Kementrian Lembaga: Bapenda

  • Pemkab Lombok Barat tertibkan vila dan penginapan tak berizin

    Pemkab Lombok Barat tertibkan vila dan penginapan tak berizin

    Lombok Barat (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat menegaskan komitmen untuk menertibkan vila maupun penginapan yang tidak memiliki izin dan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak atau NPWP.

    Wakil Bupati Lombok Barat Nurul Adha mengatakan pihaknya melakukan pendataan dan penginapan yang berizin maupun tidak berizin sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) bagi Lombok Barat.

    “Pendataan itu agar kami memiliki database yang valid dan jelas terkait vila dan penginapan agar kami dapat menghitung potensi PAD secara jelas untuk mencegah kebocoran PAD,” ujarnya di Lombok Barat, Kamis.

    Nurul menuturkan bangunan vila atau penginapan yang dibangun di Lombok Barat harus memiliki izin agar penanggung jawab dan pengelolaannya jelas. Hal itu juga sebagai bentuk antisipasi terhadap keberadaan vila tak berizin yang berpotensi disalahgunakan untuk kegiatan kegiatan negatif.

    Menurutnya, selama ini data perizinan vila dan homestay cenderung berbeda jumlahnya di setiap kecamatan dan lebih terpusat di Kecamatan Batulayar.

    Wakil Bupati Nurul lantas meminta organisasi perangkat daerah untuk turun langsung ke lapangan melakukan pendataan secara menyeluruh agar data yang diperoleh valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

    “Saya mengharapkan baik dari Dinas Perizinan, Bapenda, dan camat harus turun lapangan untuk mencari data mengenai bangunan vila maupun lainnya yang sudah memiliki izin maupun belum berizin untuk ditindaklanjuti,” ucapnya.

    Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Lombok Barat mencatat ada 351 vila dan hotel yang tersebar di seluruh kecamatan di Lombok Barat.

    Jumlah penginapan di Kecamatan Batulayar tercatat sebanyak 162 penginapan yang meliputi vila, hotel, hotel melati, apartemen, penginapan backpacker, pondok wisata, dan akomodasi lainnya. Namun, jumlah vila tercatat ada 46 vila yang terdiri dari 20 vila berizin dan 26 vila tidak memiliki izin.

    Badan Pendapatan Daerah segera memeriksa tempat penginapan yang sudah tidak digunakan atau ditutup agar bisa ditagih wajib pajak sesuai dengan kondisi masing-masing.

    Pewarta: Sugiharto Purnama
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Bantah Tunggak Bayar Pajak Mobil Lexus Miliknya

    Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Bantah Tunggak Bayar Pajak Mobil Lexus Miliknya

     

    Liputan6.com, Bandung – Di tengah kebijakan penghapusan pajak kendaraan di Jabar, mobil pribadi Gubernur Dedi Mulyadi bertipe Lexus LX600 menjadi sorotan. Mobil dengan nomor polisi B 2600 SME itu tercatat menunggak pajak hingga Rp41 juta. Pajak kendaraannya itu melewati jatuh tempo sejak 19 Januari 2025.

    Terkait hal itu, Dedi Mulyadi membantah dirinya menunggak membayar pajak mobil tersebut. Dedi menjelaskan, hal ini terjadi karena mobil miliknya itu saat dibeli masih atas nama pemilik lama yang berdomisili di Jakarta dan ia ingin memindahkan nama kepemilikan kendaraan tersebut menjadi namanya. Hal itu telah diurus termasuk pembayarannya.

    “Saya tanya, kalau dipindahkan nomor Jawa Barat bisa enggak, bisa pak, harus prosesnya mutasi. Tetapi karena ini masih atas nama orang lain, prosesnya agak lama, harus melalui mekanisme leasing, tidak bisa langsung. Biaya segala macam lumayan tuh, hampir Rp70 juta. Itu pajak, kemudian cabut berkas segala macam, saya enggak tahu banyak istilahnya dan itu sudah saya bayar, cuma mutasinya belum bisa dilakukan, mungkin satu dua minggu ke depan,” kata Dedi dikutip di Bandung, Kamis (24/4/2025).

    Dedi mengaku tidak mau menggunakan jabatannya agar proses balik nama kendaraannya bisa dipercepat.

