Kementrian Lembaga: Bappenas

  • Dukcapil Laporkan Jumlah Penduduk RI 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Laki-Laki Lebih Banyak

    Dukcapil Laporkan Jumlah Penduduk RI 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Laki-Laki Lebih Banyak

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Teguh Setyabudi mengungkapkan saat ini total penduduk Indonesia telah mencapai 286.693.693 jiwa per akhir Juni 2025.

    Teguh menyampaikan bahwa jumlah penduduk Tanah Air tersebut naik sekitar 1,7 juta bila dibandingkan dengan data akhir tahun lalu. Di samping itu, terjadi perubahan pula terhadap jumlah penduduk laki-laki maupun perempuan dalam kurun waktu enam bulan ini. 

    “Tentu saja banyak data yang menarik. Misal, ternyata penduduk laki-laki pada semester I/2025 jauh lebih banyak, sekitar lebih 2,6 juta dari perempuan,” tuturnya dalam acara Peluncuran Desain Besar Pembangunan Kependudukan (DBPK) 2025-2045, Jumat (11/7/2025).

    Melihat data tersebut, nyatanya berbeda dengan data yang Badan Pusat Statistik (BPS) keluarkan. Di mana jumlah penduduk pada periode yang sama tercatat sejumlah 284.438.800 jiwa. Jumlah tersebut naik sebanyak 2.835.000 jiwa dalam kurun waktu satu tahun atau semenjak Juni 2024. 

    Teguh menegaskan bahwa data kependudukan menjadi salah satu data penting untuk merencanakan pembangunan nasional, baik pusat maupun daerah, termasuk menggunakan data kependudukan sebagai dasar pengembilan kebijakan di daerah. 

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy menyampaikan dengan data kependudukan yang tepat, pemerintah dapat merencakanan kebutuhan pelayanan dasar. 

    “Berapa kebutuhan pangan kita, berapa sekolah harus dibangun, berapa puskesmas harus juga dikembangkan, berapa layanan-layanan lain sebagai layanan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk kita harus kita siapkan,” ujarnya. 

    Bahkan termasuk berapa banyak kebutuhan buku-buku yang harus dicetak, jumlah dokter yang harus disiapkan, serta kebutuhan guru yang perlu dikembangkan. 

    Maka dari itu, lanjut Rachmat, pemerintah meluncurkan penyusunan DBPK 2025-2045 sebagai rencana induk pembangunan kependudukan yang merumuskan kebijakan, strategi, serta indikator pencapaian pembangunan kependudukan hingga 2045. 

    Maklum, struktur penduduk Indonesia terus mengalami perubahan setiap tahunnya dan menuju aging population sebelum 2045 kelak. Rachmat menjelaskan pasalnya jumlah penduduk usia 0–14 tahun dan kategori usia 15–65 tahun diprediksi mengalami penurunan dalam 20 tahun mendatang atau pada 2045, yang masing-masing turun dari 23,46% menjadi 19,61% dan dari 68,95% menjadi 65,79%. 

    Sementara penduduk usia di atas 65 tahun akan bertambah, dari 7,59% pada 2025 menjadi 14,61% pada 2045 mendatang. 

    Adapun nantinya DBPK ini berperan sebagai arah kebijakan dan strategi peningkatan kualitas penduduk, mengintegrasikan kebijakan lintas sektor dan wilayah, serta memperkuat tata kelola yang inklusif dan terintegrasi. 

  • Penduduk RI Tembus 286 Juta, Pemerintah Punya PR Ini buat Genjot Pembangunan

    Penduduk RI Tembus 286 Juta, Pemerintah Punya PR Ini buat Genjot Pembangunan

    Jakarta

    Jumlah penduduk Indonesia per semester I-2025 mencapai 286.693.693 jiwa. Jumlah itu naik sekitar 1,7 juta jiwa dibandingkan posisi pada akhir 2024.

    Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy mengatakan ketimpangan akses layanan dasar saat ini berpotensi memperdalam perbedaan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pembangunan kependudukan harus dilihat sebagai isu strategis lintas sektor.

    “Saat ini ketimpangan akses layanan dasar berpotensi memperdalam disparitas sosial ekonomi sehingga pembangunan kependudukan harus dilihat sebagai isu strategis lintas sektor,” kata Rachmat dalam Peluncuran Desain Besar Pembangunan Kependudukan (DBPK) 2025-2045, Jumat (11/7/2025).

    Rachmat menyebut DBPK disusun secara adaptif dan relevan untuk merespons megatren global dan dinamika nasional. Dokumen ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menyelaraskan program pembangunan kependudukan ke depannya.

    “DBPK adalah dokumen strategis jangka panjang yang disusun secara komprehensif dan holistik di mana dokumen ini tidak hanya menyelaraskan arah kebijakan kependudukan dengan RPJPN, tetapi juga menjadi acuan dalam menentukan strategi nasional, indikator keberhasilan dan kerangka koordinasi lintas sektor,” jelas Rachmat.

