknya berkomitmen untuk menjadi penggerak perubahan menuju masa depan yang lebih hijau, khususnya bagi industri baja tanah air.

    Dalam paparannya di ajang Dialog Nasional Akselerasi Transformasi Ekonomi Hijau yang merupakan bagian dari program United Nations Partnership for Action on Green Economy (PAGE), Fedaus menyoroti beberapa inisiatif penting yakni penggunaan energi terbarukan yang mana GRP telah mengoperasikan salah satu rooftop solar power plant terbesar di Jawa Barat dengan total kapasitas 9,3 MWp.

    Sebelumnya Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard, menyatakan bahwa pergeseran struktur ekonomi menuju sektor yang lebih produktif harus diiringi dengan investasi pada infrastruktur hijau dan pekerjaan ramah lingkungan.

    “Strategi ekonomi hijau diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan, sekaligus memastikan pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.

    Pada kesempatan tersebut GRP menerima penghargaan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/BAPPENAS atas kontribusinya dalam mendukung transformasi ekonomi hijau.

    Pewarta: Subagyo
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Target Pertumbuhan Ekonomi 8%, Eks Menteri Jokowi: ‘Impossible’

    Target Pertumbuhan Ekonomi 8%, Eks Menteri Jokowi: ‘Impossible’

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 8% pada masa kepemimpinannya. Target ini diragukan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas 2014-2015, Andrinof Chaniago.

    Dia menegaskan bahwa dirinya tidak yakin ekonomi Indonesia bisa tumbuh mencapai 8%.

    “Impossible. Iya,” tegasnya dalam Koneksi, di Podcast Cuap Cuap Cuan, Rabu (4/12/2024).

    Dia menilai tidak ada ada penjelasan empiris maupun teoritis yang bisa menjelaskan Indonesia bisa tumbuh 8%. “Itu enggak ada. Untuk Indonesia ya,” katanya. Jika dikejar dalam waktu satu tahun tidak akan mungkin, lanjutnya.

    Pertumbuhan 8% bisa saja terjadi, tetapi itu membutuhkan waktu lama. Indonesia pernah mengalami pertumbuhan 8,2% pada tahun 1995. Saat itu, terjadi booming properti dan perbankan.

    “Memang tinggi rata-rata 7,2% saja setelah 88 itu,” ungkapnya. “Kelas menengahnya juga tumbuh, tapi kelas menengah yang gampang ambyar,” katanya.

    Sayangnya, Indonesia kemudian dihantam krisis 1997. Kendati demikian, Andrinof menilai ekonomi Indonesia masih berpotensi tumbuh 6%-6,2%.

    “6,2% saja sudah bagus selama 20 tahun. Tapi rata-rata segitu ya. Dalam sejarahnya ekonomi yang terbuka seperti Indonesia itu nggak ada yang bisa tumbuh 8% tiap tahun,” tegasnya.

    Ekonomi China, menurutnya, bisa tumbuh rata-rata 9% selama 40 tahun. Namun, hal itu dicapai China dengan strategi yang betul-betul bagus dari awal dan konsisten.

    “Apa itu? Menghidupkan sektor industri dan sektor yang bernilai tambah. Jadi yang dibangun oleh Deng Xiaoping itu kan pertama bersamaan SDM,” ujarnya.

    Dia mengirim SDM China untuk sekolah di luar negeri dan mengembangkan pusat ilmu pengetahuan. Lalu, Chian masuk ke sains dan technopark. Kemudian China masuk ke industri, maka jadi lah produk-produk industri.

    “Awalnya memang diledek produk China. Sampai tahun 2004 itu masih diledek. Kalau ada barang rusak apa sih? Mereka di China. Tapi tahapan-tahapannya begitu,” jelas Andrinof.

    Terkait dengan target pertumbuhan 8%, Presiden Prabowo Subianto mengaku diejek karena target tersebut dinilai terlalu tinggi.

    “Saya diejek lagi Prabowo bisa aja dia ngomong mau pertumbuhan 8%,” kata Prabowo saat memberikan sambutan acara Pembukaan Sidang Tanwir dan Resepsi Milad Muhammadiyah ke-112 di Kupang, NTT, Rabu, 4 Desember 2024.