    “Karena saya tidak pernah mau menggunakan kekuasaan ini untuk urusan pribadi, maka saya itu tidak cerita sama siapa pun, sehingga kemarin Plt Bapenda Jabar telepon saya, ‘Pak kenapa enggak minta bantuan?’ saya bilang ini kan urusan pribadi, bukan urusan pemerintah,” katanya.

    Dedi mengaku ditawari untuk dibantu agar proses balik nama kendaraan itu bisa lebih cepat dan dia setuju tapi ada syaratnya yakni tidak boleh ada pengurangan biaya.

    “Saya bilang jangan dikurangi biayanya, saya harus tetap bayar sebagaimana kewajiban saya. Karena saya sudah bayar, jadi enggak ada persoalan namanya nunggak. Dan kemudian jatuh temponya itu Januari, sekarang baru April. Dan proses mutasinya kan jalan. Mudah-mudahan dengan mungkin sudah tahu itu yang mutasi saya, siapa tahu agak cepat,” katanya.

     

  • Pramono Umumkan Penurunan Pajak BBM di Jakarta, Jadi 5 Persen untuk Kendaraan Pribadi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 April 2025

    Pramono Umumkan Penurunan Pajak BBM di Jakarta, Jadi 5 Persen untuk Kendaraan Pribadi Megapolitan 24 April 2025

    Pramono Umumkan Penurunan Pajak BBM di Jakarta, Jadi 5 Persen untuk Kendaraan Pribadi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gubernur Jakarta Pramono Anung resmi mengumumkan penurunan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) untuk wilayah Jakarta.
    Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Pramono di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, (23/4/2025).
    Dalam kebijakan barunya, Pramono menetapkan tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi turun, dari semula 10 persen menjadi lima persen. Sementara untuk kendaraan umum, tarifnya bahkan lebih rendah, yakni sebesar dua persen.
    Mantan Sekretaris Kabinet ini menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk memberikan relaksasi atau kemudahan bagi masyarakat pengguna kendaraan.
    “Kemarin saya sudah memutuskan untuk Jakarta kami akan memberikan relaksasi ataupun kemudahan, ataupun diskon yang dulu dipungut 10 persen menjadi lima persen untuk kendaraan pribadi, dan menjadi dua persen, nanti di lapangan diputuskan untuk kendaraan umum,” ucap Pramono, Rabu.
    Penetapan tarif PBBKB sebesar 10 persen sebenarnya telah berlangsung lebih dari satu dekade dan sebelumnya ditetapkan oleh Pertamina.
    Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, gubernur kini memiliki kewenangan untuk menentukan tarif PBBKB di daerahnya masing-masing.
    Pramono memanfaatkan kewenangan ini untuk menyesuaikan tarif pajak demi kepentingan masyarakat Jakarta.
    “Sebenarnya untuk BBM yang pajak 10 persen ini kan sudah berlangsung puluhan, lebih dari 10 tahun. Yang membuat selama ini adalah Pertamina. Tetapi, dengan UU baru ada diskresi yang diberikan kepada Gubernur,” ujar Pramono.
    Pramono menegaskan bahwa perubahan tarif ini akan segera dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) dan disosialisasikan kepada publik.
    Ia juga mengingatkan bahwa dampak kebijakan ini kemungkinan hanya akan dirasakan langsung oleh warga Jakarta.
    “Sebenarnya kalau nanti dilihat di SPBU perubahan itu tidak akan kerasa kecuali warga Jakarta. Karena selama ini memang mereka dipungut 10 persen,” ungkap Pramono.
    Sebelum kebijakan ini diumumkan, Pramono sempat dibuat terkejut oleh pemberitaan mengenai tarif PBBKB sebesar 10 persen di Jakarta. Ia menegaskan bahwa saat itu kebijakan tersebut belum pernah dibahas, apalagi ditetapkan secara resmi.
    “Itu belum diputuskan, saya juga kaget. Saya aja sebagai gubernurnya kaget kalau ada berita itu, jadi belum diputuskan ya,” ujar Pramono saat ditemui di wilayah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (20/4/2025).
    Pernyataan ini disampaikan menyusul munculnya informasi di situs Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta mengenai PBBKB.
    Dalam situs resminya, Bapenda menjelaskan bahwa pengenaan PBBKB telah diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024.
    Perda ini disebut sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
    “Salah satu jenis pajak yang diatur di sini adalah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atau biasa disebut PBBKB,” tulis laman web Bapenda Jakarta, dilihat Minggu (20/4/2025).
    PBBKB dikenakan atas semua bahan bakar cair dan gas untuk kendaraan bermotor maupun alat berat. Tarifnya ditetapkan 10 persen sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali untuk kendaraan umum yang hanya dikenakan tarif 5 persen.
    “Jadi, kalau Sobat Pajak mengisi BBM, di situ ada PBBKB-nya. Subjek PBBKB konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Ya, itu kita yang isi BBM!” ujar Bapenda.
    Pajak ini dipungut oleh penyedia bahan bakar seperti produsen dan importir, kemudian dihitung pada saat penyerahan kepada konsumen.
    Secara teknis, rumus penghitungannya cukup sederhana: PBBKB = Dasar Pengenaan x Tarif Pajak (10 persen).
    Namun, ada pengecualian untuk kendaraan umum yang hanya dikenai tarif 5 persen atau setengah dari tarif normal.
    “Tapi ada pengecualian nih, untuk kendaraan umum, tarifnya hanya 50 persen dari tarif normal. Artinya, kendaraan umum bayar PBBKB sebesar 5 persen saja. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung transportasi umum yang lebih terjangkau,” lanjut keterangan tersebut.
    Lebih lanjut, Bapenda menegaskan kebijakan ini hanya berlaku untuk wilayah Jakarta.
    Tujuannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus menciptakan pengelolaan konsumsi bahan bakar yang lebih bijak.
    “Fokusnya adalah mendukung perkembangan ekonomi daerah dan pemanfaatan bahan bakar di Jakarta,” kata Bapenda.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Pramono Putuskan Pajak BBM 5 Persen untuk Kendaraan Pribadi
                        Megapolitan