    Seluruh kementerian dan lembaga (K/L) bersama pemerintah daerah (Pemda) diminta untuk menggunakan data kependudukan ini sebagai dasar perencanaan program pembangunan nasional. Dengan satu data kependudukan yang tepat, pemerintah bisa merencanakan berbagai kebutuhan dasar penduduk yang harus disiapkan sebagai upaya pemerataan pembangunan.

    “Dengan data kependudukan yang tepat, kita mulai merencanakan berapa kebutuhan pangan kita, berapa sekolah harus dibangun, berapa puskesmas harus juga dikembangkan, berapa layanan-layanan lain sebagai layanan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk kita harus kita siapkan, berapa buku-buku harus dicetak, berapa dokter harus kita siapkan, berapa guru juga yang harus dikembangkan. Itu semua hanya bisa terjadi kalau kita punya data kependudukan yang baik,” tutur Rachmat.

    Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Pratikno mengatakan bonus demografi yang dialami Indonesia harus menjadi dividen pembangunan atau anugerah. Mulai dari kesejahteraan ekonomi, di mana pemerintah harus menyiapkan angkatan kerja yang terampil dan produktif untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

    “Kita sekarang pada puncak-puncaknya bonus demografi, bisa menjadi sebuah anugerah tetapi kalau tidak dikelola juga bisa menjadi musibah. Oleh karena itu tugas kita ini adalah mengubah bonus demografi menjadi dividen pembangunan sehingga menjadi anugerah,” tutur Pratikno dalam kesempatan yang sama.

    Selain itu terkait kesejahteraan sosial, berbagai kualitas seperti kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan keluarga harus ditingkatkan. Kemudian keberlanjutan lingkungan juga dinilai masih menjadi pekerjaan rumah (PR).

    “Keberlanjutan lingkungan merupakan hal yang sangat penting, tetapi dalam konteks kependudukan ini juga terkait dengan sebaran penduduk dan bagaimana kita menjaga ekosistem alam,” ucap Pratikno.

    (acd/acd)

  • Jumlah Penduduk RI Kini Tembus 286,69 Juta Orang

    Jumlah Penduduk RI Kini Tembus 286,69 Juta Orang

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat jumlah penduduk Indonesia per semester I-2025 mencapai 286.693.693 jiwa. Jumlah itu naik sekitar 1,7 juta jiwa dibandingkan dengan semester II-2024.

    Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi mengatakan pembangunan kependudukan menjadi kunci yang tidak bisa diabaikan saat penduduk Indonesia terus bertambah. Untuk itu pemerintah meluncurkan Desain Besar Pembangunan Kependudukan (DBPK) yang dianggap sebagai kunci strategis untuk menuju Indonesia Emas 2045.

    “Dalam konteks inilah pembangunan kependudukan menjadi kunci yang tidak bisa diabaikan apalagi penduduk Indonesia terus bertambah. Data terkini yang sebentar lagi akan kita rilis, jumlah penduduk Indonesia per semester I-2025 atau akhir Juni 2025 adalah 286.693.693 jiwa,” kata Teguh dalam Peluncuran DBPK 2025-2045, Jumat (11/7/2025).

    Dalam data kependudukan terbaru itu, Teguh menyebut jumlah penduduk laki-laki pada semester I-2025 jauh lebih banyak sekitar 2,6 juta dibandingkan perempuan. Nah adanya peluncuran DBPK dinilai sebagai langkah strategis untuk menjawab arah pembangunan tersebut.

    “DBPK menjadi rujukan utama dalam mendukung pelaksanaan RPJPN dan RPJMN, serta memastikan pembangunan manusia dan penduduk Indonesia diarahkan secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan,” ucap Teguh.

    Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy mengatakan dengan data kependudukan yang tepat pemerintah bisa merencanakan berbagai kebutuhan dasar penduduk yang harus disiapkan sebagai upaya pemerataan pembangunan.

    “Dengan data kependudukan yang tepat, kita mulai merencanakan berapa kebutuhan pangan kita, berapa sekolah harus dibangun, berapa puskesmas harus juga dikembangkan, berapa layanan-layanan lain sebagai layanan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk kita harus kita siapkan, berapa buku-buku harus dicetak, berapa dokter harus kita siapkan, berapa guru juga yang harus dikembangkan. Itu semua hanya bisa terjadi kalau kita punya data kependudukan yang baik,” tutur Rachmat.

    Oleh karena itu DBPK disusun sebagai dokumen strategis jangka panjang yang tidak hanya menyelaraskan arah kebijakan kependudukan dengan RPJPN, tetapi juga menjadi acuan dalam menentukan strategi nasional, indikator keberhasilan dan kerangka koordinasi lintas sektor. Dokumen ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menyelaraskan program pembangunan kependudukan ke depannya.

    “Kami mendorong seluruh K/L, juga bersama Pemda untuk menggunakan data kependudukan sebagai dasar perencanaan program pembangunan nasional,” imbuhnya.