    Namun, dia tidak gentar karena dirinya berpegang teguh dengan ajaran Presiden Soekarno, yaitu menggantungkan cita-cita setinggi langit.

    “Bung Karno mengajarkan dari dulu gantungkan cita-citamu setinggi langit, kalau kau tidak sampai ke langit minimal kau jatuh diantara bintang-bintang,” tegasnya.

    Prabowo berpandangan target yang rendah justru membuat sebuah bangsa sulit berkembang. Oleh sebab itu, dia merasa perlu menetapkan target yang tinggi.
    “Pengalaman saya di tentara juga begitu kalau kita kasih target yang rendah cukuplah ndak usah repot-repot ya kan,” ujarnya.

    (haa/haa)

  • Sinergi fiskal untuk optimalisasi pembangunan nasional

    Sinergi fiskal untuk optimalisasi pembangunan nasional

    Jakarta (ANTARA) – Pembangunan nasional merupakan suatu proses yang kompleks dan multidimensi, di dalamnya mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

    Dalam konteks ini, sinergi fiskal merupakan alat penting yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

    Sinergi fiskal mengacu pada kolaborasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan anggaran, pajak, dan belanja.

    Sinergi fiskal dapat dijelaskan melalui beberapa teori, di antaranya teori desentralisasi. Berdasarkan teori ini desentralisasi memberikan wewenang lebih kepada pemerintah daerah untuk mengambil keputusan yang lebih responsif terhadap kebutuhan setempat. Menurut Oates (1972), desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

    Ada juga teori kelembagaan yang menekankan pentingnya lembaga dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan fiskal. Lembaga yang kuat dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya.

    Kemudian teori ekonomi yang berfokus pada alokasi sumber daya yang optimal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Menurut Barro (1990), pengeluaran pemerintah harus diarahkan untuk investasi infrastruktur dan pendidikan agar dapat meningkatkan produktivitas.

    Sejalan dengan perkembangan teori sinergi fiskal tersebut, beberapa institusi dan pakar mengemukakan pendapat bahwa sinergi fiskal sangat penting dalam konteks pembangunan nasional.

    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam laporannya pada 2023 mengungkapkan bahwa sinergi antara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dapat mempercepat pencapaian target pembangunan.

    Selanjutnya, pakar ekonomi seperti Joseph Stiglitz berargumen bahwa pengelolaan fiskal yang baik dapat mengurangi kesenjangan dan mendorong pertumbuhan yang inklusif.

    Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, ketimpangan pembangunan antardaerah di Indonesia masih cukup signifikan dengan Indeks Gini mencapai 0,39.

    Penelitian oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa daerah yang menerapkan sinergi fiskal secara efektif memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 5-7 persen lebih tinggi dibandingkan daerah yang tidak.

    Selain itu, kajian Asian Development Bank (ADB) pada 2021 mencatat bahwa daerah dengan kolaborasi fiskal yang baik dalam pembangunan infrastruktur memiliki peningkatan akses layanan publik sebesar 25 persen dalam lima tahun terakhir.

    Sinergi fiskal optimal

    Untuk mencapai sinergi fiskal yang optimal ada beberapa rekomendasi yang bisa dijalankan. Pertama adalah perlunya peningkatan koordinasi antarlembaga.

    Pemerintah perlu memperkuat mekanisme koordinasi antara kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk memastikan keselarasan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan fiskal.

    Kedua, investasi dalam kelembagaan. Membangun kapasitas lembaga pemerintah daerah penting untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan fiskal. Pelatihan dan pendampingan perlu disediakan agar sumber daya manusia mampu mengelola anggaran dengan baik.

    Ketiga, penguatan data dan statistik. Penggunaan data yang akurat dan relevan sangat penting dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pemerintah harus menginvestasikan dalam sistem informasi yang memungkinkan akses data yang lebih baik bagi pengambil kebijakan.

    Keempat, penerapan kebijakan pro-poor. Kebijakan yang pro-rakyat harus menjadi fokus utama dalam pengalokasian anggaran. Ini termasuk peningkatan anggaran untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

    Kelima, pemanfaatan teknologi. Implementasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pengelolaan fiskal dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.