    8 Pramono Putuskan Pajak BBM 5 Persen untuk Kendaraan Pribadi Megapolitan

    Pramono Putuskan Pajak BBM 5 Persen untuk Kendaraan Pribadi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Gubernur Jakarta Pramono Anung menetapkan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di wilayah Jakarta sebesar 5 persen untuk kendaraan pribadi dan 2 persen untuk kendaraan umum.
    “Kemarin saya sudah memutuskan untuk Jakarta kami akan memberikan relaksasi ataupun kemudahan, ataupun diskon yang dulu dipungut 10 persen menjadi 5 persen untuk kendaraan pribadi, dan menjadi 2 persen untuk kendaraan umum,” ucap Pramono saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/4/2025).
    Ia menjelaskan, penetapan tarif BBM 10 persen sebenarnya sudah berlangsung lebih dari satu dekade. Kebijakan tersebut selama ini ditetapkan oleh Pertamina.
    Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, gubernur memiliki diskresi untuk menentukan tarif PBBKB di daerah.
    “Sebenarnya untuk BBM yang pajak 10 persen ini kan sudah berlangsung lebih dari 10 tahun. Yang membuat selama ini adalah Pertamina. Tetapi, dengan UU baru ada diskresi yang diberikan kepada Gubernur,” ujar Pramono.
    Pramono memastikan, kebijakan ini akan segera dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) dan disosialisasikan kepada masyarakat.
    “Sebenarnya kalau nanti dilihat di SPBU, perubahan itu enggak akan kerasa kecuali warga Jakarta. Karena selama ini memang mereka dipungut 10 persen,” tambahnya.
    Sebelumnya, Pramono mengaku terkejut dengan munculnya pemberitaan PBBKB sebesar 10 persen di wilayah Jakarta.
    Ia menegaskan, kebijakan ini belum dibahas secara resmi, apalagi diputuskan.
    “Itu belum diputuskan, saya juga kaget. Saya aja sebagai gubernurnya kaget kalau ada berita itu, jadi belum diputuskan ya,” ujar Pramono saat ditemui di kawasan Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (20/4/2025).
    Pernyataan ini disampaikan menyusul munculnya informasi di situs Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta mengenai PBBKB.
    Dalam situs resminya, Bapenda menjelaskan bahwa pengenaan PBBKB telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024. Perda ini disebut sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
    “Salah satu jenis pajak yang diatur di sini adalah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atau biasa disebut PBBKB,” tulis laman web Bapenda Jakarta, dilihat Minggu (20/4/2025).
    Bapenda memerinci, PBBKB dikenakan terhadap semua jenis bahan bakar cair dan gas yang digunakan oleh kendaraan bermotor maupun alat berat.
    Konsumen yang mengisi BBM secara otomatis menjadi subjek pajak ini.
    “Jadi, kalau Sobat Pajak mengisi BBM, di situ ada PBBKB-nya. Subjek PBBKB konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Ya, itu kita yang isi BBM!” ujar Bapenda.
    Tarif PBBKB yang tertera di situs tersebut sebesar 10 persen dari nilai jual bahan bakar sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
    Pajak ini dipungut oleh penyedia bahan bakar seperti produsen dan importir, dan dihitung pada saat penyerahan kepada konsumen.
    Secara teknis, rumus penghitungannya cukup sederhana: PBBKB = Dasar Pengenaan x Tarif Pajak (10 persen).
    Namun, ada pengecualian untuk kendaraan umum yang hanya dikenai tarif 5 persen atau setengah dari tarif normal.
    “Tapi ada pengecualian nih, untuk kendaraan umum, tarifnya hanya 50 persen dari tarif normal. Artinya, kendaraan umum bayar PBBKB sebesar 5 persen saja. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung transportasi umum yang lebih terjangkau,” lanjut keterangan tersebut.
    Lebih lanjut, Bapenda menegaskan kebijakan ini hanya berlaku untuk wilayah Jakarta.
    Tujuannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus menciptakan pengelolaan konsumsi bahan bakar yang lebih bijak.
    “Fokusnya adalah mendukung perkembangan ekonomi daerah dan pemanfaatan bahan bakar di Jakarta,” kata Bapenda.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hendrar Prihadi Bantah Tuduhan 'Wariskan' Potongan Insentif Pemkot Semarang di Kasus Korupsi Mbak Ita Regional 22 April 2025