    Lihat juga Video ‘Mendukbangga Ungkap Tantangan Pengendalian Jumlah Penduduk di RI’:

    (acd/acd)

  • Maju Mundur Wapres Gibran ‘Ngantor’ di Papua

    Maju Mundur Wapres Gibran ‘Ngantor’ di Papua

    Bisnis.com, Jakarta —Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyatakan sudah siap jika memang harus ditugaskan untuk bekerja di Papua.

    Gibran membenarkan telah menerima penugasan yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat proses pembangunan sekaligus menegakan HAM di Bumi Cendrawasih tersebut.

    Menurut Gibran, dirinya adalah pembantu Presiden Prabowo Subianto, sehingga harus siap dengan penugasan apapun dan di mana pun. “Saya sebagai pembantu presiden siap ditugaskan kemana pun dan kapan pun,” tuturnya di Jakarta, Kamis (10/7/2025) kemarin.

    Gibran mengatakan penugasan seorang wapres ke Papua bukan hanya berlaku pertama kali kepada dirinya, tetapi sejak zaman KH. Maruf Amin sebagai wapres sudah ada. 

    “Itu bukan hal baru, itu sejak zaman Pak Kiai Maruf Amin sejak 2021-2022 sudah ada. Ya kami sebagai pembantu presiden siap ditugaskan kemana pun dan kapan pun. Saat ini kita tunggu perintah berikut dari Pak Presiden,” katanya.

    Bahkan, Gibran menegaskan meskipun Keputusan Presiden (Keppres) belum keluar, dirinya sudah siap menjalankan perintah dari Presiden Prabowo Subianto.

    “Misalnya keppresnya belum keluar saya siap kapan pun,” ujarnya.

    Menurut Gibran, dirinya sudah siap untuk melanjutkan perjuangan KH. Maruf Amin di Papua dan mempercepat pembangunan di Papua serta menegakan HAM di Bumi Cendrawasih tersebut.

    “Kita akan melanjutkan kerja keras Pak Kiai Maruf Amin di sana,” tuturnya.

    Penugasan ke Papua 

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi meluruskan informasi Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka yang disebut bakal berkantor di Papua setelah diberi mandat oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Semula, Pras menjelaskan ada Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang di dalamnya secara eksplisit menyebutkan bahwa percepatan pembangunan Papua itu dikoordinatori alias diketuai oleh Wakil Presiden.

    “Jadi kami mau meluruskan bahwa tidak benar yang disampaikan atau yang berkembang di publik bahwa Bapak Presiden menugaskan. Memang undang-undangnya mengatur mengenai percepatan pembangunan Papua itu dikoordinatori atau diketuai oleh Wakil Presiden,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

    Lebih lanjut, politikus Gerindra ini turut menjelaskan soal kantor nantinya difasilitasi oleh negara yang dalam hal ini tugasnya Kementerian Keuangan. Dia menyebut di Jayapura ada kantor KPKN yang memang akan dipakai untuk operasional tim perencanaan pembangunan Papua.

    “Jadi bukan berarti Bapak Wakil Presiden akan berkantor di Papua. Tapi kalau dalam konteks mungkin ya sesekali melakukan rapat koordinasi beliau akan berkunjung ke sana atau bahkan mungkin sempat berkantor di sana, ya tidak ada masalah juga,” jelasnya.

    Dengan demikian, Pras menegaskan bahwa yang akan berkantor atau beraktivitas langsung lebih banyak di Papua adalah tim satgas atau tim badan percepatan pembangunan Papua, bukan Wapres. 

    Tidak Berkantor di Papua

    Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan tugas wapres yang dimaksud itu adalah menangani berbagai masalah di Papua, seperti di antaranya mempercepat pembangunan Papua secara fisik sekaligus menangani masalah HAM di Papua. 

    “Konsen pemerintah dalam menangani Papua beberapa hari terakhir ini sedang mendiskusikan untuk memberikan penugasan khusus presiden kepada wakil presiden untuk percepatan pembangunan Papua,” tutur Yusril di Youtube Komnas HAM bertema Laporan Tahunan Komnas HAM 2025 yang diakses pada Selasa (8/7/2025).

    Namun demikian, dia meluruskan kembali pernyataannya terkait dengan penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam percepatan pembangunan Papua, sekaligus penempatannya untuk berkantor di sana.

    Melalui keterangan tertulis, Yusril meluruskan bahwa yang dimaksud olehnya berkantor di Papua adalah Sekretariat Badan Percepatan Pembangunan Otsus Papua. Badan itu dibentuk oleh Presiden berdasarkan amanat undang-undang, sehingga bukan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

    Meski demikian, Yusril menyebut pernyataannya mengenai penugasan Gibran untuk mempercepat pembangunan di Papua tertuang pada ketentuan Pasal 68A Undang-Undang (UU) No.2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

    Sebagai informasi, Pasal 68A UU No.2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua mengamanatkan pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otsus Papua.

    Badan ini diketuai oleh Wakil Presiden, dengan anggota Mendagri, Menteri PPN Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, serta satu wakil dari setiap provinsi di Papua, dan bertugas memastikan percepatan pembangunan berjalan optimal. 

    Untuk mendukung kerja Badan Khusus itu, terdapat lembaga kesekretariatan Badan Khusus yang berkantor di Jayapura, Papua. 