    Sinergi fiskal adalah kunci untuk mengoptimalkan pembangunan nasional. Melalui pendekatan yang kolaboratif dan inklusif, pemerintah dapat memastikan bahwa anggaran digunakan secara efisien untuk memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi yang merata.

    Keberhasilan sinergi fiskal di Indonesia dapat diukur melalui berbagai indikator, yang mencerminkan sejauh mana kebijakan fiskal (penerimaan dan belanja negara) berhasil mendukung pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan.

    Indikator tersebut antara lain meliputi pertumbuhan ekonomi yang stabil, utamanya dilihat melalui peningkatan infrastruktur. Sinergi fiskal terlihat dari prioritas alokasi anggaran untuk proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara. Infrastruktur ini mendorong investasi dan aktivitas ekonomi di berbagai daerah.

    Kemudian, pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal, seperti insentif pajak dan bantuan sosial, untuk mendukung pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19.

    Indikator selanjutnya adalah peningkatan kesejahteraan sosial. Dua hal terkait indikator ini adalah program perlindungan sosial serta subsidi energi dan pendidikan.

    Alokasi anggaran untuk program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan BLT Dana Desa telah membantu masyarakat miskin dan rentan.

    Sementara itu, kebijakan subsidi yang terintegrasi meringankan beban masyarakat kurang mampu sekaligus meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan.

    Selanjutnya peningkatan penerimaan negara. Langkah utamanya melalui reformasi pajak, serta diikuti langkah-langkah teknis yang dibutuhkan seperti implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), penguatan sistem digital, dan perluasan basis pajak meningkatkan penerimaan negara.

    Hal ini antara lain akan menghasilkan efisiensi penagihan dan kepatuhan Pajak. Serta tak kalah strategis yang perlu dilakukan adalah perluasan digitalisasi dan koordinasi lintas lembaga memperkuat pengawasan serta mendukung target penerimaan negara.

    Indikator pengurangan ketimpangan antarwilayah, antara lain melalui optimalisasi Dana Desa dan Transfer ke Daerah berupa alokasi Dana Desa dan Dana Alokasi Umum/Khusus untuk mendorong terjadinya pemerataan pembangunan hingga ke pelosok desa.

    Peningkatan sinergi Pusat-Daerah juga harus diberdayakan sebagai daya dorong untuk mewujudkan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam mendanai proyek strategis, mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah.

    Kemudian stabilitas makroekonomi. Pengelolaan defisit anggaran yang dilakukan Pemerintah dengan menjaga defisit anggaran dalam batas yang aman meskipun ada tekanan dari pengeluaran besar seperti subsidi dan belanja infrastruktur.

    Hal selanjutnya adalah menjaga kestabilan utang dimana rasio utang terhadap PDB tetap terkendali. Hal ini secara keseluruhan menunjukkan keberhasilan dalam menjaga keberlanjutan fiskal jangka panjang.

    Indikator lain adalah dukungan untuk agenda hijau dan berkelanjutan, yaitu adanya pembiayaan hijau yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui penerbitan Green Sukuk untuk mendukung proyek-proyek ramah lingkungan.

    Selain itu mendorong subsidi energi baru dan terbarukan juga menjadi contoh efektivitas sinergi fiskal yang terlihat dari pengelolaan insentif untuk pengembangan energi terbarukan dan kebijakan transisi energi yang dilakukan.

    Sinergi fiskal yang efektif bukan hanya sekadar strategi dalam mengelola anggaran negara, tetapi juga menjadi pendorong utama untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

    Dengan memperkuat koordinasi antar lembaga, mengoptimalkan alokasi anggaran untuk sektor-sektor vital, serta memanfaatkan teknologi dan data yang akurat, para pemangku kepentingan bisa memastikan bahwa setiap sumber daya digunakan secara efisien untuk memperkecil ketimpangan dan mempercepat pemulihan ekonomi.

    Keberhasilan sinergi fiskal, yang tercermin dalam indikator-indikator yang jelas seperti pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan pengurangan kesenjangan sosial, akan menciptakan landasan yang kokoh untuk masa depan Indonesia yang lebih sejahtera, berkelanjutan, dan berkeadilan.