    Hendrar Prihadi Bantah Tuduhan Wariskan Potongan Insentif Pemkot Semarang di Kasus Korupsi Mbak Ita
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com — Eks Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi atau Hendi, membantah tuduhan bahwa dirinya mewariskan praktik pemotongan insentif pajak pegawai yang kini menyeret penerusnya, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri, ke meja hijau.  
     
    Hendi menegaskan bahwa dirinya tak pernah membuat kebijakan seperti yang disangkakan oleh kuasa hukum Mbak Ita. 
    “Nggaklah, saya enggak pernah buat kebijakan seperti itu,” kata Hendi yang pernah menjabat Wali Kota Semarang periode 2016-2022, Selasa (22/4/2025). 
    Hendi yang menjabat Wali Kota Semarang periode 2016-2022 membantah tudingan tersebut.
    Meski demikian, dia tetap menghormati proses hukum yang berlaku. Hendi juga siap ketika sewaktu-waktu diminta keterangannya oleh pengadilan. 
    “Belum tahu, kita hormati saja proses hukum yang sedang berjalan, nggih,” ujar Hendi saat ditanya apakah siap hadir di persidangan.
    Sebelumnya, dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025), kuasa hukum Mbak Ita dan Alwin, Erna Ratnaningsih, menyebut bahwa praktik pemotongan insentif pajak itu bukanlah inisiatif baru dari kliennya.  
     
    Menurut Erna, kebijakan tersebut sudah berlangsung sejak era kepemimpinan wali kota sebelumnya. 
    “Bu Ita sebagai Plt Wali Kota itu hanya meneruskan kebijakan dari wali kota lama,” kata Erna kepada wartawan usai sidang.
    Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Mbak Ita dan Alwin diduga memotong pembayaran insentif yang seharusnya diterima ASN Pemkot Semarang, dengan total kerugian negara mencapai sekitar Rp 3 miliar.  
    Erna menambahkan bahwa dana yang disebut sebagai “iuran kebersamaan” itu sebenarnya sudah dikembalikan jauh sebelum KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada Juli 2024.  
     
    “Uang itu sudah dikembalikan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II kepada Bu Iin (Kepala Bapenda) sejak Desember 2022,” terang Erna.  
     
    Bahkan, menurut informasi yang dia peroleh, dana tersebut kemudian digunakan untuk keperluan rekreasi ke Bali. 
    “Informasinya, uang yang dikembalikan itu sudah dipakai untuk plesir ke Bali,” tambahnya.
    Kasus ini kini masih bergulir di Pengadilan Tipikor Semarang, dengan Mbak Ita dan Alwin Basri menghadapi tiga dakwaan terkait dugaan tindak pidana korupsi senilai total Rp 9 miliar.
    Eks Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi atau Hendi saat ditemui di UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cek Biaya Balik Nama Mobil Online: Panduan Lengkap & Mudah! – Page 3

    Cek Biaya Balik Nama Mobil Online: Panduan Lengkap & Mudah! – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Anda berencana balik nama mobil? Proses ini penting untuk memastikan kepemilikan sah dan menghindari masalah hukum di kemudian hari. Namun, banyak yang bingung tentang biaya yang harus dikeluarkan. Untungnya, kini Anda bisa mengecek biaya balik nama mobil secara online melalui situs resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) di daerah tempat mobil terdaftar.