    Keberadaan kantor di Jayapura ini berfungsi sebagai titik koordinasi dan pusat administrasi untuk memudahkan komunikasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Papua dalam pelaksanaan program percepatan pembangunan.

  • Tok! Komisi V DPR Setujui Usulan Tambahan Anggaran Kemenhub-PU

    Tok! Komisi V DPR Setujui Usulan Tambahan Anggaran Kemenhub-PU

    Jakarta

    Komisi V DPR RI memberi lampu hijau untuk melanjutkan pembahasan usulan tambahan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) hingga Kementerian Perhubungan ke Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Usulan-usulan tersebut sebelumnya dibahas dalam serangkaian rapat bersama tiap-tiap lembaga pemerintahan mitra Komisi V.

    Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengatakan, sejak tanggal 7 s.d 10 Juli 2025 pihaknya telah menggelar Raker dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan membahas rencana kerja pemerintah dan kementerian/lembaga (KL) tahun anggaran (TA) 2026.

    “Maka agenda Raker dan RDP kita hari ini adalah penetapan rencana kerja KL dan rencana kerja pemerintah KL tahun 2026 dengan seluruh mitra kerja Komisi V DPR RI dan hasilnya akan segera disampaikan ke Badan Anggaran (Banggar) DPR RI,” kata Lasarus dalam Raker bersama pemerintah di Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

    Berdasarkan hasil rapat-rapat pembahasan rencana kerja TA 2026 dimaksud, maka alokasi pagu indikatif untuk masing-masing mitra kerja dalam tahun anggaran tahun 2026 adalah sebagai berikut.

    Pertama, Kementerian PU memiliki kebutuhan anggaran TA 2026 sebesar Rp 139,74 triliun. Sedangkan pagu indikatif TA 2026 yang sebelumnya telah ditetapkan sebesar Rp 70,86 triliun, sehingga ada selisih backlog atau kekurangan Rp 68,88 triliun.

    Kedua, Kementerian Perhubungan memiliki kebutuhan pagu kebutuhan TA 2026 sebesar Rp 48,89 triliun. Sedangkan pagu indikatif TA 2026 sebelumnya ditetapkan sebesar Rp 24,46 triliun, sehingga ada backlog Rp 24,48 triliun.

    Ketiga, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) memiliki pagu kebutuhan TA 2026 sebesar Rp 3,37 triliun. Sedangkan pagu Indikatif TA 2026 telah ditetapkan sebesar Rp 1,59 triliun, sehingga ada backlog sebesar Rp 1,78 triliun.

    Keempat, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memiliki pagu kebutuhan TA 2026 sebesar Rp 49,85 triliun. Sedangkan pagu Indikatif TA 2026 telah ditetapkan sebesar Rp 1,82 triliun, sehingga ada backlog sebesar Rp 48,03 triliun.

    Lalu yang kelima, Kementerian Transmigrasi memiliki pagu kebutuhan TA 2026 sebesar Rp 2,23 triliun. Sedangkan pagu Indikatif TA 2026 telah ditetapkan sebesar Rp 1,90 triliun, sehingga ada backlog sebesar Rp 329,09 miliar.

    Selain kementerian, Komisi V juga menyetujui anggaran Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan BNPP atau Basarnas. Kedua lembaga itu juga meminta tambahan anggaran untuk menutupi kekurangan kebutuhan anggaran 2026.

    “Komisi V DPR RI bersama dengan Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, Kementerian PKP, Kementerian Desa dan PDT, Kementerian Transmigrasi, BMKG, dan Basarnas akan memperjuangkan peningkatan anggaran untuk membiayai program-program prioritas nasional dan program berbasis masyarakat sesuai mekanisme pembahasan RUU APBN Tahun 2026 di DPR RI,” ujar Lasarus.

    Merespons keputusan tersebut, Menteri PU Dody Hanggodo berterima kasih atas keputusan Komisi V DPR RI menyetujui pembahasan tambahan anggaran ini dilanjutkan ke Banggar DPR RI. Secara bertahap, pihaknya juga akan menyampaikan permintaan tambahan ini ke Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas.

    “Memang betul ada backlog Rp 68 triliun dan akan kita mintakan secara berjenjang ke Kementerian Keuangan dan Bappenas. Untuk arahan dan bimbingan bapak kemarin, kami akan kaji lebih lanjut agar semua arahan kemarin terutama terkait IDM dan padat karya bisa dipercepat,” ujar Dody.

    (shc/rrd)

  • Membangun Ulang Ekonomi Rakyat dari Akar Rumput

    Membangun Ulang Ekonomi Rakyat dari Akar Rumput

    Jakarta

    Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto membuka babak baru dalam pembangunan ekonomi kerakyatan dengan menggulirkan program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih). Target mendirikan hingga 80.000 koperasi desa aktif dalam lima tahun ke depan bukan sekadar angka, melainkan refleksi dari sebuah kehendak politik untuk membangun kemandirian ekonomi dari bawah, berbasis gotong royong dan partisipasi warga.