    *) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

    Copyright © ANTARA 2024

  • Dukung Asta Cita, Menteri PU dan Kepala Bappenas Bahas Infrastruktur Strategis
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2024

    Dukung Asta Cita, Menteri PU dan Kepala Bappenas Bahas Infrastruktur Strategis Nasional 4 Desember 2024

    Dukung Asta Cita, Menteri PU dan Kepala Bappenas Bahas Infrastruktur Strategis
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo bersama Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy.
    Rakor yang membahas dukungan terhadap
    Asta Cita
    Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tersebut dilaksanakan di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin (18/11/2024).
    Dody mengatakan, infrastruktur memegang peranan penting dalam mewujudkan visi dan misi Asta Cita, yakni ketahanan pangan, air, dan energi.
    Ia juga akan memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur yang telah ada untuk mewujudkan visi dan misi tersebut.
    “Jadi, apa yang sudah kita punya akan kita revitalisasi dan optimalisasi untuk bisa menyukseskan Asta Cita Presiden Prabowo,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (4/12/2024).
    Dody menjelaskan, dalam mewujudkan swasembada tersebut, air menjadi komoditas super strategis bagi pemerintah, sehingga insfrastruktur sumber daya air akan dibangun menggunakan alokasi anggaran terbesar.
    Adapun bentuk dari infrastruktur tersebut adalah pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, optimalisasi bendung, serta bendungan.

    Kementerian PU
    akan menyiapkan air irigasinya, baik melalui bendungan yang telah dibangun dan jaringan irigasi yang telah direvitalisasi,” jelasnya.
    Selain itu, Kementerian PU juga menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Pertanian untuk membentuk satuan tugas (satgas) guna mewujudkan swasembada pangan.
    “Selanjutnya, Kementerian Pertanian yang akan menyiapkan sarana produksinya,” imbuh Dody.
    Keterlibatan pemerintah, kata dia, diperlukan untuk mewujudkan ketahanan pangan, air, dan energi, sehingga pemanfaatan sarana dapat lebih optimal.
    “Agar kemudian ada kewajiban untuk membuat saluran irigasi dan sambungan rumah sehingga manfaatnya lebih optimal kepada masyarakat,” lanjutnya.
    Sementara itu, Diana berharap supaya diadakan penyesuaian alokasi anggaran di daerah untuk mengelola infrastruktur yang telah dibangun.
    “Sehingga, manfaatnya dapat lebih optimal bagi masyarakat,” ujarnya.
    Perlu diketahui, rakor tersebut turut dihadiri Wakil Menteri PPN/Wakil
    Kepala Bappenas
    Febrian Rudyard.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun depan, sesuai mandat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), masih menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat, mulai dari ekonom, pengusaha hingga pejabat dan mantan pejabat.

    Banyak dari kalangan ini yang sebenarnya menolak kenaikan PPN menjadi 12%, mengingat daya beli masyarakat yang lemah. Menteri Keuangan era Presiden Joko Widodo, Bambang Brodjonegoro pun ikut buka suara.

    Dia menegaskan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN, jika dilakukan demi mengkompensasi penurunan pajak penghasilan (PPh) badan.

    “Secara prinsip sebenarnya saya kurang setuju. Tapi karena sudah dilakukan, dan kebetulan itu dinyatakan dengan suatu tahapan,” ungkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Bambang mengungkapkan, saat menjadi menteri keuangan periode pertama Presiden Joko Widodo atau Jokowi, penolakan gencar dia lakukan karena didasari pada tidak adilnya paket kebijakan kompensasi pajak tersebut, karena PPN dikenakan untuk setiap transaksi masyarakat Indonesia, sedangkan PPh Badan hanya dipungut untuk perusahaan menengah dan besar.

    “Karena bagi saya, kalau kita menurunkan PPh badan, maka yang mendapatkan manfaat adalah, ya mohon maaf ya, pengusaha-pengusaha menengah besar,” ungkap ekonom senior yang sempat menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2016-2019 itu.

    “Sedangkan kalau kompensasinya, kenaikan PPN, itu akan mengena kepada seluruh masyarakat, seluruh penduduk Indonesia yang melakukan transaksi ekonomi. Tidak peduli apakah dia kelas yang paling atas atau kelas yang paling bawah,” tegasnya.