    Prosesnya mudah, cukup akses situs Bapenda, cari menu Samsat atau pajak kendaraan, dan masukkan nomor polisi kendaraan Anda.

    Aturan Biaya Balik Nama

    Dikutip dari Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang jenis dan tarif PNBP Polri, Selasa (21/4/2025), biaya balik nama mobil terdiri dari beberapa komponen, termasuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), 

    Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), biaya penerbitan STNK dan TNKB, biaya penerbitan BPKB, biaya administrasi, serta biaya cek fisik kendaraan. Besaran biaya bervariasi tergantung daerah dan jenis kendaraan.

    Untuk mengetahui rincian biaya pasti, Anda perlu melakukan pengecekan langsung di situs Bapenda daerah terkait karena biaya dapat berubah sewaktu-waktu.

    Proses balik nama mobil bekas juga seringkali melibatkan mutasi jika domisili kendaraan berubah. Mutasi berbeda dengan balik nama; mutasi adalah pemindahan domisili kendaraan, sedangkan balik nama adalah pengalihan kepemilikan. Pastikan Anda memahami perbedaan ini agar proses administrasi berjalan lancar. Setelah balik nama selesai, jangan lupa untuk mengganti plat nomor kendaraan.

  • Mbak Ita Didakwa Minta Rp 300 Juta dari Iuran ASN, Kuasa Hukum: Kebijakan Wali Kota Sebelumnya
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        21 April 2025

    Mbak Ita Didakwa Minta Rp 300 Juta dari Iuran ASN, Kuasa Hukum: Kebijakan Wali Kota Sebelumnya Regional 21 April 2025

    Mbak Ita Didakwa Minta Rp 300 Juta dari Iuran ASN, Kuasa Hukum: Kebijakan Wali Kota Sebelumnya
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita didakwa menerima setoran uang dari iuran ASN yang dinamakan “iuran kebersamaan”. 
    Nilai uang setoran yang diberikan kepada Mbak Ita tersebut mencapai Rp 300 juta. 
    Hal ini terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025).
    Kuasa hukum terdakwa, Erna Ratnaningsih mengatakan, soal tuduhan pemerasan yang berkaitan dengan iuran insentif bukanlah kebijakan kliennya. 
    “Kebijakan dari wali kota sebelumnya,” kata Erna saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025). 
    Menurutnya, Mbak Ita hanya meneruskan kebijakan dari wali kota sebelumnya. Apalagi, saat itu kliennya juga menjadi Plt Wali Kota Semarang. 
    “Jadi iuran kebersamaan inilah yang apa tadi kita dengar diterima,” sebutnya. 
    Diberitakan sebelumnya, Mbak Ita disebut minta jatah Rp 300 juta dari uang iuran ASN yang dinamakan “iuran kebersamaan”. 
    Uang iuran tersebut nantinya akan digunakan untuk membiayai keperluan pegawai di luar yang telah dianggarkan, seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi bersama, bingkisan hari raya, membeli batik dan sejumlah kebutuhan lainnya. 
    Besaran iuran kebersamaan yang harus disetorkan oleh pegawai Bapenda Kota Semarang sudah diatur oleh Indriyasari selaku Kepala Bapenda Kota Semarang. 
    Kemudian iuran tersebut disetorkan kepada Sarifah, selaku Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Pajak Daerah dan Retribusi Kota Semarang. 
    Pada Desember 2022, Indriyasari mengajukan draf Surat Keputusan Wali Kota Semarang tentang alokasi besaran insentif pemungutan pajak atau tambahan penghasilan bagi pegawai ASN di Pemerintah Kota Semarang. 
    Atas pengajuan tersebut, Endang Sri Rejeki, selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Produk Hukum Penetapan dan Bagian Hukum Pemerintah Kota Semarang menyerahkan draf tersebut kepada terdakwa I atau Mbak Ita. 
    “Selanjutnya terdakwa I memanggil Endang Sri Rejeki dengan menyampaikan mengapa dalam hitungan nilai penerimaan insentif bagian terdakwa I lebih kecil dibandingkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang dan menolak menandatangani surat keputusan itu,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Semarang.
    Setelah Mbak Ita menolak untuk berta tangan, kemudian Endang Sri Rejeki menyampaikan permasalahan tersebut kepada Indriyasari. 
    “Selanjutnya Indriyasari menghadapi terdakwa I (Mbak Ita) dengan menyampaikan dasar hukum pengajuan surat keputusan tambahan penghasilan pegawai Bapenda,” ucap dia. 
    Namun, Mbak Ita tetap menolak memberikan tanda tanan meski sudah dijelaskan soal dasar hukumnya. 
    Kemudian pada 22 Desember 2022, Indriyasari kembali menghadap Mbak Ita di kantornya.
    Dalam pertemuan tersebut, Indriyasari menyampaikan bahwa tambahan penghasilan pegawai Bapenda nilainya di bawah terdakwa. 
    “Atas penyampaian Indriyasari tersebut, terdakwa I (Mbak Ita) menyampaikan kalimat ‘kok sak mono’,” ungkap Wawan. 
    Kemudian Indriyasari menyampaikan kepada terdakwa I bahwa pegawai Bapenda mengumpulkan uang “iuran kebersamaan”. 
    Indriyasari kemudian menyampaikan bahwa uang yang terkumpul mencapai Rp 900 juta yang ditulis di kertas. 
    “Selanjutnya terdakwa I menyampaikan ‘yowis to’ sambil melihat tulisan di kertas tersebut dan terdakwa I menuliskan angka 300. Yang dimaksud adalah terdakwa I meminta uang Rp 300 juta dari iuran kebersamaan,” tambah dia. 
    Setelah adanya kesepakatan antara terdakwa I bersama dengan Indriyasari mengenai tambahan uang insentif, kemudian pencairan diserahkan ke terdakwa I pada 29 Desember 2022. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • “Kok Sak Mono” Mbak Ita Disebut Minta Jatah Rp 300 Juta Dari Iuran Pegawai Sebesar Rp 900 Juta