    Langkah ini layak diapresiasi. Dalam sejarah Indonesia, koperasi bukan sekadar entitas ekonomi, melainkan simbol perlawanan terhadap ketimpangan dan bentuk konkret dari semangat kolektif yang diwariskan para pendiri bangsa. Selama ini, koperasi sering terpinggirkan dalam diskursus pembangunan, kalah pamor dari model-model korporatis dan birokratis. Kini, Prabowo mengembalikan koperasi ke panggung utama, dan ini adalah keputusan strategis yang patut didukung.

    Kemanfaatan publik melalui hadirnya koperasi tercermin dari upaya pemerintah dalam mensinergikan potensi desa dan kapasitas masyarakatnya. Dalam jangka panjang, koperasi-koperasi tersebut akan menjadi pilar penopang pertumbuhan perekonomian yang signifikan, sehingga pembenahan tata kelola koperasi perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen yang melekat pada ekosistem ekonomi desa.

    Namun, membangun koperasi yang hidup dan berdaya tidak bisa dilakukan dengan logika proyek semata. Kita membutuhkan pendekatan institusional, bukan sekadar administratif. Koperasi harus dibina, bukan sekadar dibentuk. Yang dibutuhkan bukan sekadar seremoni peluncuran, melainkan sistem pendampingan yang berkelanjutan: pelatihan manajemen, pembiayaan yang ramah, digitalisasi, hingga integrasi dengan ekosistem UMKM nasional.

    Saya percaya, jika dilakukan dengan benar, Kopdes Merah Putih dapat menjadi warisan besar Prabowo dalam demokratisasi ekonomi. Apalagi, Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam pemerataan kesejahteraan dan penguatan ketahanan pangan. Koperasi desa bisa menjadi simpul penguatan ekonomi lokal: dari koperasi tani, koperasi peternak, hingga koperasi digital berbasis komunitas.

    Tentu ada risiko jika pendekatan ini tergelincir menjadi sekadar target kuantitatif. Kita punya pelajaran dari masa lalu, saat koperasi dibentuk secara masif tapi tanpa roh kewirausahaan. Banyak yang mati suri karena tak punya sistem tata kelola yang andal, atau sekadar dijadikan alat politik musiman.

    Untuk menghindari jebakan tersebut, dibutuhkan sinergi lintas sektor: Kementerian Koperasi dan UKM harus bekerja erat dengan Kemendagri, Bappenas, serta pemerintah daerah. Pendekatan top-down mesti dikombinasikan dengan bottom-up agar koperasi benar-benar menjadi milik warga desa, bukan semata titipan elite pusat.

    Saya juga mendorong agar pemerintah mengembangkan mekanisme akuntabilitas dan dashboard pemantauan kinerja koperasi secara transparan. Masyarakat perlu tahu, koperasi mana yang tumbuh sehat, dan mana yang butuh intervensi. Ini bukan semata soal audit, tetapi tentang menciptakan budaya evaluasi yang sehat dan terus-menerus.

    Terakhir, perlu ditegaskan: koperasi bukanlah entitas ekonomi sekunder. Dalam banyak negara maju, koperasi adalah tulang punggung ekonomi sektor riil. Di Finlandia, koperasi pangan mendominasi distribusi makanan. Di Jepang, koperasi petani memainkan peran vital dalam ketahanan pangan. Di Indonesia, kita punya fondasi sosial untuk menempuh jalan yang sama, dan Kopdes Merah Putih bisa menjadi langkah awal yang menjanjikan.

    Kita butuh keberanian politik untuk berpihak pada rakyat kecil, dan langkah Presiden Prabowo ini adalah sinyal positif ke arah itu. Kini tinggal bagaimana kita merancang eksekusinya: bukan cepat, tapi tepat; bukan banyak, tapi berdampak.

    Karena sejatinya, kedaulatan ekonomi Indonesia dimulai dari desa. Dan koperasi adalah pintunya.

    Trubus Rahardiansah. Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dorong Infrastruktur Gas Bumi, PGN Tingkatkan Konektivitas & Pasokan

    Dorong Infrastruktur Gas Bumi, PGN Tingkatkan Konektivitas & Pasokan

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) senantiasa mendukung pengembangan infrastruktur gas bumi nasional dengan meningkatkan konektivitas dan keandalan pasokan gas bumi nasional.

    Komitmen ini sejalan dengan program pemerintah yang dituangkan dokumen antara lain RIJTDGBN oleh Kementerian ESDM dan BPH Migas, RPP KEN serta RPJMN Bappenas.

    “Dengan strategi GAS (Grow-Adapt-Spet Out), PGN mengembangkan infrastruktur terintegrasi untuk menghubungkan pemasok dengan pengguna akhir gas bumi, termasuk menyiapkan pasokan alternatif seperti LNG dan CNG,” ungkap Direktur Utama PGN Arief S. Handoko dalam keterangan tertulis, Kamis (10/7/2025).