    ‘Butuh Uang’

    Mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan dugaannya mengapa pemerintah terkesan ngotot ingin menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di tengah tekanan daya beli masyarakat.

    Anny menduga pemerintah butuh tambahan penerimaan untuk membiayai program-program pemerintah baru.

    “Kita memang tahu pemerintah sekarang butuh kenaikan penerimaan negara, ada program-program baru yang harus didanai,” kata Anny dalam program Tax Time di CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Selain membiayai program, Anny menduga pemerintah butuh banyak uang untuk kebutuhan lainnya, yakni membayar utang yang jatuh tempo dan bunga utang. Dia mengatakan seperti diketahui, pemerintah akan menghadapi utang jatuh tempo dan bunga utang yang menumpuk pada 2025 dan 2026.

    “Kita pada 2025 dan 2026 harus membayar utang dan bunga utang dalam jumlah besar, sementara APBN yang kita memiliki keterbatasan.. jadi itu urgensi kenapa PPN menjadi 12%,” kata dia.

    Meski mengetahui kebutuhan pemerintah, Anny menilai kenaikan PPN menjadi 12% dirasa kurang tepat dan akan sangat menekan daya beli masyarakat. Terlebih, kata dia, masyarakat juga akan menghadapi berbagai kenaikan iuran, seperti BPJS Kesehatan, iuran perumahan hingga rencana peralihan subsidi BBM.

    “Jadi isu-isu itu yang membuat kita bertanya-tanya tentang kemampuan daya beli, utamanya masyarakat kelas menengah kita,” kata dia.

    Politikus Gerindra yang merupakan mantan Menteri Keuangan periode Maret-Mei 1998 era Pemerintahan Soeharto, Fuad Bawazier menilai suara-suara penolakan kenaikan PPN itu wajar terjadi karena ekonomi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik-baik saja, khususnya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tercermin dari kondisi deflasi 5 bulan berturut-turut sejak Mei-September 2024, sebelum akhirnya inflasi sedikit pada Oktober 2024 sebesar 0,08%.

    “Artinya banyak yang menilai ini adalah penurunan daya beli. Apalagi ke penduduk kelas menengah. Itu bisa dilihat dari macam-macam indikasi. Antara lain ada yang deposito di bank-bank itu depositnya kemungkinan menurun, sementara yang atas malah naik,” ujar Fuad.

    Fuad meyakini permasalahan itu tentu akan menjadi pertimbangan Prabowo untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN sesuai amanat UU HPP.

    Dia mengatakan, penundaan implementasi dari amanat UU ini pernah terjadi pada 1985 saat akan berlakunya UU PPN. Kala itu, pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan tarif PPN sebesar 10% karena memang kondisi ekonomi masyarakat belum siap untuk menanggung beban pungutan terhadap setiap transaksi barang dan jasa.

    “Salah satunya saat itu PPN, yang mustinya berlaku Januari 1984 ditunda menjadi Januari 1985. Nah ini bisa saja. Misalnya apakah ditunda itu kan sebelumnya ada enggak ada pemerintahan baru ataupun tidak memang sudah harus berlaku tahun 2025, ada undang-undang,” ucap Fuad.

    Prabowo Bisa Rilis Perppu

    Sementara itu, penolakan keras datang dari Mantan Dirjen Pajak di era Presiden SBY, Hadi Poernomo. Dia mendesak pemerintah membatalkan kenaikan tarif PPN 12%, bukan sekedar mengundur penerapannya.

    Sebagai alternatif, Hadi mengusulkan sistem perpajakan berbasis sistem monitoring self-assessment untuk menjaga penerimaan negara sekaligus menurunkan tarif PPN kembali ke 10%.

    Dia pun menegaskan kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.

    Hadi menilai pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar ketetapan tarif PPN 12 persen yang ada dalam UU HPP bisa dibatalkan.

    “Penerbitan Perppu dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan tarif PPN. Karena ini kan sudah diatur undang-undang di UU HPP,” imbuh Hadi dalam rilisnya, dikutip Rabu (3/12/2024).

    Ia juga menambahkan, mengacu pada UU HPP, tarif PPN 12 persen ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Artinya masih ada waktu satu bulan untuk membatalkan aturan tersebut.

    “Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Hadi.