    “Kok Sak Mono” Mbak Ita Disebut Minta Jatah Rp 300 Juta Dari Iuran Pegawai Sebesar Rp 900 Juta

    TRIBUNJATENG.COM –  Sidang perdana kasus dugaan korupsi mantan Wali Kota Semarang Mbak Ita dan suaminya digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025).

    Dalam sidang itu, Mbak Ita disebut meminta jatah sebesar Rp 300 juta dari dana “iuran kebersamaan” yang dikumpulkan dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. 

    Hal ini terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025).

    SIDANG DAKWAAN – Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya Alwin Basri disidang kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang. (TRIBUN JATENG/RAHDYAN TRIJOKO PAMUNGKAS)

    Jaksa Penuntut Umum (JPU), Wawan Yunarwanto, menyebut bahwa iuran kebersamaan tersebut dikumpulkan oleh pegawai untuk keperluan di luar anggaran resmi, seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian batik.

    Pengumpulan iuran ini diatur oleh Indriyasari, Kepala Bapenda Kota Semarang, dan disetorkan kepada Sarifah, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Pajak Daerah dan Retribusi.

    Menurut jaksa, pada Desember 2022, Indriyasari mengajukan draft Surat Keputusan Wali Kota mengenai alokasi insentif pajak atau tambahan penghasilan bagi ASN.

    Draft tersebut diserahkan Endang Sri Rejeki, Kepala Subbagian Perencanaan Produk Hukum, kepada Hevearita.

    “Terdakwa I (Mbak Ita) memanggil Endang dan menyatakan bahwa bagian insentif untuk dirinya lebih kecil dari Sekretaris Daerah. Ia kemudian menolak menandatangani surat itu,” jelas Wawan.

    Setelah itu, Indriyasari menjelaskan dasar hukum pengajuan insentif kepada Mbak Ita, namun tetap ditolak.

    Pada 22 Desember 2022, Indriyasari kembali menghadap Mbak Ita dan menyebutkan bahwa nilai tambahan penghasilan pegawai Bapenda lebih kecil dari yang diajukan untuk terdakwa.

    Dalam momen itu, Mbak Ita disebut menanggapi dengan kalimat, “kok sak mono”.

    “Indriyasari kemudian menjelaskan bahwa pegawai Bapenda telah mengumpulkan dana iuran kebersamaan sebesar Rp 900 juta,” ungkap jaksa.