    Untuk diketahui, di Indonesia Bagian Barat, PGN Group telah memiliki Pipa Transmisi Sumatera – Jawa, FSRU Lampung, FSRU Jawa Barat dan fasilitas LNG Arun yang saat ini menjadi backbone penyaluran gas bumi nasional. Apabila Pipa Dumai – Sei Mangkei telah terbangun, PGN juga siap untuk mengoptimalkannya.

    Dengan Pipa Dumai – SEI Mangkei selesai terbangun, artinya jaringan pipa gas bumi akan tersambung dari Aceh hingga Jawa Timur. Seiring dengan penyelesaian ruas Pipa Cirebon Semarang (Cisem) Tahap II. Maka, masyarakat akan menerima manfaat dari konektivitas tersebut, baik industri maupun jargas rumah tangga.

    “Proyek pipa gas di PGN Group yang sedang berprogress adalah Pipa Gas Tegal – Cilacap untuk menjangkau pelanggan di sisi selatan Pulau Jawa. Melalui pipa ini, kami juga ingin menjangkau potensi pelanggan di sepanjang jalur pipa sehingga penyerapan gas bumi akan meningkat,” tutur dia.

    Tentunya, lanjut dia, jargas untuk rumah tangga dan usaha kecil terus dilanjutkan agar masyarakat bisa merasakan manfaat gas bumi secara langsung dan membantu pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada LPG.

    Agar pemanfaatan gas bumi di Indonesia semakin berkelanjutan, PGN tengah mengembangkan LNG Hub di Arun dengan merevitalisasi tangki tua dan membangun tangki baru. Keberadaan LNG Hub Arun akan meningkatkan pemanfaatan LNG, sehingga meningkatkan sumber pasokan gas bumi untuk pelanggan di berbagai sektor. PGN juga tengah menjajaki peluang untuk mengembangkan terminal penerimaan LNG di Jawa.

    “Kemudian khusus untuk wilayah Indonesia bagian Timur, terminal LNG merupakan infrastruktur yang cocok karena sebagian besar adalah wilayah kepulauan. PGN pun sudah merambah ke wilayah Indonesia Timur, sehingga sangat terbuka untuk kolaborasi agar gas bumi bisa dinikmati oleh pasar,” papar Arief.

    Selanjutnya, permintaan yang potensial di wilayah Indonesia bagian Timur didominasi oleh industri, kelistrikan dan smelter. Salah satu proyek yang sedang digarap adalah gasifikasi LNG untuk pembangkit listrik di Papua Utara dan bekerja sama dengan PLN EPI.

    “Infrastruktur gas bumi nasional dengan dukungan pemerintah akan mendorong akses gas bumi yang terjangkau dan berkelanjutan, sehingga memunculkan dampak jangka panjang baik untuk lingkungan maupun perekonomian nasional,” tandas dia.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Cerita Sebenarnya tentang Gibran Akan Urus Papua

    Cerita Sebenarnya tentang Gibran Akan Urus Papua

    Jakarta

    Wapres Gibran Rakabuming Raka mendapat mandat untuk mengurusi percepatan pembangunan Papua. Mandat itu ternyata bukan tugas khusus dari Presiden Prabowo Subianto, melainkan berdasarkan Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus).

    Awalnya kabar Gibran mendapat tugas khusus dari Prabowo untuk mengurusi Papua itu diungkap Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. Ia menyebut pemerintah saat ini tengah mendiskusikan terkait percepatan pembangunan Papua dan Prabowo akan memberikan tugas itu ke Gibran.

    “Dan concern pemerintah dalam menangani papua ini dalam beberapa hari terakhir ini sedang mendiskusikan untuk memberikan suatu penugasan dari presiden kepada wakil presiden untuk percepatan pembangunan Papua,” kata Yusril dalam acara Launching Laporan Tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 2024, dilihat di YouTube Komnas HAM, Selasa (8/7/2025).

    “Saya kira ini pertama kali presiden akan memberikan penugasan kepada wapres untuk penanganan masalah Papua ini, karena memang sampai hari ini belum ada penugasan khusus dari presiden, dan biasanya itu dengan keppres,” lanjut Yusril.

    Yusril menyebut penugasan terhadap wapres ini hal yang wajar. Sama halnya seperti Wapres ke-13 Ma’ruf Amin yang diberikan tugas pengembangan ekonomi syariah oleh Presiden ke-7 Joko Widodo.

    Sementara itu, Gibran akan diberikan tugas penanganan masalah pembangunan di Papua. Bahkan menurutnya, bisa saja Gibran bekerja dan berkantor di Papua.

    “Kalau Pak Kiai Ma’ruf diberi tugas untuk pengembangan ekonomi syariah oleh Pak Jokowi, dan sekarang ini akan diberikan penugasan bahkan mungkin ada juga mungkin kantornya wapres bekerja dari Papua menangani masalah ini,” ujarnya.

    Gibran Urus Papua Berdasarkan UU Otsus

    Foto: Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra (Mulia/detikcom)

    Yusril menjelaskan Gibran mendapat tugas untuk mempercepat pembangunan di Papua bukan dari Presiden. Tugas itu berdasarkan pada ketentuan Pasal 68A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

    “Dalam Pasal 68A UU Otsus Papua tersebut, diatur tentang keberadaan Badan Khusus untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua,” kata Yusril kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).