    Hadi mengungkapkan mengandalkan PPN sebagai sumber utama hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi.

    Hadi mengusulkan sistem monitoring self-assessment, di mana seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan. Dengan demikian, pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara.

    Menurutnya, korupsi dan penghindaran pajak memiliki karakteristik yang sama, yaitu timbul karena adanya kesempatan. Prinsip self-assessment yang mengandalkan kejujuran Wajib Pajak, berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas. Dalam sistem self-assessment, Wajib Pajak diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan kepada otoritas pajak.

    Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat monitoring yang memungkinkan otoritas pajak dapat memverifikasi pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat dijalankan dengan lebih efektif dan akuntabel.

    “Kalau sistem ini diterapkan, keadilan perpajakan akan terwujud. Petugas pajak tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan pajak,” kata Hadi.

    Dengan sistem monitoring self-assessment, transparansi yang dihasilkan memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang untuk menurunkan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang lebih luas tetap mampu mendukung peningkatan rasio pajak secara signifikan.

    Dengan demikian, jika semua pembenahan telah dilakukan, tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen, sehingga daya beli masyarakat meningkat tanpa mengurangi penerimaan negara.

    (haa/haa)

  • Bappenas: Akselerasi ekonomi hijau perlu reformasi ekosistem

    Bappenas: Akselerasi ekonomi hijau perlu reformasi ekosistem

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan akselerasi transformasi ekonomi hijau memerlukan reformasi kebijakan ekosistem menjadi lebih kondusif.

    “Akselerasi transformasi ekonomi hijau tentunya memerlukan reformasi kebijakan ekosistem yang kondusif, khususnya pada sektor prioritas dan rantai nilai yang tentunya harus selaras dengan target iklim, peningkatan kualitas lingkungan, keanekaragaman hayati, serta ekonomi sirkular,” ujar Febrian dalam acara Dialog Nasional Akselerasi Transformasi Ekonomi Hijau yang dipantau secara virtual, Jakarta, Selasa.

    Salah satu contoh konkret ekosistem ini adalah pembaharuan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan adopsi standar internasional ekonomi sirkular menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).

    Menurut dia, investasi hijau akan mendorong lebih banyak industri dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan dengan tidak hanya mengandalkan pendanaan pemerintah, tetapi juga mendapatkan katalis berbagai sumber pendanaan inovatif.

    “Orkestrasi yang kuat diperlukan untuk membangun kolaborasi antar pihak. Transfer pengetahuan teknologi dan pengalaman juga diperlukan untuk memastikan transisi hijau berjalan inklusif dan berkelanjutan,” ungkap Waka Bappenas.

    Untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, diperlukan transformasi ekonomi yang dilaksanakan melalui pergeseran struktur ekonomi dari sektor kurang produktif ke sektor lebih produktif (industrialisasi), dan pergeseran produktivitas lintas sektor.

    Dalam transformasi ekonomi, diterapkan strategi ekonomi hijau, yakni model ekonomi yang menunjang pembangunan berkelanjutan dengan fokus pada investasi dan akumulasi modal lebih hijau, infrastruktur hijau, serta pekerjaan ramah lingkungan. Semua strategi itu diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan.

    Pencapaian Indonesia Emas untuk penerapan ekonomi hijau diproyeksikan mampu berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi hingga rata-rata 8 persen pada akhir periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Selain itu juga diharapkan dapat mencapai target net zero emission (emisi nol karbon) pada 2060 atau lebih cepat.

    Bappenas sendiri telah menyusun Indeks Ekonomi Hijau (IEH) yang telah menjadi indikator imperatif kepada pemerintah daerah. IEH terdiri dari 15 indikator terpilih yang digunakan untuk memantau capaian aktivitas ekonomi hijau di seluruh wilayah Indonesia.

    “Model ini menekankan investasi hijau, pembangunan infrastruktur ramah lingkungan, serta penciptaan lapangan kerja yang mendukung kelestarian alam,” kata Wamen PPN.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Indonesia terpilih kembali lanjutkan program PAGE Fase 2

    Indonesia terpilih kembali lanjutkan program PAGE Fase 2

    Kontribusi program PAGE dengan kolaborasi berbagai institusi telah memiliki dampak positif terhadap perumusan kebijakan dan implementasi ekonomi hijau yang bersifat lebih transformatif,

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard melaporkan bahwa Indonesia terpilih kembali untuk melanjutkan program Partnership for Actions on Green Economy (PAGE) Fase 2.