     “Terdakwa I lalu mengatakan ‘yowis to’ sambil melihat tulisan angka di kertas dan menuliskan angka 300, yang dimaksud adalah permintaan jatah Rp 300 juta,” lanjutnya.

    Pencairan dana diserahkan ke Mbak Ita pada 29 Desember 2022 setelah kesepakatan tersebut.

    Bagian dari Kasus Korupsi Pemkot Semarang

    Perkara ini merupakan bagian dari kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang yang dilimpahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Semarang.

     Juru Bicara PN Semarang, Haruno Patriadi, menyebut ada tiga berkas perkara yang dilimpahkan.

    Hevearita dan suaminya, Alwin Basri (mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah), berada dalam satu berkas perkara.

    Dua berkas lainnya masing-masing atas nama Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, dan Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.

    Keempatnya diduga terlibat dalam korupsi pengadaan barang/jasa serta gratifikasi di Pemkot Semarang pada periode 2023–2024.

    Hevearita dan Alwin diduga sebagai penerima suap, sedangkan Martono dan Rachmat sebagai pemberi. (*)

     

  • Mbak Ita dan Alwin Didakwa 4 Kasus Korupsi Berlapis di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang

    Mbak Ita dan Alwin Didakwa 4 Kasus Korupsi Berlapis di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau mbak Ita bersama suaminya Alwin Basri disidangkan di Pengadilan Tipikor, Senin (21/4/2025).

    Sidang beragendakan dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU)  KPK Rio Vernika Putra dan Wawan Yunarwanto.

    Pada sidang tersebut JPU mendakwa Ita dengan Alwin dengan dakwaan Komulatif. Ita dan suaminya didakwan empat perkara korupsi.

    Pada dakwaan itu terungkap Alwin Basri selaku ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng sepengetahuan Ita sering melakukan pertemuan dengan orang-orang yang berkepentingan dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.

    “Dalam Kurun waktu November 2022 hingga Desember 2023 pasangan suami istri itu menerima uang dari Martono selaku penerima manfaat dari PT Rama Sukses Mandiri, dan PT Chimarder 777. Kemudian menerima uang dari P Rachmat Utama Djangkar selaku Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa,” jelas JPU.

    Pada perkara tersebut,kata JPU, Ita dan Alwin mendapatkan Rp 2 miliar dari Martono. 

    Uang itu diberikan Martono selaku ketua Gapensi Kota Semarang agar mendapatkan pekerjaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.

    “Alwin selaku terdakwa II memperlihatkan dokumen pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2023. Alwin menyampaikan pada Martono bahwa total proyek pengadaan barang dan jasa yang dapat diikuti Martono sebesar Rp 500 miliar,”  jelasnya.

    Lanjut Jaksa, Desember 2022 Alwin meminta kepada Martono sebagai bagian komitmen fee sebesar Rp 1 miliar untuk persiapan pelantikan  istrinya sebagai wali kota. 

    “Menindaklanjuti hal tersebut Alwin meminta Martono menemui Junaidi selaku kepala bagian pengadaan barang dan jasa Pemkot Semarang,” tuturnya.

    Uang komitmen fee sebesar Rp 1 miliar diberikan di rumahnya pada akhir Desember 2022. 

    Pada penyerahan tersebut meminta tambahan Rp 1 miliar ke Martono dengan dalih sama untuk pelantikan istrinya sebagai wali kota Semarang.

    “Pada bulan Januari 2023 Alwin kembali menerima komitmen fee sebesar Rp 1 miliar dari Martono di rumahnya. Pada pertemuan itu Alwin juga bertemu dengan Junaidi dan meminta agar memberikan paket pekerjaan di Semarang kepada Martono,” ujarnya. 

    Kemudian, penerimaan uang dari  P Rachmat Utama Djangkar sebesar Rp 1.750.000.000.

    Uang itu merupakan komitmen fee pengadaan meja dan kursi fabrikasi SD dalam APBD 2023 dengan kebutuhan 10.074 buah senilai 20 miliar.

    “Uang komitmen fee itu telah disiapkan. Mengetahui hal itu Alwin meminta agar Rachmat menyimpan uang tersebut terlebih dahulu,” kata JPU.

    Kemudian korupsi penerimaan pambayaraan iuran kebersamaan dari Pegawai Bapenda Kota Semarang. Secara rinci Ita menerima Rp 1.883.200.000, dan Alwin menerima Rp 1,2 miliar.