    Adapun badan khusus itu dibentuk oleh Presiden ke-7 Joko Widodo dengan Perpres No 121 Tahun 2022. Namun, katanya, aturan-aturan terkait dengan pembentukan badan tersebut bisa saja direvisi sesuai kebutuhan untuk lebih mempercepat pembangunan Papua.

    Yusril mengungkapkan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otsus Papua itu diketuai oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan satu orang wakil dari tiap provinsi yang ada di Papua. Ketentuan lebih lanjut mengenai badan ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    “Jadi yang berkantor di Papua adalah kesekretariatan dan personalia pelaksana dari Badan Khusus yang diketuai oleh Wakil Presiden itu. Sebagai Ketua Badan Khusus, apabila Wakil Presiden dan para Menteri anggota badan itu jika sedang berada di Papua, beliau-beliau tentu dapat berkantor di Kesekretariatan Badan Khusus tersebut. Jadi bukan Wakil Presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua,” jelas Yusril.

    Gibran, kata Yusril, mempunyai tugas-tugas konstitusional yang telah diatur oleh UUD 1945, sehingga tempat kedudukan wakil presiden adalah di Ibu Kota Negara mengikuti tempat kedudukan Presiden. Menurut Yusril, secara konstitusional, tempat kedudukan Presiden dan Wakil Presiden tidak mungkin terpisah.

    “Tidak mungkin wakil presiden akan pindah kantor ke Papua sebagaimana diberitakan oleh beberapa media,” katanya.

    Gibran Siap Ditugaskan di Mana Pun

    Wapres Gibran Rakabuming (Foto: dok. Puspen Kemendagri)

    Wapres Gibran Rakabuming menyatakan siap menjalankan tugas memimpin percepatan pembangunan di Papua. Dia siap melanjutkan hasil kerja eks Wapres Ma’ruf Amin tentang Papua.

    “Saya sebagai pembantu presiden siap ditugaskan ke mana pun, kapan pun, dan ini kan melanjutkan kerja keras dari Pak Wapres Maruf Amin untuk masalah Papua,” ujar Gibran di Klaten, Jawa Tengah, dilansir Antara, Rabu (9/7/2025).

    Sebagaimana rekaman video yang diterima di Jakarta, Rabu, Gibran mengatakan bahwa penugasan dirinya tersebut merupakan kelanjutan dari upaya yang telah dilakukan Wakil Presiden RI ke-13 Ma’ruf Amin. Gibran menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam isu Papua bukanlah hal yang baru.

    Gibran menyampaikan bahwa jajaran di Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) yang berada di bawah koordinasinya sudah kerap menjalankan berbagai kegiatan di Papua. Di antaranya mengirimkan alat sekolah, laptop, dan mengecek kesiapan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah wilayah di Papua, seperti Sorong dan Merauke.

    Wapres juga menegaskan bahwa dirinya siap menjalankan tugas tersebut kapan pun dan di mana pun.

    “Kami sebagai pembantu presiden siap ditugaskan di mana pun, kapan pun. Dan saat ini kita menunggu perintah berikutnya. Kita siap, kita siap,” ucap Gibran.

    “Misalnya, keppres-nya (keputusan presiden) belum keluar pun saya juga siap kapan pun,” imbuhnya.

    Mengenai teknis pelaksanaan tugas, Gibran menyebutkan dia fleksibel dalam hal lokasi kerja.

    Wapres mengatakan dia dapat berkantor di mana saja, baik di Jakarta, Ibu Kota Nusantara (IKN), maupun di Papua.

    “Kalau saya bisa berkantor di mana saja. Bisa di Jakarta, di Kebon Sirih, bisa di IKN kalau Desember nanti sudah jadi, bisa di Papua, bisa juga di Klaten di Jawa Tengah. Ini kita di mana pun kita jadikan kantor,” ucap Gibran.

    Menurut dia, hal tersebut sejalan dengan komitmen sebagai pembantu presiden yang harus sering turun ke daerah, berdialog dengan berbagai pihak, serta membuka ruang untuk masukan dan evaluasi.

    “Karena bagi saya, sekali lagi sebagai pembantu presiden, harus sering ke daerah, harus sering berdialog dengan pelaku-pelaku usaha seperti tadi, menerima masukan, menerima kritikan, evaluasi apa pun itu. Jadi, bisa berkantor di mana saja, bisa bertemu dengan warga, itu yang paling penting,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 3

    (eva/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Minta Tambahan Anggaran Rp 184 Triliun, Menhan: Enggak Ada Alutsista Harganya Miliaran…

    Minta Tambahan Anggaran Rp 184 Triliun, Menhan: Enggak Ada Alutsista Harganya Miliaran…