    “Indonesia terpilih kembali untuk melanjutkan program PAGE Fase 2 dengan dua tema besar, yaitu ekonomi sirkular (ES) dan keuangan yang berkelanjutan,” ujarnya dalam acara Dialog Nasional Akselerasi Transformasi Ekonomi Hijau sekaligus peluncuran PAGE Indonesia Fase 2 yang dipantau secara virtual, Jakarta, Selasa.

    PAGE merupakan program kemitraan/aliansi antar lima badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), delapan mitra pendanaan, dan 22 negara mitra yang bekerja sama untuk melakukan transformasi ekonomi menjadi katalis bagi keberlanjutan.

    Pada tahun 2017, pemerintah Indonesia melalui Bappenas meluncurkan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon/PRK (Low Carbon Development Initiative) untuk mencapai pembangunan rendah karbon, tata kelola sumber daya berkelanjutan, dan pengentasan kemiskinan.

    Sejalan dengan PRK/LCDI sebagai prioritas pembangunan nasional dan tulang punggung untuk transisi ekonomi hijau, Indonesia bergabung sebagai negara mitra PAGE di tahun 2018.

    PAGE Indonesia yang telah berlangsung selama 2019-2024 berkomitmen untuk mendukung integrasi ekonomi hijau ke dalam perencanaan dan implementasi kebijakan pada sektor terpilih, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) inklusif.

    “Kontribusi program PAGE dengan kolaborasi berbagai institusi telah memiliki dampak positif terhadap perumusan kebijakan dan implementasi ekonomi hijau yang bersifat lebih transformatif,” ungkap Wakil Menteri PPN.

    Selama lima tahun pelaksanaan PAGE di Indonesia, topik utama yang dikerjakan mencakup ES, transisi energi, dekarbonisasi industri, serta peningkatan kapasitas SDM untuk mencapai target ekonomi hijau.

    Hasilnya, telah diselesaikan 15 Laporan Kajian Utama Analisis Kebijakan dan empat Kajian Dokumen Strategis. Beberapa di antaranya ialah pengurangan dan pengelolaan susut dan sisa pangan, Indeks Ekonomi Hijau, transisi ke kendaraan listrik, model bisnis percepatan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap, serta pengembangan pekerjaan tenaga hijau.

    Kemudian juga peluncuran Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular, Rencana Pembangunan Rendah Karbon di daerah Jawa Barat, Rencana Umum Energi Nasional dengan pendekatan sistem dinamis, dan Rencana Aksi Susut dan Sisa Pangan di provinsi Bali.

    “Saya sampaikan apresiasi kepada lima agensi dari United Nations (PBB), yaitu UNDP (United Nations Development Programme), ILO (International Labour Organization), UNIDO (United Nations Industrial Development Organization), UNEP (United Nations Environment Programme), dan UNITAR (United Nations Institute for Training and Research) yang telah berkolaborasi dengan Kementerian PPN/Bappenas sejak tahun 2018 dalam melaksanakan program UN Partnership for Action on Green Economy (PAGE), untuk mendorong agenda ekonomi hijau dalam kebijakan nasional di Indonesia,” kata Febrian.

    ​​​​​Lembaran UN PAGE Fase 2 di Indonesia bertujuan untuk mengimplementasikan Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular Indonesia.

    Pertama adalah memperkuat kebijakan dan mekanisme implementasi ES dengan mengoperasikan peta jalan dan rencana aksi ES, memodelkan aksi ES pada target Nationally Determined Contribution (NDC, komitmen negara mengurangi emisi gas rumah kaca) Indonesia, serta meningkatkan data baseline, target, dan indikator.

    Kedua yaitu strategi pembiayaan dan investasi dengan fokus mengidentifikasi kebutuhan investasi maupun insentif, serta memobilisasi berbagai sumber pendanaan.

    Terakhir ialah policy labs, sebuah platform praktis berbasis aksi untuk menguji dan menyempurnakan intervensi kebijakan ES.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2024