    “Uang itu bersumber dari insentif pemungutan pajak ASN ,” tuturnya.

    Kemudian menerima gratifikasi proyek penunjukkan langsung di 16 kecamatan. Ita dan Alwin bersama Martono menerima gratifikasi uang dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti Ariawan, Hening Kirono Sidi, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, serta Damsrin.

    “Terdakwa Alwin meminta uang dari pekerjaan senilai Rp 16 miliar,” tuturnya.

    Kemudian Martono mengumpulkan uang dari para koordinator lapangan sebesar Rp. 2.245.702.000. Uang itu diberikan ke Ita dan Alwin sebesar Rp 2 miliar secara bertahap.

    “Dari total penerimaan Martono mendapat Rp 245.702.000,”ujarnya.

    Pada perkara itu terdakwa dijerat pasal 12 huruf a Jo pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo pasal 65 ayat 1 KUHP dakwaan pertama kesatu. Atau Kedua pasal 11 Jo pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

    Pasal 12 huruf J Jo pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP dakwaan kedua. 

    Dakwaan ketiga pasal 12 huruf J Jo pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. (*)

  • 8
                    
                        Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Minta Jatah Rp 300 Juta dari Uang Iuran ASN
                        Regional

    8 Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Minta Jatah Rp 300 Juta dari Uang Iuran ASN Regional

    Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Minta Jatah Rp 300 Juta dari Uang Iuran ASN
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Mantan
    Wali Kota Semarang
    , Hevearita Gunaryati Rahayu alias
    Mbak Ita
    , disebut meminta jatah sebesar Rp 300 juta dari dana “iuran kebersamaan” yang dikumpulkan dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
    Hal ini terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025).
    Jaksa Penuntut Umum (JPU), Wawan Yunarwanto, menyebut bahwa iuran kebersamaan tersebut dikumpulkan oleh pegawai untuk keperluan di luar anggaran resmi, seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian batik.
    Pengumpulan iuran ini diatur oleh Indriyasari, Kepala Bapenda Kota Semarang, dan disetorkan kepada Sarifah, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Pajak Daerah dan Retribusi.
    Menurut jaksa, pada Desember 2022, Indriyasari mengajukan draft Surat Keputusan Wali Kota mengenai alokasi insentif pajak atau tambahan penghasilan bagi ASN.
    Draft tersebut diserahkan Endang Sri Rejeki, Kepala Subbagian Perencanaan Produk Hukum, kepada Hevearita.
    “Terdakwa I (Mbak Ita) memanggil Endang dan menyatakan bahwa bagian insentif untuk dirinya lebih kecil dari Sekretaris Daerah. Ia kemudian menolak menandatangani surat itu,” jelas Wawan.
    Setelah itu, Indriyasari menjelaskan dasar hukum pengajuan insentif kepada Mbak Ita, namun tetap ditolak.
    Pada 22 Desember 2022, Indriyasari kembali menghadap Mbak Ita dan menyebutkan bahwa nilai tambahan penghasilan pegawai Bapenda lebih kecil dari yang diajukan untuk terdakwa. Dalam momen itu, Mbak Ita disebut menanggapi dengan kalimat, “kok sak mono”.
    “Indriyasari kemudian menjelaskan bahwa pegawai Bapenda telah mengumpulkan dana iuran kebersamaan sebesar Rp 900 juta,” ungkap jaksa.
    “Terdakwa I lalu mengatakan ‘yowis to’ sambil melihat tulisan angka di kertas dan menuliskan angka 300, yang dimaksud adalah permintaan jatah Rp 300 juta,” lanjutnya.
    Pencairan dana diserahkan ke Mbak Ita pada 29 Desember 2022 setelah kesepakatan tersebut.
    Perkara ini merupakan bagian dari kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota
    Semarang
    yang dilimpahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Semarang.
    Juru Bicara PN Semarang, Haruno Patriadi, menyebut ada tiga berkas perkara yang dilimpahkan.
    Hevearita dan suaminya, Alwin Basri (mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah), berada dalam satu berkas perkara.
    Dua berkas lainnya masing-masing atas nama Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, dan Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.
    Keempatnya diduga terlibat dalam korupsi pengadaan barang/jasa serta gratifikasi di Pemkot Semarang pada periode 2023–2024. Hevearita dan Alwin diduga sebagai penerima suap, sedangkan Martono dan Rachmat sebagai pemberi.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.