    Minta Tambahan Anggaran Rp 184 Triliun, Menhan: Enggak Ada Alutsista Harganya Miliaran…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri
    Pertahanan
    (Menhan)
    Sjafrie Sjamsoeddin
    menegaskan tidak ada alat utama sistem senjata (
    alutsista
    ) yang harganya miliaran rupiah.
    Walhasil, Sjafrie pun meminta penambahan anggaran untuk tahun 2026 sebesar Rp 184 triliun, guna memenuhi kebutuhan anggaran yang telah ditetapkan di dalam pagu indikatif 2026.
    “Enggak ada alutsista miliaran, semua alutsista itu triliunan. Saya tadi bilang kita butuh (tambahan) Rp 184 triliun,” ujar Sjafrie di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
    Sjafrie menjelaskan, Kemenhan memang membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk pengadaan alutsista.
    Namun, kata dia, anggaran yang dialokasikan pemerintah selama ini selalu kecil.
    “Justru kita tahu belanja pegawai itu sekarang sudah 50 persen. Sedangkan belanja modal untuk kebutuhan alutsista itu masih setengahnya,” katanya.
    Meski begitu, Sjafrie menegaskan, penambahan anggaran Rp 184 triliun itu juga akan dipakai untuk belanja pegawai.
    Sebelumnya, Sjafrie menjelaskan, pagu indikatif yang diberikan kepada Kemenhan masih belum mencukupi kebutuhan prioritas.
    “Ini tidak bisa kita bandingkan dengan membeli sesuatu peralatan militer, ini sangat mahal untuk menjamin kedaulatan negara. Semoga teman-teman media bisa ikut menyuarakan bahwa harga kedaulatan itu cukup tinggi nilainya,” ucapnya.

    “Dan juga kita minta ada perhatian khusus untuk pemeliharaan, perawatan personel kita, baik yang pangkat tamtama, bintara, dan juga perwira dalam hubungan perumahan prajurit,” imbuh Sjafrie.
    Berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan pagu indikatif belanja
    pertahanan
    sebesar Rp 167,4 triliun.
    Secara rinci, pagu indikatif belanja pertahanan itu dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sebagai berikut:
    Sjafrie pun menyebut usulan tambahan anggaran yang diajukan Kemenhan akan dibahas Komisi I DPR dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
    “Tapi kita juga akan mengajukan ke Menteri Keuangan dan Bappenas,” kata Sjafrie.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendagri dorong pemda di Aceh lakukan terobosan perkuat PAD

    Kemendagri dorong pemda di Aceh lakukan terobosan perkuat PAD

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir menekankan pentingnya pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi Aceh melakukan berbagai terobosan kreatif untuk memperkuat pendapatan asli daerah (PAD) dalam rangka membangun kemandirian fiskal, sehingga Pemda tidak terlalu mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat.

    Hal itu disampaikan Tomsi pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) Tahun 2025–2029 di Banda Aceh, Rabu.

    “Dengan demikian kita [perlu] berupaya terus mencari terobosan-terobosan kreatif untuk bisa menaikkan pendapatan asli daerah,” kata Tomsi.

    Kemendagri membagi kapasitas fiskal daerah dalam tiga kategori, yakni kuat, sedang, dan rendah. Daerah dengan kapasitas fiskal kuat ditandai oleh besarnya PAD yang melebihi jumlah dana transfer pemerintah pusat. Sementara kapasitas fiskal sedang dicirikan oleh PAD yang seimbang dengan dana transfer. Adapun kapasitas fiskal rendah ditunjukkan dengan PAD yang lebih kecil dibandingkan dana transfer dari pemerintah pusat.

    Berdasarkan data yang dikantongi Kemendagri, sejumlah pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Aceh masih mengandalkan dana transfer pemerintah pusat, sehingga PAD perlu ditingkatkan. Ketergantungan ini membuat Pemda di Aceh turut terdampak ketika terjadi guncangan ekonomi di tingkat pusat.

    Lebih lanjut, ia menekankan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan PAD adalah dengan mempercepat proses perizinan usaha.

    Tomsi mengimbau seluruh Pemda, termasuk di Provinsi Aceh, agar tidak menghambat proses perizinan dengan alur atau persyaratan pengajuan yang terlalu panjang.

    Di sisi lain, Tomsi juga mengingatkan Pemda di Provinsi Aceh agar mempercepat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    Ia menegaskan bahwa belanja pemerintah dapat meningkatkan jumlah peredaran uang di masyarakat yang akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

    “Kalau uang tidak beredar maka ekonomi lesu, pasar juga lesu. Perputaran uang ini berdampak multiefek yang sangat besar,” jelasnya.

    Berdasarkan data Kemendagri, saat ini rata-rata realisasi pendapatan provinsi secara nasional sebesar 37,59 persen. Sementara itu, realisasi pendapatan Provinsi Aceh masih berada di angka 33,86 persen. Adapun realisasi belanja Provinsi Aceh tercatat sebesar 25,45 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata provinsi secara nasional sebesar 27,04 persen.

    “Ini yang kami harapkan dapat dilakukan percepatan untuk belanjanya,” tuturnya.

    Turut hadir dalam Musrenbang tersebut, antara lain Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh, para bupati dan wali kota se-Provinsi Aceh, serta pejabat terkait lainnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.